Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SUMBER AJARAN AGAMA ISLAM


(HADITS)

DOSEN PENGAMPU :
Dra. MINDAUDAH, M.Pd.

PENYUSUN :
1. REKSA BAGUS SAJIWO SATRIO LEKSONO (208002) PENJAS 2020 C
2. GRENDA YOGA PRIBADI (208029) PENJAS 2020 C

STKIP PGRI JOMBANG


PRODI PENDIDIKAN JASMANI
2020/2021

Jl. Pattimura III/20 Jombang 61418


Telp : 0321-861319 /Fax : 0321-854619
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka
penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Sumber Ajaran Agama
Islam (Sunatullah/Hadits) ”.
Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan baik pada
teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk
itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan
pembuatan makalah ini.
Akhirnya penulis berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal pada
mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai
ibadah. Amiin Yaa Robbal ‘Alamiin.

Jombang, 15 Juni 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..............................................................................................................i

DAFTAR ISI ............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN .........................................................................................................1

A. LATAR BELAKANG...................................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH...............................................................................................1
C. TUJUAN………………................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................2

A. HADIST…………………………….……….………………………………….…..2
B. STUKTUR HADITS……………………………………………………………….2
C. KLASIFIKASI HADITS……………………………………………………...…....4

BAB 3 PENUTUP....................................................................................................................8

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................16

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Hadits Nabi telah ada sejak awal perkembangan Islam adalah sebuah
kenyataan yang tak dapat diragukan lagi.Hadits Nabi merupakan sumber ajaran Islam,
di samping al-Qur’an.“Hadits atau disebut juga dengan Sunnah, adalah segala sesuatu
yang bersumber atau didasarkan kepada Nabi SAW., baik berupa perketaan,
perbuatan, atau taqrir-nya.Hadits sebagai sumber ajaran Islam setelah al-Qur’an,
sejarah perjalanan hadits tidak terpisahkan dari sejarah perjalanan Islam itu
sendiri.Akan tetepi, dalam beberapa hal terdapat ciri-ciri tertentu yang spesifik,
sehingga dalam mempelajarinya diperlukan pendekatan khusus”.
Hadits merupakan sumber ajaran agama Islam, pedoman hidup kaum muslimin
yang kedua setelah Al-quran, Bagi mereka yang telah beriman kepada Al-quran
sebagai sumber hukum, maka secara otomatis harus percaya bahwa hadits sebagai
sumber hukum islam juga. Apabila hadits tidak berfungsi sebagai sumber hukum,
maka kaum muslimin akan menghadapi kesulitan-kesulitan dalam hal cara shalat,
kadar dan ketentuan zakat, cara haji dan lain sebagainya. sebab ayat-ayat Al-quran
dalam hal itu hanya berbicara secara global dan umum, yang menjelaskan secara
terperinci justru Sunnah Rasulullah, selain itu juga akan mendapat kesukaran-
kesukaran dalam hal menafsirkan ayat-ayat yang musytarak, dan muhtamal, dan
sebagainya yang mau tidak mau memerlukan hadits atau sunnah untuk
menafsirkannya atau menjelaskanya.
Pemahaman Umat terhadap Islam harus melalui Al-quran dan Al-hadits. Teks
Al-quran yang global memerlukan penjelasan dari Hadits. Pada masa Nabi, Umat
Islam tidak mendapat kendala dalam memahami Al-quran maupun Hadits. Tetapi
setelah Nabi wafat, timbul permasalahan berkaitan pemahaman terhadap Al-quran
ataupun Hadits. Penyelamatan terhadap Al-quran telah lebih dahulu dilakukan yang
kemudian disusul dengan pendewanan hadits sekitar seratus tahun kemudian.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan Hadits ?
2. Bagaimana struktur Hadits?
3. Bagaimana pengklasifikasian dari Hadits?

C. TUJUAN
1. Menjelaskan tentang Hadist.
2. Memaparkan struktur Hadits.
3. Memaparkan klasifikasi dari Hadits.

1
BAB II
PEMBAHASAN
SUMBER AJARAN ISLAM (HADITS)

A. Pengertian Hadits

Hadits (bahasa Arab: ‫ ) الحديث‬adalah perkataan (sabda), perbuatan, ketetapan dan


persetujuan dari Nabi Muhammad yang dijadikan landasan syariat Islam. Hadits
dijadikan sumber hukum Islam selain al-Qur’an, dalam hal ini kedudukan hadits
merupakan sumber hukum kedua setelah al-Qur’an. Hadits secara harfiah berarti
“berbicara”, “perkataan” atau “percakapan”. Dalam terminologi Islam istilah hadits
berarti melaporkan, mencatat sebuah pernyataan dan tingkah laku dari Nabi
Muhammad.
Menurut istilah ulama ahli hadits, hadits yaitu apa yang diriwayatkan dari Nabi
Muhammad , baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapannya (Arab: taqrîr), sifat
jasmani atau sifat akhlak, perjalanan setelah diangkat sebagai Nabi (Arab: bi’tsah) dan
terkadang juga sebelumnya, sehingga arti hadits di sini semakna dengan sunnah. Kata
hadits yang mengalami perluasan makna sehingga disinonimkan dengan sunnah, maka
pada saat ini bisa berarti segala perkataan (sabda), perbuatan, ketetapan maupun
persetujuan dari Nabi Muhammad yang dijadikan ketetapan ataupun hukum.
Kedudukan Hadist sebagai sumber hukum Islam dijelaskan dalam Al-Qur’an surah
An-Nisa 4:65 yang artinya : Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak
beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka
perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan
terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.

B. Struktur Hadist
Secara struktur hadits terdiri atas dua komponen utama yakni sanad/isnad (rantai
penutur) dan matan (redaksi). Contoh: Musaddad mengabari bahwa Yahya
menyampaikan sebagaimana diberitakan oleh Syu’bah, dari Qatadah dari Anas dari
Rasulullah bahwa dia bersabda: “Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian
sehingga ia cinta untuk saudaranya apa yang ia cinta untuk dirinya sendiri” (hadits
riwayat Bukhari)

i. Sanad
Sanad ialah rantai penutur/rawi (periwayat) hadits. Rawi adalah masing-masing
orang yang menyampaikan hadits tersebut (dalam contoh di atas: Bukhari, Musaddad,
Yahya, Syu’bah, Qatadah dan Anas). Awal sanad ialah orang yang mencatat hadits
tersebut dalam bukunya (kitab hadits); orang ini disebut mudawwin atau mukharrij.
Sanad merupakan rangkaian seluruh penutur itu mulai dari mudawwin hingga
mencapai Rasulullah. Sanad memberikan gambaran keaslian suatu riwayat. Jika
diambil dari contoh sebelumnya maka sanad hadits bersangkutan adalah :
Al-Bukhari –> Musaddad –> Yahya –> Syu’bah –> Qatadah –> Anas –> Nabi
Muhammad

2
Sebuah hadits dapat memiliki beberapa sanad dengan jumlah penutur/rawi yang
bervariasi dalam lapisan sanadnya; lapisan dalam sanad disebut dengan thabaqah.
Signifikansi jumlah sanad dan penutur dalam tiap thabaqah sanad akan menentukan
derajat hadits tersebut, hal ini dijelaskan lebih jauh pada klasifikasi hadits.
Jadi yang perlu dicermati dalam memahami hadits terkait dengan sanadnya ialah :
- Keutuhan sanadnya
- Jumlahnya
- Perawi akhirnya
Sebenarnya, penggunaan sanad sudah dikenal sejak sebelum datangnya Islam. Hal ini
diterapkan di dalam mengutip berbagai buku dan ilmu pengetahuan lainnya. Akan
tetapi mayoritas penerapan sanad digunakan dalam mengutip hadits-hadits nabawi.

ii. Rawi
Rawi adalah orang-orang yang menyampaikan suatu hadits. Sifat-sifat rawi yang
ideal adalah:
- Bukan pendusta atau tidak dituduh sebagai pendusta
- Tidak banyak salahnya
- Teliti
- Tidak fasik
- Tidak dikenal sebagai orang yang ragu-ragu (peragu)
- Bukan ahli bid’ah
- Kuat ingatannya (hafalannya)
- Tidak sering bertentangan dengan rawi-rawi yang kuat
- Sekurangnya dikenal oleh dua orang ahli hadits pada jamannya.
Sifat-sifat para rawi ini telah dicatat dari zaman ke zaman oleh ahli-ahli hadits yang
semasa, dan disalin dan dipelajari oleh ahli-ahli hadits pada masa-masa yang
berikutnya hingga ke masa sekarang. Rawi yang tidak ada catatannya dinamakan
maj’hul, dan hadits yang diriwayatkannya tidak boleh diterima.

iii. Matan
Matan ialah redaksi dari hadits, dari contoh sebelumnya maka matan hadits
bersangkutan ialah: “Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian sehingga ia
cinta untuk saudaranya apa yang ia cinta untuk dirinya sendiri”

Terkait dengan matan atau redaksi, maka yang perlu dicermati dalam mamahami
hadits ialah:
- Ujung sanad sebagai sumber redaksi, apakah berujung pada Nabi Muhammad
atau bukan,
- Matan hadits itu sendiri dalam hubungannya dengan hadits lain yang lebih kuat
sanadnya (apakah ada yang melemahkan atau menguatkan) dan selanjutnya
dengan ayat dalam Al Quran (apakah ada yang bertolak belakang).

3
C. Klasifikasi Hadist
Hadits dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria yakni bermulanya ujung
sanad, keutuhan rantai sanad, jumlah penutur (rawi) serta tingkat keaslian hadits
(dapat diterima atau tidaknya hadits bersangkutan).

i. Berdasarkan ujung sanad


Berdasarkan klasifikasi ini hadits dibagi menjadi 3 golongan yakni marfu’
(terangkat), mauquf (terhenti) dan maqthu’:

1. Hadits Marfu’ adalah hadits yang sanadnya berujung langsung pada Nabi
Muhammad (contoh: hadits di atas)
2. Hadits Mauquf adalah hadits yang sanadnya terhenti pada para sahabat nabi tanpa
ada tanda-tanda baik secara perkataan maupun perbuatan yang menunjukkan
derajat marfu’. Contoh: Al Bukhari dalam kitab Al-Fara’id (hukum waris)
menyampaikan bahwa Abu Bakar, Ibnu Abbas dan Ibnu Al-Zubair mengatakan:
“Kakek adalah (diperlakukan seperti) ayah”. Pernyataan dalam contoh itu tidak
jelas, apakah berasal dari Nabi atau sekedar pendapat para sahabat. Namun jika
ekspresi yang digunakan sahabat adalah seperti “Kami diperintahkan..”, “Kami
dilarang untuk…”, “Kami terbiasa… jika sedang bersama Rasulullah”, maka
derajat hadits tersebut tidak lagi mauquf melainkan setara dengan marfu’.
3. Hadits Maqthu’adalah hadits yang sanadnya berujung pada para tabi’in (penerus)
atau sebawahnya. Contoh hadits ini adalah: Imam Muslim meriwayatkan dalam
pembukaan sahihnya bahwa Ibnu Sirin mengatakan: “Pengetahuan ini (hadits)
adalah agama, maka berhati-hatilah kamu darimana kamu mengambil agamamu”.
Keaslian hadits yang terbagi atas golongan ini sangat bergantung pada beberapa
faktor lain seperti keadaan rantai sanad maupun penuturnya. Namun klasifikasi ini
tetap sangat penting mengingat klasifikasi ini membedakan ucapan dan tindakan
Rasulullah dari ucapan para sahabat maupun tabi’in di mana hal ini sangat
membantu dalam area perkembangan dalam fikih (Suhaib Hasan, Science of
Hadits).

ii. Berdasarkan keutuhan rantai/lapisan sanad


Berdasarkan klasifikasi ini hadits terbagi menjadi beberapa golongan yakni
Musnad, Mursal, Munqathi’, Mu’allaq, Mu’dlaldan Mudallas. Keutuhan rantai sanad
maksudnya ialah setiap penutur pada tiap tingkatan dimungkinkan secara waktu dan
kondisi untuk mendengar dari penutur di atasnya.
Ilustrasi sanad: Pencatat hadits > Penutur 5> Penutur 4> Penutur 3 (tabi’ut tabi’in) >
Penutur 2 (tabi’in) > Penutur 1 (para shahabi) > Rasulullah

1. Hadits Musnad. Sebuah hadits tergolong musnad apabila urutan sanad yang
dimiliki hadits tersebut tidak terpotong pada bagian tertentu. Urut-urutan penutur
memungkinkan terjadinya penyampaian hadits berdasarkan waktu dan kondisi,

4
yakni rawi-rawi itu memang diyakini telah saling bertemu dan menyampaikan
hadits. Hadits ini juga dinamakanmuttashilus sanadatau maushul.
2. Hadits Mursal, bila penutur 1 tidak dijumpai atau dengan kata lain seorang tabi’in
menisbatkan langsung kepada Rasulullah (contoh: seorang tabi’in (penutur 2)
mengatakan “Rasulullah berkata…” tanpa ia menjelaskan adanya sahabat yang
menuturkan kepadanya).
3. Hadits Munqathi’, bila sanad putus pada salah satu penutur, atau pada dua
penutur yang tidak berturutan, selain shahabi.
4. Hadits Mu’dlal, bila sanad terputus pada dua generasi penutur berturut-turut.
5. Hadits Mu’allaq, bila sanad terputus pada penutur 5 hingga penutur 1, alias tidak
ada sanadnya. Contoh: “Seorang pencatat hadits mengatakan, telah sampai
kepadaku bahwa Rasulullah mengatakan….”tanpa ia menjelaskan sanad antara
dirinya hingga Rasulullah.
6. Hadits Mudallas, bila salah satu rawi mengatakan “..si A berkata..” atau “Hadits
ini dari si A..” tanpa ada kejelasan “..kepada saya..”; yakni tidak tegas
menunjukkan bahwa hadits itu disampaikan kepadanya secara langsung. Bisa jadi
antara rawi tersebut dengan si A ada rawi lain yang tidak terkenal, yang tidak
disebutkan dalam sanad. Hadits ini disebut juga hadits yang disembunyikan
cacatnya karena diriwayatkan melalui sanad yang memberikan kesan seolah-olah
tidak ada cacatnya, padahal sebenarnya ada, atau hadits yang ditutup-tutupi
kelemahan sanadnya.

iii. Berdasarkan jumlah penutur


Jumlah penutur yang dimaksud adalah jumlah penutur dalam tiap tingkatan dari
sanad, atau ketersediaan beberapa jalur berbeda yang menjadi sanad hadits
tersebut. Berdasarkan klasifikasi ini hadits dibagi atas hadits mutawatir dan hadits
ahad.

1. Hadits Mutawatir, adalah hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok orang


dari beberapa sanad dan tidak terdapat kemungkinan bahwa mereka semua
sepakat untuk berdusta bersama akan hal itu. Jadi hadits mutawatir memiliki
beberapa sanad dan jumlah penutur pada tiap lapisan generasi (thaqabah)
berimbang. Para ulamaberbeda pendapat mengenai jumlah sanad minimum
hadits mutawatir (sebagian menetapkan 20 dan 40 orang pada tiap lapisan
sanad). Hadits mutawatir sendiri dapat dibedakan antara dua jenis yakni
mutawatir lafzhy (lafaz redaksional sama pada tiap riwayat) dan ma’nawy
(pada redaksional terdapat perbedaan namun makna sama pada tiap riwayat).
2. Hadits Ahad, hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok orang namun tidak
mencapai tingkatan mutawatir. Hadits ahad kemudian dibedakan atas tiga
jenis antara lain :
3. Gharib, bila hanya terdapat satu jalur sanad (pada salah satu lapisan terdapat
hanya satu penutur, meski pada lapisan lain mungkin terdapat banyak
penutur)

5
4. Aziz, bila terdapat dua jalur sanad (dua penutur pada salah satu lapisan, pada
lapisan lain lebih banyak)
5. Masyhur, bila terdapat lebih dari dua jalur sanad (tiga atau lebih penutur pada
salah satu lapisan, dan pada lapisan lain lebih banyak) namun tidak mencapai
derajat mutawatir. Dinamai juga hadits mustafidl.

iv. Berdasarkan tingkat keaslian hadits

Kategorisasi tingkat keaslian hadits adalah klasifikasi yang paling penting


dan merupakan kesimpulan terhadap tingkat penerimaan atau penolakan terhadap
hadits tersebut. Tingkatan hadits pada klasifikasi ini terbagi menjadi 4 tingkat
yakni shahih, hasan, dla’if dan maudlu’.

1. Hadits Sahih, yakni tingkatan tertinggi penerimaan pada suatu hadits. Hadits
shahih memenuhi persyaratan sebagai berikut:
- Sanadnya bersambung (lihat Hadits Musnad di atas);
- Diriwayatkan oleh para penutur/rawi yang adil, memiliki sifat istiqomah,
berakhlak baik, tidak fasik, terjagamuruah(kehormatan)-nya, dan kuat
ingatannya.
- Pada saat menerima hadits, masing-masing rawi telah cukup umur
(baligh) dan beragama Islam.
- Matannya tidak mengandung kejanggalan/bertentangan (syadz) serta
tidak ada sebab tersembunyi atau tidak nyata yang mencacatkan hadits
(’illat).
2. Hadits Hasan, bila hadits yang tersebut sanadnya bersambung, namun ada
sedikit kelemahan pada rawi(-rawi)nya; misalnya diriwayatkan oleh rawi
yang adil namun tidak sempurna ingatannya. Namun matannya tidak syadz
atau cacat.
3. Hadits Dhaif(lemah), ialah hadits yang sanadnya tidak bersambung (dapat
berupa hadits mauquf, maqthu’, mursal, mu’allaq, mudallas, munqathi’ atau
mu’dlal), atau diriwayatkan oleh orang yang tidak adil atau tidak kuat
ingatannya, atau mengandung kejanggalan atau cacat.
4. Hadits Maudlu’, bila hadits dicurigai palsu atau buatan karena dalam rantai
sanadnya dijumpai penutur yang dikenal sebagai pendusta.

v. Jenis-jenis Hadist lain

Adapun beberapa jenis hadits lainnya yang tidak disebutkan dari klasifikasi di
atas antara lain:

- Hadits Matruk, yang berarti hadits yang ditinggalkan yaitu hadits yang hanya
diriwayatkan oleh seorang rawi saja dan rawi itu dituduh berdusta.

6
- Hadits Mungkar, yaitu hadits yang hanya diriwayatkan oleh seorang rawi
yang lemah yang bertentangan dengan hadits yang diriwayatkan oleh rawi
yang tepercaya/jujur.
- Hadits Mu’allal, artinya hadits yang dinilai sakit atau cacat yaitu hadits yang
di dalamnya terdapat cacat yang tersembunyi (’illat). Menurut Ibnu Hajar Al
Atsqalanibahwa hadits Mu’allal ialah hadits yang nampaknya baik tetapi
setelah diselidiki ternyata ada cacatnya. Hadits ini biasa juga disebut hadits
Ma’lul (yang dicacati) dan disebut hadits Mu’tal (hadits sakit atau cacat).
- Hadits Mudlthorib, artinya hadits yang kacau yaitu hadits yang diriwayatkan
oleh seorang rawi melalui beberapa sanad dengan matan (isi) kacau atau tidak
sama atau bahkan kontradiksi dengan yang dikompromikan
- Hadits Maqlub, yakni hadits yang terbalik yaitu hadits yang diriwayatkan
oleh rawi yang dalamnya tertukar dengan mendahulukan yang belakang atau
sebaliknya, baik dalam hal matan (isi) atau sanad (silsilah)
- Hadits Gholia, yaitu hadits yang terbalik sebagian lafalnya hingga
pengertiannya berubah
- Hadits Mudraj, yaitu hadits yang mengalami penambahan isi oleh rawi,
misalnya penjelasan-penjelasan yang bukan berasal dari Nabi.
- Hadits Syadz, hadits yang jarang yaitu hadits yang diriwayatkan oleh rawi
yang tepercaya namun bertentangan dengan hadits lain yang diriwayatkan
dari rawi-rawi yang lain. Hadits syadz bisa jadi berderajat shahih, akan tetapi
berlawanan isi dengan hadits shahih yang lebih kuat sanadnya. Hadits yang
lebih kuat sanadnya ini dinamakan Hadits Mahfuzh.

7
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan

Dari pembahasan ini dapat disimpulkan bahwa:


Kata "Hadits" atau al-hadits menurut bahasa berarti al-jadid (sesuatu yang baru),
lawan kata dari al-qadim (sesuatu yang lama). Kata hadits juga berarti al-khabar (berita), yaitu
sesuatu yang dipercakapkan dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain. Kata
jamaknya, ialah al-hadist.
Hadits ataupun Sunnah, dapat dibagi menjadi tiga macam hadits yaitu Hadits Qauli.
Hadits Fi’il dan . Hadits Taqriri.Sedangkan kedudukan hadits terhadap al-qur’an dalam
hukum islam, hadits menjadi sumber hukum kedua setelah Al-qur`an .penetapan hadits
sebagai sumber kedua ditunjukan oleh tiga hal, yaitu Al qur`an sendiri, kesepakatan (ijma`)
ulama, dan logika akal sehat (ma`qul).
Fungsi Hadits Terhadap Al-Qur’an adalah Al-Quran menekankan bahwa Rasul
SAW.berfungsi menjelaskan maksud firman-firman Allah (QS 16:44). Penjelasan atau bayan
tersebut dalam pandangan sekian banyak ulama beraneka ragam bentuk dan sifat serta
fungsinya.
a) Hadist menguatkan hukum yang ditetapkan Al-qur`an
b) Hadits memberikan rincian terhadap pernyataan Al qur`an yang masih bersifat global.
c) Hadits membatasi kemutlakan ayat Al qur`an .Misalnya Al qur`an mensyariatkan
wasiat
d) Hadits memberikan pengecualian terhadap pernyataan Al Qur`an yang bersifat umum
e) Hadits menetapkan hukum baru yang tidak ditetapkan oleh Al-qur`an. Al-qur`an
bersifat global, banyak hal yang hukumnya tidak ditetapkan secara pasti .Dalam hal
ini, hadits berperan menetapkan hukum yang belum ditetapkan oleh Al-qur`an,

8
DAFTAR PUSTAKA

- Ash-Shiddieqy, Teungku M. Hasbi, 1999, Sejarah dan pengantar Ilmu Hadits,


Semarang:PT. Pustaka Rizki Putra.
- Ismail ,M.Syuhudi . 1989. Pengantar Ilmu Hadits. Ujung Pandang: Berkah Ujung
Pandang
- Mudasir. 1999.Ilmu Hadits. Bandung. Pustaka Setia

Anda mungkin juga menyukai