Makalah ini Diajukan untuk Memenuhi salah satu Tugas Terstruktur Mata Kuliah
Studi Hadis yang diampu oleh:
Prof. Dr. Munzir Suparta, MA.
Dr. Romlah Abu Bakar Askar, MA.
Disusun oleh:
Tutik Khoirunnisa
NIM. 21310110000005
1
Studi Hadis dalam Persp.. Sunni Syiah
Ayi Yusri A. Tirmidzi
& Tutik Khoirunnisa
I. INTRODUKSI
A. Latar Belakang
Dalam diskursus keislaman, Hadis adalah pedoman sekaligus
primadona kehidupan setelah Al-Qur`an. Kepercayaan dan pengamalan
terhadap Hadis merupakan wujud ketaatan seorang muslim terhadap Allah
melalui Rasul-Nya (Q.S. 4: 13).1 Hal ini menegaskan bahwa Hadis berikut
Al-Qur`an adalah dua pokok yang eksis secara integral sebagai pedoman
bagi umat Islam, baik mengenai persoalan akidah, ibadah, ataupun
muamalah. Eksistensi Hadis demikian diakui secara mufakat bahkan oleh
dua mazhab pemikiran terbesar umat Islam, yakni Sunni dan Syiah. Artinya,
keduanya sama-sama beranggapan bahwa Hadis merupakan bagian dari
hujah bagi umat Islam.
Meski begitu, beberapa perbedaan pemahaman di lain persoalan—
terkait Hadis—terjadi di antara kedua mazhab tersebut, bahkan bermulai dari
konsep fundamental.2 Perbedaan prinsip dasar yang substansial terkait Hadis
antara Sunni dan Syiah ini berimplikasi pada kualitas atau kategorisasi Hadis
yang dapat dijadikan pedoman sekaligus sebagai hujjah atau dasar hukum.
Perbedaan kualifikasi yang ditetapkan oleh Sunni dan Syiah juga selanjutnya
berimplikasi pada klasifikasi dan kualitas Hadis mereka masing-masing.
Selain itu, implikasi terbesar lainnya yakni adanya perbedaan kitab Hadis di
antara keduanya, yakni Sunni berpegang pada Shahih Bukhari sementara
Syiah berpedoman pada Al-Kafi.3
Perbedaan ini terjadi karena ikhtilaf dalam memahami,
menginterpretasi, dan menerima historioritas, juga perkembangan sosial
politik. Hal ini juga menegaskan adanya perbedaan pengetahuan yang
dialami dan perbedaan penginterpretasian terhadap apa yang diketahui.
Perbedaan ini terus muncul dalam perjalanannya sejak awal kemunculan
kedua mazhab ini, juga faktor tempat dan konsisi sosial yang yang terus
1
M. Ghufron & Rahmawati, Ulumul Hadits: Praktis dan Mudah, (Yogyakarta: Kalimedia, 2017), 7.
2
Aulia Diana Devi & Seka Andrean, “Tinjauan Hadis Perspektif Sunni dan Syiah”, Jurnal Tahdis,
12(1), 2021, 11.
3
Rahmat Miskaya dkk., “Kajian Hadis Perspektif Sunni dan Syiah: Historisitas, Kehujahan Hadis,
Parameter Kesahihan Hadis dan Keadilan Sahabat”, Jurnal Studi Hadis Nusantara, 3(1), 2021, 28.
2
Studi Hadis dalam Persp.. Sunni Syiah
Ayi Yusri A. Tirmidzi
& Tutik Khoirunnisa
II. DISKUSI
A. Definisi dan Kehujahan Hadis
Pada dasarnya, mayoritas mazhab dalam Islam mufakat terhadap
urgensitas peranan Hadis sebagai rujukan utama setelah Al-Qur`an. Otoritas
Rasulullah SAW, dalam konteks ini—selain Al-Qur`an—adalah postulat
yang tak terbantahkan sekaligus pemangku legitimasi dengan wahyu-Nya. Di
sisi lain, Rasulullah SAW secara faktual adalah wujud manifestasi Qur`ani
yang nyata dan pragmatis.4 Aktualisasi konsep dan prinsip dasar Al-Quran
yang bersifat teoretik dioprasionalisasikan oleh Rasulullah SAW melalui
4
Yusuf Al-Qaradhawi, Al-Qur`an dan Al-Sunnah, terj. B. Fanani, (Jakarta: Rabbani Press, 1997), 121.
3
Studi Hadis dalam Persp.. Sunni Syiah
Ayi Yusri A. Tirmidzi
& Tutik Khoirunnisa
5
Pernyataan seperti ini banyak ditegaskan oleh Al-Quran, seperti dalam QS. Al-Hasyr [57]: 7, QS. Al-
Naḥl [47]: 80, QS. Al-Aḥzab [33]: 21. Lihat, Muhammad Ali & Didik Himawan, “The Role of Hadis
as Religion Doctrine Resource, Evidence Proof of Hadis anda Hadis Function to Al-Qur`an”, Jurnal
Risalah, 5(1), 2019, 128.
6
M. Ghufron & Rahmawati, Op Cit., 10.
7
Lenni Lestarii, “Epistemologi Hadis Perspektif Syi’ah,” Jurnal Al-Bukhari, 2(1), 2019, 41.
8
Ibid., 42.
4
Studi Hadis dalam Persp.. Sunni Syiah
Ayi Yusri A. Tirmidzi
& Tutik Khoirunnisa
5
Studi Hadis dalam Persp.. Sunni Syiah
Ayi Yusri A. Tirmidzi
& Tutik Khoirunnisa
Hadis, Syiah lebih sering menukil karya Hadis yang sudah ada
sebelumnya daripada harus bersandar pada penukilan ucapan
(qauliyyah).11 Menurut beberapa peneliti, terdapat setidaknya empat
periode dalam penulisan Hadis pada sejarah Syiah, yakni sebagai berikut:
a. Periode awal sejarah Syiah ketika itu sudah banyak bermunculan
tentang penulisan Hadis yang keseluruhan Hadis-hadis tersebut sudah
tidak ada lagi seperti kitab Abi Dzar, kitab Salman, dan lainnya.
b. Periode kedua, sejarah penulisan Hadis kaum Syiah disebut pula
periode al-ushul arba’umiyyah, yakni Hadis yang dikumpulkan dan
diriwayatkan sejak zaman Sayyidina Ali RA hingga saat ini.
Keberadaannya eksis pada hasil catatan Nahjul Balaghah, Sahifah
Sajadiyyah, dan Imam Zaman,
c. Periode ketiga yakni masa jamawi’ Hadis. Kitab Hadis yang disusun
pada periode ini di antaranya: 1) Man la Yahduruhu Al-faqih karya
Muhammad bin Ali (381 H), 2) Al-Istibshar Fima ikhtalaf min al-
Akhbar karya al-Thusi, 3) Al-Kaafi karya Muhammad ibn Ya’qub
Qulaini (329 H), dan 4) Tahzib al-Ahkam karya Syaikh al-Thaifah
Muhamad ibn Hasan al-Thusi (460 H).
d. Periode ke empat, yakni periode sistematisasi dan penyempurnaan.
Dalam konteks ini benyak golongan muhadditsin yang berupaya
jamawi’ Hadis beserta periwayatan Syiah yang tidak dapat
ditemukan pada kitab Al-Arba’ah yang selanjutnya disusun dalam
wujud karya kitab. Di antaranya yaitu Bihar Al-Anwar, Jami’Al-
Hadis wa Al-Syiah, dan Wasail Al-Syiah.12
Syahdan, hemat penulis semua hal yang dikerjakan oleh kaum
Sunni juga kaum Syiah terkait dengan konifikasi Hadis sejatinya tidak
mesti dipermasalahkan. Bahkan, dari masing-masing katib atau jurnalis
mereka dapat disebut sebagai cendekiawan cerdas dan pemberani dalam
mewujudkan kodifikasi Hadis. Karena itu, sepantasnya hal tersebut
diberikan apresiasi meskipun terdapat masih banyak hal dari beberapa
kitab Syiah yang sepenuhnya belum tercatat sejarah, barangkali
11
Ibid., 171.
12
Ibid., 171.
6
Studi Hadis dalam Persp.. Sunni Syiah
Ayi Yusri A. Tirmidzi
& Tutik Khoirunnisa
13
Rahmat Miskaya dkk., Op Cit., 31.
7
Studi Hadis dalam Persp.. Sunni Syiah
Ayi Yusri A. Tirmidzi
& Tutik Khoirunnisa
8
Studi Hadis dalam Persp.. Sunni Syiah
Ayi Yusri A. Tirmidzi
& Tutik Khoirunnisa
Keempat, Hadis dha’if, yaitu Hadis yang tidak mencapai salah satu
dari tiga derajat di atas. Seperti misalnya terdapat orang fasik di dalam
sanadnya, atau orang yang berdusta. Oleh sebab itu, Syiah menolak
Hadis-hadis—sahih—dari tiga Khulafā al-Rāsyidīn dan sahabat lainnya,
pun tābi’īn, serta para imam ahli Hadis dan fuqaha karena mereka tidak
memercayai akidah imamiyah itsna ‘asyariyah. Artinya, riwayat-riwayat
sahih yang pada sanadnya terdapat para sahabat besar dan para imam
yang amanah tetapi tidak percaya dengan akidah Syiah maka Hadis
tersebut dinyatakan dha’if oleh Syiah. Namun di lain sisi, Hadis dha’if
tersebut bukan berarti tidak dapat diamalkan namun eksistensinya dapat
sejajar dengan Hadis sahih mana kala Hadis tersebut senada dengan
ajaran Syiah.17 Demikianlah pemahaman Syiah terkait kualifikasi Hadis.
D. A’dalah Shahabat
Menurut Sayyid Sabiq, sahabat memiliki derajat yang sangat penting
sebab dari mereka lah Hadis mulai diriwayatkan dan disebarluaskan ke
seluruh wilayah negeri, khususnya di jazirah Arab. Pada periode awal Islam,
para shahabat selalu berkonsultasi kepada Rasulullah SAW tentang solusi
persoalan yang tidak diketahui oleh mereka. Namun, Rasulullah SAW acap
kali menerima pendapat para sahabat dengan persetujuan atau meluruskan
kesalahan mereka. Menurut Ibnu Hajar al-’Asqalani, kelompok ahlussunnah
atau Sunni menyepakati bahwa mayoritas sahabat adalah orang yang adil,
tidak ada ikhtilaf tentang hal ini kecuali segelintir ahli bid’ah. Menurut
Sunni, kaum muslimin wajib meyakini keadilan sahabat tersebut sebab telah
ditegaskan bahwa para sahabat merupakan ahli surga, yakni tak satu pun di
antara mereka yang menjadi ahli neraka.18
Menurut Akram Dhiya al-Umari, ulama Sunni seperti Imam al-
Baghdadi menegaskan bahwa tidak perlu ada ikhtilaf lagi tentang keadilan
sahabat sebab sudah mutlak ditegaskan dalam Al-Qur`an dan Hadis. Khitab
perintah tersebut tertuju langsung kepada para sahabat Rasulullah SAW yang
17
Rahmat Miskaya dkk., Op Cit., 32.
18
Ibid., 32.
9
Studi Hadis dalam Persp.. Sunni Syiah
Ayi Yusri A. Tirmidzi
& Tutik Khoirunnisa
III. KONKLUSI
19
Darsul S. Puyu, “Kontroversi Keadilan Para Sahabat (Pertarungan dalam Kritik Hadis)”, Jurnal
Tahdis, 7(2), 2016, 146.
20
Ibid., 147.
10
Studi Hadis dalam Persp.. Sunni Syiah
Ayi Yusri A. Tirmidzi
& Tutik Khoirunnisa
11
Studi Hadis dalam Persp.. Sunni Syiah
Daftar Pustaka
Ali, M., & Himawan, D. (2019). The Role of Hadis as Religion Doctrine Resource,
Evidence Proof of Hadis anda Hadis Function to Al-Qur`an. Jurnal Risalah,
5(1), 126-139.
Devi, A. D., & Andrean, S. (2021). Tinjauan Hadis Perspektif Sunni dan Syiah.
Jurnal Tahdis, 12(1), 10-20.
Ghufron, M., & Rahmawati. (2017). Ulumul Hadits: Praktis dan Mudah.
Yogyakarta: Kalimedia.
Lestari, L. (2019). Epistemologi Hadis Perspektif Syiah. Jurnal Al-Bukhari, 2(1), 39-
50.
Miskaya, R., Ahmad, N. S., Sumbulah, U., & Thoriqudin, M. (2021). Kajian Hadis
Perspektif Sunni dan Syiah: Historisitas, Kehujahan Hadis, Parameter
Kesahihan Hadis dan Keadilan Sahabat. Jurnal Studi Hadis Nusantara, 3(1),
27-34.
Zainuddin. (2018). Kajian Hadis dalam Pandangan Sunni dan Syiah. Jurnal
Qolamuna, 3(2), 170-180.