Anda di halaman 1dari 5

A.

FAKTOR YANG MELATARBELAKANGI PENDIDIKAN MUHAMMADIYAH


1.)
a.

Faktor Internal
Kelemahan dan praktek ajaran Islam

Kelemahan praktek ajaran agama Islam dapat dijelaskan melalui dua bentuk.
1. Tradisionalisme
Pemahaman dan praktek Islam tradisionalisme ini ditandai dengan pengukuhan yang kuat
terhadap khasanah intelektual Islam masa lalu dan menutup kemungkinan untuk melakukan
ijtihad dan pembaharuan pembaharuan dalam bidang agama. Paham dan praktek agama seperti
ini mempersulit agenda umat untuk dapat beradaptasi dengan perkembangan baru yang banyak
datang dari luar(barat). Tidak jarang, kegagalan dalam melakukan adaptasi itu termanifestasikan
dalam bentuk bentuk sikap penolakan terhadap perubahan dan kemudian berapologi terhadap
kebenaran tradisional yang telah menjadi pengalaman hidup selama ini.
2. Sinkretisme
Pertemuan Islam dengan budaya lokal disanping telah memperkaya khasanah budaya
Islam, pada sisi lainnya telah melahirkan format format sinkretik, percampuradukkan antara
sistem kepercayaan asli masyarakat masyarakat budaya setempat. Sebagai proses budaya,
percampuradukkan budaya ini tidak dapat dihindari, namun kadang kadang menimbulkan
persoalan ketika percampuradukkan itu menyimpang dan tidak dapat dipertanggungjawabkan
dalam tinjauan aqidah Islam. Orang Jawa misalnya, meski secara formal mengaku sebagai
muslim, namun kepercayaan terhadap agama asli mereka yang animistik tidak berubah.
Kepercayaan terhadap roh roh halus, pemujaan arwah nenek moyang, takut pada yang angker,
kuwalat dan sebagainya menyertai kepercayaan orang Jawa. Islam, Hindu, Budha, dan animisme
hadir secara bersama sama dalam sistem kepercayaan mereka, yang dalam aqidah Islam
banyak yang tidak dapat dipertanggung jawabkan secara Tauhid.
b. Kelemahan Lembaga Pendidikan Islam
Lembaga pendidikan tradisional Islam, Pesantren, merupakan siste pendidikan Islam
yang khas Indonesia. Transformasi nilai nilai keIslamaan ke dalam pemahaman dan kesadran
umat secara institusional sangat berhutang budi pada lembaga ini. Namun terdapat kelemahan
dalam sistem pendidikan Pesantren yang menjadi kendala untuk mempersiapkan kader kader
umat Islam yang dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan zaman. Salah satu kelemahan itu
terletak pada mmateri pelajaran yang hanya mengajarkan pelajaran agama, seperti Bahasa Arab,

Tafsir, Hadist, Ilmu Kalam, Tasawuf dan ilmu falak. Pesantren tidak mengajarkan materi
materi pendidikan umum seperti ilmu hitung, biologi, kimia, fisika, ekonomi dan lain
sebagainya, yang justru sangat diperlukan bagi umat Islam untuk memahami perkembangan
zaman dan dalam rangka menunaikan tugas sebagai khalikfah di muka bumi. Ketiadaan lembaga
pendidikan yang mengajarkan kedua materi inilah yang menjadi salah satu latar belakang dan
sebab kenapa K.H. Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah, yakni untuk melayani
kebutuhan umat terhadap ilmu pengetahuan yang seimbang antara ilmu agama dan ilmu duniawi.
2.)

Faktor Eksternal
a. Kristenisasi
Faktor eksternal yang paling banyak mempengaruhi kelahiran Muhammadiyah adalah

Kristenisasi, yakni kegiatan kegiatan yang terprogram dan sistematis untuk mengubah agama
penduduk asli, baik yang muslim maupun bukan, menjadi Kristen. Kristenisasi ini mendapatkan
peluang bahkan didukung sepenuhnya oleh pemerintah Kolonialisme Belanda. Misi Kristen,
baik Katholik maupun Protestan di Indonesia, memiliki dasar hukum yang kuat dalam Konstitusi
Belanda. Bahkan kegiatan kegiatan Kristenisasi ini didukung dan dibantu dana dana negara
Belanda.

Efektifitas penyebaran agama Kristenisasi inilah yang terutama menggugah K.H.

Ahmad Dahlan untuk membentengi umat Islam dari pemurtadan.


b. Kolonialisme Belanda
Penjajahan Belanda telah membawa pengaruh yang sangat buruk bagi perkembangan Islam
di wilayah Nusantara ini, baik secara sosial politik, ekonomi maupun kebudayaan. Ditambah
dengan praktek politik Islam Pemerintah Hindia Belanda yang secara sadar dan terencana ingin
menjinakkan kekuatan Islam, semakin menyadarkan umat Islam untuk melakukan perlawanan.
Menyikapi hal ini, K.H. Ahmad Dahlan dengan mendirikan Muhammadiyah berupaya
melakukan perlawanan terhadap kekuatan penjajahan melalui pendekatan kultural, terutama
upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui jalur pendidikan.

c. Gerakan Pembaharuan Timur Tengah


Gerakan Muhammadiyah di Indonesia pada dasarnya merupakan salah satu mata rantai dari
sejarah panjang gerakan pebaharuan yang dipelopori oleh Ibnu Taymiyah, Ibnu Qayyim,
Muhammad bin Abdul Wahhab, Jamaluddin al - Afgani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha dan
lain sebagainya. Persentuhan itu terutama diperoleh melalui tulisan tulisan Jamaluddin al

Afgani yang dimuat dala majalah al-Urwatul Wutsqa yang dibaca oleh K.H. Ahmad Dahlan.
Tulisan tulisan yang membawa angin segar pembaharuan itu, ternyata sangat mempengaruhi
K.H. Ahmad Dahlan, dan merealisasikan gagasan gagasan pembaharuan ke dalam tindakan
amal yang riil secara terlembaga.
Dalam melihat seluruh latar belakang kelahiran Muhammadiyah, dapat dikatakan bahwa
K.H. Ahmad Dahlan telah melakukan lompatan besar dalam beritijhad. Prinsip prinsip dasar
perjuangan Muhammadiyah tetap berpijak kuat pada Al-Quran dan Sunnah, naun implementasi
dalam operasionalisasinya yang memiliki karakter dinamis dan terus berubah ubah sesuai
dengan perkembangan zaman Muhammadiyah banyak memungut dari berbagai pengalaman
sejarah secara terbuka ( misalnya sistem kerja organisasi yang banyak diilhami dari yayasan
yayasan Katolik dan Protestan yang ba;nyak muncul di Yogyakarta waktu itu).
B. CITA-CITA PENDIDIKAN MUHAMMADIYAH
Cita-cita pendidikan yang digagas Kyai Dahlan adalah lahirnya manusia-manusia baru yang
mampu tampil sebagai ulama-intelek atau intelek-ulama, yaitu seorang muslim yang
memiliki keteguhan iman dan ilmu yang luas, kuat jasmani dan rohani. Dalam rangka
mengintegrasikan kedua sistem pendidikan tersebut, Kyai Dahlan melakukan dua tindakan
sekaligus; memberi pelajaran agama di sekolah-sekolah Belanda yang sekuler, dan mendirikan
sekolah-sekolah sendiri di mana agama dan pengetahuan umum bersama-sama diajarkan. Kedua
tindakan itu sekarang sudah menjadi fenomena umum, yang pertama sudah diakomodir negara
dan yang kedua sudah banyak dilakukan oleh yayasan pendidikan Islam lain. Namun, ide Kyai
Dahlan tentang model pendidikan integralistik yang mampu melahirkan muslim ulama-intelek
masih terus dalam proses pencarian. Sistem pendidikan integralistik inilah sebenarnya warisan
yang musti kita eksplorasi terus sesuai dengan konteks ruang dan waktu, masalah teknik
pendidikan bisa berubah sesuai dengan perkembangan ilmu pendidikan atau psikologi
perkembangan.
Dalam rangka menjamin kelangsungan sekolahan yang ia dirikan maka atas saran muridmuridnya Kyai Dahlan akhirnya mendirikan persyarikatan Muhammadiyah tahun 1912. Metode
pembelajaran yang dikembangkan Kyai Dahlan bercorak kontekstual melalui proses penyadaran.
Contoh klasik adalah ketika Kyai menjelaskan surat al-Maun kepada santri-santrinya secara
berulang-ulang sampai santri itu menyadari bahwa surat itu menganjurkan supaya kita
memperhatikan dan menolong fakir-miskin, dan harus mengamalkan isinya. Setelah santri-santri

itu mengamalkan perintah itu baru diganti surat berikutnya. Ada semangat yang musti
dikembangkan oleh pendidik Muhammadiyah, yaitu bagaimana merumuskan sistem pendidikan
ala al-Maun sebagaimana dipraktekan Kyai Dahlan.
Anehnya, yang diwarisi oleh warga Muhammadiyah adalah teknik pendidikannya, bukan
cita-cita pendidikan, sehingga tidak aneh apabila ada yang tidak mau menerima inovasi
pendidikan. Inovasi pendidikan dianggap sebagai bidah. Sebenarnya, yang harus kita tangkap
dari Kyai Dahlan adalah semangat untuk melakukan perombakan atau etos pembaruan, bukan
bentuk atau hasil ijtihadnya. Menangkap api tajdid, bukan arangnya. Dalam konteks pencarian
pendidikan integralistik yang mampu memproduksi ulama-intelek-profesional, gagasan Abdul
Mukti Ali menarik disimak. Menurutnya, sistem pendidikan dan pengajaran agama Islam di
Indonesia ini yang paling baik adalah sistem pendidikan yang mengikuti sistem pondok
pesantren karena di dalamnya diresapi dengan suasana keagamaan, sedangkan sistem pengajaran
mengikuti sistem madrasah/sekolah, jelasnya madrasah/sekolah dalam pondok pesantren adalah
bentuk sistem pengajaran dan pendidikan agama Islam yang terbaik. Dalam semangat yang
sama, belakangan ini sekolah-sekolah Islam tengah berpacu menuju peningkatan mutu
pendidikan. Salah satu model pendidikan terbaru adalah full day school, sekolah sampai sore
hari, tidak terkecuali di lingkungan Muhammadiyah.
Pada awal perkembangannya, tujuan yang diprogramkannya Muhamadiyah yaitu :
Menyebarkan pengajaran agama Nabi Muhammad SAW kepada penduduk bumi putera residensi
Yogyakarta dan memajukan agama kepada ahli-ahlinya (Amir Hamzah Wirjo Soekarno, ms: 30).
Tujuan itu terungkap dalam usaha untuk menegakan dan menjunjung tinggi agama Islam yang
sebenar-benarnya. Dan pada prinsipnya, sebagaimana dikemukakan Deliar Noer bahwa bagi
Muhamadiiyah, masalah pokok adalah pembinan umat yang diridhoi Alloh.
Tujuan yang dirumuskan dinilai dengan kondisi dan kebutuhan umat Islam pada masa itu,
terutama di Yogyakarta dan sekitarnya. K.H Ahmad Dahlan melalui pengamatannya yaitu
mengembalikan umat Islam kepada ajarannya yang murni. Usaha dan pemurnian akan lebih
efektif dilakukan dengan mengadakan pembaharuan di bidang pendidikan.
Pada tahun 1977 dirumuskan tujuan pendidikan Muhamadiyah secara umum: Terwujudnya
manusia muslim yang berakhlak mulia, cakap, percaya pada diri sendiri, berguna bagi
masyarakat dan negara. Beramal menuju terwujudnya masyarakat islam yang sebenar-benarnya.

Menajukan dan memperkembangkan ilmu pengetahuan dan ketrampilan untuk pembangunan


dan masyarakat negara republik Indonesia yang berdasar pancasila dan UUD 1945
KESIMPULAN
Muhammadiyah didirikan untuk menyerukan pentingnya kembali pada Al Quran dan
Sunnah sebagai usaha mengatasi perbuatan menyimpang dalam kehidupan beragama umat islam
di Indonesia yang melakukan praktik takhayul, bidah, dan kurafat dengan tidak mendasarkan
dirinya pada madzhab atau pemikiran tertentu. Dari latar belakang yang demikian, membuat
Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah dan didalamnya didirikan Lembaga Pendidikan
yang disesuaikan dengan sistem pendidikan Islam agar tidak terisolasi. Bahwa pada dasarnya
pendidikan di sekolah-sekolah Muhammadiyah cenderung mengarah kepada pendidikan umum.
Dalam pelaksanaan pendidikannya Muhammadiyah merupakan sistem pendidikan yang
memadukan antara sistem pendidikan pesantren dengan sistem pendidikan sekolah, menjadi
sistem pendidikan madrasah atau sekolah agama.
Adapun tujuan utama Muhammadiyah adalah:
a. Mengembalikan amal dan perjuangan umat pada sumber Al Quran dan Hadist, bersih
dari Bidah dan khurafat.
b. Menafsirkan ajaran-ajaran Islam secara modern.
c. Memperbaharui sistem pendidikan Islam secara modern sesuai dengan kehendak dan

kemajuan jaman.
d. Membebaskan umat dari ikatan-ikatan tradisionalisme, konservatisme, taqlidisme dan
formalisme yang membelenggu kehidupan umat.
nuhariani.blogspot.com/2012/10/system-pendidikan-muhammadiyah.html

Anda mungkin juga menyukai