Anda di halaman 1dari 7

UNSUR-UNSUR DALAM HADIS

HUSNUL PAIZIN (T.MPI.1.2023.029)

hasnolfaizin8@gmail.com

DOSEN PENGAMPU:

NURHASANAH, S.Pd.,M.Pd.I

ABSTRAK

Asbab- al- warud hadis adalah konteks atau latar belakang terjadinya suatu hadis, yang
mempengaruhi penyimpangan hadis tersebut.penelitian ini merupakan studi pustaka yaitu
penelitian yang dari perpustakaan. Metode pengumpulan data dengan mengumpulkan berbagai
buku, artikel, jurnal yang di dalam nya mengkaji pendidikan krakter dan pendidikan islam dan
menganalisis secara duktif dan induktif. Hasil penelitian menunjukan :

Matan : merujuk pada teks atau isi hadis itu sendiri. Matan terdiri dari kata-kata, frasa, kalimat,
dan ayat yang membentuk narasi hadis,

Sanad : adalah rantai penutur hadis yang menghubungkan parawi dengan nabi Muhammad
SAW. Sanad mencakup nama perawi dan perantara yang menyampaikan hadis dari generasi ke
generasi.

Mutawatir : hadis yang di riwayatkan oleh jumlah perawi yang sangat besar sehingga mustahil
mereka semua sepekat untuk memmbuat kesalahan atau konspirasi.

Ahad : hadis yang di riwayatkan oleh sejumlah perawi yang lebih sedikit dari pada hadis
mutawatir. Hadis ahad dapat di andalkan jika perawinya terpecayadan kalitas sanadnya cukup
baik.

Takhrij : proses penelusuran pengumpulan hadis dari berbagai sumber primer seprti kitab-kitab
hadis dan koleksi riwayat para ulama hadis. Takhrij melibatkan analisis terhadap sanad dan
matan untuk menentukan keabsahan dan kekuatan hadis tersebut.

Kata kunci : matan,sanad, ahad, dan takhrij.

PENDAHULUAN
Islam adalah agama yang sempurna dimuka bumi ini . Semua sisi kehidupan manusia dan
makhluk Allah telah digariskan oleh Islam melalui Kalam Allah swt (Al-Qur’an dan Al-hadis).
Al Qur’an sudah jelas di tanggung keasliannya oleh Allah swt sampai akhir nanti, bagaimana
dengan Al-hadis. Hadis merupakan salah satu sumber Islam yang utama, tetapi tidak sedikit umat
Islam yang belum memahami apa itu hadis. Sehingga dikhawatirkan suatu saat nanti akan terjadi
kerancuan dalam hadis, karena tidak mengertinya dan mungkin karena kepentingan sebagian
kelompok untuk membenarkan pendapat kelompok tersebut. Sehingga mereka menganggap yang
memakai bahasa arab dan dikatakan hadis oleh orang yang tidak bertanggung jawab itu mereka
anggap hadis. Hadis juga memiliki beberapa bentuk dan unsur-unsur yang terkandung
didalamnya. Sehingga penulisan makalah ini dapat memecahkan dan menjelaskan lebih detail
salah satu masalah-masalah yang berkembang. pembahasan dalam makalah ini
bertujuan mendeskripsikan dari mana atau siapa yang menjadi sandaran dalam hadis, bagaimana
hadis tersebut dilahirkan serta apa saja unsur yang terkandung didalam hadis.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan studi pustaka (library research) yaitu penelitian yang bersumber dari
bahan-bahan kepustakaan dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Oleh karena itu, yang
dilakukan adalah eksplorasi terhadap sejumlah data baik itu data primer maupun data sekunder
dengan langkah konkret sebagai berikut: membaca serta menelaah secara mendalam data primer
yaitu unsur-unsur hadist dan asbabul wurud hadist, buku, dan jurnal yang merupakan hasil
penelitian. Sementara itu, untuk data sekunder, penulis menelaah dan mengkaji berbagai buku
dan karya tulis ilmiah yang relevan dengan penelitian ini, kemudian selanjutnya dianalisis
dengan menggunakan pisau analisis pendidikan. Metode pengumpulan data dengan
mengumpulkan berbagai buku, artikel, jurnal yang di dalamnya mengkaji pendidikan karakter
dan pendidikan Islam. Setelah data itu terkumpul kemudian dilakukan sebuah pemilahan antara
buku, jurnal dan artikel yang membahas tentang pendidikan karakter dan pendidikan Islam.
Selanjutnya dianalisis secara deduktif dan induktif. Metode deduktif digunakan dalam rangka
memperoleh gambaran tentang pendidikan karakter sebagai kajian pendidikan Islam secara
detail. Sementara metode induktif digunakan dalam rangka memperoleh dan mengungkapkan
gambaran mengenai pendidikan Islam secara utuh.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Unsur-unsur dalam hadis


Dalam suatu hadis harus memenuhi 3 unsur. Dimana unsur tersebut dapat
mempengaruhi tingkat hadis, apakah hadis tersebut asli atau tidak. Unsur-unsur tersebut
yaitu.
1. Matan
Yakni sabda nabi atau isi hadis tersebut. Matan ini adalah inti dari apa yang di
maksud oleh hadis, misalny :
)‫المؤمن للمؤمن كالبنيان يشد بعضه بعضا (رواه شيخان عن ابى موسى‬

Matan, berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari huruf ‫ن‬-‫ت‬- ‫ م‬Matan
memiliki makna “punggung jalan” atau bagian tanah yang keras dan
menonjol ke atas. (al-Suyuti, 1984: 11) Apabila dirangkai menjadi kalimat matn
al-hads maka definisinya adalah:

‫الفاظ الحديث التى تتقوم بها المعان ى‬

“kata-kata hadis yang dengaan nya berbentuk makna-makna”.

Dapat juga diartikan sebagai “apa yang berhenti dari sanad berupa
perkataan”. Adapun matan Hadis itu terdiri dari dua elemen yaitu teks atau
lafal dan makna (konsep), sehingga unsur-unsur yang harus dipenuhi oleh suatu
matan hadis yang sahih yaitu terhindar dari syaz dan illat.

2. Sanad
Yaitu Sandaran atau jalan yang menyampaikan kepada matan hadis. Sanad inilah
orang yang mengabarkan hadis dari Rasulullah saw kepada orang yang berikutnya
sampai kepada orang yang menulis atau mengeluarkan hadis. Secara bahasa, Sanad
berasal dari kata ‫ن د‬bb‫س‬yang berarti Penggabungan sesuatu ke sesuatu yang lain.
Karena di dalamnya tersusun banyak nama yang tergabung dalam satu rentetan jalan.
Bisa juga berarti (pegangan). (al-Suyuti, 1984: 11) Sementara terminologi sangat
adalah jalan yang dapat menghubungkan Matan Hadis sampai kepada nabi
Muhammad Saw. (Nur al-Din ‘Itr, 1981: 334).

3. Rawi
Yaitu orang yang meriwayatkan Hadis antara rawi dan sanad orangorangnya sama.
Untuk menyeleksi hadis yang sekian banyaknya dan pada waktu nabi Muhammad
masih hidup tidak banyak sahabat yang menulis hadis, Dan penyampaian Hadis nabi
Muhammad masih terbatas dari mulut ke mulut berdasarkan hafalan dan ingatan saja
sampai pada masa Khalifah Umar bin Abdul Azis tahun 99 sampai 101 Hijriah. Kata
perawi atau al Rawi dalam bahasa Arab dari kata riwayat yang berarti memindahkan
atau menukilkan yakni memindahkan suatu berita dari seseorang kepada orang lain.
Dalam istilah Hadis al Rawi adalah orang yang meriwayatkan Hadis dari seorang
guru kepada orang lain yang tercantum dalam buku Hadis. (Ash-Shiddieqy, 2001: 50)
Maka untuk menjaga kesahihan Hadis diperlukan perawi perawi Hadis yang
memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Perawi itu harus orang yang adil arti Adin dalam perbaikan Hadis itu muslim, baligh,
berakal tidak pernah melakukan dosa besar dan tidak sering melakukan dosa kecil.
b. Perawi itu harus seorang yang dabit, dabit ini mempunyai dua pengertian yaitu:
 Dabit Dalam arti bahwa perawi Hadis harus kuat hafalan serta daya ingatnya dan
bukan orang yang pelupa.
 Dabit Dalam arti bahwa perawi Hadis itu dapat menjaga atau memelihara kitab
Hadis yang diterima dari gurunya sebaikbaiknya sehingga tidak mungkin ada
orang yang mengadakan perubahan di dalamnya.

4. Mukharij
Mukharrij Secara bahasa adalah orang yang mengeluarkan. Kaitannya dengan
hadis, mukharrij Adalah orang yang telah menukil atau mencatat Hadis pada kitab
nya seperti kitab al Bukhari.

B. Asbabul wurud hadis


1. Pengertian asbab warud al-hadis
Asbab wurud al-hadis merupakan susunan idafah, yang terdiri dari tiga unsur kata,
yaitu asbab, wurud dan al-hadis. Asbab adalah bentuk jam‘(fulral) dari sabab, yang
berarti dengan al-habl (tali), saluran yang artinya dijelaskan sebagai segala yang
menghubungakan satu benda dengan benda lainnya sedangakan menurut istilah
adalah: “Segala sesuatu yang mengantarkan pada tujuan”. Ada juga yang
mendifinisikan dengan: suatu jalan menuju terbentuknya suatu hukum tanpa ada
pengaruh apapun dalam hukum itu. Sedangkan kata wurud bisa berarti sampai,
muncul dan mengalir seperti : “Air yang memancar atau air yang mengalir. (Suparta,
2008:38-39)
Namun ulama memberikan definisi yang beragam terhadap asbab wurud al-
hadis antara lain diungkapkan oleh al-Suyuti dengan:
‫أنه ما يكون طريقا لتحديد المراد من الحديث من عموم أو خصوص أو إطالق أو تقبيد أو نسخ أو نحو ذل‬
Sesuatu yang menjadi metode untuk menentukan maksud suatu hadis yang bersifat
umum, khusus, mutlak, muqayyad, dan untuk menentukan ada tidaknya naskh
(pembatalan) dalam suatu hadis" dan sejenisnya. Jika diteliti secara kritis definsi al-
Suyuti lebih mengacuh kepada fungsi asbab wurud al-hadits. yakni, untuk
menentukan takhsis dari yang ‘am (umum), membatasi yang mutlak, serta untuk
menentukan ada dan tidaknya naskh dan mansukh dalam suatu hadis dan lain
sebagainya. Tampaknya, definisi tersebut kurang tepat jika dipakai untuk
merumuskan pengertian asbab wurud al-hadis. Menurut hemat penulis perlu menoleh
pada pendapat Hasbi Ash-Shiddiqy yang mendefinisikannya sebagai berikut:
‫يعرف به السبب الذي ورد األجلة الحديث والزمان الذي جاء به‬
Ilmu yang menerangkan sebab-sebab nabi saw. menuturkan sabdanya dan masa-
masa nabi saw. menuturkannya”. Sementara itu, Yahya Isma‘il Ahmad memberikan
definisi asbab wurud al-hadits yang agak mirip dengan pengertian asbab alnuzul,
yaitu: ‫ما ورد الحديث أيام وقوعه‬
Sesuatu (baik berupa peristiwa-peristiwa atau pertanyaan pertanyaan) yang terjadi
pada waktu hadis itu disampaikan oleh nabi saw. Nur al-din’Itr mendifenisikan asbab
wurud al-hadis dengan mengatakan: ‫ما ورد الحديث متحدثا عنه أيام وقوعه‬
Hadis yang muncul karna membicarakan suatu yang terjadi pada saat kemunculanya.
2. Macam-macam asbabul warud
Menurut al-suyuti, asbab al-warud dapat di kategorikan menjadi tiga macam
a. Sebab yang berupa ayat al-quran
b. Sebab yang berupa hadis itu sendiri
c. Sebab yang berupa suatu yang berkaita dengan para pendengar di kalangan
sahabat.

Berikut ini akan di jelaskan satu persatu dari ketiga macam tersebut:

1. Sebab yang berupa ayat al-quran. Maksudnya, ayat al-quran itu menjadi penyebab
nabi SAW. Mengeluarkan sabdanya. Contohnya antara lain firman allah SWT.
Yang berbunyi.
‫ْنُوَد ْتُّه مْ ُمَه وُ ْنَم ْ اْل ُ ُمَه لَ ِٕك ٰۤى ولُ ا ْم ُلِظ بْ ُمَه انَ ْم ِي ا آْْ ُوِس ْبَل يْ َم َل ا وْ ُوَن ا مَ ْنِيَّذ َل ا‬
“Orang-orang yang beriman, dan mereka tidak mencampur adukkan iman
mereka dengan kedzaliman, mereka itulah orangorang yang mendapat keamanan
dan mereka itu orang-orang yang mendapatkan petunjuk” (Q.S. al-An‘am: 82)
2. Sebab yang berupa hadis, maksudnya pada waktu itu terdapat suatu hadis namun
sebagian sahabat merasa kesulitan memahaminya, maka kemudian muncul hadis
lain yang memberikan penjelasan terhadap hadis tersebut. Contoh hadis yang
berbunyi: “Sesungguhnya Allah SWT memiliki para malaikat di bumi, yang dapat
berbicara melalui mulut manusia mengenai kebaikan dan keburukan seseorang”.
(HR. al-Hakim) (alNaisaburi, 1990: 533)
Dalam memahami hadis tersebut, ternyata para sahabat merasa kesulitan,
maka mereka bertanya: Ya rasul!, bagaimana hal itu dapat terjadi? Maka Nabi
saw. menjelaskan lewat sabdanya yang lain sebagaimana hadis yang diriwayatkan
oleh Anas ibn Malik. Suatu ketika Nabi saw. bertemu dengan rombongan yang
membawa jenazah. Para sahabat kemudian memberikan pujian terhadap jenazah
tersebut seraya berkata: “Jenazah itu baik”. Mendengar pujian tersebut, maka
Nabi saw. berkata: “wajabat” (pasti masuk surga) dengan mengucapkannya
sebanyak tiga kali. Kemudian Nabi saw. bertemu lagi dengan rombongan yang
membawa jenazah lain. Ternyata para sahabat mencelanya, seraya berkata: “Dia
itu orang jahat”. Mendengar pernyataan itu, maka Nabi berkata: “wajabat”.
Ketika mendengar komentar Nabi saw. yang demikian, maka para sahabat
bertanya: “Ya rasul!, mengapa terhadap jenazah pertama engkau ikut memuji,
sedangkan terhadap jenazah kedua tuan ikut mencelanya. Engkau katakan kepada
kedua jenazah tersebut: “wajabat” sampai tiga kali. Nabi menjawab: ia benar.
Lalu Nabi berkata kepada Abu Bakar, wahai Abu Bakar sesungguhnya Allah swt.
memiliki para malaikat di bumi. Melalui mulut merekalah malaikat akan
menyatakan tentang kebaikan dan keburukan seseorang. (al-Naisaburi, 1990: 537)
Dengan demikian, yang dimaksud dengan para malaikat Allah di bumi yang
menceritakan tentang kebaikan atau keburukan seseorang adalah para sahabat
atau orang-orang yang mengatakan bahwa jenazah ini baik dan jenazah itu jahat.
3. Sebab yang berupa keterkaitan, yang berkaitan dengan para pendengar di
kalangan sahabat. Sebagai contoh adalah persoalan yang berkaitan dengan sahabat
Syuraid ibn Suwaid al-Saqafi. Pada waktu Fath Makkah (pembukaan kota
makkah) beliau pernah datang kepada Nabi saw. seraya berkata: “Saya bernazar
akan shalat di Bait al-Maqdis”. Mendengar pernyataan sahabat tersebut, lalu Nabi
berssabda: “Shalat di sini, yakni Masjid al-Haram itu lebih utama”. Nabi saw. lalu
bersabda: “Demi zat yang jiwaku berada dalam kekuasaan-Nya, seandainya kamu
shalat di sini (Masjid al-Haram) maka sudah mencukupi bagimu untuk memenuhi
nazarmu”. Kemudian Nabi saw., bersabda lagi: “Shalat di Mesjid ini, yaitu Masjid
alHaram itu lebih utama daripada seratus ribu kali shalat di selain alMasjid al-
Haram. (Ibn Majah, t.th: 451)

KESIMPULAN

Asbab Wurud al-Hadis merupakan konteks historisitas yang melatar belakangi munculnya
suatu hadis. Ia dapat berupa peristiwa atau pertanyaan yang terjadi pada saat hadis itu di
sampaikan nabi saw. Dengan lain ungkapan, asbab al-wurud adalah faktor-faktor yang melatar
belakangi munculnya sebuah hadis. Cara mengetahui asbab al-wurud dapat dilacak pada hadis
itu sendiri, riwayat-riwayat dari sahabat dan ijtihad yang dilakukan para ulama. Sedangkan
pendekatan yang dapat membantu untuk mengetahui asbab al-wurud antara lain adalah
pendekatan historis, sosiologis, antropologis, bahkan bisa diperkaya dengan beberapa pendekatan
lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Abu ‘Isa Muhammad ibn ‘Isa al-Turmuzi, Sunan al-Turmuzi, Juz. II

(Beirut: Dar Ihya’ al-Turas al-‘Arabi, t.th.)

Abu ‘Abdillah Muhammad ibn Isma‘il al-Bukhari, Sahih al-Bukhari, Juz. I

(Cet. III; Beirut; Dar Ibn Kasir, 1407 H./1987 M.)

Abu ‘Abdillah Muhammad ibn Yazid al-Qazwini Ibn Majah, Sunan Ibn Majah, Juz. I

(Beirut: Dar al-Fikr, t.th.)


Jalal ad-Din al-Suyuti, Asbab Wurud al-Hadis aw al-Luma’ fi Asbab al-Hadis, ditahqiq Yahya
Isma’il Ahmad

(Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1984)

Munzier Suparta, Ilmu Hadits (Jakarta PT. Raja Grafindo Persada, 2008)

Nur al-Din ‘Itr, Manhaj al-Naqd fi ‘Ulum al-Hadis (Cet. III; Damsyiq: Dar al Fikr, 1981 M.)

Said Agil Husin Munawwar dan Abdul Mustaqim, Asbabul Wurud(2001)

Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits (Semarang:
Pustaka Rizki Putra, 2001)

Anda mungkin juga menyukai