Anda di halaman 1dari 6

RANGKUMAN MATERI ULUMUL HADIS

Makalah
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Ulangan Tengah Semester Mata Kuliah
Ulumul Hadis Pada Jurusan Pendidikan Agama Islam
Pasca Sarjana UIN Alauddin Makassar

Oleh:
ANDI MAHDANIAR
NIM 80200219043

PROGRAM PASCA SARJANA


UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2020
HADIS DAN SUNNAH

(TINJAUAN ONTOLOGIS, EPISTEMOLOGI DAN AKSIOLOGI)

lmu hadis adalah ilmu yang memenuhi konsep filsafat ilmu, baik dari aspek ontologi,

epistomologi dan aksiologi. Istilah hadis, sunnah, athar dan khabar adalah istilah yang sering

dianggap sinonim. Pada aspek tertentu bermakna berbeda, terutama jika disebutkan

bersamaan dalam satu kalimat(idha ijtama’a iftaraqa). Perbedaan definisi juga bergantung

perspektif dan tinjuan keilmuan masing-masing bidang.

Kategorisasi hadis cukup beragam, bergantung aspek tinjauannya. Ada tinjauan dari

aspek kuantitas periwayatan, kualitas validitas, narasumber yang menjadi sandaran

informasi, dll.

Kedudukan hadis sebagai sumber tashri’ sangat kuat secara normatif, konsensus

maupun secara rasional. Dalam wacana hadis sebagai landasan agama, hadis memiliki

otoritas hukum yang independen, selain sebagai penegas, penjelas, pengikat dan pembatas

cakupan hukum al-Quran.

Dalam tinjauan ontologis dapat disimpulkan bahwa ilmu Hadis adalah ilmu yang

membahas tentang segala sesuatu yang disandarkan oleh Nabi baik dalam bentuk perkataan,

perbuatan dan keputusan.

Dalam tinjauan epistemologis dapat dikatakan bahwa ilmu Hadis terbagi 2 secara

garis besar, Ilmu Hadis Riwayah yang membahas terkait makna dan penjelasan dari

perkataan nabi yang secara sahih dinukil melalui proses isnad yang tidak terputus. Dan Ilmu

Hadis Dirayah yang membahas mengenai kekuatan sanad yang merupakan jalur menuju

matan yang memberikan keyakinan akan kebenaran yang dinukilkan dari Nabi SAW.

Dalam tinjauan secara aksiologis dengan ilmu hadits ini kita dapat menyeleksi hadits

yang kita terima sehingga, hadits yang kita terima tidak ada yang palsu dan dapat kita

gunakan sebagai acuan amal kita. Maka amal kita akan mendapatkan nilai tersendiri.
SEJARAH PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN HADIS

Sejarah Pertumbuhan hadis pada periode pertama dimulai pada masa Ashr al-Wahy

wa al- Takwin, masa ini merupakan masa wahyu turun dari Nabi Muhammad SAW. Begitu

juga pada periode kedua, periode ini tergolong pada masa sahabat, pengertian tentang sahabat

atau batasan tentang sahabat menjadi perdebatan para ulama. Masa periode ketiga,

merupakan masa setelah Nabi wafat, pada masa ini para sahabat tidak lagi dapat mendengar

sabda Nabi Muhammad SAW, serta menyaksikan perbuatan-perbuatan Nabi Muhammad

SAW yang pada dasarnya bermuatan ajaran ilahi, sehingga informasi hadits hanya bisa

diketahui melalui informasi sahabat. Memasuki periode ke empat, pada masa ini tergolong

pada masanya sahabat Khulafaur Rasyidin, perkembangan pada masa ini hadis masih

terbatas, karena para sahabat pada masa ini masih fokus pada penyebaran al-Quran, namun

para sahabat tetap memperketat dalam penerimaan hadis, hal ini karena para sahabat sangat

berhati- hati, agar tidak terjadinya kekeliruan periwayatan hadis dengan al-Quran. Pada masa

pasca Khulafaur Rasyidin, hadis sudah berkembang ke beberapa wilayah kekuasaan Islam,

para tabi’in sudah mulai gencar untuk memeperluas hadits di beberapa tempat sehingga

penyebaran hadits pada masa ini sudah sangat signifikan.

Setelah Hadis selesai dikodifikasikan sejak abad ke II dibawah kepemimpinan

khalifah Umar bin Abdul Aziz, para ulama berupaya mengembangkan studi hadits dengan
pola penyeleksian hadits, sehingga pada masa abad ke III menjelang abad ke IV hijriah,

mulailah bermunculan beragam kitab hadits yang begitu luar biasa.

Masa Kontemporer dimaksudkan sebagai yang berlangsung dari Abad ke 7 (656)

sampsi sekarang) Mulai dari Runtuhnya Baghdad akibat serbuan tantara mongo, pada masa

ini diantara kepala Negara ada yang berkecimpung dalam bidang hadist seperti Baghdad.

Dapat diambil kesimpulan bahwa perkembangan hadits dari masa kemasa memang

mengalami perbedaan perkembangan.


TEKNIK PERIWAYATAN HADIS

Periwayatan hadis ialah kegiatan penerimaan dan penyampaian hadist, serta

penyandaran hadis itu kepada rangkaian para periwayatnya dengan bentuk-bentuk tertentu. 

Cara periwatan hadis ada delapan yaitu As-sama merupakan suatu cara penerimaan

hadis dengan cara mendengarkan sendiri dari perkataan gurunya dengan cara didiktekan baik

dari hafalannya maupun dari tulisannya, Al-Qira’ah yaitu penerimaan hadis dengan cara

seseorang membacakan hadis dihadapan gurunya, baik dia sendiri yang membacakannya

maupun orang lain sedangkan sang guru mendengarkan atau menyimaknya. Al-Ijazah adalah

izin meriwayatkan sesuatu tertentu kepada orang tertentu. Al-Munawalah yakni seorang guru

memberikan hadis atau beberapa hadis atau sebuah kitab kepada muridnya untuk

diriwayatkan., Al-Mukatabah yakni seseorang guru menuliskan sendiri atau menyuruh orang

kepada orang lain untuk menuliskan sebagian hadisnya guna diberikan kepada murid yang

ada dihadapannya atau yang tidak hadir dengan jalan dikirimi surat melalui orang yang

dipercaya untuk menyampaikannya. Al-I’lam yakni pemberitahuan seorang guru kepada

muridnya, bahwa kitab atau hadis yang diriwayatkannya dia terima dari seseorang (guru),

dengan tanpa memberikan izin kepada muridnya untuk meriwayatkannya atau menyuruhnya.

Al-Wasiyah yakni seorang guru, ketika akan meninggal atau bepergian, meninggalkan pesan

kepada orang lain untuk meriwayatkan hadis atau kitabnya, setelah sang guru meninggal atau
bepergia. dan Al-Wijadah yakni seorang memperoleh hadis orang lain dengan mempelajari

kitab-kitab hadis dengan tidak melalui caraal-sama’, al-ijazah atau almunawalah.

Periwayatan hadis pada masa nabi yaitu dengan melalui majelis ilmu, Rasulullah juga

menyampaikan hadisnya melalui para sahabat tertentu, menyampaikan melalui istri-istrinya,

melalui ceramah atau pidato ditempat terbuka, serta melalui perbuatan langsung yang

disaksikan oleh para sahabat. Periwayatan pada masa sahabat terbagi dua yaitu periwayatan

dengan lafazh asli dan periwatan dengan maknanya saja. Sedangkan periwayatan pada masa

Tabi’in, mereka juga cukup berhati-hati dalam periwatan hadis. Pada masa ini merupakan

kemudahan bagi para tabi’in untuk mempelajari hadis-hadis karena para sahabat telah

menyebar kebeberapa wilayah kekuasaan Islam.


ULUMUL HADIS

(ASPEK ONTOLOGI, EPISTIMOLOGI, dan AKSIOLOGI)

Ulumul Hadis ditinjau dari aspek ontologisnya adalah merupakan kumpulan dari

beberapa ilmu-ilmu hadis yang pernah berdiri sendiri pada masa Ulama Mutakadimin, lalu

kemudian dijadikan sebagai suatu disiplin ilmu pengetahuan yang disebut Ulumul Hadis.

Ulama Mutaakhirin secara umum membagi Ulumul Hadis kepada dua bagian yaitu

Ilmu Dirayah Hadis (Ilmu Hadis Dirayah) dan Ilmu Riwayah Hadis (Ilmu Hadis Riwayah).

Ilmu Hadis Dirayah adalah keadaan para perawi dan marwi’nya.Keadaan para perawi

meliputi baik yang menyangkut pribadinya, keadaan hapalannya, maupun yang menyangkut

persambungan dan terputusnya sanad. Sedangkan Hadis Riwayah adalah bagaimana cara

menerima, menyampaikan,dan memindahkan (mendewankan) suatau hadis kepada orang

lain.

Adapun Ilmu Hadis dari pespektif aksiologisnya, tentunya kita tidak bisa lepas dan

bahkan sangat erat kaitannya dengan pembahasan Ilmu Hadis Dirayah dan Ilmu Hadis

Riwayah.Hal ini disebabkan karena kita ingin melihat mamfaat atau faedah dari mempelajari

ilmu-ilmu tersebut.

Dapat disimpulkan bahwa mamfaat mempelajari Ilmu Hadis Dirayah adalah untuk

dapat mengetahui kualitas sebuah hadis, apakah ia Maqbul ataukah Mardud baik dilihat dari
sudut sanad ataupun matannya. sedangkan tujuan dan faedah mempelajari Ilmu Hadis

Riwayah adalah sebagai bentuk pemeliharaan terhadap hadis Nabi SAW agar tidak lenyap

atau hilang, serta terhindar dari kekeliruan dan kesalahan dalam proses periwayatan,

penulisan ataupun pembukuannya. Dengan demikian , hadis-hadis Nabi SAW dapat

terpelihara kemurniannya dan dapat diamalkan hukum-hukum serta tuntunan yang

terkandung didalamnya.

Manfaat mempelajari ilmu-ilmu Hadis sangatlah banyak, diantaranya adalah

menghindari adanya penukilan Hadis yang salah dari sumber pertamanya yaitu Nabi SAW.

Serta bagaimana mempertahankan hadis-hadis Nabi SAW sebagai sumber hukum kedua bagi

Umat Islam, dari serangan orang-orang yang tidak senang terhadap Nabi SAW.beserta

ajaran-ajarannya.
METODOLOGI PENYUSUNAN KITAB-KITAB HADIS

Hal-hal yang melatarbelakangi pembukuan hadis adalah karena Al-Qur’an telah

dibukukan, Banyak perawi hadis yang meninggal dunia sehingga dikhawatirkan hadis-hadis

akan hilang dengan wafatnya mereka, sementara generasi penerus diperkirakan tidak terlalu

menaruh perhatian terhadap pemeliharaan hadis, Daerah kekuasaan islam semakin meluas,

dan Terjadinya berbagai macam pemalsuan hadis.

Metodologi penyusunan hadis ada beberapa diantaranya; Mushannaf adalah sebuah

kitab hadis yang disusun berdasarkan bab-bab  fiqhi, yang  didalamnya terdapat hadis marfu’,

mauquf dan maqtu’. Karena mushannaf adalah kitab hadis yang disusun berdasarkan kitab

fiqhi, maka muwatta’ termasuk didalamnya. Dinamakan musnad apabila ia  memasukkan

semua hadis yang pernah ia terimah dengan tanpa menerangkan derajat ataupun menyaring

hadis-hadis tersebut. As Sunnah yaitu kitab-kitab yang disusun berdasarkan bab tentang fiqhi,

dan hanya memuat hadis-hadis yang marfu’ saja agar dijadikan sebagai sumber bagi para

fuqaha dalam mengambil kesimpulan. Jami’ berarti sesuatu yang mengumpulkan, mencakup

dan menggabungkan. Ajza’ menurut istilah muhaddisin adalah kitab yang disusun untuk

menghimpun hadis-hadis yang diriwayatkan oleh satu  orang, baik dari generasi sahabat

maupun generasi sesudahnya. Yang dimaksud dengan jenis al athraf adalah kumpulan hadis

dari beberapa kitab induknya dengan cara mencantumkan bagian atau potongan hadis yang
diriwayatkan oleh setiap sahabat. Mustakhraj adalah kitab hadis yang memuat matan-matan

hadis ya ng diriwayatkan oleh Bukhary atau Muslim atau kedua-duanya atau lainnya,

kemudian sipenyusun meriwayatkan matan-matan hadis tersebut dengan sanad sendiri yang

berbeda. Sedangkan Penyusun kitab al mustadrak adalah kitab yang disusun untuk memuat

hadis-hadis yang tidak dimuat didalam kitab-kitab hadis sebelumnya.

Anda mungkin juga menyukai