Anda di halaman 1dari 15

TUGAS MAKALAH

KHABAR, ATSAR, DAN SUNNAH DALAM


PENAMAAN HADITS

DISUSUN OLEH :
ALDI PRAMONO
2200018338
G

PROGRAM STUDI INFORMATIKA


FAKULTAS TEKNOLOGI INDDUSTRI
UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN
2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ini tentang “ Khabar, atsar, dan
sunnah dalam penamaan hadits “.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan saya berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa
pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi saya sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman . Untuk itu saya
sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan
makalah ini. Terimakasih !

Yogyakarta, 7 November 2022


Penulis

Aldi Pramono
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................... 2

BAB I ............................................................................................................................... 4

PENDAHULUAN ........................................................................................................... 4

A. Latar belakang .................................................................................................... 4

B. Rumusan Masalah .............................................................................................. 4

BAB II ............................................................................................................................. 5

PENEGASAN JUDUL ................................................................................................... 5

BAB III ............................................................................................................................ 6

PEMBAHASAN ............................................................................................................. 6

A. Defenisi Hadist, Sunah, Khabar dan Atsar ........................................................ 6


a. Hadist ................................................................................................................. 6
b. Sunnah................................................................................................................ 6
c. Khabar ................................................................................................................ 7
d. Atsar ................................................................................................................... 8

B. Perbedaan Hadits dengan Sunnah, Khabar dan Atsar ....................................... 9

C. Bentuk Bentuk hadits ....................................................................................... 10

BAB IV .......................................................................................................................... 13

PENDAPAT DAN PEMIKIRAN PENULIS ............................................................. 13

BAB V............................................................................................................................ 14

PENUTUP ..................................................................................................................... 14

A. KESIMPULAN ................................................................................................ 14

B. SARAN ............................................................................................................ 14

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 15


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Hukum islam yang memiliki kedudukan setelah Al-Qur'an yaitu hadits, Dengan
perkembangan ilmu hadits (ulumul hadits) untuk tujuan memperjelas tentang kualitas hadist
jika matan atau sanad telah ditemukan. Sehingga dapat ditemukan mana hadist yang layak
hujjah ataupun tidak layak sebagai hujjah. Disini itu hadits mempunyai fungsi lain untuk
mengklarifikasikan apa yang terkandung dalam Al-Qur'an didunia. Untuk memahami tentang
hadits dan Al-Qur'an membutuhkan alat dalam bentuk ilmu pengetahuan sehingga dalam
mempelajari baik dan buruknya.

Hadits Nabi merupakan sumber ajaran Islam, di samping al-Qur'an. "Hadits atau disebut
juga dengan Sunnah, adalah segala sesuatu yang bersumber atau didasarkan kepada Nabi SAW.,
baik berupa perkataan, perbuatan, atau taqrir-nya. Hadits, sebagai sumber ajaran Islam setelah
al-Qur'an, sejarah perjalanan hadits tidak terpisahkan dari sejarah perjalanan Islam itu sendiri.

Hadits Nabi yang berkembang pada zaman Nabi (sumber aslinya), lebih banyak
berlangsung secara hafalan dari pada secara tulisan. Penyebabnya adalah Nabi sendiri melarang
para sahabat untuk menulis hadits-nya, dan menurut penulis karakter orang-orang Arab sangat
kuat hafalannya dan suka menghafal, dan ada kehawatiran bercampur dengan al-Qur'an.
Dengan kenyataan ini, sangat logis sekali bahwa tidak seluruh hadits Nabi terdokumentasi pada
zaman Nabi secara keseluruhan.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah pengertian Hadits?

2. Apakah bentuk-bentuk hadits?

3. Apakah pengertian Khabar?

4. Apakah pengertian Atsar?

5. Apakah persamaan dan perbedaan antara Hadis, Khabar, dan Atsar?


BAB II

PENEGASAN JUDUL

Sebagai langkah awal untuk memahami judul makalah ini, dan untuk
menghindari kesalahpahaman, maka penulis merasa perlu untuk menjelaskan
beberapa kata yang menjadi judul makalah ini. Adapun judul makalah yang dimaksudkan
adalah KHABAR, ATSAR, DAN SUNNAH DALAM PENAMAAN HADITS Adapun uraian
pengertian beberapa istilah yang terdapat dalam judul makalah ini yaitu, sebagai berikut:
Pada hakekatnya umat Islam di dunia ini sama dengan umat agama lain. Kesamaan
yang dimaksud dalam hal ini adalah sama-sama memiliki kitab sebagai pedomannya. Jika umat
kristen memiliki kitab Injil sebagai pedomannya, umat Hindu memiliki kitab Trimurti, dan
umat Budha yang memiliki kitab Weda sebagai pegangan hidupnya maka umat islam memilki
Kitab Al-Qur’an Al-Karim sebagai pedoman hidupnya. Kitab Al-Qur’an ini adalah mukjizat
yang diberikan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW yang di dalamnya terkandung nilai-
nilai kebenaran, ketetapan yang mutlak mengenai agama islam.

Oleh karena hal itu kami akan coba memaparkan dan memberikan penjelasan tentang
apa itu yang dimaksud dengan Al-Hadist, As-Sunnah, Khabar, Atsar
BAB III

PEMBAHASAN

A. Defenisi Hadist, Sunah, Khabar dan Atsar

a. Hadist

Hadist didalam Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya berbicara, perkataan dan
percakapan.' Hadis atau al-hadits menurut bahasa, berarti al-jadid (sesuatu yang baru).
Kata hadis juga berarti al-khabar (berita), yaitu sesuatu yang dipercakapkan dan
dipindahkan dari seseorang kepada orang lain, bentuk pluralya adalah al-ahadits. Dalam
Sharah al-Bukhari, Syeikh Islam Ibnu Hajar berkata, "bahwa dimaksud dengan hadis
menurut pengertian shara' adalah apa yang disandarkan kepada Nabi SAW, dan pal itu
seakan-akan dimaksudkan sebagai bandingan a1-Qur an yang gadim".

Adapun secara terminologis, menurut ulama hadis sendiri ada beberapa perbedaan
definisi yang agak berbeda diantara mereka. Perbedaan tersebut ialah tentang hal ihwal atau
sifat Rasul sebagai hadis dan ada yang mengatakan bukan hadis. Ada yang menyebutkan
tagrir Rasul secara eksplisit sebagai bagian dari bentuk-bentuk hadis dan ada yang
memasukkannya secara implisit ke dalam aqwal atau af al-nya.

Ulama ushul memberikan definisi yang terbatas, yaitu "Segala perkataan Nabi SAW
yang dapat dijadikan dalil untuk menetapkan hukum shara." Dari pengertian di atas bahwa
segala perkataan tau aqwal Nabi, yang tidak ada relevansinya dengan hukum atau tidak
mengandung misi kerasulannya, seperti tentang cara berpakaian, berbicara, tidur, makan,
minum, atau segala yang menyangkut hal ihwal Nabi, tidak termasuk hadis.

b. Sunnah

Menurut bahasa, As-Sunnah menurut bahasa berarti perjalanan, dalam konteks baik
ataupun buruk. Sunnah merupakan tafsir dari Al-Quran dan suri teladan bagi umat Islam.
Sedangkan, Rasulullah Saw adalah penafsir Al- Quran dan Islam berdasarkan sesuatu yang
dilakukannya.
Adapun berkenaan dengan definisi sunnah menurut ahli syara, para ulama berbeda
pendapat. Mereka berbeda-beda dalam memberikan definisi, hal ini disebabkan oleh
perbedaan tujuan ilmu yang menjadi objek pembahasannya. Sunna menurut istilah
(terminologi) para ahli hadis, mereka berpendapat bahwa sunnah adalah sabda, pekerjaan,
ketetapan, sifat (watak budi atau jasmani) serta tingkah laku Nabi Muhammad Saw, baik
sebelum menjadi Nabi atau sesudahnya. Dengan arti ini, menurut mayoritas ulama, sunnah
merupakan kesamaan atau bersinonim dengan hadits, sekalipun sebagian dari mereka
membedakan antara keduanya.

Sunnah menurut para ahli Usul Figih, adalah sabda dari Nabi Muhammad Saw yang
berasal bukan dari Al-Quran, pekerjaan, atau ketetapannya. Sedangkan menurut para abli
Figih (fuqaha), sunnah adalah hal-hal yang berasal dari Nabi Muhammad Saw baik ucapan
maupun pekerjaannya, tetapi hal itu tidak wajib dikerjakan. Arti daripada sunnah tersebut
telah disepakati oleh para ulama, baik dari para abli bahasa, usul figih, figih maupun ahli
hadits.

c. Khabar

Khabar menurut bahasa serupa dengan makna hadits, yakni segala berita yang
disampaikan oleh seseorang kepada orang lain. Sedang pengertian khabar menurut istilah,
antara satu ulama dengan ulama lainnya berbeda pendapat. Menurut ulama ahli hadits
sama artinya dengan hadis, keduanya dapat dipakai untuk sesuatu marfu'. Mauquf, dan
maqthu', mencakup segala yang datang dari Nabi SAW., sahabat dan tabi'in, baik
perkataan, perbuatan, maupunketetapannya.

Ulama lain mengatakan bahwa khabar adalah sesuatu yang datang selain dari Nabi
SAW., sedang yang datang dari Nabi SAW. disebut hadis. Ada juga yang mengatakan
bahwa hadis lebih umumdan lebih luas daripada khabar, srhingga tiap hadis dapat
dikatakan khabar, tetapi tidak setiap khabar dikatakan hadis.

Disebutkan bahwa, seluruh hadis adalah khabar, dan sebaliknya tidak semua khabar
merupakan hadis. Ada lagi pendapat yang menyebutkan bahwa kata hadis tidak pernah
digunakan untuk sesuatu yang selain marfu, kecuali jika ada syarat pembatasan. Dengan
demikian, distingsi antara hadis dan Khabar in, juga hanya bersifat teoritis dan tidak
prinsipil, dalam arti perbedaan tersebut, setidaknya hanya terletak pada cakupan sumber
riwayat.

Cakupan hadis hanya untuk riwayat-riwayat marfu, sedangkan khabar mencakup


semua bentuk rivayat; marfu, mawguf, dan magthu. Meskipun demikian, tahqiq dari
ulama hadis untuk terma hadis dan khabar, seperti yang disebutkan al-Jaza'*iri, bahwa
kedua terma tersebut sebenarnya adalah sinonim.

d. Atsar

َّ ‫) َب ِقيّةُ ال‬, sedangkan menurut pengertian


Al-atsar dalam bahasa artinya adalah sisa (‫شئ‬
istilah, para ahli berbeda-beda sesuai dengan latar belakang disiplin ilmu mereka masing-
masing, diantaranya adalah:
a) Jumhur berpendapat bahwa atsar sama dengan khabar, yaitu sesuatu yang disandarkan
kepada Nabi SAW, sahabat, dan tabi’in.
b) menurut ulama lain, seperti ulama Kharasan atsar untuk hadits mauquf dan khabar
untuk hadits marfu.
c) ahli hadits lain mengatakan tidak sama, yaitu khabar, berasal dari nabi, sedangkan atsar
sesuatu yang di sandarkan hanya kepada sahabat dan tabi’in, baik perbuatan maupun
perkataan.

Menurut sebagian ulama hadis, ada distingsi antara terma hadis dan atsar. Cakupan
hadis hanyalah riwayat-riwayat marfu saja. Sedangkan atsar, cakupannya adalah riwayat-
riwayat mawquf dan magthu. Menurut ulama fikih Khurasan, sesuatu yang bersumber dari
Nabi saw., disebut sebagai khabar, dan yang berasal dari sahabat sebagai atsar.
Jadi,pengertian atsar hanya terbatas pada sesuatu yang disandarkan kepada sahabat
(mawquf) dan bukan tabi in.

Namun, secara tidak langsung, pendapat tentang distingsi hadis dan atsar tersebut,
telah disanggah oleh beberapa sarjana hadis kontemporer. Shubhi al-Shalih
misalnya,menyatakan bahwa kata atsar, sebenarnya sinonim dengan kata hadis, sunnah,
maupun khabar.
Hal ini dapat dilihat misalnya, dalam Tadrib al-Rawi karya al-Suyuthi, yang
menyebutkan ungkapan atsartu al-hadits (saya telah meriwayatkan hadis). Atsar secara
etimologis berarti baqiyyat al syay,yaitu sisa atau peninggalan sesuatu, Sedangkan
pengertiannya secara terminologis terdapat perbedaan pendapat ulama. Jumbur ulama
mengatakan bahwa atsar sama dengan khabar.Sedangkan ulama Khurasan bahwa atsar
ditujukan untuk al-mauquí,dan khabar ditujukan yang al- marfu'.

Empat pengertian tentang hadits, sunnah, khabar, dan atsar sebagaimana diuraikan di atas,
menurut Jumhur ulama hadits juga dapat dipergunakan untuk maksud yng sama, yaitu bahwa
hadits disebut juga dengan sunnah, khabar atau atsar. Begitu juga sunnah bisa disebut dengan
hadits, khabar, atsar. Maka hadits mutawatir disebut juga sunnah mutawatir, begitu juga
hadits shahih dapat juga disebut dengan sunnah shahih, khabar shahih dan atsar shahih.

B. Perbedaan Hadits dengan Sunnah, Khabar dan Atsar

Dari keempat tema tersebut dapat ditarik bahwa tema tersebut sangat berguna sebagai
ilmu tambahan bagi masyarakat Islam untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan
menentukan kulitas dan kuwantitas Hadits, sunnah, Khabar dan Atsar. Para ulama juga
membedakan antara hadits, sunnah, khabar dan atsar sebagai berikut:
a) Hadits dan sunnah:
Hadits terbatas pada perkataan, perbuatan, takrir yang bersumber pada Nabi SAW,
sedangkan sunnah segala yang bersumber dari Nabi SAW baik berupa perkataan,
perbuatan, takrir, tabiat, budi pekerti atau perjalanan hidupnya, baik sebelum di angkat
menjadi rasulmaupun sesudahnya.

b) Hadits dan khabar:


Sebagian ulama hadits berpendapat bahwa khabar sebagai suatu yang berasal atau
disandarkan kepada selain nabi SAW., hadits sebagai sesuatu yang berasal atau
disandarkan pada Nabi SAW.

c) Hadits dan atsar:


Jumhur ulama berpendapat bahwa atsar sama artinya dengan khabar dan hadits. Ada juga
ulama yang berpendapat bahwa atsar sama dengan khabar, yaitu sesuatu yang
disandarkan pada Nabi SAW, sahabat dan tabiin.
C. Bentuk Bentuk hadits

Berdasarkan pengertian istilah yang dikemukakan oleh ulama, secara lebih


mendetail bentuk – bentuk (cara-cara) yang termasuk kedalam kategori hadis menurut
Muhammad Abdul Rauf, seperti dikutip Syuhudi Ismail, ialah:
1. Sifat-siat Nabi SAW. yang dikemukakan sahabat;
2. Perbuatan dan akhlak Nabi SAW. yang diriwayatkan oleh para sahabat;
3. Sikap dan perbuatan para sahabat yang didiamkan/dibiarkan Nabi SAW. (disebut
juga dengan taqrir an-nabiy);
4. Timbulnya beragam pendapat sahabat di hadapan Nabi SAW. lalu beliau
mengemukakan pendapatnya sendiri atau mengakui salah satu pendapat sahabat itu.
5. Sabda Nabi SAW. yang keluar dari lisan beliau sendiri;
6. Firman Allah selain al-Qur'an yang disampaikan oleh Nabi SAW. yang biasa disebut
dengan hadis qudsy;
7. Surat-surat Nabi SAW. yang dikirimkan kepada para sahabat yang bertugas di daerah-
daerah atau kepada pihak di luar Islam.

a. Hadist qauli
Hadits qauli adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad saw, baik
berupa perkataan, ucapan, atau pun sabda yang memuat berbagai maksud syara’, peristiwa,
dan keadaan yang berkaitan dengan akidah, syariah, akhlak, atau lainnya.
Contoh sebuah hadits yang diriwayatkan oleh ‘Ubadah ibn al-Shamith bahwa Rasulullah
Saw bersabda:
Artinya: ”Tidaklah suatu sah shalat bagi orang yang tidak membaca Surat Al-Fatihah”.
(H.R Bukhari)

b. Hadist Fi’li
Hadits fi’li merupakan hadits yang menyebutkan perbuatan Rasulullah yang sampai
kepada kita. Contoh hadits shalat, puasa, haji dan lain-lain. Adapun hadits yang tergolong
kategori ini di antaranya adalah hadits-hadits yang di dalamnya terdapat kata-kata
kana/yakunu atau ra’aitu/ra’aina. Misalnya hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dari
Jabir ibn ‘Abdillah:
Artinya: ”Rasulullah saw pernah shalat di atas tunggangannya, kemana pun
tunggangannya menghadap. Apabila ia mau melaksanakan shalat fardhu, ia pun turun
dari tunggangannya itu, lalu menghadap kekiblat ”. (Shahih Al-Bukhari)

c. Hadits Taqriri
Maksud daripada hadits taqriri ini adalah Penetapan (Taqririyyah) yaitu perkataan atau
perbuatan tertentu yang dilakukan oleh sahabat di hadapan Rasulullah Saw atau dengan
sepengetahuan beliau, namun beliau hanya diam serta tidak menyanggah kemudian beliau
tidak pula menampakkan persetujuannya atau malahan menyokongnya. Hal yang demikian
ini dianggap sebagai penetapan dari Rasul meskipun beliau dalam hal ini hanya bersifat pasif
atau diam.
Sebagai contoh, pengakuan dari Rasulullah Saw terhadap ijtihad yang dilakukan oleh
para sahabat atas sebuah kasus berkenaan dengan pelaksanaan shalat Ashar di
perkampungan Bani Quraizhah, sebagaimana yang telah diriwayatkan dari ‘Abd Allah Ibn
Umar:
Artinya: “Janganlah salah seorang (di antara kamu) mengerjakan shalat Ashar, kecuali
(setelah sampai) di perkampungan Bani Quraizhah. Lalu sebagian mereka mendapati
(waktu) ‘Ashar di perjalanan. Sebagian mereka mengatakan, kita tidak boleh shalat
sehingga sampai di perkampungan, dan sebagian lainnya mengatakan, tetapi kami shalat
(dalam perjalanan), tidak ada di antara kami yang membantah hal itu. Hal itu lalu
dilaporkan kepada Nabi saw, ternyata beliau tidak menyalahkan seorang pun dari
mereka”. (Shahih Al-Bukhari)

d. Hadits Hammi
Hadits hammi ialah hadits yang menyebutkan keinginan Rasulullah Saw yang belum
sempat beliau realisasikan, seperti keinganannya untuk berpuasa pada tanggal 9 Asyura
sebagaimana yang telah diriwayatkan dari ‘Abdullah ibn ‘Abbas:

Artinya: “Sewaktu Rasulullah saw berpuasa pada har ‘Asyura dan memerintahkan para
sahabat untuk berpuasa, mereka berkata: “Ya Rasulullah, sesungguhnya ia adalah hari
yang diagungkan oleh orang Yahudi dan Nasrani”. Rasulullah saw menjawab, ”Tahun
yang akan datang, insya Allah kita akan berpuasa pada hari kesembilan (nya)”. ‘Abd Allah
ibn ‘Abbas mengatakan, “Belum tiba tahun mendatangitu, Rasulullah saw pun wafat”.
(Shahih Muslim, V: 479, hadits 1916)
e. Hadits Ahwali
Hadits ahwali merupakan hadits yang menyebutkan hal ihwal Rasulullah Saw yang
berkaitan dengan keadaan fisik, sifat-sifat, dan kepribadiannya. Contoh, pernyataan al-
Barra` ibn ‘Azib berikut ini:

Artinya: “Rasulullah saw adalah manusia memiliki sebaik-baik rupa dan tubuh. Kondisi
fisiknya, tidak tinggi dan tidak pendek ”. (H.R Bukhari)
BAB IV

PENDAPAT DAN PEMIKIRAN PENULIS

Tidak ada yang membenarkan hakekat sebuah kebenaran, karna semua kebenaran hanya
milik Allah Swt. Namun pemakalah hanya membatasi isi uraian makalah yang diangkat,
antara lain ialah:

1. Hadits itu hanya terbatas kepada perbuatan, perkataan, taqrir yang bersumber dari
Rasulullah Saw, sedangkan sunnah adalah segala sesuatu yang bersumber dari Rasul SAW
baik itu berupa perkataan, perbuatan, takrir, tabiat, budi pekerti atau perjalanan hidupnya,
baik sebelum di angkat menjadi rasul maupun setelah diangkat menjadi rasul.
2. Khabar: Adapun sebagian ulama hadits berpendapat bahwa khabar sebagai suatu yang
berasal atau disandarkan kepada selain pada Rasulullah Saw., ada juga hadits sebagai
sesuatu yang berasal atau disandarkan pada Nabi Saw.
3. Atsar: Mayoritas ulama berpendapat bahwa atsar sama artinya dengan khabar dan hadits.
Ada juga ulama yang mengatakan bahwa atsar itu sama dengan khabar, yaitu sesuatu yang
disandarkan pada Rasul Saw, sahabat dan tabiin.
4. Berdasarkan penjelasan tentang hadits, sunnah, khabar dan atsar ada empat subtansi hadits
diantaranya hadits qauli, hadits fi’li, hadits taqriri, dan hadits hammi/ahwaliy.
BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Menurut ahli hadits, pengertian hadits adalah “Seluruh perkataan, perbuatan, dan hal
ihwal tentang Nabi Muhammad SAW”, sedangkan menurut yang lainnya adalah “Segala
sesuatu yang bersumber dari Nabi, baik berupa perkataan, perbuataan, maupun ketetapannya.”

Khabar menurut bahasa adalah “Semua berita yang disampaikan oleh seseorang kepada
orang lain.” Menurut ahli hadits, khabar sama dengan hadits. Keduanya dapat dipakai untuk
sesuatu yang marfu’, mauquf, dan maqthu’, dan mencakup segala sesuatu yang datang dari
Nabi, sahabat, dan tabi’in. Adapun atsar berdasarkan bahasa sama pula dengan khabar, hadits,
dan sunnah.

Dari pengertian menurut istilah, terjadi perbedaan pendapat di antara ulama. “Jumhur ahli
hadits mengatakan bahwa Atsar sama dengan khabar, yaitu sesuatu yang disandarkan kepada
Nabi SAW., sahabat, dan tabi’in. Sedangkan menurut ulama Khurasan, bahwa Atsar untuk
yang mauquf dan khabar untuk yang marfu.

B. SARAN
Dalam makalah ini masih banyak kekurangan, pembaca diharapkan lebih banyak
membaca buku-buku tentang Pengertian Hadits, Khobar, dan Atsar, sehingga lebih banyak
menambah ilmu dan wawasan tentang pengertian tersebut,

Kritik dan saran juga kami harapkan dari pembaca, untuk membuat makalah-makalah
selanjutnya agar lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Nata, Abuddin, Metodologi Studi Islam, Jakarta: Logos, 1998


2. Suparta, Drs. Munzier, ILmu Hadis, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002.
3. Suryadilaga, Dr. M Alfatih, dkk, Ulumul Hadis. Yogyakarta: Teras, 2010.
4. https://www.pengertianilmu.com/2015/11/pengertian-khabar-dan-atsar.html
5. https://konsultasisyariah.com/38927-apa-perbedaan-antara-hadits-khabar-dan-atsar.html

Anda mungkin juga menyukai