Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

UNSUR-UNSUR YANG TERKANDUNG DI DALAM HADIS: SANAD,


MATAN, PERIWAYAT, MUKHARRIJ, DAN SHIGHAT AL ISNAD
Pengampu: Dr. Syarifah Rusydah, MA.
Mata Kuliah: Pengantar Ilmu Hadis

Disusun Oleh :
Ruzkoh Maulida Ali (11210360000062)
Mentari Sawva Karim (11210360000046)
Qurota Ayunin Nissa (11210360000067)

PROGRAM STUDI ILMU HADIS


FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
PEMBAHASAN
A. Sanad

Sanad artinya sandaran, yaitu jalan yang bersambung sampai kepada matan1. Dari segi
bahasa artinya sandaran, tempat bersandar, yang menjadi sandaran. Sedangkan menurut
istilah ahli hadis, seperti oleh Al-suyuti di dalam kitabnya Alfiyah, sanad yaitu :

‫ هو الطريق الموصل للمتن‬:‫االسناد او السند‬


“ Sanad ialah (jalan yang menyampaikan kepada matan hadis)”.
Definisi tentang sanad :
1. Jalan yang menyampaikan kepada matan hadis.
Rangkaian para perawi yang memindahkan matan dari sumbernya. Jalur ini
adakalanya disebut sanad, karena periwayat bersandar kepadanya dalam
menisbadkan matan kepada sumbernya.
2. Silsilah orang-orang yang menghubungkan matan hadis.
Yaitu susunan atau rangkaian orang-orang yang menyampaikan hadis tersebut
yang disebut pertama sampai pada Rasulullah SAW.
3. Jalan matan hadis, yaitu silsilah para rawi menukilkan matan dari sumber
pertamanya.

Dapat dikatakan bahwa sanad adalah suatu kesatuan periwayat yang meriwayatkan hadis
Nabi Saw secara berturut-turut dari periode sahabat hingga mukharrij (periwayat
terakhir).2

Ulama hadis Al- Tahanawi mengemukakan definisi yang hampir senada:

‫ أي أسماء رواته مرتّبة‬،‫و السند الطريق المواصلة إلى المتن‬

Artinya: “Dan sanad adalah jalan yang menyampaikan kepada matan Hadis, yaitu
nama-nama para perawinya secara berurutan”.

Silsilah orang-orang maksudnya, ialah susunan atau rangkaian orang-orang yang


menyampaikan materi Hadis tersebut, sejak yang disebut yang pertama sampai kepada
Rasulullah SAW yang perkataannya, perbuatannya, taqrir, dan lainnya merupakan materi

1
Abdul Hakim bin Amir Abdat, ilmu Musthalahul Hadits (Darul Qolum), h.
2
Dr. H. Muhammad Yahya, M. Ag, Kitab Ulumul Hadis (Makassar: UIN Alauddin Makassar, 2016) h.15
atau matan Hadis. Dengan pengertian di atas, maka sebutan sanad hanya berlaku pada
serangkaian orang-orang, bukan dilihat dari sudut pribadi secara perorangan3.

Tinjauan sanad :

1. Dari segi kuantitatif


a) Mutawatir
Secara Bahasa berarti berurutan. Secara istilah berarti apa yang diriwayatkan
sejumlah orang yang menurut kebiasaan mereka terhindar dari melakukan
dusta mulai dari awal hingga akhir sanad.
Dibagi menjadi 2 :
1) Mutawatir lafdzi apabila lafadz dan maknanya mutawatir. Seperti
dalam hadis “Barangsiapa yang sengaja berdusta atas namaku
(Rasulullah saw) maka dia akan mendapatkan tempat duduknya dari
api neraka”. Hadis ini telah diriwayatkan lebih dari 70 orang sahabat,
dan 10 orang diantaranya terjamin masuk surga.
2) Mutawatir ma’nawi adalah maknanya yang mutawatir sedangkan
lafadznya tidak. Seperti hadis tentang mengangkat tangan ketika
berdoa. Hadis ini telah diriwayatkan dari Nabi sekitar 100 macam
hadis tentang mengangkat tangan ketika berdoa. Dan setiap hadis
tersebut berbeda kasusnya dari hadis yang lain.
b) Ahad
Secara bahasa berarti Satu atau khabarul wahid (kabar yang disampaikan oleh
satu orang. Secara istilah berarti hadis yang belum memenuhi syarat-syarat
mutawatir
Dibagi menjadi 3 :
1) Hadis masyhur
Secara Bahasa berarti Nampak. Secara istilah berarti hadis yang
diriwayatkan oleh 3 perawi atau lebih pada setiap thabaqah (tingkatan)
dan belum mencapai batas mutawatir.
Para ulama melihat kemasyhuran hadis diberbagai kalangan, sebagai
berikut :

3
Khairil Ikhsan Siregar, MA dan Sari Narulita, M. Si, Ulumul Hadis Kompilasi (Jakarta, LPP Press UNJ,
2015), h. 64
- Masyhur dikalangan ilmu hadis, ulama, dan orang awam. Misalnya,
“Seorang muslim adalah orang yang kaum muslimin selamat dari lisan dan
tangannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
- Masyhur diantara para ahli fiqh. Misalnya, “Perbuatan halal yang paling
dibenci oleh Allah adalah talaq.” (HR. Al-hakim;naum hadis ini adalah
dla’if)
- Mahsyur diantara ulama ushul fiqh. Misalnya, “telah dibebaskan dari
umatku kesalahan dan kelupaan…” (HR. Al-Hakim dan Ibnu Hibban)
- Mahsyur dikalangan masyarakat umum. Misalnya, “tergesa-gesa adalah
bagian dari perbuatan syaithan.” (HR. Tirmidzi dengan sanad Hasan)4
2) Hadis Aziz
Secara bahasa berarti Perkasa, gagah, atau kuat. Secara istilah berarti suatu
hadist yang diriwayatkan minimal 2 sanad yang berlainan rawinya.
3) Hadis Gharib
Secara bahasa berarti jauh dari kerabatnya. Secara istilah berarti hadis yang
hanya diriwayatkan oleh seorang perawi secara sendiri.
2. Sanad dari segi kualitatif
a) Hadis Shahih
Secara bahasa berarti sehat atau kuat. Secara istilah berarti hadis yang
sanadnya bersambung dari permulaan sampai akhir, disampaikan oleh orang-
orang yang adil, memiliki kemampuan menghapal yang baik dan sempurna
(dhabit), serta tidak ada penyelisihan dengan perawi yang lebih terpercaya
darinya dan tidak ada ilat yang berat.
b) Hadis Hasan
Secara bahasa berarti baik dan bagus. Secara istilah berarti hadis yang
sanadnya bersambung dari permulaan sampai akhir disampaikan oleh orang-
orang yang adil, kurang dhabitnya, serta tidak ada syadz dan ilat yang berat.

4
Nudhatun Nadhar, h. 26 dan Tadribur Rawi, h. 533
c) Hadis Dho’if
Secara bahasa berarti hadis yang lemah. Secara istilah berarti hadis yang
hilang salah satu syaratnya dari syarat-syarat hadis maqbul (hadis shahih dan
hasan).

B. Matan

Secara bahasa Matan berarti kuat, kokoh, keras, dan teguh. Maksudnya isi atau perkataan
atau lafadz-lafadz hadist yang terletak sesudah rawi dari sanad yang terakhir5.

Ada juga yang berpendapat kata matan atau al-matnu menurut bahasa mā irtafa’a min
al-ardhi (tanah yang meninggi). Sedang menurut istilah adalah :

‫ما ينتهي إليه السند من الكالم‬

Artinya : “Suatu kalimat tempat berakhirnya sanad”.

Atau dengan redaksi lain ialah :

‫تتقوم بها معا نيه‬


ّ ‫الفاظ الحديث التي‬

Artinya : “Lafal-lafal Hadis yang didalamnya mengandung makna-makna tertentu”.

Ada juga redaksi yang lebih simpel lagi, yang menyebutkan bahwa matan adalah ujung
sanad (gayah as-sanad). Dari semua pengertian di atas menunjukkan bahwa yang
dimaksud dengan matan adalah materi atau lafal hadis itu sendiri6.

Secara temonologis, istilah matan memiliki beberapa definisi, yang mana maknanya sama
yaitu materi atau lafadz hadis itu sendiri. Pada salah satu definisi yang sangat sederhana
misalnya, disebutkan bahwa matan ialah ujung atau tujuan sanad. Salah satu yang
memberikan definisi adalah Ath- Thibi, matan adalah : ”lafadz-lafadz hadis yang
didalamnya megandung makna-makna tertentu”.

Definisi tersebut memberi pengertian bahwa apa yang tertulis setelah (penulisan) silsilah
sanad adalah matan hadis. Sehingga dapat dikatakan yang disebut matan ialah materi atau
lafadz hadis, yang penulisannya ditempatkan setelah sanad dan sebelum rawi.7

5
Abdul Hakim bin Amir Abdat, Ilmu Musthalahul Hadits (Darul Qolum), h. 194
6
Khairil Ikhsan Siregar, MA dan Sari Narulita, M. Si, Ulumul Hadis Kompilasi (Jakarta, LPP Press UNJ,
2015), h. 67
7
Dr. H. Muhammad Yahya, M. Ag, Kitab Ulumul Hadis (Makassar: UIN Alauddin Makassar, 2016) h.15
C. Periwayat

Menurut bahasa Rawi artinya orang yang menceritakan atau meriwayatkan. Setiap orang.
Setiap orang yang menceritakan hadits yang ada di dalam sanad hadits tersebut
dinamakan sebagai rawi.8

Riwayah menurut bahasa meriwayatkan, menceritakan, memindahkan. Sedangkan


menurut istilah ulama yang lebih tepat yaitu: Satu macam Ilmu tentang meriwayatkan
sabda-sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, perbuatan-perbuatannya, taqrir-taqrirnya
dan sifat- sifatnya.

Maksudnya adalah para sahabat mendengar hadist-hadist dari Rasulullah, melihat


perbuatan-perbuatan beliau, taqrir-taqrirnya dan sifat-sifatnya. Kemudian para sahabat
meriwayatkannya sesudah Rasulullah wafat kepada taabi’in, lalu riwayat para sahabat ini
akan didengar, diperhatikan, dan dicatat oleh orang-orang yang hidup di zaman mereka
yaitu para taabi’in. kemudian para taabi’in yang mendengar hadits para sahabat ini akan
didengar, diperhatikan dan dicatat lagi oleh para taaabi’ut taabi’in. Begitulah seterusnya
sampai lengkap dicatat oleh para imam pencatat hadiss yang begitu banyak di kitab-kitab
mereka seperti Imam Maliki, Imam Syafi’i, Imam Ahmad, Imam Bukhari, Imam Muslim
dan lain-lain.

Periwayatan hadis
Yakni kegiatan menerima dan menyampaikan riwayat hadis secara lengkap,
sehingga dalam penerimaan dan penyampaian sanad maupun matannya dikenal dengan
istilah tahammul wa ada’ul hadis. Tahammul hadis merupakan kegiatan menerima
riwayat hadis ada’ul hadis merupakan kegiatan menyampaikan riwayat hadis.9
lambang-lambang atau lafadz yang digunakan dalam periwayatan hadis
(tahammul al-hadis) bermacam-macam, misal :
,‫ انبأني‬,‫ اجازلي‬,‫ قرأت على فالن‬,‫ ذكر لنا‬,‫ قال لنا‬,‫ اخبرنا‬,‫ اخبرني‬,‫ حدثنا‬,‫ حدثني‬, ‫ سمعننا‬, ‫سمعت‬
‫ ناولنا‬,‫ ناولنى‬,‫انبأنا‬
lambang-lambang itu yang dapat memberikan petunjuk tentang metode periwayatan
yang digunakan oleh masing-masing periwayat. Dari lambang tersebut diteliti tingkat
akurasi metode periwayatan yang digunakan periwayat dalam sanad.

8
Abdul Hakim bin Amir Abdat, Ilmu Musthalahul Hadits (Darul Qolum), h. 189
9
Arief Halim, op. cit,. h.21
Periwayatan hadis ada delapan macam, yaitu :
1. Al sama’ atau al sama’ al syaikh
ialah penerimaan hadis dengan cara mendengar hadis dari guru.
2. Al Qira’ah atau al Qira’ah ala al syaikh
Ialah periwayat hadis dengan cara menghadap kepada guru kemudia ia membaca
atau orang lain yang membaca ia yang menulisnya.
3. Al ijazah
Ialah pemberian izin seorang guru hadis kepada seseorang untuk meriwayatkan
hadis tersebut baik dengan lisan maupun tulisan.
4. Al munawalah
Ialah pemberian kitab hadis oleh guru hadis kepada muridnya dan berkata “ini
hadis yang telah saya riwayatkan”.
5. Al mukatabah
Ialah seseorang guru hadis meriwayatkan hadis kemudian diberikan kepada
orang tertentu.
6. Al I’lam
Ialah guru hadis memberitahukan kepada muridnya tentang hadis yang telah
diterimanya dari periwayatnya, misalnya melalui al-sama’, tanpa diikuti
pernyataan untuk muridnya meriwayatkan lebih lanjut.
7. Al washiyyah
Ialah seorang periwayat hadis mewasiatkan hadisnya kepada seseorang.
8. Al wijadah
Ialah seseorang yang mendapatkan hadis yang ditulis oleh periwayatnya.

Contoh pembagian antara sanad, rawi, dan matan :

: ‫ حدثنا ادم حدثنا ابن أبي ذنب حدثنا سعيد المقبري عن أبي هريرة عن النبي صلى هللا عليه وسلم‬:‫قال البخاري‬
‫اس َز َما ٌن َال يُ َبالِي ا ْل َم ْر ُء ِب َما أ َ َخذَ ا ْل َما َل أَمِ ْن ح ََال ٍل أ َ ْم مِ ْن ح ََر ٍام‬ َ َّ‫لَ َيأ ْ ِت َين‬
ِ َّ‫علَى الن‬
Berkata Imam Bukhari: telah menceritakan kepada kami Adam (ia berkata): telah
menceritakan kepada kami Ibnu Abi Dzib (ia berkata): telah menceritakan kepada kami
Sa’id Al Maqburiy dari Abu Hurairah dan Nabi Shollahu Alaihi wa sallam beliau
bersabda, "Sesungguhnya akan datang suatu masa pada umat manusia, mereka
tidak lagi peduli dengan cara untuk mendapatkan harta, apakah melalui cara yang
halal ataukah dengan cara yang haram." (HR Al-Bukhari juz 3 hal.11)

Keterangan :

1. Dari Imam Bukhari sampai kepada Abu Hurairah dinamakan Sanad Hadis
Dapat disusun menjadi :
- Imam Bukhari (rawi)
- Adam (awal sanad)
- Ibnu Abi Dzib (pertengahan sanad atau wasathus sanad)
- Sa’id al Maqburiy (pertengahan sanad atau wasathus sanad)
- Abu Hurairah (akhir sanad)
- Nabi Shallalahu alaihi wa sallam
2. Setiap orang dari mereka yaitu Bukhari sampai kepada Abu Hurairah dinamakan
Rawi Hadis
3. Sabda Nabi Shallalahu alaihi wa sallam,” sesungguhnya akan datang (dan
seterusnya),” dinamakan Matan atau isi hadis10

D. Mukharrij

Mukharrij yaitu setiap orang yang mengeluarkan atau meriwayatkan hadits dengan sanad
darinya. Seperti Imam Bukhari telah meriwayatkan atau mengeluarkan atau men-takhrij
hadits dengan sanadnya sendiri, yaitu dari syaikhnya atau gurunya dan seterusnya sampai
kepada Nabi yang mulia shallallahu ‘alaihi wassallam. Selain itu, Imam Bukhari juga
dinamakan sebagai rawi, karena ialah yang telah meriwayatkan hadits tersebut kepada
kita.11

10
Abdul Hakim bin Amir Abdat, Ilmu Musthalahul Hadits (Darul Qolum), h. 191
11
Abdul Hakim bin Amir Abdat, Ilmu Musthalahul Hadits (Darul Qolum), h. 191
Sedangkan jika kita lihat dari kata takhrij nya dalam segi bahasa berasal dari kata ( ‫خرج‬
‫ )يخرج خروجا‬memiliki arti menampakkan, menerbitkan, menyebutkan, dan menumbuhkan.
Sedangkan jika secara istilah menurut Mahmud Ath-Thahhan, yaitu “Petunjuk tentang
tempat atau letak hadis pada sumber aslinya, yang diriwayatkan dengan menyebutkan
sanadnya, kemudian dijelaskan martabat atau kedudukannya manakala diperlukan.” 12

Dalam men-takhrij hadis itu bertujuan untuk mengetahui asal hadis dan mengetahui
keadaan hadis apakah dapat diterima (maqbul) atau ditolak (mardud). Sehingga kita dapat
menjadi jelas akan keshahihan hadis tersebut, serta mengetahui para perawi yang
memakai atau meninggalkan hadis tersebut. Oleh karean itu seorang mukharij harus
dengan teliti dalam menetapkan atau meriwayatkan hadis, agar tidak adanya hadis palsu
yang menyebar dikalangan masyarakat.

E. Shigat Al-Isnad

Merupakan lafadz yang digunakan para periwayat ketika meriwayatkan suatu hadis.
Seperti dalam salah satu hadis Imam Bukhari sebagai berikut:

‫ي َقا َل أ َ ْخبَ َرنِي ُم َح َّم ُد ْب ُن إِب َْراهِي َم التَّيْمِ ُّي‬ ِ ‫سعِي ٍد ْاْل َ ْنص‬
ُّ ‫َار‬ َ ‫س ْفيَا ُن َقا َل َح َّدثَنَا يَ ْحيَى ْب ُن‬
ُ ‫ِي َقا َل َح َّدثَنَا‬
ُّ ‫َح َّدثَنَا ا ْل ُح َم ْيد‬
‫َّللا‬ ُ ‫ع َلى ا ْلمِ ْنبَ ِر َقا َل سَمِ عْتُ َر‬
ِ َّ ‫سو َل‬ َ ُ‫ع ْنه‬
َ ُ‫َّللا‬
َّ ‫ب َر ِض َي‬ َّ ‫ع َم َر ْبنَ ا ْل َخ‬
ِ ‫طا‬ ُ ُ‫اص ال َّل ْيثِ َّي يَقُو ُل سَمِ عْت‬ ٍ ‫ع ْل َق َم َة ْبنَ َو َّق‬
َ ‫أ َ َّنهُ سَمِ َع‬
ِ ‫سلَّ َم َيقُو ُل ِإنَّ َما ْاْل َ ْع َما ُل ِبالنِّ َّيا‬
‫ت َو ِإنَّ َما ِل ُك ِ ّل ا ْم ِر ٍئ َما نَ َوى َف َم ْن كَانَتْ ِه ْج َرتُهُ ِإلَى ُد ْن َيا يُ ِصيبُهَا أَ ْو ِإلَى‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ
‫ا ْم َرأ َ ٍة يَ ْن ِك ُحهَا َف ِهج َْرتُهُ إِلَى َما َهاج ََر إِلَ ْي ِه‬

Artinya: (al-Bukhari berkata) telah berbicara kepada kami al-Humaidi, ia berkata: telah
berbicara kepada kami Yahya bin Said al-Anshari, ia berkata telah memberitahukan
kepada saya Muhammad bin Ibrahim al-Taymi bahwa ia telah mendengar Alqamah bin
Waqqash al-Laitsi berkata: saya telah mendengar Umar bin Khattab r.a. berkata di atas
mimbar: saya telah mendengar Rasulullah saw. bersabda: sesungguhnya perbuatan itu
tergantung pada niatnya, dan yang diperoleh oleh setiap orag adalah berdasarkan apa yang
diniatkannya. Maka barang siapa yang berhijrah untuk keepentingan dunia yang ingin ia

12
Khairil Ikhsan Siregar, MA dan Sari Narulita, M. Si, Ulumul Hadis Kompilasi (Jakarta, LPP Press UNJ,
2015), h. 92
peroleh, atau karena perempuan yang ingin ia nikahi, maka hijrahnya sesuai dengan yang
diniatkannya itu. (HR. Al-Bukhariy)13

Shigat Al-Isnad ini memiliki delapan tingkatan, yaitu sebagai berikut:

1. Rawi mendengar secara langsung dari gurunya. Maka shigatnya menggunakan


lafadz :

- ‫سمِ ْعت‬
َ – saya telah mendengar,

- ‫سمِ ْعنَا‬
َ – kami telah mendengar,

- ‫( – َحدَّثَنِي‬ia) telah ceritakan kepadaku,

- ‫( – َحدَّثَنَا‬ia) telah ceritakan kepada kami,

- ‫( – قَا َل لِي‬ia) telah berkata kepadaku,

- ‫( – قَا َل لَنَا‬ia) telah berkata kepada kami,

- ‫( – ذَك ََرلِي‬ia) telah sebutkan kepadaku,

- ‫( – ذَك ََرلَنَا‬ia) telah sebutkan kepada kami

2. Rawi membaca, sedangkan gurunya mendengar. Maka shigat yang digunakan


yaitu :

- ‫( – ا َ ْخ َب َرنِي‬ia) telah mengkhabarkan kepadaku,

- ‫علَ ْي ِه‬
َ ‫ – قَ َرئْت‬saya telah baca padanya

3. Rawi membacanya secara bersama-sama, sedangkan gurunya mendengar. Maka


shigat yang digunakan yaitu :

- ‫( – ا َ ْخبَ َرنا‬ia) telah mengkhabarkan kepada kami,

- ‫علَ ْي ِه َواَنَاا َ ْس َمع‬


َ ‫ – قَ َر َء‬dibaca kepadanya sedangkan saya mendengarkan,

- ‫علَ ْي ِه‬
َ ‫ – قَ َرئْنَا‬kami telah membaca padanya

13
Imam Bukhary, Shahih Bukhari. Kitab Al Iman, hadis No. 54.
4. Lafadz ini digunakan dengan makna “memberitahu”, tetapi oleh para orang-orang
terdahulu dengan makna “mengkhabarkan”, sedangkan oleh para muta’akhirin
digunakan sebagai ijazah. Shigatnya sebagai berikut :

- ‫( – أ َ ْنبَأَنِي‬ia) telah memberitahu kepadaku,

- ‫( – نَبَّأَنِي‬ia) telah memberitahu kepadaku,

- ‫( – أ َ ْن َبأَنَا‬ia) telah memberitahu kepada kami,

- ‫( – نَبَّأَنَا‬ia) telah memberitahu kepada kami

5. Digunakan sebagai ijazah paling tinggi dalam periwayatan hadis. Shigatnya yaitu:

- ‫( – ن ََاولَنِي‬ia) telah serahkan kepadaku

6. Shigat pada martabat ini juga sering dipakai untuk ijazah. Shigatnya yaitu:

- ‫( – شَافَ َهنِي‬ia) telah ucapkan kepadaku

7. Shigat ini dipakai saat ijazah tulisan, sedangkan ijazah tulisan derajatnya lebih
rendah dari ijazah ucapan. Shigatnya yaitu :

َّ َ‫َب اِل‬
-‫ي‬ َ ‫( – َكت‬ia) telah menulis kepadaku

8. Pada Shigat yang terakhir ini semua meragukan, tidak jelas apakah para perawi
mendengar atau menerima sendiri dari gurunya, oleh karena itu tidak ada jaminan
adanya ketersenambungan sanad. Shigatnya yaitu :

- ‫ع ْن‬
َ – dari, dari pada,

- ‫ إِ َّن‬،‫ – أ َ َّن‬sesungguhnya, bahwasannya


Daftar Pustaka

Nurlita, K. I. (2015). Ulumul Hadis Kompilasi. Jakarta: LPP Press.

Hadis, I. M. (n.d.). Abdul Hakim bin Amir Abdat. Darul Qolum: Darul Qolum.

Yahya, D. M. (2016). Kitab Ulumul Hadis. Makassar: UIN Alauddin Makassar.

Nudhatun Nadhar. (n.d.).

Bukhary, I. (n.d.). Kitab Al Iman.

Anda mungkin juga menyukai