DOSEN PENGAMPU :
Dra. MINDAUDAH, M.Pd.
PENYUSUN :
1. REKSA BAGUS SAJIWO SATRIO LEKSONO (208002) PENJAS 2020 C
2. GRENDA YOGA PRIBADI (208029) PENJAS 2020 C
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka
penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Sumber Ajaran Agama
Islam (Sunatullah/Hadits) ”.
Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan baik pada
teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk
itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan
pembuatan makalah ini.
Akhirnya penulis berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal pada
mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai
ibadah. Amiin Yaa Robbal ‘Alamiin.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
A. LATAR BELAKANG...................................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH...............................................................................................1
C. TUJUAN………………................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................2
A. HADIST…………………………….……….………………………………….…..2
B. STUKTUR HADITS……………………………………………………………….2
C. KLASIFIKASI HADITS……………………………………………………...…....4
BAB 3 PENUTUP....................................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................16
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Hadits Nabi telah ada sejak awal perkembangan Islam adalah sebuah
kenyataan yang tak dapat diragukan lagi.Hadits Nabi merupakan sumber ajaran Islam,
di samping al-Qur’an.“Hadits atau disebut juga dengan Sunnah, adalah segala sesuatu
yang bersumber atau didasarkan kepada Nabi SAW., baik berupa perketaan,
perbuatan, atau taqrir-nya.Hadits sebagai sumber ajaran Islam setelah al-Qur’an,
sejarah perjalanan hadits tidak terpisahkan dari sejarah perjalanan Islam itu
sendiri.Akan tetepi, dalam beberapa hal terdapat ciri-ciri tertentu yang spesifik,
sehingga dalam mempelajarinya diperlukan pendekatan khusus”.
Hadits merupakan sumber ajaran agama Islam, pedoman hidup kaum muslimin
yang kedua setelah Al-quran, Bagi mereka yang telah beriman kepada Al-quran
sebagai sumber hukum, maka secara otomatis harus percaya bahwa hadits sebagai
sumber hukum islam juga. Apabila hadits tidak berfungsi sebagai sumber hukum,
maka kaum muslimin akan menghadapi kesulitan-kesulitan dalam hal cara shalat,
kadar dan ketentuan zakat, cara haji dan lain sebagainya. sebab ayat-ayat Al-quran
dalam hal itu hanya berbicara secara global dan umum, yang menjelaskan secara
terperinci justru Sunnah Rasulullah, selain itu juga akan mendapat kesukaran-
kesukaran dalam hal menafsirkan ayat-ayat yang musytarak, dan muhtamal, dan
sebagainya yang mau tidak mau memerlukan hadits atau sunnah untuk
menafsirkannya atau menjelaskanya.
Pemahaman Umat terhadap Islam harus melalui Al-quran dan Al-hadits. Teks
Al-quran yang global memerlukan penjelasan dari Hadits. Pada masa Nabi, Umat
Islam tidak mendapat kendala dalam memahami Al-quran maupun Hadits. Tetapi
setelah Nabi wafat, timbul permasalahan berkaitan pemahaman terhadap Al-quran
ataupun Hadits. Penyelamatan terhadap Al-quran telah lebih dahulu dilakukan yang
kemudian disusul dengan pendewanan hadits sekitar seratus tahun kemudian.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan Hadits ?
2. Bagaimana struktur Hadits?
3. Bagaimana pengklasifikasian dari Hadits?
C. TUJUAN
1. Menjelaskan tentang Hadist.
2. Memaparkan struktur Hadits.
3. Memaparkan klasifikasi dari Hadits.
1
BAB II
PEMBAHASAN
SUMBER AJARAN ISLAM (HADITS)
A. Pengertian Hadits
B. Struktur Hadist
Secara struktur hadits terdiri atas dua komponen utama yakni sanad/isnad (rantai
penutur) dan matan (redaksi). Contoh: Musaddad mengabari bahwa Yahya
menyampaikan sebagaimana diberitakan oleh Syu’bah, dari Qatadah dari Anas dari
Rasulullah bahwa dia bersabda: “Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian
sehingga ia cinta untuk saudaranya apa yang ia cinta untuk dirinya sendiri” (hadits
riwayat Bukhari)
i. Sanad
Sanad ialah rantai penutur/rawi (periwayat) hadits. Rawi adalah masing-masing
orang yang menyampaikan hadits tersebut (dalam contoh di atas: Bukhari, Musaddad,
Yahya, Syu’bah, Qatadah dan Anas). Awal sanad ialah orang yang mencatat hadits
tersebut dalam bukunya (kitab hadits); orang ini disebut mudawwin atau mukharrij.
Sanad merupakan rangkaian seluruh penutur itu mulai dari mudawwin hingga
mencapai Rasulullah. Sanad memberikan gambaran keaslian suatu riwayat. Jika
diambil dari contoh sebelumnya maka sanad hadits bersangkutan adalah :
Al-Bukhari –> Musaddad –> Yahya –> Syu’bah –> Qatadah –> Anas –> Nabi
Muhammad
2
Sebuah hadits dapat memiliki beberapa sanad dengan jumlah penutur/rawi yang
bervariasi dalam lapisan sanadnya; lapisan dalam sanad disebut dengan thabaqah.
Signifikansi jumlah sanad dan penutur dalam tiap thabaqah sanad akan menentukan
derajat hadits tersebut, hal ini dijelaskan lebih jauh pada klasifikasi hadits.
Jadi yang perlu dicermati dalam memahami hadits terkait dengan sanadnya ialah :
- Keutuhan sanadnya
- Jumlahnya
- Perawi akhirnya
Sebenarnya, penggunaan sanad sudah dikenal sejak sebelum datangnya Islam. Hal ini
diterapkan di dalam mengutip berbagai buku dan ilmu pengetahuan lainnya. Akan
tetapi mayoritas penerapan sanad digunakan dalam mengutip hadits-hadits nabawi.
ii. Rawi
Rawi adalah orang-orang yang menyampaikan suatu hadits. Sifat-sifat rawi yang
ideal adalah:
- Bukan pendusta atau tidak dituduh sebagai pendusta
- Tidak banyak salahnya
- Teliti
- Tidak fasik
- Tidak dikenal sebagai orang yang ragu-ragu (peragu)
- Bukan ahli bid’ah
- Kuat ingatannya (hafalannya)
- Tidak sering bertentangan dengan rawi-rawi yang kuat
- Sekurangnya dikenal oleh dua orang ahli hadits pada jamannya.
Sifat-sifat para rawi ini telah dicatat dari zaman ke zaman oleh ahli-ahli hadits yang
semasa, dan disalin dan dipelajari oleh ahli-ahli hadits pada masa-masa yang
berikutnya hingga ke masa sekarang. Rawi yang tidak ada catatannya dinamakan
maj’hul, dan hadits yang diriwayatkannya tidak boleh diterima.
iii. Matan
Matan ialah redaksi dari hadits, dari contoh sebelumnya maka matan hadits
bersangkutan ialah: “Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian sehingga ia
cinta untuk saudaranya apa yang ia cinta untuk dirinya sendiri”
Terkait dengan matan atau redaksi, maka yang perlu dicermati dalam mamahami
hadits ialah:
- Ujung sanad sebagai sumber redaksi, apakah berujung pada Nabi Muhammad
atau bukan,
- Matan hadits itu sendiri dalam hubungannya dengan hadits lain yang lebih kuat
sanadnya (apakah ada yang melemahkan atau menguatkan) dan selanjutnya
dengan ayat dalam Al Quran (apakah ada yang bertolak belakang).
3
C. Klasifikasi Hadist
Hadits dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria yakni bermulanya ujung
sanad, keutuhan rantai sanad, jumlah penutur (rawi) serta tingkat keaslian hadits
(dapat diterima atau tidaknya hadits bersangkutan).
1. Hadits Marfu’ adalah hadits yang sanadnya berujung langsung pada Nabi
Muhammad (contoh: hadits di atas)
2. Hadits Mauquf adalah hadits yang sanadnya terhenti pada para sahabat nabi tanpa
ada tanda-tanda baik secara perkataan maupun perbuatan yang menunjukkan
derajat marfu’. Contoh: Al Bukhari dalam kitab Al-Fara’id (hukum waris)
menyampaikan bahwa Abu Bakar, Ibnu Abbas dan Ibnu Al-Zubair mengatakan:
“Kakek adalah (diperlakukan seperti) ayah”. Pernyataan dalam contoh itu tidak
jelas, apakah berasal dari Nabi atau sekedar pendapat para sahabat. Namun jika
ekspresi yang digunakan sahabat adalah seperti “Kami diperintahkan..”, “Kami
dilarang untuk…”, “Kami terbiasa… jika sedang bersama Rasulullah”, maka
derajat hadits tersebut tidak lagi mauquf melainkan setara dengan marfu’.
3. Hadits Maqthu’adalah hadits yang sanadnya berujung pada para tabi’in (penerus)
atau sebawahnya. Contoh hadits ini adalah: Imam Muslim meriwayatkan dalam
pembukaan sahihnya bahwa Ibnu Sirin mengatakan: “Pengetahuan ini (hadits)
adalah agama, maka berhati-hatilah kamu darimana kamu mengambil agamamu”.
Keaslian hadits yang terbagi atas golongan ini sangat bergantung pada beberapa
faktor lain seperti keadaan rantai sanad maupun penuturnya. Namun klasifikasi ini
tetap sangat penting mengingat klasifikasi ini membedakan ucapan dan tindakan
Rasulullah dari ucapan para sahabat maupun tabi’in di mana hal ini sangat
membantu dalam area perkembangan dalam fikih (Suhaib Hasan, Science of
Hadits).
1. Hadits Musnad. Sebuah hadits tergolong musnad apabila urutan sanad yang
dimiliki hadits tersebut tidak terpotong pada bagian tertentu. Urut-urutan penutur
memungkinkan terjadinya penyampaian hadits berdasarkan waktu dan kondisi,
4
yakni rawi-rawi itu memang diyakini telah saling bertemu dan menyampaikan
hadits. Hadits ini juga dinamakanmuttashilus sanadatau maushul.
2. Hadits Mursal, bila penutur 1 tidak dijumpai atau dengan kata lain seorang tabi’in
menisbatkan langsung kepada Rasulullah (contoh: seorang tabi’in (penutur 2)
mengatakan “Rasulullah berkata…” tanpa ia menjelaskan adanya sahabat yang
menuturkan kepadanya).
3. Hadits Munqathi’, bila sanad putus pada salah satu penutur, atau pada dua
penutur yang tidak berturutan, selain shahabi.
4. Hadits Mu’dlal, bila sanad terputus pada dua generasi penutur berturut-turut.
5. Hadits Mu’allaq, bila sanad terputus pada penutur 5 hingga penutur 1, alias tidak
ada sanadnya. Contoh: “Seorang pencatat hadits mengatakan, telah sampai
kepadaku bahwa Rasulullah mengatakan….”tanpa ia menjelaskan sanad antara
dirinya hingga Rasulullah.
6. Hadits Mudallas, bila salah satu rawi mengatakan “..si A berkata..” atau “Hadits
ini dari si A..” tanpa ada kejelasan “..kepada saya..”; yakni tidak tegas
menunjukkan bahwa hadits itu disampaikan kepadanya secara langsung. Bisa jadi
antara rawi tersebut dengan si A ada rawi lain yang tidak terkenal, yang tidak
disebutkan dalam sanad. Hadits ini disebut juga hadits yang disembunyikan
cacatnya karena diriwayatkan melalui sanad yang memberikan kesan seolah-olah
tidak ada cacatnya, padahal sebenarnya ada, atau hadits yang ditutup-tutupi
kelemahan sanadnya.
5
4. Aziz, bila terdapat dua jalur sanad (dua penutur pada salah satu lapisan, pada
lapisan lain lebih banyak)
5. Masyhur, bila terdapat lebih dari dua jalur sanad (tiga atau lebih penutur pada
salah satu lapisan, dan pada lapisan lain lebih banyak) namun tidak mencapai
derajat mutawatir. Dinamai juga hadits mustafidl.
1. Hadits Sahih, yakni tingkatan tertinggi penerimaan pada suatu hadits. Hadits
shahih memenuhi persyaratan sebagai berikut:
- Sanadnya bersambung (lihat Hadits Musnad di atas);
- Diriwayatkan oleh para penutur/rawi yang adil, memiliki sifat istiqomah,
berakhlak baik, tidak fasik, terjagamuruah(kehormatan)-nya, dan kuat
ingatannya.
- Pada saat menerima hadits, masing-masing rawi telah cukup umur
(baligh) dan beragama Islam.
- Matannya tidak mengandung kejanggalan/bertentangan (syadz) serta
tidak ada sebab tersembunyi atau tidak nyata yang mencacatkan hadits
(’illat).
2. Hadits Hasan, bila hadits yang tersebut sanadnya bersambung, namun ada
sedikit kelemahan pada rawi(-rawi)nya; misalnya diriwayatkan oleh rawi
yang adil namun tidak sempurna ingatannya. Namun matannya tidak syadz
atau cacat.
3. Hadits Dhaif(lemah), ialah hadits yang sanadnya tidak bersambung (dapat
berupa hadits mauquf, maqthu’, mursal, mu’allaq, mudallas, munqathi’ atau
mu’dlal), atau diriwayatkan oleh orang yang tidak adil atau tidak kuat
ingatannya, atau mengandung kejanggalan atau cacat.
4. Hadits Maudlu’, bila hadits dicurigai palsu atau buatan karena dalam rantai
sanadnya dijumpai penutur yang dikenal sebagai pendusta.
Adapun beberapa jenis hadits lainnya yang tidak disebutkan dari klasifikasi di
atas antara lain:
- Hadits Matruk, yang berarti hadits yang ditinggalkan yaitu hadits yang hanya
diriwayatkan oleh seorang rawi saja dan rawi itu dituduh berdusta.
6
- Hadits Mungkar, yaitu hadits yang hanya diriwayatkan oleh seorang rawi
yang lemah yang bertentangan dengan hadits yang diriwayatkan oleh rawi
yang tepercaya/jujur.
- Hadits Mu’allal, artinya hadits yang dinilai sakit atau cacat yaitu hadits yang
di dalamnya terdapat cacat yang tersembunyi (’illat). Menurut Ibnu Hajar Al
Atsqalanibahwa hadits Mu’allal ialah hadits yang nampaknya baik tetapi
setelah diselidiki ternyata ada cacatnya. Hadits ini biasa juga disebut hadits
Ma’lul (yang dicacati) dan disebut hadits Mu’tal (hadits sakit atau cacat).
- Hadits Mudlthorib, artinya hadits yang kacau yaitu hadits yang diriwayatkan
oleh seorang rawi melalui beberapa sanad dengan matan (isi) kacau atau tidak
sama atau bahkan kontradiksi dengan yang dikompromikan
- Hadits Maqlub, yakni hadits yang terbalik yaitu hadits yang diriwayatkan
oleh rawi yang dalamnya tertukar dengan mendahulukan yang belakang atau
sebaliknya, baik dalam hal matan (isi) atau sanad (silsilah)
- Hadits Gholia, yaitu hadits yang terbalik sebagian lafalnya hingga
pengertiannya berubah
- Hadits Mudraj, yaitu hadits yang mengalami penambahan isi oleh rawi,
misalnya penjelasan-penjelasan yang bukan berasal dari Nabi.
- Hadits Syadz, hadits yang jarang yaitu hadits yang diriwayatkan oleh rawi
yang tepercaya namun bertentangan dengan hadits lain yang diriwayatkan
dari rawi-rawi yang lain. Hadits syadz bisa jadi berderajat shahih, akan tetapi
berlawanan isi dengan hadits shahih yang lebih kuat sanadnya. Hadits yang
lebih kuat sanadnya ini dinamakan Hadits Mahfuzh.
7
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
8
DAFTAR PUSTAKA