Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH FILSAFAT ILMU

KELOMPOK 5
“ DASAR EPISTEMOLOGI ILMU “

Dosen Pembimbing :
Yuni Pangestutiani, M. FIL. I

Disusun oleh :

1. Dwi Wahyu Nur Hidayat


2. Gustin Noor Laras Hati
3. Qoniatul Muarofah
4. Nimas Chaya Anjani
5. Lailatul Minandhofah

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH (PGMI)


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)
INSTITUT AGAMA ISLAM PANGERAN DIPONEGORO
(IAI PD) NGANJUK
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke-hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat dan
karunianyalah, makalah yang berjudul “Epistemologi Ilmu” ini dapat terselesaikan dengan
baik dan tanpa adanya halangan.
Dalam penyelesaiannya, setidaknya kami diharapkan mampu memahami materi
mengenai Epistemologi ilmu. Walaupun dalam penyelesaiannya banyak mengalami kesulitan
terutama disebabkan oleh kurangnya ilmu pengetahuan yang menunjang. Namun, berkat
bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, akhirnya makalah ini dapat terselesaikan dengan
baik.
Makalah ini mungkin masih jauh dari kata sempurna, dengan masih banyaknya kekurangan
dalam makalah ini, kami sangat membutuhkan kritik dan saran dari pembaca, dan harapan
kami ke depan supaya makalah ini dan berikutnya dapat lebih baik dan lebih berguna lagi
bagi kita semua.

Nganjuk, 28 Oktober 2021

Penyusun
KATA PENGANTAR ……………………………………………………… ii
DAFTAR ISI ………………………………………………………………… iii
BAB I PENDAHULUAN
 Latar Belakang ……………………………………………………… 1
 Rumusan Masalah …………………………………………………… 2
 Tujuan ……………………………………………………………… 3

BAB II PEMBAHASAN
 Pengertian Epistemologi ……………………………………………… 4
 Objek dan Tujuan Epistemologi ………………………………………. 5
 Landasan Epistemologi ……………………………………………….. 6
 Pengaruh Epistemologi ……………………………………………….. 7
 Urgensi Epistemologi ………………………………………………….. 8

BAB III PENUTUP


 Kesimpulan …………………………………………………………… 9
 Saran ……………………………………………………………... ...... 10
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………
BAB 1
PNDAHULUAN

 Latar Belakang
Berbicara tentang filsafat ilmu, pasti akan menjumpai istilah epistemologi, sebab
manusia tidak hanya memerlukan kebutuhan pokok saja, Akan tetapi manusia juga
memerlukan informasi untuk mengetahui keadaan di lingkungan sekitar mereka. Dalam
upaya untuk memperoleh informasi, manusia sering kali melakukan komunikasi ataupun
cara-cara lain yang bisa digunakan. Salah satu informasi yang didapat dari komunikasi adalah
pengetahuan. Pengetahuan sangat diperlukan bagi kehidupan manusia karena dapat
memberikan manfaat yang sangat besar bagi kehidupan. Dalam mencari pengetahuan, tak
jarang manusia harus mempelajari Epistemologi. Epistemologi disebut juga sebagai teori
pengetahuan karena mengkaji seluruh tolak ukur ilmu-ilmu manusia, termasuk ilmu logika
dan ilmu-ilmu manusia yang bersifat gamblang, merupakan dasar dan pondasi segala ilmu
dan pengetahuan.
Dari sebab itu, dalam kesempatan ini kami akan membahas tentang “Epistemologi Ilmu”
secara ringkas, dengan harapan agar mudah dipahami dan dimengerti.

 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah adalah sebagai
berikut :
1.      Apa pengertian Epistemologi.
2.      Apa saja sumber Epistemologi.
3.      Bagaimana instumen Epistemologi.

 Tujuan Penulisan
1.      Memahami arti dari Epistemologi.
2.      Mengetahui sumber-sumber Epistemologi ilmu.
3.      Dana memahami instumen dari Epistemologi.
BAB II

PEMBAHASAN

 Pengertian Epistemologi
Epistemologi atau teori pengetahuan ialah cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan
lingkup pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dan dasar-dasarnya serta pertanggung
jawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki.
Secara linguistik kata “Epistemologi” berasal dari bahasa Yunani yaitu:
kata “Episteme” dengan arti pengetahuan dan kata “Logos” berarti teori, uraian, atau alasan.
Epistemologi dapat diartikan sebagai teori tentang pengetahuan yang dalam bahasa Inggris
dipergunakan istilah theory of knowledge. Istilah epistemologi secara etimologis diartikan
sebagai teori pengetahuan yang benar dan dalam bahasa Indonesia disebut filsafat
pengetahuan. Secara terminologi epistemologi adalah teori mengenai hakikat ilmu
pengetahuan atau ilmu filsafat tentang pengetahuan.
Masalah utama dari epistemologi adalah bagaimana cara memperoleh pengetahuan,
Sebenarnya seseorang baru dapat dikatakan berpengetahuan apabila telah sanggup menjawab
pertanyaan-pertanyaan epistemologi artinya pertanyaan epistemologi dapat menggambarkan
manusia mencintai pengetahuan. Hal ini menyebabkan eksistensi epistemologi sangat urgen
untuk menggambar manusia berpengetahuan yaitu dengan jalan menjawab dan
menyelesaikan masalah-masalah yang dipertanyakan dalam epistemologi. Makna
pengetahuan dalam epistemologi adalah nilai tahu manusia tentang sesuatu sehingga ia dapat
membedakan antara satu ilmu dengan ilmu yang lainnya.

 Objek dan Tujuan Epistemologi


Kehidupan masyarakat sehari-hari, tidak jarang pemahaman objek disamakan dengan tujuan,
sehingga pengertiannya menjadi rancu bahkan kabur. Jika diamati secara cermat, sebenarnya
objek tidak sama dengan tujuan. Objek sama dengan sasaran sedangkan tujuan hampir sama
dengan harapan. Meskipun berbeda,  tetapi antara objek dan tujuan memiliki hubungan yang
berkesinambungan, sebab objeklah yang mengantarkan tercapainya tujuan.
Sebagai sub sistem filsafat, epistemologi atau teori pengetahuan yang untuk pertama kali
digagas oleh Plato ini memiliki objek tertentu. Objek epistemologi ini menurut Jujun S.
Suriasumantri berupa “ segenap proses yang terlibat dalam usaha kita untuk memperoleh
pengetahuan.” Proses untuk memperoleh pengetahuan inilah yang menjadi sasaran teori
pengetahuan dan sekaligus berfungsi mengantarkan tercapainya tujuan, sebab sasaran itu
merupakan suatu tahap perantara yang harus dilalui dalam mewujudkan tujuan. Tanpa suatu
sasaran, mustahil tujuan bisa terealisir, sebaliknya tanpa suatu tujuan, maka sasaran menjadi
tidak terarah sama sekali.
Selanjutnya, apakah yang menjadi tujuan epistemologi tersebut? Jacques Martain
mengatakan, “ tujuan epistemologi bukanlah hal yang utama untuk menjawab pertanyaan,
apakah saya dapat tahu, tetapi untuk menemukan syarat-syarat yang memungkinkan saya
dapat tahu.”hal ini menunjukkan, bahwa tujuan epistemologi bukan untuk memperoleh
pengetahuan kendatipun keadaan ini tak bisa dihindari akan tetapi yang menjadi pusat
perhatian dari tujuan epistemologi adalah hal lebih penting dari itu, yaitu ingin memiliki
potensi untuk memperoleh pengetahuan.
Rumusan tujuan epistemologi tersebut memiliki makna strategis dalam dinamika
pemgetahuan. Rumusan tersebut menumbuhkan kesadaran seseorang bahwa jangan sampai
kita puas dengan sekedar memperoleh pengetahuan, tanpa disertai dengan cara atau bekal
untuk memperoleh pengetahuan, sebab keadaan memperoleh pengetahuan melambangkan
sikap pasif, sedangkan cara memperoleh pengetahuan melambangkan sikap dinamis.  

  Landasan Epistemologi
Landasan epistemologi ilmu disebut metode ilmiah, yaitu cara yang dilakukan ilmu dalam
menyusun pengetahuan yang benar. Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan
pengetahuan yang disebut ilmu. Jadi, ilmu pengetahuan merupakan pengetahuan yang
didapatkan lewat metode ilmiah. Tidak semua pengetahuan disebut ilmiah, sebab ilmu
merupakan pengetahuan yang cara mendapatkannya harus memenuhi syarat-syarat tertentu.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu pengetahuan bisa disebut ilmu yakni tercantum
dalam metode ilmiah.
Metode ilmiah berperan dalam tataran transformasi dari wujud pengetahuan menjadi ilmu
pengetahuan. Bisa tidaknya pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan  sangat bergantung pada
metode ilmiah. Dengan demikian metode ilmiah selalu disokong oleh dua pilar pengetahuan,
yaitu rasio dan fakta secara integratif. Pengetahuan yang diperoleh oleh manusia melalui akal,
indera mempunyai metode tersendiri dalam teori pengetahuan, diantaranya adalah:
1.      Metode induktif
Induksi merupakan suatu metode yang menyimpulkan pernyataan-pernyataan hasil observasi
disimpulkan dalam suatu pernyataan yang lebih umum. Menurut David Hume (1711-1716),
pernyataan yang berdasarkan observasi tunggal betapa pun besar jumlahnya, secara logis tak
dapat menghasilkan suatu pernyataan umum yang tak terbatas.
2.      Metode Deduktif
Deduksi merupakan  suatu metode yang menyimpulkan bahwa data empirik diolah lebih
lanjut dalam suatu sistem pernyataan yang runtut. Hal-hal yang harus ada dalam metode
deduktif ialah adanya perbandingan logis antara kesimpulan-kesimpulan itu sendiri.
3.      Metode Positivisme
Metode ini dikeluarkan oleh August Comte (1798-1857). Metode ini berpangkal dari apa
yang telah diketahui, yang faktual, yang positif. Ia menyampaikan segala uraian atau
persoalan di luar yang ada sebagai fakta.
Menurut Comte perkembangan pemikiran manusia berlangsung dalam tiga tahap yaitu
teologis, metosis, dan positif.

4.      Metode Kontemplatif
Metode ini mengatakan adanya keterbatasan indera dan akal manusia untuk memperoleh
pengetahuan sehingga objek yang dihasilkan pun berbeda-beda harusnya dikembangkan
suatu kemampuan akal yang disebut dengan intuisi.
5. Metode Dialektis
Merupakan metode tanya jawab untuk mencapai kejernihan filsafat.

 Pengaruh Epistemologi

Sebagai teori pengetahuan ilmiah, epistemologi berfungsi dan bertugas menganalisis


secara kritis prosedur yang ditempuh ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan harus berkembang
terus, sehingga tidak jarang temuan ilmu pengetahuan ditentang atau disempurnakan oleh
temuan ilmu pengetahuan yang kemudian.
Epistemologi juga membekali daya kritik yang tinggi terhadap konsep-konsep atau teori-
teori yang ada. Penguasaan epistemologi, terutama cara-cara memperoleh pengetahuan sangat
membantu seseorang dalam melakukan koreksi kritis terhadap bangunan pemikiran yang
diajukan orang lain maupun dirinya sendirinya. Sehingga perkembangan ilmu pengetahuan
relating mudah dicapai, bila para ilmuwan memperkuat penguasaannya.
Secara global epistemologi berpengaruh terhadap peradaban manusia. Suatu peradaban
sudah tentu dibentuk oleh teori pengetahuannya. Epistemologilah yang menentukan
kemajuan sains dan teknologi. Epistemologi menjadi modal dasar dan alat strategis dalam
merekayasa pengembangan alam menjadi sebuah produk sains yang bermanfaat bagi
kehidupan manusia. Demikian halnya yang terjadi pada teknologi meskipun teknologi
sebagai penerapan sains, tetapi jika dilacak lebih jauh ternyata teknologi sebagai akibat dari
pemanfaatan dan pengembangan epistemologi. 

 Urgensi Epistemologi

Jika kita perhatikan definisi epistemologi dan hubungannya dengan ilmu-ilmu lainnya,
maka jelaslah mengenai urgensi kajian epistemologi, terkhusus lagi jika kita menyimak ruang
pemikiran dan budaya yang ada serta kritikan, keraguan, dan persoalan inti yang
dimunculkan seputar keyakinan agama dan dasar-dasar etika, fiqih, penafsiran, dan hak-hak
asasi manusia dimana sentral dari semua pembahasan tersebut berpijak pada epistemologi.
Hubungan epistemologi dengan persoalan politik adalah hal yang juga tak bisa disangkal
dan saling terkait. Plato berkata pada penguasa Yunani ketika itu, “Anda tidak layak
memerintah, karena Anda bukan seorang hakim (filosof).” Dan juga berkaitan dengan
pemerintahan Islam bisa dikatakan bahwa karena manusia tak bisa memahami hakikat dirinya
sendiri sebagaimana yang semestinya, maka penetapan hukum hanya berada ditangan Tuhan,
dan para ulama yang adil adalah wakil Tuhan yang memiliki hak memerintah. Pada sisi lain,
sebagian beranggapan bahwa makrifat agama adalah bukan bagian dari ilmu, dan untuk
memerintah mesti dibutuhkan ilmu politik dan pemerintahan, sementara kaum ulama tersebut
tak menguasainya, dengan demikian, mereka tidak berhak memerintah.
Pembahasan seperti tersebut di atas membuktikan kepada kita pentingnya pengkajian
epistemologi dan konklusi-konklusinya, dan dari aspek lain, begitu banyak ayat al-Quran
berkaitan dengan argumentasi akal, memotivasi manusia untuk menggapai ilmu dan makrifat,
dan menolak segala bentuk keraguan. Semua kenyataan ini berarti bahwa pencapaian
keyakinan dan kebenaran adalah sangat mungkin dengan perantaraan akal dan argumentasi
rasional, dan jika ada orang yang ragu atas realitas ini, maka minimalnya ia harus
menerimanya untuk menjawab segala bentuk kritikan.
Perbedaan hakiki manusia dan hewan terletak pada potensi akal-pikiran. Rahasia
kemanusiaan manusia adalah bahwa ia mesti menjadi maujud yang berakal dan
mengaplikasikan kekuatan akal dalam semua segmen kehidupannya serta seluruh kehendak
dan indahnya terwujud melalui pancaran petunjuk akal. Hal ini berarti bahwa jika akal dan
rasionalitasnya dipisahkan dari kehidupannya, maka yang tertinggal hanyalah sifat
kehewannya, dengan demikian, segala dinamika hidupnya berasal dari kecenderungan
hewaninya.
Manusia ialah maujud yang berakal dan seluruh aktivitasnya dinapasi oleh akal dan
pengetahuan, maka dari itu, suatu rangkaian persoalan yang prinsip menjadi terkonstruksi
dengan tujuan untuk mencarikan solusi atas segala permasalahan yang timbul berkaitan
dengan pengetahuan dan akal manusia, dimana hal itu merupakan pembatas substansial
antara ia dengan hewan.
Yang pasti, jawaban atas segala persoalan mendasar niscaya dengan upaya-upaya
rasional dan filosofis, karena ilmu-ilmu alam dan matematika tidak mampu memberikan
solusi komprehensif dan universal atasnya. Karena telah jelas urgensi upaya rasional untuk
kehidupan hakiki manusia, maka persoalan yang kemudian muncul ialah apakah akal
manusia mampu menyelesaikan persoalan-persoalan tersebut? Jika nilai dan validitas
pengenalan akal belum ditegaskan, maka tidaklah berguna pengakuan akal dalam
mengajukan solusi atas segala permasalahan yang dihadapi manusia, dan keraguan akan
senantiasa bersama manusia bahwa apakah akal telah memberikan solusi yang benar atas
perkara-perkara tersebut? Pertanyaan-pertanyaan ini adalah inti pembahasan epistemologi.
Dengan begitu, sebelum melangkah ke arah upaya-upaya rasional dan filosofis, langkah
pertama yang mesti diambil adalah membedah persoalan-persoalan epistemologi.
Dengan ungkapan lain, jika kita merujuk kepada daftar isi persoalan-persoalan yang
berkaitan dengan pengetahuan, misalnya persoalan tentang keberadaan realitas eksternal dan
kemungkinan terjalinnya hubungan manusia dengan realitas eksternal itu, maka akan menjadi
jelas bagi kita bahwa epistemologi merupakan pemberi validitas dan nilai kepada seluruh
pemikiran filsafat dan penemuan ilmiah manusia sedemikian sehingga kalau persoalan-
persoalan yang berhubungan dengan ilmu dan pengetahuan tersebut belumlah menjadi jelas,
maka tak satu pun pemikiran filsafat manusia dan penemuan ilmiah yang akan bernilai,
karena semua aliran filsafat dan ilmu mengaku telah berhasil mengungkap hakikat alam,
manusia, dan rahasia fenomena eksistensial lainnya.
Berkenaan dengan urgensi epistemologi, kami akan kutip ungkapan seorang pemikir dan
filosof Islam kontemporer asal Iran , Murthada Muthahhari , ia berkata “Pada era ini kita
menyaksikan keberadaan aliran-aliran filsafat sosial dan ideologi yang berbeda dimana
masing-masingnya mengusulkan suatu jalan dan solusi hidup. Aliran-aliran ini memiliki
sandaran pemikiran yang bersaing satu sama lain untuk merebut pengaruh. Muncul suatu
pertanyaan, mengapa aliran-aliran dan ideologi-ideologi tersebut memiliki perbedaan?
Jawabannya, penyebab lahirnya perbedaan-perbedaan tersebut terletak pada perbedaan
pandangan dunianya (word view) masing-masing. Hal ini karena, semua ideologi berpijak
pada pandangan dunia dan setiap pandangan dunia tertentu akan menghadirkan ideologi dan
aliran sosial tertentu pula. Ideologi menentukan apa yang mesti dilakukan oleh manusia dan
mengajukan bagaimana metode mencapai tujuan itu. Ideologi menyatakan kepada kita
bagaimana hidup semestinya. Mengapa ideologi mengarahkan kita? Karena pandangan dunia
menegaskan suatu hukum yang mesti diterapkan pada masyarakat dan sekaligus menentukan
arah dan tujuan hidup masyarakat. Apa yang ditentukan oleh pandangan dunia, itu pula yang
akan diikuti oleh ideologi. Ideologi seperti filsafat praktis, sedangkan pandangan dunia
menempati filsafat teoritis. Filsafat praktis bergantung kepada filsafat teoritis. Mengapa suatu
ideologi berpijak pada materialisme dan ideologi lainnya bersandar pada teisme? Perbedaan
pandangan dunia tersebut pada hakikatnya bersumber dari perbedaan dasar-dasar pengenalan,
pengetahuan, dan epistemologi.
BAB III
PENUTUP

 KESIMPULAN

Epistemologi secara etimologis diartikan sebagai teori pengetahuan yang benar dan dalam
bahasa Indonesia disebut filsafat pengetahuan. Secara terminologi epistemologi adalah teori
mengenai hakikat ilmu pengetahuan atau ilmu filsafat tentang pengetahuan.
Objek epistemologi ini menurut Jujun S. Suriasumantri berupa “segenap proses yang
terlibat dalam usaha kita untuk memperoleh pengetahuan.” Selanjutnya, apakah yang menjadi
tujuan epistemologi tersebut? Jacques Martain mengatakan, “ tujuan epistemologi bukanlah
hal yang utama untuk menjawab pertanyaan, apakah saya dapat tahu, tetapi untuk
menemukan syarat-syarat yang memungkinkan saya dapat tahu.”
Metode ilmiah berperan dalam tataran transformasi dari wujud pengetahuan menjadi ilmu
pengetahuan. Bisa tidaknya pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan  sangat bergantung pada
metode ilmiah. Dengan demikian metode ilmiah selalu disokong oleh dua pilar pengetahuan,
yaitu rasio dan fakta secara integratif.
Sebagai teori pengetahuan ilmiah, epistemologi berfungsi dan bertugas menganalisis
secara kritis prosedur yang ditempuh ilmu pengetahuan. Epistemologi juga membekali
daya kritik yang tinggi terhadap konsep-konsep atau teori-teori yang ada.

 SARAN

Setelah Penulis dapat menyelesaikan makalah ini, kami harapkan saran dan kritik dari ibu
pembimbing dan rekan-rekan sekalian demi kesempurnaan makalah kami. Dan semoga
makalah kami bermanfaat bagi yang membacanya. Aamiin.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Hanafi, M.A. Pengantar Filsafat Islam, cet.V. Jakarta: PT Bulan Bintang, 1991.
Amsal Bakhtiar. Filsafat Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.
Bakhtiar, Amsal. Filsafat Ilmu. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005.
Jujun S.Suriasuamantri. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, cet.18. Jakarta:Pustaka
Sinar Harapan, 2005.

Kartanegara, Mulyadhi. Menyibak Tirai Kejahilan: Pengantar Epistemologi Islam. Bandung:


Mizan, 2003
Muhammad Baqir Ash-Shadr. Falsafatuna. Cet.VI. Bandung: Mizan, 1998

Muthahhari, Murtadha. Mengenal Epistemologi: Sebuah Pembuktian Terhadap Rapuhnya


Pemikiran Asing Dan Kokohnya Pemikiran Islam. Jakarta: Lentera, 2001.

Surajiyo, Filsafat Ilmu Dan Perkembangannya di Indonesia: SuatuPengantar.ed.I,cet.3.


Jakarta: Bumi Aksara, 2008.

Yazdi,M.TaqiMishbah. Buku Daras Filsafat Islam, cet.1. Bandung: Mizan, 2003.

Anda mungkin juga menyukai