Anda di halaman 1dari 17

Filsafat Ilmu

EPISTIMOLOGI

Dosen Pengampu:

Prof. Dr. Albinus Silalahi, M.S

Oleh Kelompok 4:

1. Rizki Fitriani (8196141001)


2. Alfi Rizkina Lubis (8196141002)
3. Lusyana Rahman (8196141004)
4. Puan Ibna Maghfirah (8196141007)

MAGISTER PENDIDIKAN KIMIA A 2019


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MEDAN
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah swt. yang telah memberikan
kesempatan dan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan
makalah ini. Adapun tugas makalah dibuat ini adalah untuk memenuhi tugas
kelompok dari dosen pada mata kuliah “Filsafat Ilmu”. Makalah ini berjudul
“Epistimologi”.
Penulis tidak dapat menyelesaikan makalah ini tanpa adanya dukungan, do’a,
dan nasehat dari semuanya. Selanjutnya, penyusun ingin mengucapkan salam dan
terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Albinus Silalahi, M.S selaku dosen mata kuliah ini yang telah
memberikan saran dan nasehat untuk melengkapi makalah ini.
2. Untuk semua yang sudah ikut andil membantu baik materil dan non
materil serta waktunya untuk melengkapi makalah ini.
Penyusun menyadari makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik yang membangun, dan saran dari pembaca sangatlah dihargai. Penyusun
sangat beharap bahwa makalah ini dapat memberikan kontribusi berharga bagi
para pembaca.

Pekanbaru, 25 November 2018

Penulis

Kelompok 2

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar i
Daftar Isi Ii
BAB I
Pendahuluan 1
Latar Belakang 1
Rumusan Masalah 2
Tujuan 2
BAB II
Pembahasan 3
2.1 Apa Itu Epistimologi 3
2.2 Cakupan Pokok Epistimologi 4
2.3 Hubungan Filsafat dan Ilmu Pengetahuan 6
2.4 Macam-Macam dan Penyebab Timbulnya Epistimologi 7

2.5 Hakikat Epistimologi 9


2.5 Metode Memperoleh Ilmu Pengetahuan 10
BAB III
Penutup 13
Kesimpulan 13
Daftar Pustaka 14

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manusia tidak hanya memerlukan kebutuhan pokok saja, akan tetapi
manusia juga memerlukan informasi untuk mengetahui keadaan di lingkungan
sekitar mereka. Dalam upaya untuk memperoleh informasi, manusia seringkali
melakukan komunikasi ataupun cara-cara lain yang bisa digunakan. Salah satu
informasi yang didapat dari komunikasi adalah pengetahuan. Pengetahuan
sangat diperlukan bagi kehidupan manusia karena dapat memberikan manfaat
yang sangat besar bagi kehidupan. Dalam mencari pengetahuan, tak jarang
manusia harus mempelajari Epistemologi.
Epistimologi merupakan cabang dari filsafat yang membicarakan
mengenai sumber-sumber, karakteristik, sifat dan kebenaran pengetahuan.
Epistimologi seringkali disebut dengan teori pengetahuan atau filsafat
pengetahuan, karena yang dibicarakan dalam epistimologi ini berkenaan
dengan hal-hal yang yang ada sangkut pautnya dengan masalah pengetahuan.
Misalnya, Apakah pengetahuan itu? Dari mana Asalnya? Apakah sumber-
sumber pengetahuan? Bagaimana manusia mendapatkan pengetahuan? Dari
mana pengetahuan yang benar? Apa yang menjadi karakteristik pengetahuan?
Apakah pengetahuan itu tergolong benar atau keliru, dan sebagainya.
Beberapa pertanyaan innilah yang kemuadian disebut dengan persoalan
epistimologi.

1.2 Rumusan Masalah


a. Apa itu Epistimologi?
b. Apa saja Cakupan Pokok Epistimologi?
c. Apa Hubungan Filsafat dan Ilmu Pengetahuan?
d. Apa Macam-Macam dan Penyebab Timbulnya Epistimologi?

1
1.3 Tujuan Masalah
a. Setelah membaca dan mempelajari makalah ini diharapkan mahasiswa
dapat:
b. Mengetahui apa itu Epistimologi
c. Mengetahui Cakupan Pokok Epistimologi
d. Mengetahui dan memahami Hubungan Filsafat dan Ilmu Pengetahuan
e. Mengetahui dan memahami Macam-Macam dan Penyebab Timbulnya
Epistimologi

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Apa itu Epistimologi


Istilah epistimologi berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari dua kata,
yaitu ‘episteme’ yang berarti pengetahuan, dan ‘logos’ yang berarti pikiran, teori
atau ilmu. Jadi, epistimologi berarti teori atau metode tentang pengetahuan atau
ilmu pengetahuan. Istilah lain juga biasa digunakan, yaitu teori pengetahuan atau
filsafat pengetahuan. Dalam rumusan yang lebih rinci disebutkan bahwa
epistimologi merupakan salah satu cabang filsafat yang mengkaji secara
mendalam dan radikal tentang asal mula pengetahuan, struktur, metode, dan
validitas.
Menurut Poedjiadi (2001:13) epistimologi adalah cabang filsafat yang
membahas tentang pengetahuan, adapun yang dibahas antara lain adalah asal
mula, bentuk atau struktur, dinamika, validitas dan metodologi, dan yang
bersama-sama membentuk pengetahuan manusia.
Secara umum, Harold H. Titus (1984: 187-188) menyatakan bahwa
epistimologi mengkaji tiga persoalan pokok, yaitu sebagai berikut :
1. Apakah sumber-sumber pengetahuan? Dari manakah pengetahuan yang
benar itu datang dan bagaimana kita mengetahuinya?
2. Apakah sifat dasr pengetahuan? Apa ada alam yang benar-benar di luar
pikiran kita? Kalau ada, apakah kita mengetahuinya?
3. Apakah pengetahuan kita itu benar (valid)? Bagaimanakah kita dapat
membedakan yang benar dan yang salah.
Menurut Mohammad Muslih (2005: 68), tiga persoalan pokok tersebut
sekaligus merupakan objek formal dari epistimologi, yakni sebagai perspektif
dalam melihat objek materialnya, dalam hal ini adalah pengetahuan. Inilah yang
kemudian dikenal dengan hakikat pengetahuan, yang tak lain adalah jawaban atas
beberapa persoalan pokok di atas.
Pada dasarnya, epistimologi merupakan satu upaya evaluatf dan kritis
tentang pengetahuan (knowledge) manusia.

3
2.2 Cakupan Pokok Epistimologi
A. Sumber Pengetahuan
Sumber pengetahuan ialah apa yang menjadi titik-tolak atau apa yang
merupakan objek pengetahuan itu sendiri. Sumber itu dapat bersifat atau
berasal dari :dunia eksternal” atau juga terkait dan berasal dari “dunia
internal” atau kemampuan subjek. Di tulisan ini akan diterangkan sebisa
mungkin menyangkut sumber-sumber pengetahuan yang dicantumkan baik
oleh Hosper maupun oleh Honderich. Ada lima sumber yang akan dibahas,
apa sajakah itu mari lihat penjelasannya di bawah ini.
1. Perception (Persepsi/Pengamatan Indrawi)
Persepsi adalah hasil tanggapan indrawi terhadap fenomena alam.
Adapun istilah yang lebih umum untuk istilah persepsi ini adalah
empiri atau pengalaman. Pengalaman merupakan sumber pengetahuan
yang diterima dalam epistemology (Barat dan Islam). Ada beberapa
pokok ciri pengalaman. Pertama, pengalaman indrawi selalu
berhubungan dengna objek tertentu di luar si pengamat (subjek).
Kedua, pengalaman manusia tidak seragam (pancaindra). Terakhir
pengalaman manusia terus berkembang.
2. Memory (Ingatan)
Pengetahuan, baik secara teoritis maupun praktis, banyak sekali
mengandalkan ingatan. Pengalaman langsung atau tidak langsung
harus didukung oleh ingatan agar hasil pengalaman itu dapat disusun
secara logis dan sistematis (menjadi pengetahuan).
3. Reason (Akal, Nalar)
Akal diterima sebagai salah satu sumber pengetahuan. Adapun
pikiran atau penalaran adalah hal yang paling mendasar bagi
kemungkinan adanya pengetahuan. Penalaran adalah proses yang harus
dilalui dalam menarik kesimpulan.
4. Intuition (Intuisi)
Intuisi adalah “tenaga rohani”, suatu kemampuan yang mengatasi
rasio, kemampuan untuk menyimpulkan serta memahammi secara
mendalam. Intuisi adalah pengenalan terhadap sesuatu secara langsung

4
dan bukan melalui inferensi logis (deduksi-induksi). Intuisi timbul
sebagai hasil pengamatan atau pengalaman.
5. Authority (Otoritas)
Otoritas mengacu pada individu atau kelompok yang dianggap
memiliki pengetahuan sahih dan meiliki legitimasi sebagai sumber
pengetahuan. Otoritas juga dapat berasosiasi atau berarti negatif bila
otoritas itu justru bersifat dominasi, menindas dan otoritasnya tidak
absah.

B. Objek Pengetahuan
Objek pengetahuan adalah hal atau materi yang menjadi perhatian bagi
pengetahuan (objek material). Dalam istilah epistemology, ini disebut dengan
masalah ontology. Honderich (1995) menyatakan bahwa objek pengetahuan
adalah: 1) gejala alam fisik, 2) masa lalu, 3) masa depan, 4) nilai-nilai
(aksiologis), 5) abstraksi, 6) pikiran (philosophy of mind: our own
experiences, our own inner states, other minds), (Honderich, 1995:931).
i. Struktur Pengetahuan
Membahas bagaimana hubungan antara ilmuwan dengan sense
atau data atau hal/objek yang diketahui (Hunnex, 1986:8). Hubungan
antara subjek yang mengetahui dan objek yang diketahui tergambar dari
beberapa pandangan, yaitu objektivitas, subjektivitas, skeptisisme,
relativisme, dan fenomenalisme.

ii. Teori Atau Kriteria Kebenaran


i) Teori kebenaran korespondesi
Menyatakan bahwa satu teori/proposisi benar bila proposisi atau
teori itu sesuai dengan fakta (kenyataan). Kebenaran adalah kesetiaan
pada realitas objektif. Teori kebenaran ini didukung dan diterima oleh
pendukung epistemology empiris (positivisme ilmiah), seperti pada
ilmu-ilmu alam atau ilmu sosial-budaya yang menuntut penerapan
metode ilmu alam atau ilmu sosial-budaya.

5
ii) Teori kebenaran konsistensi atau koherensi
Dalam teori ini, kebenaran adalah apabila adanya saling hubungan
antar putusan-putusan atau kesesuaian/ketaatasasan dengan kesepakatan
atau pengetahuan yang telah dimiliki. Teori ini umumnya terdapat dalam
matematika dan logika atau kelompokk epistemology idealism
(epistemological idealism).
iii) Teori kebenaran pragmatis
Pragmatisisme adalah aliran filsafat yang lahir di Amerika Serikat
akhir abad ke-19, yang menekankan pentingnya akal budi (rasio) sebagai
sarana pemecahan masalah (problem solving) dalam kehidupan manusia
baik masalah yang bersifat teoritis maupun praktis.

iii. Batas dan Jenis Pengetahuan


Tentang (criteria) batas pengetahuan, ada beberapa aliran/pandangan
yang berbeda dan ini berkaitan erat dengan apa yang menjadi sumber
pengetahuan bagi aliran tersebut. Beberapa jenis pengetahuan, antara lain:
1. Pengetahuan biasa
2. Pengetahuan ilmiah
3. Pengetahuan filosofis
4. Pengetahuan teologis

2.3 Hubungan Filsafat dan Ilmu Pengetahuan


Filsafat sering disebut sebagai induk ilmu pengetahuan (mother of science)
dapat menjadi pembuka dan sekaligus ilmu pemungkas keilmuan yang tidak dapat
diselesaikan oleh ilmu. Kenapa demikian? Sebab filsafat dapat merangsang
lahirnya sejumlah keinginan dari temuan filosof melalui berbagai observasi dan
eksperimen yang melahirkan berbagai percabangan ilmu. Beberapa hal
menunjukkan hubungan antara filsafat dan ilmu pengetahuan antara lain:
a. Filsafat mempunyai obyek yang lebih luas, sifatnya universal (universal
science), sedangkan ilmu-ilmu pengetahuan obyeknya terbatas, khusus
lapangannya saja.

6
b. Filsafat hendak memberikan pengetahuan, insight/pemahaman yang llebih
menalam dengan menunjukkan sebab-sebab terakhir sedangkan ilmu
pengetahuan juga menunjukkan sebab, tetapi tak begitu mendalam.
c. Filsafat memberikan syntesis kepada ilmu pengetahuan yang khusus,
mempersatukan dan mengkoordinasikan.
d. Lapangan filsafat mungkin sama dengan lapangan ilmu pengetahuan,
tetapi sudut pandangnya berlainan, jadi ini merupakan dua ilmu
pengetahuan yang tersendiri.
Keduanya penting dan perlu serta kedua-duanya saling melengkapi. Tetapi
harus pula saling menghormati dan mengenali batas-batas dan sifat-sifatnya
masing-masing.

2.4 Macam-Macam dan Penyebab Timbulnya Epistimologi

2.4.1 Macam-Macam Epistimologi


1. Epistimologi Metafisis
Epistimologi metafisis adalah epistomologi yang didasarkan atas
asumsi metafisis (realita). Plato dan Hegel membicarakan bahwa
pengetahuan bertolak belakang dari pandangan tentang metafisika
(realitas) yang dianggap mendasari semua realitas.
2. Epistimologi Skeptis
Epistimologi ini dari Rene Descartes, dia mengatakan bahwa ini adalah
sebagai upaya untuk menemukan metode yang pasti, sehingga filsafat dan
pengetahuan dapat mengatasi berbagai perbedaan dan pertentangan
pendapat yang muncul. Cara yang digunakan yaitu dengan kesangsian
metodis. Dari metode ini, descartes mau mendirikan bangunan filsafat
yang kokoh dan terpercaya, suatu sistem yang didasarkan atas aksioma-
aksioma dan tersusun menurut langkah-langkah yang logis.
3. Epistimologi Kritis
Epistimologi kritis bertolak dari sikap kritis terhadap berbagai macam
asumsi, teori dan metode yang ada dalam pemikiran (pengetahuan dan
ilmu pengetahuan) serta yang ada dalam kehidupan kita. Pengetahuan,

7
teori, metode, dan cara berfikir yang lama dikritisi, artinya dicari
kelemahan/kekurangannya, kemudian dipayakan untuk merumuskan
metode baru : cara berfikir baru yang dapa dipertanggungjawabkan dengan
lebih rasional.

2.4.2 Penyebab Timbulnya Pengetahuan


Menurut beberapa ahli, terdapat berbagai penyebab timbulnya
pengetahuan, antara lain :
a. Baruch Spinoza
- Pengetahuan a priori adalah pengetahuan yang terjadi tanpa adanya
atau mengalami pengalaman, baik pengalaman indera ataupun
pengalaman bathin.
- Pengetahuan a posteriori adalah pengetahuan yang terjadi karena
adanya pengalaman
b. Thomas Hobbes
Menurut Thomas, pengenalan atau pengetahuan diperoleh karena
pengalaman. Pengalaman adalah awal segala pengetahuan. Juga awal
pengetahuan tentang asas-asas yang diperoleh dan diteguhkan oleh
pengalaman.
c. Locke
Menurut Locke, segala pengetahuan datang dari pengalaman dan
tidak lebih dari itu. Semua akal serupa dengan secarik kertas yang tanpa
tulisan, yang menerima segala sesuatu yang datang dari pengalaman.
d. Georgy Berkeley
Menurut Georgy Berkeley, segala pengetahuan kkita bersandarkan
pada pengamatan. Pengamatan adalah identik dengan gagasan yang
diamati.

8
2.5 Hakikat Epistimologi
Manusia pada dasarnya ialah makhluk pencari kebenaran. Manusia tidak
pernah puas dengan apa yang sudah ada, tetapi selalu mencari dan mencari
kebenaran yang sesungguhnya dengan bertanya-tanya untuk mendapatkan
jawaban. Namun setiap jawaban itu juga selalu memuaskan manusia. Ia harus
mengujinya dengan metode tertentu untuk mengukur apakah yang dimaksud di
sini bukanlah kebenaran yang bersifat semu, melainkan kebenaran yang bersifat
ilmiah yaitu kebenaran yang bisa diukur dengan cara-cara ilmiah. Perkembangan
pengetahuan yang semakin pesat sekarang ini, tidak lah menjadikan manusia
berhenti untuk mencari kebenaran. Justru seba liknya, semakin menggiatkan
manusia untuk terus mencari dan mencari kebenaran yang berlandaskan teori yang
sudah ada sebelumnya untuk menguji suatu teori baru atau menggugurkan teori
sebelumnya. Sehingga manusia sekarang lebih giat lagi melakukan penelitian
yang bersifat ilmiah untuk mencari solusi dan setiap permasalahan yang
dihadapinya. Karena itu bersifat statis, tidak kaku, artinya ia tidak akan berhenti
pada satu titik, tapi akan terus berlangsung seiring dengan waktu manusia dalam
memenuhi rasa keingintahuannya terhadap dunianya.
Jujun S. Suriasumantri (2010) mengatakan pengetahuan merupakan khazanah
kekayaan mental yang secara langsung atau tak langsung turut memperkaya
kehidupan kita. Pengetahuan juga dapat dikatakan sebagai jawaban dan berbagai
pertanyaan yang muncul dalam kehidupan. Dan suatu pertanyaan diharapkan
mendapatkan jawaban yang benar. Maka dan itu muncullah masalab, bagaimana
cara kita menyusun pengetahuan yang benar? Masalah inilah yang pada ilmu
filsafat disebut dengan epistemologi.
Lahirnya epistemologi pada hakikatnya yaitu karena para pemikjr melihat
bahwa pancaindra manusia merupakan satu-satunya alat peng. hubung antara
manusia dengan realitas eksternal. Dalam memahami dan memaknai realitas
eksternal mi kadang kala dan bahkan senantiasa melahirkan banyak kesalahan dan
kekeliruan, dengan demikian, sebagian pemikir tidak menganggap valid lagi indra
lahir itu dan berupaya membangun struktur pengindraan valid yang rasional.
Namun pada sisi lain para pemikir sendiri berbeda pendapat dalarn banyak
persoalan mengenai akal dan rasionalitas, dan keberadaan argumentasi akal yang

9
saling kontradiksi dalam masalah pemikiran kemudian berefek pada kelahiran
aliran sofisme yang mengingkari validitas akal dan menolak secara mutlak segala
bentuk eksistensi eksternal.

2.6 Metode Memperoleh Ilmu Pengetahuan


Ada beberapa metode yang populer dan dijadikan rujukan dalam memperoleh
sumber pengetahuan dalam epistemologi pengetahuan, Sebagaimana
dikemukakan Imam Wahyudi (2007) sebagai berikut:

1. Metode Empirisme
Empirisme yaitu suatu cara atau metode dalam filsafat yang mendasarkan cara
memperoleh pengetahuan dengan melalui pengalaman. John Locke, bapak
empirisme Britania, mengatakan bahwa pada waktu manusia dilahirkan
akalnya merupakan jenis catatan yang kosong (tabula rasa), dan di dalam buku
catatan itulah dicatat pengalaman indriiuan. awi. Menurut Locke, seluruh sisa
pengetahuan kita diperoleh dengan jalan menggunakan serta
memperbandingkan ide-ide yang diperoleh dan pengindraan serta refleksi
yang pertama-pertama dan sederhana tersebut. Ta memandang akal sebagai
sejenis tempat penampungan yang secara pasif menerima basil pengindraan
itu. mi berarti semua pengenar- tahuan kita, betapa pun rumitnya dapat dilacak
kembali sampai kepada pengalaman indriawi yang pertama-tama dapat
diibaratkan sebagai atom yang menyusun objek material. Apa yang tidak
dapat atau tidak perlu dindiri. lacak kembali secara demikian itu bukanlab
pengetahuan, atau setidaknge- nya bukanlah pengetahuan mengenai hal-hal
yang faktual.

2. Metode Rasionalisme
Rasionalisme yaitu satu cara atau metode dalam memperoleh sum ber
pengetahuan yang berlandaskan pada akal. Bukan karena rasionalis me
mengingkari nilai pengalaman, melainkan pengalaman paling-paling
dipandang sebagai sejenis perangsang bagi pikiran. Para penganut
rasionalisme yakin bahwa kebenaran dan kesesatan terletak di dalam ide kita,

2
dan bukannya di dalam dan barang sesuatu. Jika kebenaran mengandung
makna dan mempunyai ide yang sesuai dengan atau menunjuk kepada
kenyataan, maka kebenaran hanya ada di dalam pikiran kita dan hanya dapat
diperoleh dengan akal budi.

3. Metode Fenomenalisme
Fenomenalisme yaitu satu cara atau metode dalam memperoleh sumber ilmu
pengetahuan dengan rnenggali pengalaman dan dalam dirinya sendiri. Tokoh
yang terkenal dalam metode mi ialah Immanuel Kant. Kant membuat uraian
tentang pengalaman sesuatu sebagaimana terdapat clalam dirinya sendiri,
dengan merangsang alat indriawi kita dan diterima oleh akal kita dalam
bentuk pengalaman dan disusun secara sistematis dengan jalan penalaran.
Karena itu kita tidak pernah mempunyai pengetahuan tentang barang sesuatu
seperti keadaanya sendiri, tetapi hanya tentang sesuatu seperti yang
menampak kepada kita, artinya pengetahuan tentang gejala (phenomenon).
Bagi Kant, para penganut empirisme benar bila berpendapat bahwa semua
pengetahuan didasarkan pada pengalaman, meskipun benar hanya untuk
sebagian. Tetapi para penganut rasionalisme juga benar, karena akal
memaksakan bentuknya sendiri terhadap barang sesuatu serta pengalaman.
4. Metode Intuisionisme
Intuisionisme yaitu satu cara atau metode dalam memperoleh sumber ilmu
pengetahuan dengan menggunakan sarana intuisi untuk mengetahui secara
langsung dan seketika. Analisis, atau pengetahuan yang diperoleh dengan
jalan pelukisan, tidak akan dapat menggantikan hasil pengenalan secara
langsung dan pengetahuan intuitif. Tokoh yang terkenal dalam aliran mi ialah
Bergson. Salah satu di antara unsur-unsur yang berhanga dalam intuisionisme
menurut Bergson, dimungkinkan adanya suatu bentuk pengalaman di samping
pengalaman yang dihayati oleh indra.

Dengan demikian, data yang dihasilkannya dapat merupakan bahan tambahan


bagi pengetahuan di samping pengetahuan yang dihasilkan i. oleh
pengindraan. Kant masih tetap benar dengan mengatakan bahwa pengetahuan

3
didasarkan pada pengalaman, tetapi dengan demikian pengalaman harus
meliputi baik pengalaman indriawi maupun pengalaman intuitif.
Ada yang khas dan aliran in dia tidak mengingkari nilai pengalaman jndriawi
yang biasa dan pengetahuan yang disimpulkan darinya. Intuisionisme dalam
beberapa bentuk hanya mengatakan bahwa pengetahuan yang lengkap
diperoleh melalui intuisi, sebagai lawan dan pengetahuan yang nisbi yang
meliputi sebagian saja yang diberikan oleh analisis. Ada yang berpendirian
bahwa apa yang diberikan oleh indra hanyalah apa yang menampak belaka,
sebagai lawan dan apa yang diberikan oleh intuisi, yaitu kenyataan. Mereka
mengatakan, barang sesuatu tidak pernah merupakan sesuatu seperti yang
menampak kepada kita, dan hanya intuisilah yang dapat menyingkapkan
kepada kita keadaan senyatanya.

4
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Jadi, Epistemologi merupakan salah satu objek kajian dalam filsafat,
dalam pengembangannya menunjukkan bahwa epistemologi secara langsung
berhubungan secara radikal (mendalam) dengan diri dan kehidupan manusia.
Pokok kajian epistemologi akan sangat menonjol bila dikaitan dengan
pembahasan mengenai hakekat epistemologi itu sendiri. Kajian epistimologi
ini bersumber dari beberapa hal yaitu : presepsi, ingatan, akal, intuisi dan
otoritas. Serta penyebab timbulnya epistimologi adalah pengalaman, dan
pengamatan dari manusia itu sendiri.

3.2 Kritik dan Saran


Manusia dalam berbuat tentunya terdapat kesalahan yang sifatnya dari
yang seharusnya. Terlebih dalam kegiatan menyusun makalah ini. Untuk itu,
penulis harapkan dari pembaca dalam kritik dan saran guna perbaikan
penyusunan selanjutnya.

5
DAFTAR PUSTAKA

Burhanuddin. 2009. Pengantar Filsafat. Jakarta : Bumi Aksara.


Farihah, I. (2015). Filsafat Materialisme Karl Marx (Epistimologi Dialectical and
Historical Materialism). Fikrah, 3(2), 431-454.
Hasyim, H. (2010). Watak Peradaban dalam Epistimologi Ibnu Khaldun. Jurnal
Humaniora, 22(3), 336-347.
Lubis, A.Y. 2015. Filsafat Ilmu Klasik Hingga Kontemporer. Jakarta : Raja
Grafindo Persada.
Sudarsono. 2001. Ilmu Filsafat-Suatu Pengantar. Jakarta : Rineka Salam,
Susanto A. 2011. Filsafat Ilmu : Suatu Kajian Dalam Dimensi Ontologis,
Epistemologis, dan Aksiologis. Jakarta : Bumi Aksara
Suseno, A. Q. (2010). Epistimologi ilmu pada akhir abad klasik (studi tentang
pemikiran Al-Ghazali) (Doctoral dissertation, IAIN Walisongo).
Wibowo, S. (2017). Integrasi Epistimologi Hukum Transendental Sebagai
Paradigma Hukum Indonesia. Legal Standing: Jurnal Ilmu Hukum, 1(1), 61-
88.

Anda mungkin juga menyukai