Anda di halaman 1dari 14

ANALISIS KESULITAN MAHASISWA DALAM

MEMAHAMI DAN MEMBEDAKAN HADIST


BERDASARKAN KUALITASNYA

Nabila Anastasya (212121186); Syakila Firdausia Mahali (212121198);

Devia Diva Sukma Santika (212121220)

Mahasiswa Kelas 2F, Fakultas Syariah, Hukum Keluarga Islam

UIN RMS Surakarta

nabilatasyanas@gmail.com ; syakilamahali@gmail.com ;

deviads23@gmail.com

Abstrak

Umat Islam harus belajar memahami hadits Nabi, sebagai pedoman hidup setelah
Al-Qur'an. Jika ada hukum yang tidak secara mutlak dan jelas dinyatakan dalam
ayat Al-Qur'an, maka akan menyadarkan kaum mukmin akan perlunya mencari
solusi dalam hal ini melalui al-hadits. Penelitian dalam artikel ini bertujuan untuk
mengidentifikasi serta mendeskripsikan berbagai kesulitan yang dialami oleh
mahasiswa, serta mengidentifikasi faktor penyebab kesulitan dalam memahami
dan membedakan hadist berdasarkan kualitasnya. Penelitian ini menggunakan
metode kualitatif. Teknik pengumpulan data yang dilakukan yaitu berasal dari
observasi atau pengamatan terhadap para mahasiswa yang terlihat kesulitan dalam
memahami hadist dan melalui media sosial. Masalah yang dikaji dalam artikel ini
adalah analisis kesulitan mahasiswa dalam memahami dan membedakan hadist
berdasarkan kualitasnya dan apakah faktor yang menyebabkan para mahasiswa
kesulitan dalam memahami hadist. Beragam faktor mahasiswa kesulitan dalam
membedakan hadis seperti, hadis tersebut terlalu sulit.
Kata kunci: kesulitan, hadist, pedoman, Islam, mahasiswa.
Abstract
Muslims must learn to understand the hadith of the Prophet, as a way of life after
the Qur'an. If there is a law that is not absolutely and clearly stated in the verse of
the Qur'an, it will make the believers aware of the need to find a solution in this
matter through al-hadith. The research in this article aims to identify and describe
the various difficulties experienced by students, as well as to identify the factors
causing difficulties in understanding and distinguishing hadith based on their
quality. This study uses a qualitative method. The data collection technique used
is derived from observations of students who seem to have difficulty
understanding hadith and through social media. The problem studied in this article
is the analysis of students' difficulties in understanding and distinguishing hadith
based on their quality and what are the factors that cause students to have
difficulty understanding hadith. Various factors make it difficult for students to
distinguish the hadith, for example, the hadith is too difficult.
Keywords: difficulty, hadith, guidelines, Islam, college student.
Pendahuluan

Bagi kaum Muslimin, hadits diyakini sebagai sumber hukum pokok


setelah al-Qur‟an. Ia adalah salah satu sumber tasyri‟ penting dalam Islam.
Urgensinya semakin nyata melalui fungsi-fungsi yang dijalankannya sebagai
penjelas dan penafsir al-Qur‟an, bahkan juga sebagai penetap hukum yang
independen sebagaimana al-Qur‟an sendiri. Ini terkait dengan tugas Rasulullah
shallallahualaihi wa sallam sebagai pembawa risalah dan sekaligus menjelaskan
apa yang terkandung di dalamnya.

Hadits merupakan sumber ajaran Islam yang kedua telah dibukukan pada
masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz. Umat Islam di dunia harus menyadari
bahwa hadits Rasulullah SAW sebagai pedoman hidup yang kedua setelah
AlQur‟an. Tingkah laku manusia yaang tidak ditegaskan ketentuan hukumnya,
cara mengamalkannya, tidak dirinci dengan ayat AlQur‟an secara mutlak dan
secara jelas.

Dalam kondisi faktualnya terdapat hadis-hadis yang dalam periwatannya


yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu untuk diterimanya sebagai sebuah
hadis atau yang dikenal dengan hadis maqbul (diterima); Shahih dan hasan.
Namun disisi lain terdapat hadis-hadis yang dalam periwayatannya tidak
memenuhi kriteria-kriteria tertentu atau lebih dikenal dengan istilah hadis mardud
(ditolak); dhaif atau bahkan ada yang palsu (maudhu’), hal ini dihasilkan setelah
adanya upaya penelitian kritik Sanad maupun Matan oleh para ulama untuk yang
memiliki komitmen tinggi terhadap sunnah.
Hal ini terjadi disebabkan keragaman orang yang menerima maupun
meriwayatkan hadis Rasulullah. Berbagai macam hadis yang menimbulkan
kontraversi dari berbagai kalangan. berbagai analisis atas kesahihan sebuah hadis
baik dari segi putusnya Sanad dan tumpah tindihnya makna dari Matan pun
bermunculan untuk menentukan kualitas sebuah hadis.

Dalam perkembangan ilmu yang berkaitan dengan hadits, tidak sedikit


umat Islam khususnya terhadap penulis sendiri dalam memahami pembagian
hadits, dimana ada begitu banyak tingkatan dan pembagian dilihat dari berbagai
tinjauan dan berbagai segi pandangan, Misalnya hadits ditinjau dari segi kuantitas
jumlah perawinya, hadits ditinjau dari segi kualitas sanad dan matan.1

Dari uraian diatas maka perlu mengetahui dan menindaklanjuti metode-


metode yang digunakan oleh para ulama hadis dalam menentukan kualitas sebuah
hadis, sehingga kita dapat membedakan mana hadis sahih,hasan dan dhaif serta
dapat mengetahui permasalahan-permasalahannya. Disini akan membahas hadis
dalam segi kualitasnya, yaitu sebagai berikut:

A. Hadits Sahih
Shahih menurut bahasa berasal dari kata shahha, yashihhu, suhhan wa
shihhatan wa shahahan, yang berarti yang sehat, yang selamat, yang benar,
yang sah dan yang benar. Kata shahih itu sebagai lawan kata dari kata saqim
(sakit). Maka hadits shahih menurut bahasa berarti hadits yang sah, hadits
yang sehat atau hadits yang selamat, itu menurut para ulama.
Menurut Ibnu Ash Shalah, hadits yang disandarkan kepada Nabi saw
yang sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh (perawi) yang adil dan dhabit
hingga sampai akhir sanad, tidak ada kejanggalan dan tidak ber’illat. Menurut
Ibnu Hajar al-Asqalani, Hadits yang diriwayatkan oleh orang–orang yang
adil, sempurna kedabittannya, bersambung sanadnya, tidak ber’illat dan tidak
syadz.

Syarat Hadits Sahih, yaitu sebagai berikut:


1
Arif Sugitanata, “Anasir Dan Klasifikasi Hadits Dari Segi Kuantitas Dan Kualitas”,
Mahasiswa Magister Ilmu Syariah, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, hlm. 3.
a) Sanadnya bersambung, yaitu periwayat dalam sanad menerima hadis dari
periwayat terdekat sebelumnya.
b) Periwayatan bersifat adil. Periwayat bisa dinyatakan sebagai adil jika
beragama islam, melaksanakan ketentuan agama memelihara kehormatan diri,
dan mukalaf.
c) Periwayat bersifat dhabit, “penetapan ke-dhabitan periwayat biasanya
didasarkan pada popularitas keutamaan periwayat di kalangan ulama hadis,
penilaian dari para kritikus periwayat hadis, dan penetapan kaidah al-jarh wa
al-ta’dil, jika tidak ada kesepakatan dari para kritikus periwayat tetang
kualitas pribadi periwayat.”2
d) Tidak janggal atau syadz. Hadis mengandung syadz apabila hadis itu
memiliki lebih dari satu sanad, para periwayat hadis seluruhnya siqah, dan
matan atau sanad hadis itu terdapat pertentangan.
e) Terhindar dari cacat (illah), yaitu sebab tersembunyi yang merusak kualitas
hadis, yang menyebabkan kualitas hadis sahih terlihat tidak sahih.
Adapun pembagian hadits sahih yang dikemukakan para ulama, yaitu
sebagai berikut:
 Hadits Shahih Li-Dzatih, yaitu hadits yang shahih dengan sendirinya.
Berikut ini contoh hadist Li-dzatih , yang artinya:
“Dari Ibnu Umar ra. Rasulullah SAW bersabda: “Dasar (pokok) Islam itu
ada lima perkara : mengakui tidak ada tuhan selain Allah
dan mengaku bahwa Muhammad adalah Rasul Allah , menegakkan
Sholat (sembahyang), membayar zakat, menunaikan puasa dibulan
Ramadhan dan menunaikan ibadah haji” (HR. Bukhari dan Muslim).”3
 Hadist Shahih Li-Ghairih, yaitu hadits yang keshahihannya dibantu
adanya keterangan lain. Contoh hadist shahih Li-Ghairihi:
Artinya : “Dari Abu Hurairah Bahwasahnya Rasulullah SAW bersabda:
“sekiranya aku tidak menyusahkan ummatku tentulah aku menyuruh

2
Muhammad Alfatih (ed), Ilmu Sanad Hadis, (Yogyakarta: Idea Press Yogyakarta, 2017),
hlm. 45.
3
Zainnudin Hamidy et al, Terjemah Hadist Shahih Bukhari, Widjaya, Jakarta, Jilid I, 1992,
hlm.16.
mereka bersunggi (menyikat gigi) disetiap mengerjakan Sholat.” (HR.
Bukhari dan Tirmidzi).

Kehujjahan Hadits Sahih

Hadis yang telah memenuhi persyaratan hadis shahih wajib


diamalkan sebagai hujah atau dalil syara’ sesuai ijma’ para uluma hadis
dan sebagian ulama ushul dan fikih. Kesepakatan ini terjadi dalam soal-
soal yang berkaitan dengan penetapan halal atau haramnya sesuatu, tidak
dalam hal-hal yang berhubungan dengan aqidah. Sebagian besar ulama
menetapkan dengan dalil-dalil qat’i, yaitu al-Quran dan hadis mutawatir.
oleh karena itu, hadis ahad tidak dapat dijadikan hujjah untuk menetapkan
persoalan-persoalan yang berhubungan dengan aqidah.

B. Hadits Hasan
Secara bahasa, hasan berarti al-jamal, yaitu indah. Hasan juga
dapat juga berarti sesuatu sesuatu yang disenangi dan dicondongi oleh
nafsu. Sedangkan para ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikan
hadis hasan karena melihat bahwa ia merupakan pertengahan antara hadis
shahih dan hadis dha’if, dan juga karena sebagian ulama mendefinisikan
sebagai salah satu bagiannya. Sebagian dari definisinya yaitu:
a. Definisi al- Chatabi: adalah hadis yang diketahui tempat keluarnya, dan
telah mashur rawi-rawi sanadnya, dan kepadanya tempat berputar
kebanyakan hadis, dan yang diterima kebanyakan ulama, dan yang dipakai
oleh umumnya fukoha’
b. Definisi Tirmidzi: yaitu semua hadis yang diriwayatkan, dimana dalam
sanadnya tidak ada yang dituduh berdusta, serta tidak ada syadz
(kejangalan), dan diriwatkan dari selain jalan sepereti demikian, maka dia
menurut kami adalah hadis hasan.
c. Definisi Ibnu Hajar: beliau berkata, adalah hadis ahad yang diriwayatkan
oleh yang adil, sempurna ke-dhabit-annya, bersanbung sanadnya, tidak
cacat, dan tidak syadz (janggal) maka dia adalah hadis shahih li-dzatihi,
lalu jika ringan ke-dhabit-annya maka dia adalah hadis hasan li dszatihi
Untuk digolongkan sebagai hadits Hasan, maka harus memenuhi berbagai
syarat-syarat, yaitu sebagai berikut:
a) Sanadnya bersambung.
b) Tidak mengandung illat.
c) Perawi adil.
d) Kedhabitan perawi dibawah hadits hasan.
Pembagian Hadits Hasan
1) Hadist Hasan Li-Dzatih, yaitu hadis yang telah memenuhi persyaratan
hadis hasan yang telah ditentukan. Pengertian hadis hasan li-dzatih
sebagaimana telah diuraikan sebelumnya.
Menurut Ibn Ash-Shalah, pada hadist hasan Li-Dzatih terkenal akan
kebaikan para perawinya. Meskipun demikian, kekuatan hafalannya
belum seperti kekuatan hafalan perawi sahih, sehingga derajatnya lebih
rendah dari yang sahih.
Contoh Hadist Hasan Li-Dzatih adalah sebagai berikut :
“Artinya Dari Ibnu Umar r.a. Rasulullah SAW bersabda :Barang siapa
menuntut ilmu pengetahuan karena selain Allah atau bertujuan selain
Allah maka, tempatnya didalam Neraka”.
2) Hadist Hasan Li-Ghairihi ialah Hadis hasan yang tidak memenuhi
persyaratan secara sempurna. dengan kata lain, hadis tersebut pada
dasarnya adalah hadis dha’if, akan tetapi karena adanya sanad atau
matan lain yang menguatkannya (syahid atau muttabi’), maka
kedudukan hadis dha’if tersebut naik derajatnya menjadi hadis hasan li-
ghairih.
Contoh sebagai berikut :
Rasulullah SAW, bersabda : “Hak bagi seorang Muslim mandi di hari
Jum‟at, hendak mengusap salah seorang dari mereka wangi-wangian
keluarganya, jika ia tidak memperoleh airpun cukup dengan wangi-
wangian”.(H.R.Ahmad)
Kehujjahan Hadits Hasan
Hadis hasan sebagai mana halnya hadis shahih, meskipun
derajatnya dibawah hadis shahih, adalah hadis yang dapat diterima dan
dipergunakan sebagai dalil atau hujjah dalam menetapkan suatu hukum
atau dalam beramal. Para ulama hadis, ulama ushul fiqih, dan fuqaha
sepakat tentang kehujjahan hadis hasan

C. Hadits Dhaif
Secara bahasa dhaif itu berarti lemah. Berarti hadits yang lemah,
tidak kuat. sebaliknya dari kata shahih. Secara istilah, para ulama
mendefinisikan secara berbeda-beda. Akan tetapi pada dasarnya
mengandung maksud yang sama. Hadist yang didalamnya tidak terdapat
syarat-syarat hadist sahih dan syarat-syarat hadist hasan, itu menurut An-
Nawawi.
Pembagian Hadits Dhaif, yaitu sebagai berikut:
a) Dhaif dari sudut sandaran matannya.
Dalam hal ini hadist tersebut akan terbagi menjadi dua macam, yaitu:
1. Hadits Mauquf
Merupakan hadits sebagaimana telah diriwayatkan oleh para sahabat Nabi,
yang berisi perbuatan, ketetapan dan perkataannya.
Contohnya ialah, Ibnu Umar berkata: : “Bila kau berada diwaktu sore,
jangan menunggu datangnya diwaktu pagi hari, dan bila kau berada
diwaktu pagi jangan menunggu datangnya waktu sore hari, Ambillah dari
waktu sehatmu persediaan untuk waktu sakitmu dan dari waktu hidupmu
untuk persediaan matimu.” (Riwayat Bukhari)
2. Hadist Maqhtu
merupakan hadist yang diriwayatkan oleh orang Islam yang pernah
bertemu dengan para sahabat Nabi Muhammad, serta meninggal dalam
keadaan muslim. Berupa perbuatan, perkataan, dan ketetapannya.
Contohnya seperti perkataan Sufyan Ats-Tsaury: “Yang termasuk Sunnah,
ialah mengerjakan sembahyang 12 rakaat setelah sembahyang idul fitri ,
dan 6 rakaat sembahyang idul Adha.”
b) Dhaif dari salah satu sudutnya, baik sanad ataupun matan secara
bergantian.
Disebut bergantian karena kedhaifan hadist tersebut kadang terjadi
kepada matan dan kadang pula pada sanadnya, yaitu:
1. Hadist Mudraf
Secara istilah pengertian hadist mudraf adalah hadist yang mempunyai
tambahan atau sebuah sisipan didalamnya.
2. Hadist Mushahhaf
Merupakan hadist yang memiliki perbedaan dengan hadist yang telah
diriwayatkan oleh para perawi yang memiliki hafalan kuat. Sebab ada
huruf yang dirubah didalamnya.
3. Hadist Maqlub
Merupakan hadist yang menyalahkan hadist lain, karena terjadi tukar
menukar sebab hadist tersebut telah mendahuluhan sesuatu dan serta
mengakhiri ditempat lain.
Contohnya terjadi pada matan , Hadits Muslim dari Abu Hurairah r.a,
yaitu:
Artinya: “... dan seseorang yang bersedekah dengan sesuatu yang
sedekah yang disembunyikan, hingga tangan kanannya tak mengetahui
apa-apa yang telah dibelanjakan oleh tangan kirinya”.
c) Dhaif dari sudut matannya.
Hadits Syadz adalah hadits yang diriwayatkan oleh tsiqah atau perawi
yang terpercaya, namun isi hadits tersebut tidak sesuai dengan isi hadits
yang diriwayatkan oleh seorang perawi yang kuat untuk ketsiqahan.
Contohnya, “Rasulullah SAW, bila telah selesai sembahyang sunnat dua
rakaat fajar, beliau berbaring miring diatas pinggang kanannya.”
d) Dhaif dari segi persambungan sanadnya, yaitu:
1. Hadist Mungqathi’
Merupakan hadist yang perawi atau sanadnya tersebut namana sudah
tidak dikenal, atau dapat pula disebut gugur.
2. Hadist Mu’dhal
Hadits yang gugur dua sanadnya atau lebih, secara berturut-turut, baik
(gugurnya itu) antara sahabat dengan tabi‟in, atau antara tabi‟in dengan
tabi‟in.4
3. Hadist Mursal
Hadist mursal merupakan hadist yang nama sanad terakhirnya yaitu nama
sahabat yang tidak disebutkan atau telah gugur.
e) Dhaif dari sudut matan dan sanadnya secara bersama-sama, yaitu:
1. Hadist Maudhu
Hadits yang disanadkan dari Rasululah SAW secara dibuat-buat
dan dusta, padahal beliau tidak mengatakan, melakukan dan
menetapkan.5
2. Hadist Munkar
Merupakan sebuah hadist yang hanya diriwayatkan oleh para
perawi lemah, sehingga sangat bertentangan dengan yang oleh perawi
terpercaya.
Kehujjahan Hadits Dhaif
Khusus hadits dhaif, maka para ulama hadits kelas berat semacam Al-
Hafidzh Ibnu Hajar Al-Asqalani menyebutkan bahwa hadits dhaif boleh
digunakan, dengan beberapa syarat:
1. Level Kedhaifannya Tidak Parah
Ternyata yang namanya hadits dhaif itu sangat banyak
jenisnya dan banyak jenjangnya. Dari yang paling parah sampai yang
mendekati shahih atau hasan.Maka menurut para ulama, masih ada di
antara hadits dhaif yang bisa dijadikan hujjah, asalkan bukan dalam
perkara aqidah dan syariah (hukum halal haram). Hadits yang level
kedhaifannya tidak terlalu parah, boleh digunakan untuk perkara
fadahilul a’mal (keutamaan amal).
2. Berada di bawah Nash Lain yang Shahih

4
Hasbi Ash-Shiddiqie, Dirayah Hadits, Bulan Bintang Jakarta, 1986, hlm.257.
5
Ibnu Hajar Al-Kanani Al-Agalni, Subul Al-Salam, juz, I Dahlan Bandung, tt,hlm.3.
Maksudnya hadits yang dhaif itu kalau mau dijadikan sebagai
dasar dalam fadhailul a’mal, harus didampingi dengan hadits lainnya.
Bahkan hadits lainnya itu harus shahih. Maka tidak boleh hadits dha’if
jadi pokok, tetapi dia harus berada di bawah nash yang sudah shahih.
3. Ketika Mengamalkannya, Tidak Boleh Meyakini Ke-Tsabit-annya
Maksudnya, ketika kita mengamalkan hadits dhaif itu, kita
tidak boleh meyakini 100% bahwa ini merupakan sabda Rasululah
SAW atau perbuatan beliau. Tetapi yang kita lakukan adalah bahwa
kita masih menduga atas kepastian datangnya informasi ini dari
Rasulullah SAW.

Metodologi

Penelitian dalam artikel ini menggunakan studi kasus analisis data yaitu
analisis deskriptif kualitatif. Teknik metode pengumpulan data yang dilakukan
yaitu berasal dari observasi atau pengamatan terhadap para mahasiswa yang
berada di kampus Islam yang terlihat kesulitan dalam memahami dan
membedakan hadist berdasarkan kualitasnya. Selain menggunakan metode
observasi, dalam penelitian ini pengumpulan data juga diperoleh melalui survei
bersama di media sosial.

Hasil dan pembahasan

Di era sekarang atau biasa disebut generasi z yaitu orang-orang yang lahir
di generasi internet, dimana kita mudah untuk mengakses sesuatu dan mengikuti
isu isu terbaru. Seiring dengan berkembangnya internet dimasa ini membuat anak
muda sangat terlena dan susah untuk lepas. Positifnya kita mudah mengakses
sesuatu yang menyulitkan, kita mudah mencari banyak hal yang kita kurang
pahami, kita juga mudah untuk berkomunikasi. Tetapi banyak hal negatif yang
akan kita alami jika kurang bijak dalam penggunaan internet. Salah satunya yaitu
kurangnya pemahaman terhadap ilmu pembelajaran, terkadang banyak yang
memanfaatkan internet untuk menambah pengetahuan, tapi tidak sedikit yang
paham jika semua hal bisa dicari di internet sehingga malas untuk
mempelajarinya.
Seperti halnya dengan ilmu pengetahuan tentang hadis, tidak sedikit orang
berkata bahwa hadis ini pelajaran yang susah untuk dipahami karena memang
materinya banyak serta bercabang. Nah, majunya era sekarang membuat banyak
anak muda malas untuk mempelajarinya, mereka beranggapan dengan adanya
internet jadi bisa santai-santai tanpa dipelajari dengan sungguh-sungguh.
Akibatnya banyak sekali yang salah pengertian, salah pemahaman, bahkan salah
membedakan hadits berdasarkan kualitasnya.

Hadist itu adalah hal yang harus kita pelajari serta pahami untuk kita
jadikan pedoman dalam hidup, tapi apa daya, dengan kemajuan tekhnologi banyak
anak muda melupakan bahkan tidak mempelajarinya. Hadits yang banyak
macamnya membuat malas untuk digali lebih dalam. Anak muda lebih memilih
bermalas-malasan membaca wattpad, melihat tiktok, dll. Dan hal itu bisa
dilakukan sepanjang hari, tanpa memperdulikan bahwa hadits juga salah satu ilmu
penting yang harus dipelajari.

Hadits berdasarkan kualitasnya dibagi menjadi 3 yaitu hadits sahih, hadits


hasan, dan hadits dhaif. Tidak jarang banyak yang salah membedakan, banyak
yang berpikiran hadits hasan itu termasuk hadits sahih, padahal hadits sahih itu
ada sendiri. Banyak yang mengira semua hadits itu sahih, mereka kurang paham
bahwa hadits sahih itu memang ada sendiri. Banyaknya macam hadits, banyaknya
hal-hal tentang hadits yang harus dipahami menjadi salah satu faktor anak muda
malas untuk mempelajarinya.

Hadits berdasarkan kualitasnya termasuk hadits yang masih bisa dipelajari


oleh orang awam yang baru mengenal hadits, asal giat dalam mempelajarinya.
Tetapi ya itu, kita kurang bijak dalam penggunaan media sosial sehingga
terjerumus ke hal yang kurang bermanfaat. Padahal di era sekarang yang
tekhnologi semakin canggih bisa memudahkan kita mencari tahu segala hal
tentang hadits shahih, hadits hasan, hadits dhaif.

Pengaruh internet di era sekarang memang bukan main-main. Jika kita


sebagai anak muda tidak giat dalam belajar dan tidak berusaha memahami hadits
ini berdasarkan kualitasnya, pasti akan terus salah dalam pemahaman. Hadits
shahih, hadits hasan, hadits dhaif harus benar benar kita pahami. Agar kita tidak
salah lagi dalam membedakan hadits berdasarkan kualitasnya, apalagi di era
sekarang kita mudah mengakses segala hal, nah itu bisa menjadi jalan kita dalam
mempelajari hadits.

Kesimpulan

Hadits Sahih menurut bahasa berarti hadits yang sah, hadits yang sehat atau
hadits yang selamat, itu menurut para ulama. Menurut Ibnu Ash Shalah, hadits
yang disandarkan kepada Nabi saw yang sanadnya bersambung, diriwayatkan
oleh (perawi) yang adil dan dhabit hingga sampai akhir sanad, tidak ada
kejanggalan dan tidak ber’illat.Syarat Hadits sahih antara lain adalah,Sanadnya
bersambung,Periwayatan bersifat adil,Periwayat bersifat dhabit dan tidak janggal
atau syadz.Hadits sahih dibagi menjadi dua yaitu Hadits Shahih Li-Dzatih dan
Hadist Shahih Li-Ghairih.

Menurut Imam Tirmidzi,Hadits Hasan yaitu semua hadis yang diriwayatkan,


dimana dalam sanadnya tidak ada yang dituduh berdusta, serta tidak ada syadz
(kejangalan), dan diriwatkan dari selain jalan sepereti demikian, maka dia
menurut kami adalah hadis hasan.Syarat-syarat haidts hasan antara lain
yaitu,Sanad-sanad bersambung,Tidak mengandung illat,Perawi adil dan
kedhabitan perawi dibawah hadits hasan.Hadits hasan dibagi menjadi dua yaitu
Hadits Hasan Li-Dzatih dan Hadits Hasan Li-Ghairih.

Hadis Dhaif secara bahasa berarti lemah. Berarti hadits yang lemah, tidak
kuat,sebaliknya dari kata shahih.Hadits Dhaif dibagi menjadi lima,yaitu Dhaif dari
sudut sandaran matannya,Dhaif dari salah satu sudutnya, baik sanad ataupun
matan secara bergantian,Dhaif dari sudut matannya,Dhaif dari segi persambungan
sanadnya dan dhaif dari salah satu sudutnya, baik sanad ataupun matan secara
bergant Fenomena kajian hadis belakangan menunjukkan adanya perkembangan
di Indonesia dan bahkan keadaan terkini. Hadis mengalami kemajuan yang pesat,
baik dari aspek kuantitas, maupun kualitas. Untuk melihat tahapan perkembangan
kajian hadis dari masa ke masa, digunakan metode komparatif, yaitu menganalisa
keadaan hadis di Indonesia dari satu periode ke periode yang lain.

Kajian-kajian hadis selama ini sudah banyak dilakukan oleh peneliti, baik
dosen maupun mahasiswa. Namun, kajian mereka lebih banyak terfokus pada
wilayah normatif dan filosofis. Maksudnya, mayoritas pengkaji hadis lebih
memfokuskan kegiatan penelitian mereka terhadap sanad dan matan hadis, dan
pemikiran sebagian ulama hadis.

Dari kajian di atas, dapat diketahui ada sejumlah aspek dalam penelitian hadis
di Indonesia yang belum mendapatkan perhatian dari para ahli, sehingga menjadi
salah satu lahan penelitian yang harus segera dilakukan. Di antaranya adalah
peran lembaga-lembaga pendidikan Islam kontemporer dalam pengkajian Hadis di
Indonesia. Dari penelusuran sejauh ini, belum ditemukan studi khusus yang
mengkaji peran dan kontribusi lembaga-lembaga pendidikan Islam dalam
pengkajian hadis dan Ilmu Hadis di Indonesia.

Kesulitan para mahasiswa didasari oleh beberapa faktor seperti faktor malas
dalam menghafal serta mempelajari ilmu hadist dikarenakan mereka tekah telena
oleh media sosial. Adapun kesulitan yang dialami sebab hadist yang dipelajari
bersifat rumit. Padahal mempelajari kualifikasi hadist merupakan ilmu yang
mendasar dan sesungguhnya mudah untuk dipelajari apabila ada niat dan
ketekunan para mahasiswa.

Referensi

DR.H. Abdul Majid Khon, M.Ag., Ulumul Hadis, (Ahzam,Jakarta,2008)

Dr. Mahmud Thohan, ulumul hadis studi kompleksitas hadis nabi, (Titian Ilahi
Pres, Yogyakarta, 1997).

H.M.Fadlil Said,alih bahasa dari Kowaidul Asasiyah Fi Ilmi Mustholahul Hadits,


(Al-Hidayah,Surabaya, 2007).

Muhammad Alfatih (ed), Ilmu Sanad Hadis, (Yogyakarta: Idea Press Yogyakarta,
2017).
Arif Sugitanata, “Anasir Dan Klasifikasi Hadits Dari Segi Kuantitas Dan
Kualitas”, Mahasiswa Magister Ilmu Syariah, UIN Sunan

Kalijaga Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai