Makalah
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Ulangan Tengah Semester Mata Kuliah
Ulumul Hadis Pada Jurusan Pendidikan Agama Islam
Pasca Sarjana UIN Alauddin Makassar
Oleh:
ANDI MAHDANIAR
NIM 80200219043
lmu hadis adalah ilmu yang memenuhi konsep filsafat ilmu, baik dari aspek ontologi,
epistomologi dan aksiologi. Istilah hadis, sunnah, athar dan khabar adalah istilah yang sering
dianggap sinonim. Pada aspek tertentu bermakna berbeda, terutama jika disebutkan
bersamaan dalam satu kalimat(idha ijtama’a iftaraqa). Perbedaan definisi juga bergantung
Kategorisasi hadis cukup beragam, bergantung aspek tinjauannya. Ada tinjauan dari
informasi, dll.
Kedudukan hadis sebagai sumber tashri’ sangat kuat secara normatif, konsensus
maupun secara rasional. Dalam wacana hadis sebagai landasan agama, hadis memiliki
otoritas hukum yang independen, selain sebagai penegas, penjelas, pengikat dan pembatas
Dalam tinjauan ontologis dapat disimpulkan bahwa ilmu Hadis adalah ilmu yang
membahas tentang segala sesuatu yang disandarkan oleh Nabi baik dalam bentuk perkataan,
Dalam tinjauan epistemologis dapat dikatakan bahwa ilmu Hadis terbagi 2 secara
garis besar, Ilmu Hadis Riwayah yang membahas terkait makna dan penjelasan dari
perkataan nabi yang secara sahih dinukil melalui proses isnad yang tidak terputus. Dan Ilmu
Hadis Dirayah yang membahas mengenai kekuatan sanad yang merupakan jalur menuju
matan yang memberikan keyakinan akan kebenaran yang dinukilkan dari Nabi SAW.
Dalam tinjauan secara aksiologis dengan ilmu hadits ini kita dapat menyeleksi hadits
yang kita terima sehingga, hadits yang kita terima tidak ada yang palsu dan dapat kita
gunakan sebagai acuan amal kita. Maka amal kita akan mendapatkan nilai tersendiri.
SEJARAH PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN HADIS
Sejarah Pertumbuhan hadis pada periode pertama dimulai pada masa Ashr al-Wahy
wa al- Takwin, masa ini merupakan masa wahyu turun dari Nabi Muhammad SAW. Begitu
juga pada periode kedua, periode ini tergolong pada masa sahabat, pengertian tentang sahabat
atau batasan tentang sahabat menjadi perdebatan para ulama. Masa periode ketiga,
merupakan masa setelah Nabi wafat, pada masa ini para sahabat tidak lagi dapat mendengar
SAW yang pada dasarnya bermuatan ajaran ilahi, sehingga informasi hadits hanya bisa
diketahui melalui informasi sahabat. Memasuki periode ke empat, pada masa ini tergolong
pada masanya sahabat Khulafaur Rasyidin, perkembangan pada masa ini hadis masih
terbatas, karena para sahabat pada masa ini masih fokus pada penyebaran al-Quran, namun
para sahabat tetap memperketat dalam penerimaan hadis, hal ini karena para sahabat sangat
berhati- hati, agar tidak terjadinya kekeliruan periwayatan hadis dengan al-Quran. Pada masa
pasca Khulafaur Rasyidin, hadis sudah berkembang ke beberapa wilayah kekuasaan Islam,
para tabi’in sudah mulai gencar untuk memeperluas hadits di beberapa tempat sehingga
khalifah Umar bin Abdul Aziz, para ulama berupaya mengembangkan studi hadits dengan
pola penyeleksian hadits, sehingga pada masa abad ke III menjelang abad ke IV hijriah,
sampsi sekarang) Mulai dari Runtuhnya Baghdad akibat serbuan tantara mongo, pada masa
ini diantara kepala Negara ada yang berkecimpung dalam bidang hadist seperti Baghdad.
Dapat diambil kesimpulan bahwa perkembangan hadits dari masa kemasa memang
penyandaran hadis itu kepada rangkaian para periwayatnya dengan bentuk-bentuk tertentu.
Cara periwatan hadis ada delapan yaitu As-sama merupakan suatu cara penerimaan
hadis dengan cara mendengarkan sendiri dari perkataan gurunya dengan cara didiktekan baik
dari hafalannya maupun dari tulisannya, Al-Qira’ah yaitu penerimaan hadis dengan cara
seseorang membacakan hadis dihadapan gurunya, baik dia sendiri yang membacakannya
maupun orang lain sedangkan sang guru mendengarkan atau menyimaknya. Al-Ijazah adalah
izin meriwayatkan sesuatu tertentu kepada orang tertentu. Al-Munawalah yakni seorang guru
memberikan hadis atau beberapa hadis atau sebuah kitab kepada muridnya untuk
diriwayatkan., Al-Mukatabah yakni seseorang guru menuliskan sendiri atau menyuruh orang
kepada orang lain untuk menuliskan sebagian hadisnya guna diberikan kepada murid yang
ada dihadapannya atau yang tidak hadir dengan jalan dikirimi surat melalui orang yang
muridnya, bahwa kitab atau hadis yang diriwayatkannya dia terima dari seseorang (guru),
dengan tanpa memberikan izin kepada muridnya untuk meriwayatkannya atau menyuruhnya.
Al-Wasiyah yakni seorang guru, ketika akan meninggal atau bepergian, meninggalkan pesan
kepada orang lain untuk meriwayatkan hadis atau kitabnya, setelah sang guru meninggal atau
bepergia. dan Al-Wijadah yakni seorang memperoleh hadis orang lain dengan mempelajari
Periwayatan hadis pada masa nabi yaitu dengan melalui majelis ilmu, Rasulullah juga
melalui ceramah atau pidato ditempat terbuka, serta melalui perbuatan langsung yang
disaksikan oleh para sahabat. Periwayatan pada masa sahabat terbagi dua yaitu periwayatan
dengan lafazh asli dan periwatan dengan maknanya saja. Sedangkan periwayatan pada masa
Tabi’in, mereka juga cukup berhati-hati dalam periwatan hadis. Pada masa ini merupakan
kemudahan bagi para tabi’in untuk mempelajari hadis-hadis karena para sahabat telah
Ulumul Hadis ditinjau dari aspek ontologisnya adalah merupakan kumpulan dari
beberapa ilmu-ilmu hadis yang pernah berdiri sendiri pada masa Ulama Mutakadimin, lalu
kemudian dijadikan sebagai suatu disiplin ilmu pengetahuan yang disebut Ulumul Hadis.
Ulama Mutaakhirin secara umum membagi Ulumul Hadis kepada dua bagian yaitu
Ilmu Dirayah Hadis (Ilmu Hadis Dirayah) dan Ilmu Riwayah Hadis (Ilmu Hadis Riwayah).
Ilmu Hadis Dirayah adalah keadaan para perawi dan marwi’nya.Keadaan para perawi
meliputi baik yang menyangkut pribadinya, keadaan hapalannya, maupun yang menyangkut
persambungan dan terputusnya sanad. Sedangkan Hadis Riwayah adalah bagaimana cara
lain.
Adapun Ilmu Hadis dari pespektif aksiologisnya, tentunya kita tidak bisa lepas dan
bahkan sangat erat kaitannya dengan pembahasan Ilmu Hadis Dirayah dan Ilmu Hadis
Riwayah.Hal ini disebabkan karena kita ingin melihat mamfaat atau faedah dari mempelajari
ilmu-ilmu tersebut.
Dapat disimpulkan bahwa mamfaat mempelajari Ilmu Hadis Dirayah adalah untuk
dapat mengetahui kualitas sebuah hadis, apakah ia Maqbul ataukah Mardud baik dilihat dari
sudut sanad ataupun matannya. sedangkan tujuan dan faedah mempelajari Ilmu Hadis
Riwayah adalah sebagai bentuk pemeliharaan terhadap hadis Nabi SAW agar tidak lenyap
atau hilang, serta terhindar dari kekeliruan dan kesalahan dalam proses periwayatan,
terkandung didalamnya.
menghindari adanya penukilan Hadis yang salah dari sumber pertamanya yaitu Nabi SAW.
Serta bagaimana mempertahankan hadis-hadis Nabi SAW sebagai sumber hukum kedua bagi
Umat Islam, dari serangan orang-orang yang tidak senang terhadap Nabi SAW.beserta
ajaran-ajarannya.
METODOLOGI PENYUSUNAN KITAB-KITAB HADIS
dibukukan, Banyak perawi hadis yang meninggal dunia sehingga dikhawatirkan hadis-hadis
akan hilang dengan wafatnya mereka, sementara generasi penerus diperkirakan tidak terlalu
menaruh perhatian terhadap pemeliharaan hadis, Daerah kekuasaan islam semakin meluas,
kitab hadis yang disusun berdasarkan bab-bab fiqhi, yang didalamnya terdapat hadis marfu’,
mauquf dan maqtu’. Karena mushannaf adalah kitab hadis yang disusun berdasarkan kitab
semua hadis yang pernah ia terimah dengan tanpa menerangkan derajat ataupun menyaring
hadis-hadis tersebut. As Sunnah yaitu kitab-kitab yang disusun berdasarkan bab tentang fiqhi,
dan hanya memuat hadis-hadis yang marfu’ saja agar dijadikan sebagai sumber bagi para
fuqaha dalam mengambil kesimpulan. Jami’ berarti sesuatu yang mengumpulkan, mencakup
dan menggabungkan. Ajza’ menurut istilah muhaddisin adalah kitab yang disusun untuk
menghimpun hadis-hadis yang diriwayatkan oleh satu orang, baik dari generasi sahabat
maupun generasi sesudahnya. Yang dimaksud dengan jenis al athraf adalah kumpulan hadis
dari beberapa kitab induknya dengan cara mencantumkan bagian atau potongan hadis yang
diriwayatkan oleh setiap sahabat. Mustakhraj adalah kitab hadis yang memuat matan-matan
hadis ya ng diriwayatkan oleh Bukhary atau Muslim atau kedua-duanya atau lainnya,
kemudian sipenyusun meriwayatkan matan-matan hadis tersebut dengan sanad sendiri yang
berbeda. Sedangkan Penyusun kitab al mustadrak adalah kitab yang disusun untuk memuat