Anda di halaman 1dari 18

Pasien yang Menolak Tindakan Medis

Kelompok VI

03007144 LINTA ISNA H 03008097 FANI SAFITRI


03007152 MARCELIA ANDHITA S 03008102 FERDY
03008006 ADINDA PUSPITA DEWI 03008144 LUSTIKA IMA PRANASARI
03008010 AGRA CESARIENNE P 03008145 LYSTIANA
03008052 AZHARI GANESHA 03008303 SITI NASIRAH BT AHMAD
03008053 AZZAHRA AZMI

Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

Jakarta, 29 Januari 2010

PENDAHULUAN
1
Etik profesi kedokteran mulai dikenal sejak 1800 tahun sebelum Masehi dalam bentuk
Code of Hammurabi,Code of Hittites, yang penegakannya dilaksanakan oleh penguasa pada
waktu itu. Selanjutnya etik kedokteran muncul dalam bentuk lain, yaitu dalam bentuk sumpah
dokter yang bunyinya bermacam-macam, tetapi yang paling banyak dikenal adalah sumpah
Hippocrates yang hidup sekitar 460-370 tahun SM. Sumpah tersebut berisikan kewajiban-
kewajiban dokter dalam berperilaku dan bersikap, atau semacam code of conduct bagi dokter.4)

Selain Kode Etik Profesi di atas, praktek kedokteran juga berpegang kepada prinsip-
prinsip moral kedokteran, prinsip-prinsip moral yang dijadikan arahan dalam membuat
keputusan dan bertindak, arahan dalam menilai baik-buruknya atau benar-salahnya suatu
keputusan atau tindakan medis dilihat dari segi moral. Pengetahuan etika ini dalam
perkembangannya kemudian disebut sebagai etika biomedis. Etika biomedis memberi pedoman
bagi para tenaga medis dalam membuat keputusan klinis yang etis (clinical ethics) dan pedoman
dalam melakukan penelitian di bidang medis.4)

KASUS

2
Ny. S, 35 tahun, datang berobat ke sebuah klinik bedah dengan keluhan utama tidak dapat
buang air kecil. Setipa kali ingin bak, perlu ditolong dengan memakai kateter. Setelah dilakukan
pemeriksaan lengkap, termasuk kolonoskopi, ditemukan adanya tumor pada daerah kolon yang
mendesak vesika urinaria sehingga menyebabkan kesulitan bak. Dokter mengan-jurkan untuk
dilakukan tindakan bedah pengangkatan tumor mengingat tumornya belum seberapa besar. Ny.S
dan keluarganya setuju saran dokter dan menandatangani informed consent.

Saat pembedahan dilakukan, dokter menemukan banyak terjadi perlengketan dan ternyata
karsinoma primernya ada pada ovarium kiri. Dihadapkan pada kenyataan yang ada saat itu dan
kondisi pasien yang melemah, dokter segera memutuskan untuk melakukan reseksi kolon dan
mengangkat ovariumnya tanpa konsultasi dulu dengan dokter obgyn.

Setelah operasi, kondisi pasien tampak membaik dan dokter segera memberikan
kemoterapi serta penyinaran. Akibat efek samping kemoterapi dan penyinaran itu, Ny.S,
merasakan penderitaan yang luar biasa, tidak bisa makan karena sangat mual dan nyeri yang
tidak tertahankan Ny. S lalu menolak terapi medis dan memilih pengobatan alternatif.

Pasien merasa terapi tidak memberi manfaat dan menimbulkan banyak masalah sehingga
pasien menolak pengobatan apapun dan memilih tinggal di rumah. Pasien menyadari hidupnya
tidak lama lagi dan penyakitnya tidak bisa diobati.

PEMBAHASAN KASUS

3
Skenario I

Ny. S, 35 tahun, datang berobat ke sebuah klinik bedah dengan keluhan utama tidak dapat
buang air kecil. Setiap kali ingin bak, perlu ditolong dengan memakai kateter. Setelah dilakukan
pemeriksaan lengkap, termasuk kolonoskopi, ditemukan adanya tumor pada daerah kolon yang
mendesak vesika urinaria sehingga menyebabkan kesulitan bak. Dokter mengan-jurkan untuk
dilakukan tindakan bedah pengangkatan tumor mengingat tumornya belum seberapa besar. Ny.S
dan keluarganya setuju saran dokter dan menandatangani informed consent.

Pembahasan :

Tindakan dokter sudah tepat karena sesuai dengan standar medis yaitu menjelaskan
kepada pasien tentang penyakitnya dan menyiapkan informed consent untuk ditandatngani oleh
pasien setelah meminta persetujuan pasien dan keluarganya.

Berdasarkan hukum kedokteran, tujuan tindakan medis yang utama ada dua, yaitu :

1. Menegakkan diagnosis. (tumor yang menekan vesika urinaria)

2. Melaksanakan terapi. (operasi pengangkatan tumor)

Kemudian syarat legal dilakukannya tindakan medis harus mencakup tiga hal :

1. Izin pasien : berupa informed consent. (dalam kasus ini dokter telah melakukan tindakan yang
tepat karena telah menjelaskan tindakan akan yang dilakukan dan pasien serta keluarga telah
menyetujuinya). Tindakan medis harus didasari prinsip moral :

a. Otonomi

b. Beneficence

c. Non-maleficience

d. Justifikasi

2. Alasan menurut ilmu kedokteran : indikasi medis. (dalam hal ini pasien ditemukan tumor yang
menekan Vesika Urinaria, yang merupakan indikasi dilakukannya pengangkatan tumor melalui
pembedahan)
4
3. Cara yang baku/ standar menurut ilmu kedokteran : standar medis. (dalam kasus ini dokter
menerapkan standar pembedahan yang sesuai)

Dasar hukum Informed Consent:

1. Undang-undang no. 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran

Informed consent adalah persetujuan pasien untuk menjalani tindakan medis setelah dia
memahami rencana tindakan tersebut.

2. PERMENKES 585/ 89 : Persetujuan bisa secara lisan/ tertulis. Setelah pasien mendapatkan
informasi yang adekuat tentang tindakan dan faktor risikonya.

Kegunaan informed consent :

1. Sebagai bukti tertulis persetujuan tindakan medis

2. Memacu ketelitian dan kehati-hatian dokter

3. Meningkatkan pengambilan keputusan yang rasional

4. Menghindari penipuan dan pemerasan

5. Dokter terhindar secara hukum dari kegagalan yang bukan kelalaian

Setiap tindakan invasif harus ada informed consent tertulis dan pasien harus sudah
memahami risiko dan efek samping. Dokter perlu menjelaskan secara singkat dan jelas serta
menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh pasien semua perincian terapi, mulai dari pre-
op sampai post-op. Hal ini telah disebutkan dalam PERMENKES 585 pasal 6 bahwa informasi
harus diberikan oleh dokter yang melakukan operasi.

Yang dapat memberikan persetujuan informed consent :

1. Persetujuan oleh pasien dewasa yang sehat mental, minimal 21 tahun atau telah menikah.

5
2. Jika pasien tidak sehat secara mental dapat diwakilkan oleh wali.

3. Keluarga terdekat jika tidak sehat mental atau belum 21 tahun

Jika dokter melakukan tindakan medis invasif tanpa informed consent maka dinaggap
menganiaya.

Materi yang terdapat dalam informed consent :

1. Prosedur tindakan medis. Mencakup : Alat-alat yang diperlukan, bagian tubuh yang terkena,
kemungkinan nyeri yang timbul, kemungkinan perluasan operasi (setelah operasi baru
diberitahukan kepada pasien dan keluarganya).

2. Risiko yang mungkin terjadi

3. Manfaat tindakan

4. Alternatif tindakan

5. Prognosis bila tidak dilakukan operasi ini

6. Perkiraan biaya

7. Tujuan tindakan medis, untuk terapi atau diagnosis. Dalam kasus ini tujuannya untuk terapi.

Skenario II : Saat pembedahan dilakukan, dokter menemukan banyak terjadi perlengketan dan
ternyata karsinoma primernya ada pada ovarium kiri. Dihadapkan pada kenyataan yang ada saat
itu dan kondisi pasien yang melemah, dokter segera memutuskan untuk melakukan reseksi kolon
dan mengangkat ovariumnya tanpa konsultasi dulu dengan dokter obgyn.

Pembahasan:

Kelompok kami mengemukakan beberapa alasan pro dan kontra terhadap tindakan yang
dilakukan oleh dokter :

PRO KONTRA

6
1. Dokter dibenarkan mengangkat ovarium 1. Ny.S tidak kompeten karena dalam keadaan
apabila di informed consent telah diinformasikan tidak sadar.
mengenai tindakan lain yang diperlukan.
2. Dokter mengangkat ovarium tanpa izin dari
2. Di informed consent reseksi kolon dan pasien, padahal umur pasien masih 35 tahun
pengangkatan ovarium dapat dimasukkan ke dan produktif. Ini akan berpengaruh besar
dalam kemungkinan perluasan operasi. terhadap kemampuan reproduksi. Dokter
dianggap melanggar prinsip autonomi.
3. Dokter memikirkan prinsip beneficence, jika
tindakan tersebut tidak dilakukan segera, 3. Dokter seharusnya meminta izin kepada
dikhawatirkan kondisi pasien akan semakin keluarga pasien atau berkonsultasi dahulu
memburuk. dengan dokter obgyn yang ahli.

4. Pasal 7 ayat 285 tentang perluasan operasi 4. Dokter ini mungkin berkompetensi untuk
dibolehkan untuk menyelamatkan jiwa pasien. mengangkat ovarium kiri, tapi tidak
berwenang untuk melakukannya karena itu
5. Dilihat dari segi keputusan etik dokter
wilayah kompetensi dokter obgyn.
melaksanakan beneficence (untuk kepentingan
pasien) dan non maleficience (tidak merugikan 5. Dokter melakukan human error.
pasien). Seharusnya sewaktu dilakukan pemeriksaan
awal dokter harus curiga juga ini merupakan
6. dokter berusaha mencegah metastasis lebih
tumor metastasis dan memeriksa organ lain
lanjut (beneficence).
disekitarnya, namun dokter hanya fokus untuk
mengatasi keluhan utama yaitu susah BAK
karena ada tumor.

6. Berdasarkan standar operasional medis


dokter dianggap melanggar karena tidak di
biopsi terlebih dahulu untuk pemeriksaan lebih
lanjut untuk mengetahui stadium Ca.

Skenario III

7
Setelah operasi, kondisi pasien tampak membaik dan dokter segera memberikan
kemoterapi serta penyinaran. Akibat efek samping kemoterapi dan penyinaran itu, Ny.S,
merasakan penderitaan yang luar biasa, tidak bisa makan karena sangat mual dan nyeri yang
tidak tertahankan Ny. S lalu menolak terapi medis dan memilih pengobatan alternatif.

Pembahasan :

Untuk mencegah terjadinya latent error, dokter harus melakukan evaluasi pengobatan
untuk memastikan tidak adanya kegagalan yang timbul akibat terapi pembedahan ataupun
kemoterapi serta penyinaran. Namun pasien menolak terapi medis, dalam hal ini sikap dokter
harus menghormati hak-hak pasien untuk menolak tindakan medis dan mencari alternatif
pengobatan yang lain. Peran dokter disini adalah memberikan pengertian mengenai perbedaan
pengobatan alternatif dan medis.

Dokter dapat menyarankan pilihan terapi alternatif apa yang baik kepada pasien namun
jangan terlalu mengintervensi keputusan pasien. Dalam menyarankan kepada pasien, sikap
dokter harus hati-hati dan didasarkan atas evidence based. Selain itu, anjuran untuk berolahraga
ringan dan pola makan pasien perlu dinasehatkan. Kita harus tetap menjaga hubungan dengan
pasien meskipun tidak berobat secara medis. Bila perlu pasien juga dianjurkan melakukan
kontrol ke dokter untuk melihat keberhasilan terapi alternatif.

Terakhir mengenai pilihan pasien untuk beralih ke pengobatan alternatif, lebih baik jika
diberikan surat pernyataan agar dokter terhindar dari tuntutan di kemudian hari.

PERMENKES RI No 1109/MENKES/PER/IX/2007 tentang batasan terapi alternatif :

Terapi alternatif merupakan terapi non-konvensional untuk meningkatkan kesehatan


pasien yang bersifat promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif dan harus dilandasi pengetahuan
biomedik. Individu yang menjalankan usaha terapi altrernatif seyogyanya memiliki izin dari
pemerintah untuk menjalankan praktik di bidang kesehatan.

Pandangan Agama tentang Terapi Alternatif


8
1. Agama Islam : Diperbolehkan selama tidak melanggar syariat Islam, pengobatan berdasarkan
dengan dalil-dalil yang kuat, dan tidak tercampur dengan kesyirikan. Contohnya pengobatan
herbal yang halal dan tidak merusak tubuh.

2. Agama Kristen : Tidak menolak dan tidak menelan mentah-mentah, dilihat terlebih dahulu
apakah ada mistik atau tidak dan tidak boleh menyamakan diri dengan alam.

3. Agama Hindu : Diperbolehkan, salah satunya ayuverda. Dalam hindu, terjadinya sakit karena
ketidakseimbangan antara kapha, pitta, vantha, sedangkan ayuverda menyeimbangkan 3 unsur
tersebut.

4.Agama Buddha : Tidak masalah selama tidak melanggar sila dan dhamma serta dilakukan
secara sadar dan sukarela.

Skenario IV

Pasien merasa terapi tidak memberi manfaat dan menimbulkan banyak masalah sehingga
pasien menolak pengobatan apapun dan memilih tinggal di rumah. Pasien menyadari hidupnya
tidak lama lagi dan penyakitnya tidak bisa diobati.

Pembahasan :

PRO Ny.S KONTRA Ny.S

9
1. Pengobatan dengan kemoterapi selain sakit 1. Ny. S masih muda (35 tahun), seharusnya
juga mengeluarkan biaya yang besar, hasilnya tidak berputus asa, lagipula setelah operasi
pun belum tentu dapat sembuh. Toh ujung- dilakukan kondisi pasien tampak membaik.
ujungnya manusia akan mati juga.
2. Hidup dan mati, sakit dan sembuh Tuhan
2. Menolak semua pengobatan merupakan hak yang menentukan, manusia harus berusaha.
Ny.S.
3. Menolak segala macam pengobatan
3. Ny.S tidak memiliki motivasi untuk sembuh. termasuk bunuh diri secara tidak langsung.

4. Ny. S tidak ingin merepotkan keluarganya

Solusi yang dapat diberikan :

1. Mendekatkan diri kepada Tuhan sesuai dengan agama yang Ny. S anut.

2. Tetap menjalankan pola hidup yang sehat.

3. Peran keluarga sangat dibutuhkan untuk memberi motivasi kepada Ny. S.

4. Ny. S dapat dianjurkan untuk mengikuti grop konseling dengan sesama penderita Ca untuk
saling menyemangati dan memberi motivasi agar terus berkarya dalam hidup.

TINJAUAN PUSTAKA

10
Menurut National Center for Complementary and Alternative Medicine
(NCCAM) Pengobatan alternative dapat dikategorikan menjadi 5 kategori yang kadangkala satu
jenis pengobatan bisa mencakup beberapa kategori5) :

1. Alternative Medical System/ Healing System non medis


Terdiri dari Homeopathy, Naturopathy, Ayurveda dan Traditional Chinese Medicine (selanjutnya
disingkat TCM)

2. Mind Body Intervention


Terdiri atas Meditasi, Autogenics, Relaksasi Progresif, Terapi Kreatif, Visualisasi Kreatif,
Hypnotherapy, Neurolinguistik Programming (NLP), Brain Gym, dan Bach Flower Remedy.

3. Terapi Biologis
Terdiri dari Terapi Herbal, Terapi Nutrisi, Food Combining, Terapi Jus, Makrobiotik, Terapi
Urine, Colon Hydrotherapy.

4. Manipulasi Anggota Tubuh


Terdiri atas Pijat/Massage, Aromatherapy, Hydrotherapy, Pilates, Chiropractic, Yoga, Terapi
Craniosacral, Teknik Buteyko.

5. Terapi Energi
Terdiri dari Akupunktur, Akupressur, Refleksiologi, Chi Kung, Tai Chi, Reiki, dan Prana healing

Hubungan Hukum Dokter & Pasien

Hubungan dokter dengan pasien adalah hubungan yang unik, dokter sebagai pemberi pelayanan
kesehatan dan pasien sebagai penerima pelayanan kesehatan. Dokter yang pakar dan pasien yang

11
awam, dokter yang sehat dan pasien yang sakit.

Hubungan tanggungjawab tidak seimbang itu, menyebabkan pasien yang karena keawamannya
tidak mengetahui apa yang terjadi pada waktu tindakan medik dilakukan, hal ini dimungkinkan
karena informasi dari dokter tidak selalu dimengerti oleh pasien.

Seringkali pasien tidak mengerti itu, menduga telah terjadi kesalahan/kelalaian, sehingga dokter
diminta untuk mengganti kerugian yang dideritanya. Yang seringkali menjadi pendapat yang
salah adalah bahwa setiap kesalahan/kelalaian yang diperbuat oleh dokter harus mendapat
gantirugi. Bahkan kadang-kadang kalau ada sesuatu hal yang diduga terjadi malpraktek, maka
dipakai oleh pasien sebagai kesempatan untuk memaksa dokter membayar ganti rugi.

Pada penentuan bersalah tidaknya dokter dan pembayaran ganti rugi harus dibuktikan terlebih
dahulu dan ditentukan oleh hakim di Pengadilan. Masalahnya dokter sangat rentan terhadap
publikasi, sehingga seringkali dokter yang enggan menjadi sorotan di media massa, membayar
komplain pasien, tanpa melalui proses hukum.

Kesalahan ini sering disalah gunakan oleh pasien, menyebabkan dokter akan melindungi dirinya
dengan berbagai cara untuk menghindari gugatan dari pasien. Salah satu cara yaitu dengan
mengalihkan tanggungjawab kepada pihak ketiga yaitu asuransi ; atau bekerja ekstra hati-hati.
Pada gilirannya pasien juga yang rugi, karena biaya pengobatan menjadi lebih besar dan pasien
yang harus menanggung beban.

Sebenarnya kesalahan atau kelalaian dokter dalam melaksanakan profesi medis, merupakan
suatu hal yang penting untuk dibicarakan dan diketahui oleh para dokter pada umumnya, hal ini
disebabkan karena akibat kesalahan dan kelalaian dapat menimbulkan dampak yang sangat
merugikan. Selain merusak atau mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap profesi
kedokteran juga menimbulkan kerugian pada pasien. Untuk memahami ada tidaknya kesalahan
atau kelalaian tersebut, terlebih dahulu kesalahan atau kelalaian pelaksanaan profesi harus
diletakkan berhadapan dengan kewajiban profesi di samping memperhatikan aspek hukum yang
mendasari terjadinya hubungan hukum antara dokter dengan pasien yang bersumber pada

12
transaksi terapeutik.

Kalau dilihat dari kaca mata hukum, hubungan antara pasien dengan dokter termasuk dalam
ruang lingkup perjanjian (transaksi terapeutik) karena adanya kesanggupan dari dokter untuk
mengupayakan kesehatan atau kesembuhan pasien, sebaliknya pasien menyetujui tindakan
terapeutik yang dilakukan oleh dokter tersebut. Perjanjian terapeutik memiliki sifat dan ciri yang
khusus, tidak sama dengan sifat dan ciri perjanjian pada umumnya, karena obyek perjanjian
dalam transaksi terapeutik bukan kesembuhan pasien, melainkan mencari upaya yang tepat
untuk kesembuhan pasien. Perjanjian dokter dengan pasien termasuk pada perjanjian tentang
upaya atau disebut ( Inspaningsverbintenis ) bukan perjanjian tentang hasil atau disebut
( Resultaatverbintenis ). Hubungan hukum antara pasien dengan dokter dapat terjadi antara lain
karena ; pasien sendiri yang mendatangi dokter untuk meminta pertolongan mengobati sakit yang
dideritanya, dalam keadaan seperti ini terjadi persetujuan kehendak antara kedua belah pihak,
dan terjadi hubungan hukum yang bersumber dari kepercayaan pasien terhadap dokter, sehingga
pasien bersedia memberikan persetujuan tindakan medik ( informed consent ).

Di Indonesia informed consent telah memperoleh justifikasi yuridis melalui Peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 585/Menkes/1989. aPersetujuan tindakan medik (informed consent) dalam
praktik banyak mengalami kendala, karena faktor bahasa, faktor campur tangan keluarga atau
pihak ketiga dalam hal memberikan persetujuan, faktor perbedaan kepentingan antara dokter dan
pasien, dan faktor lainnya.

Sebab dalam konsep ini dokter hanya berkewajiban melakukan pelayanan kesehatan dengan
penuh kesungguhan, dengan mengerahkan seluruh kemampuan dan perhatiannya sesuai dengan
standard profesinya. Jadi Seorang dokter dapat dikatakan melakukan kesalahan atau kelalaian
dalam menjalankan profesinya, apabila dia tidak memenuhi kewajibannya dengan baik, yang
berdasarkan kemampuan tertinggi yang dimilikinya sesuai dengan standard operasional (SOP).

PERSETUJUAN DAN PENOLAKAN TERHADAP TINDAKAN MEDIS


13
Tindakan Medis telah ditetapkan bahwa dalam keadaan tidak darurat, seorang dokter harus
meminta persetujuan pasien terhadap terapi sebelum terapi diberikan. Terdapat dua teori tentang
persetujuan pasien; teori tradisional berdasarkan hukum penganiayaan dan teori baru yang
berdasarkan hukum kelalaian. Dalam beberapa wilayah hukum, kurangnya persetujuan medis
dianggap sebagai pelanggaran terhadap hak walaupun tidak terjadinya suatu kelalaian. Hukum
melindungi hak seseorang untuk mengambil keputusan menerima atau menolak terapi, terlepas
dari bijaksana atau tidaknya keputusan tersebut. Prinsip dasar dalam hukum kita adalah setiap
orang memiliki hak untuk memutuskan hal-hal yang menyangkut tubuh mereka. Hubungan
dokter pasien dikenal sebagai fiduciary relationship yang berarti hubungan yang berlandaskan
kepercayaan.

INFORMED CONSENT

Tujuan dari informed consent adalah agar pasien mendapat informasi yang cukup untuk
dapat mengambil keputusan atas terapi yang akan dilaksanakan. Informed consent juga berarti
mengambil keputusan bersama. Hak pasien untuk menentukan nasibnya dapat terpenuhi dengan
sempurna apabila pasien telah menerima semua informasi yang ia perlukan sehingga ia dapat
mengambil keputusan yang tepat. Kekecualian dapat dibuat apabila informasi yang diberikan
dapat menyebabkan guncangan psikis pada pasien.

Dokter harus menyadari bahwa informed consent memiliki dasar moral dan etik yang kuat.
Menurut American College of Physicians Ethics Manual, pasien harus mendapat informasi dan
mengerti tentang kondisinya sebelum mengambil keputusan. Berbeda dengan teori terdahulu
yang memandang tidak adanya informed consent menurut hukum penganiayaan, kini hal ini
dianggap sebagai kelalaian. Informasi yang diberikan harus lengkap, tidak hanya berupa jawaban
atas pertanyaan pasien.

Suatu informed consent harus meliputi :

1. Dokter harus menjelaskan pada pasien mengenai tindakan, terapi dan penyakitnya

14
2. Pasien harus diberitahu tentang hasil terapi yang diharapkan dan seberapa besar
kemungkinan keberhasilannya

3. Pasien harus diberitahu mengenai beberapa alternatif yang ada dan akibat apabila
penyakit tidak diobati

4. Pasien harus diberitahu mengenai risiko apabila menerima atau menolak terapi

Risiko yang harus disampaikan meliputi efek samping yang mungkin terjadi dalam penggunaan
obat atau tindakan pemeriksaan dan operasi yang dilakukan.

HAL HAL YANG DIINFORMASIKAN

Hasil Pemeriksaan

Pasien memiliki hak untuk mengetahui hasil pemeriksaan yang telah dilakukan. Misalnya
perubahan keganasan pada hasil Pap smear. Apabila infomasi sudah diberikan, maka keputusan
selanjutnya berada di tangan pasien.

Risiko

Risiko yang mungkin terjadi dalam terapi harus diungkapkan disertai upaya antisipasi
yang dilakukan dokter untuk terjadinya hal tersebut. Reaksi alergi idiosinkratik dan kematian
yang tak terduga akibat pengobatan selama ini jarang diungkapkan dokter. Sebagian kalangan
berpendapat bahwa kemungkinan tersebut juga harus diberitahu pada pasien. Jika seorang dokter
mengetahui bahwa tindakan pengobatannya berisiko dan terdapat alternatif pengobatan lain yang
lebih aman, ia harus memberitahukannya pada pasien. Jika seorang dokter tidak yakin pada
kemampuannya untuk melakukan suatu prosedur terapi dan terdapat dokter lain yang dapat
melakukannya, ia wajib memberitahukan pada pasien.

Alternatif

Dokter harus mengungkapkan beberapa alternatif dalam proses diagnosis dan terapi. Ia
harus dapat menjelaskan prosedur, manfaat, kerugian dan bahaya yang ditimbulkan dari beberapa
pilihan tersebut. Sebagai contoh adalah terapi hipertiroidisme. Terdapat tiga pilihan terapi yaitu
15
obat, iodium radioaktif, dan subtotal tiroidektomi. Dokter harus menjelaskan prosedur,
keberhasilan dan kerugian serta komplikasi yang mungkin timbul.

Rujukan/ konsultasi

Dokter berkewajiban melakukan rujukan apabila ia menyadari bahwa kemampuan dan


pengetahuan yang ia miliki kurang untuk melaksanakan terapi pada pasien-pasien tertentu.
Pengadilan menyatakan bahwa dokter harus merujuk saat ia merasa tidak mampu melaksanakan
terapi karena keterbatasan kemampuannya dan ia mengetahui adanya dokter lain yang dapat
menangani pasien tersebut lebih baik darinya.

Prognosis

Pasien berhak mengetahui semua prognosis, komplikasi, sekuele, ketidaknyamanan,


biaya, kesulitan dan risiko dari setiap pilihan termasuk tidak mendapat pengobatan atau tidak
mendapat tindakan apapun. Pasien juga berhak mengetahui apa yang diharapkan dari dan apa
yang terjadi dengan mereka. Semua ini berdasarkan atas kejadian-kejadian beralasan yang dapat
diduga oleh dokter. Kejadian yang jarang atau tidak biasa bukan merupakan bagian dari informed
consent.

16
KESIMPULAN

1. Dalam melakukan tindakan medis yang invasif, dokter harus selalu meminta persetujuan dari
pasien dan keluarganya serta memberikan penjelasan mengenai terapi secara jelas sehingga
pasien mengerti melalui informed consent. Hal ini sangat bermanfaat bagi kedua belah pihak.

2. Dokter wajib memiliki prinsip moral otonomi, beneficence, non maleficience, dan justice. Dan
benar-benar menerapkannya dalam praktik kedokteran.

3. Jika pasien (Ny. S) lebih memilih terapi alternatif, maka sikap dokter adalah menghormati
pilihannya, dan dokter dapat menyarankan pilihan terapi alternatif apa yang baik kepada pasien
namun jangan terlalu mengintervensi keputusan pasien. Dalam menyarankan kepada pasien,
sikap dokter harus hati-hati dan didasarkan atas evidence based.

4. Apabila pasien menolak segala terapi, maka peran keluarga dan kerabat dekat menjadi lebih
penting dalam memotivasi pasien.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Sampurna, Budi. Profesi Kedokteran dan Kode Etiknya serta Peran Manajemen Rumah
Sakit terhadap kasus Malpraktik. Access on January, 29th 2011. Available at :
http://www.freewebs.com/kekimalpraktek/etikkedokteran.htm

2._______. Pengobatan Alternatif & Komplementer. Access on January, 29th 2011. Available at :
http://rumahherbalku.wordpress.com/2009/02/08/pengobatan-alternatif-komplementer-
bersambung-bag-1/

3. Bagian Kedokteran Forensik, Peraturan Perundang-undangan Bidang Kedokteran, Jakarta,


1994

4. Shannon, Thomas, Pengantar Bioetika, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1995

18

Anda mungkin juga menyukai