Anda di halaman 1dari 21

ISSN 2407-1706 |Online Version

Jurnal An-nida’ Jurnal Pemikiran Islam ISSN 0853116 |Print Version

Klasifikasi Sunnah Tasyri’iyah dan Ghairu Tasyri’iyah


Perspektif Pemikiran Ahmad Syah Waliyullah Al-Dahlawi

Johar Arifin
Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau
Email: johar.arifin@uin-suska.ac.id

M. Ridwan Hasbi
Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau
Email: ridwan.hasbi@uin-suska.ac.id

Abstract: There are some scholars who believe that all the sunnah of the Prophet as a binding law so that all
that the Prophet must be followed, so that if there are parties who do not practice considered inkarussunnah
or heretical. While other scholars argue that in addition to the Messengers, Muhammad also an ordinary
man who grew up in the culture and locality, so that the tradition that comes from human nature to imitate
Muhammad is not mandatory, because it is not the form of law. In addition, a wide range of findings and
technologies requires a fairly rapid assessment of the need for understanding the hadith of the Prophet.
Interaction between cultures that developed with the teachings of Islam which is sourced from text, to then be
certain to deal with the fact that more heavy and complecated. Answering this, al-Dahlawi offer her
understanding of the concept of tradition with the classification sunnah tasyri'iyyah and ghairu tasyri'iyyah
with the respective criteria. According to al-Dahlawi, tasyri'iyyah hadiths are traditions that arise from the
position of the Prophet as a messenger. Meanwhile, the hadith in the category of ghairu tasyri'iyyah is a
hadith that comes from the human nature of Muhammad and is not obligatory to be imitated, but only ideal
to imitate.

Keywords: Tasyri’iyyah, Ghairu Tasyri’iyyah, Human Nature.

Abstrak: Sebagian ulama yang meyakini bahwa semua sunnah Nabi sebagai hukum yang
mengikat sehingga semua yang Nabi harus ditaati, sehingga jika ada pihak yang tidak
mengamalkan dianggap inkar sunnah atau sesat. Sedangkan ulama lain berpendapat bahwa selain
Rasul, Muhammad juga manusia biasa yang besar dalam budaya dan lokalitas, sehingga hadis
yang bersumber dari fitrah manusia untuk meniru Muhammad tidak wajib, karena itu bukan
bentuk hukumnya. Selain itu, berbagai macam penemuan dan teknologi membutuhkan penilaian
yang cukup cepat terhadap kebutuhan pemahaman hadits Nabi. Interaksi antar budaya yang
berkembang dengan ajaran Islam yang bersumber dari teks, untuk kemudian tentunya
berhadapan dengan fakta yang lebih berat dan rumit. Menjawab hal tersebut, al-Dahlawi
menawarkan pemahamannya tentang konsep hadis dengan klasifikasi sunnah tasyri'iyyah dan
ghairu tasyri'iyyah dengan kriteria masing-masing. Menurut al-Dahlawi, hadis tasyri’iyyah adalah
hadis yang muncul dari posisi Nabi Saw sebagai seorang Rasul. Sedangkan hadis kategori ghairu
tasyri’iyyah adalah hadis yang berasal dari sifat kemanusiaan Muhammad dan tidak wajib untuk
ditiru, tapi hanya ideal untuk ditiru.

Kata Kunci: Tasyri’iyyah, Ghairu tasyri’iyyah, Fitrah Manusia.

Johar Arifin & M, Ridwan Hasbi | Klasifikasi


Sunnah Tasyri’iyyah dan Ghairu Tasyri’iyyah
Perspektif Pemikiran Ahmad Syah Waliyullah al-
Dahlawi
Edisi Januari – Juni 2019 Vol. 43 No. 1 | 17
ISSN 2407-1706 |Online Version
Jurnal An-nida’ Jurnal Pemikiran Islam ISSN 0853116 |Print Version

PENDAHULUAN mengikat? Pertanyaan inilah yang


Muhammad memiliki double memunculkan perdebataan di
position, yakni sebagai utusan Allah kalangan ulama.
(Rasul) dan sebagai manusia biasa Sikap umum umat Islam
yang tumbuh dan dipengaruhi oleh memandang bahwa hadis yang
lokalitasnya.1 Ketetapan beliau dalam terumuskan dari sunnah yang hidup
kapasitas sebagai Rasul merupakan saat itu mempunyai harga mati yang
sumber syariat yang tidak tidak dapat ditawar-tawar lagi dalam
diperdebatkan,2 namun apakah hal pengamalannya. Sebagian ulama
segala yang datang dari beliau pun kurang memiliki perhatian
sebagai manusia biasa juga khusus dalam kajian tentang
merupakan sumber syariat yang polarisasi sunnah ini, sehingga di
antara mereka ada yang cenderung
1 M. Quraish Shihab mengutip
pendapat al-Qarafi (w. 684 H) tentang memandang semua sunnah sebagai
ucapan Nabi dapat dibagi kepada empat
syariat yang mengikat (al-sunnah
kategori sesuai dengan kedudukan ia sebagai
Rasul, Mufti, Qadhi, Imam (pemimpin kulluha tasyrî’iyyah). Artinya mereka
Negara atau masyarakat). Kategorisasi posisi
Nabi dalam konteks di atas, dipahami bahwa memiliki kecenderungan
yang disampaikan Nabi mesti dikaitkan
dengan kondisi dan situasi ketika itu. menggeneralisasi sunnah sebagai
Adapun pendapat-pendapat sahabat, apabila
permasalahan yang dikemukakannya syariat atau kebenaran mutlak (taken
termasuk fi ma la majala li ‘aqli fihi (bukan
for granted) atau sebagai produk jadi,
ruang wilayah nalar), ia fi hukmi marfu’
(bersumber dari Nabi saw), sehingga ia sehingga pada gilirannya sulit
diterima sebagaimana adanya. Sedangkan
bila sifatnya tidak demikian, maka ia hanya membedakan mana hadis yang
dipertimbangkan, dipilah, dan dipilih mana
yang sesuai dan mana yang tidak. M. bersifat mutlak yang terbebas dari
Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an,
(Bandung: Mizan, 1996), 96. ikatan ruang dan waktu, dan mana
2 Urutan Sunnah dalam dalil-dalil
pula hadis yang bersifat nisbi yang
hukum syariat Islam adalah setelah al-
Qur’an, ini berdasarkan beberapa perkara: hidup pada suatu fase penggalan
Pertama, Alquran itu qath’i karena mutawatir.
Sedangkan Sunnah yang mayoritasnya sejarah tertentu yang terikat oleh
adalah Ahad bersifat zhanni. Muhammad
Hilal Muhammad al-Sisi, al-Diya’ al-Mubin fi ruang dan waktu. Banyak di antara
Manahij al-Muhaddisin, terj. Johar Arifin dan
Abdul Somad, (Pekanbaru: Yayasan Pusaka konflik yang terjadi di kalangan umat
Riau, 2010), 15.

Johar Arifin & M, Ridwan Hasbi | Klasifikasi


Sunnah Tasyri’iyyah dan Ghairu Tasyri’iyyah
Perspektif Pemikiran Ahmad Syah Waliyullah al-
Dahlawi
Edisi Januari – Juni 2019 Vol. 43 No. 1 | 18
ISSN 2407-1706 |Online Version
Jurnal An-nida’ Jurnal Pemikiran Islam ISSN 0853116 |Print Version

Islam karena sebagian ulama ada klasifikasi pemahaman hadis yang


yang memandang semua sunnah dikemukakan di atas itulah yang
Nabi sebagai syariat yang mengikat menjadi landasan penulis untuk
sehingga semua yang berasal dari mengeksplorasi pemikiran al-
Nabi wajib diikuti, sehingga apabila Dahlawi tentang hadis.
ada pihak-pihak yang tidak
mengamalkannya dianggap inkar al- PEMBAHASAN
Sunnah atau ahli bid’ah. Selain itu, A. Biografi al-Dahlawi
berbagai macam temuan teknologi Nama lengkap al-Dahlawi
yang cukup pesat dan canggih adalah Quthbuddin Ahmad ibn
mengharuskan perlunya pengkajian Abdirrahim ibn Wajihiddin al-Syahid
terhadap pemahaman hadis Nabi. ibn Mu’azzam ibn Manshur ibn
Interaksi antara budaya yang Aḥmad ibn Maḥmud ibn
berkembang dengan ajaran Islam Qiwamudddin al-Dahlawi. Beliau
yang bersumber dari teks, untuk lebih dikenal dengan gelar Syah
selanjutnya dapat dipastikan akan Waliyullah. Ia dilahirkan pada hari
berhadapan dengan kenyataan yang Rabu, tanggal 4 Syawal 1114 H atau
lebih berat dan kompleks. Oleh sebab 21 Februari 1702 M, di Phulat, sebuah
itu, aspek budaya tidak dapat kota kecil di dekat Delhi.3
diabaikan dalam kajian hadis. Dari sisi genealogis, al-Dahlawi
Untuk menengahi polarisasi antara hidup dalam keluarga yang
dua kutub tersebut, al-Dahlawi mempunyai silsilah keturunan
menawarkan konsep tipologi sunnah dengan atribut sosial yang tinggi di
tasyri’iyah (sunnah Nabi yang wajib masyarakatnya. Kakeknya, Syeikh
dicontoh) dan ghair al-tasyri’iyyah Wajihuddin merupakan perwira
(sunnah Nabi yang tidak wajib tinggi dalam tentara kaisar Jahangir
dicontoh), lengkap dengan kriteria
3 Ahmad Syah Waliyullah
masing-masing. Konsep tentang ibn Abdurrahim al-Dahlawi, The Conclusive
Argument from God, terj. Dari bahasa Inggris
konstruksi dan paradigma seperti oleh Nuruddin Hidayat dan C. Romli Bihar
Anwar (Jakarta: Serambi, 2005), 682.

Johar Arifin & M, Ridwan Hasbi | Klasifikasi


Sunnah Tasyri’iyyah dan Ghairu Tasyri’iyyah
Perspektif Pemikiran Ahmad Syah Waliyullah al-
Dahlawi
Edisi Januari – Juni 2019 Vol. 43 No. 1 | 19
ISSN 2407-1706 |Online Version
Jurnal An-nida’ Jurnal Pemikiran Islam ISSN 0853116 |Print Version

dan pembantu Awrangzeb (1658-1707 Ketika ia berusia 15 tahun,


M) dalam perang perebutan tahta. ayahnya menerima al-Dahlawi
Sementara ayahnya, Syaikh sebagai murid dalam Thariqat
Abdurrahim (w. 1131 H), adalah Naqsyabandiyah dan ia mulai
seorang yang mempunyai keilmuan menjalankan pelatihan (riyadhah) dan
yang sangat tinggi, sufi yang amalan sufi. Pada umur itu pula al-
membantu penyusunan kitab Fatâwa Dahlawi menyelesaikan sekolahnya
Alamghiri, sebuah buku tentang dalam bidang agama Islam dan
hukum Islam. Selain itu, ia juga diizinkan oleh ayahnya untuk
menjadi ustadz di madrasahnya mengajar teman-temannya. Dengan
sendiri yang bernama “al- ayahnya, Syah Waliyullah muda
Rahimiyyah”, sebuah madrasah yang mempelajari buku-buku hadis seperti
mencetak banyak regenerasi mujaddid Misykat al-Mashabih dan Shahih al-
(pembaharu), termasuk Syah Bukhari, buku-buku mengenai tafsir
Waliyullah al-Dahlawi. Apalagi jika Alquran, fikih, dan teologi. Di
nasabnya diruntut ke atas, maka akan samping itu, ia diperkenalkan kepada
sampai pada Khalifah Umar ibn buku-buku tasawuf karya beberapa
Khattab dari jalur Abdillah.4 sufi mazhab Wahdah al-Wujud karya
Sementara dari jalur ibunya, ia akan Ibn ‘Arabi. Di samping masalah-
sampai pada Musa al-Kazim, Imam masalah keagamaan, ia juga
ketujuh dari golongan Syiah Itsna mempelajari astronomi, matematika,
‘Asyariyyah. Dengan demikian ia bahasa, serta tata bahasa Arab dan
termasuk keturunan Ali ibn Abi Persia, begitu pula ilmu kedokteran
Thalib, menantu Rasulullah.5 (thibb) yang kelak banyak mewarnai
karya-karyanya.6
Karya-karya yang telah diukir
4 Ahmad Syah Waliyullah oleh ulama multidisipliner abad ke-
ibn Abdurrahim al-Dahlawi, The Conclusive
Argument from God…, 684.
5 J.M.S. Baljon, Religion and Thought of 6 Ahmad Syah Waliyullah
Syah Waliyullah al-Dahlawi, 1703-1762 M ibn Abdurrahim al-Dahlawi, The Conclusive
(Leiden: E. J. Brill, 1986), 11. Argument from God…, 684.

Johar Arifin & M, Ridwan Hasbi | Klasifikasi


Sunnah Tasyri’iyyah dan Ghairu Tasyri’iyyah
Perspektif Pemikiran Ahmad Syah Waliyullah al-
Dahlawi
Edisi Januari – Juni 2019 Vol. 43 No. 1 | 20
ISSN 2407-1706 |Online Version
Jurnal An-nida’ Jurnal Pemikiran Islam ISSN 0853116 |Print Version

18 ini sangat banyak, berjumlah tasawuf, namun juga mengulas


ratusan judul yang mencakup beberapa pertanyaan mengenai
berbagai varian ilmu, mulai Alquran, hukum dan teologi, serta ulasan
hadis, tarikh, fikih, Usul Fikih, mengenai perkembangan berbagai
tasawwuf, filsafat, dan politik. Hasil kelompok yang berbeda di masa itu.
karya tersebut ditulis dalam Bahasa Dua karya Syah Waliyullah yang
Arab maupun Persia dan kebanyakan masing-masing berjudul Izalat al-
dibuat setelah rihlah ilmiyyah selama Khafa’ dan Qurrat al-‘Ainain fi Tafdhil
14 bulan di Hijaz, termasuk al-Syaikhain, disusun di penghujung
Hujjatullah al-Balighah yang memuat kariernya sebagai penulis, yang
metodologi pemahaman hadis al- dimaksudkan untuk menyangkal
Dahlawi. pandangan kalangan syiah mengenai
Di antara karya-karya khilafah dan keutamaan ‘Ali.
terakhirnya yang disusun setelah Beliau wafat pada sabtu sore,
tahun 1756 M. adalah karya dalam tanggal 29 Muharram 1176 H,
bidang fikih yang berjudul Musawwa bertepatan dengan 20 Agustus 1762
dan Mushaffa, yang merupakan M dalam usia 59 tahun di tempat
ulasan atas karya karya Imam Malik, kelahirannya. Setelah wafatnya al-
al-Muwaththa’, risalah-risalahnya Dahlawi, ajaran-ajarannya
mengenai hukum yang berjudul ‘Iqd dilanjutkan oleh keturunannya,
al-Jidd, dan Syarh Tarajim abwab al- terutama dua anak laki-lakinya, Syah
Bukhari, dan karyanya mengenai ‘Abdul ‘Aziz (w. 1823 M) dan Syah
tafsir yang berjudul al-Fauz al-Kabir. Rafi’uddin (w. 1818 M), serta
Karyanya yang lain yang terdiri atas cucunya, Syah Isma’il Syahid (w.
dua jilid, al-Tafhimat al-Ilahiyyah, 1831 M).7
merupakan karya yang menghimpun B. Konstruksi Pemikiran al-
beberapa bagian yang ditulis dalam Dahlawi tentang Sunnah
Bahasa Arab dan Persia yang
7 Ahmad Syah Waliyullah
kebanyakan mengulas masalah ibn Abdurrahim al-Dahlawi, The Conclusive
Argument from God…, 686.

Johar Arifin & M, Ridwan Hasbi | Klasifikasi


Sunnah Tasyri’iyyah dan Ghairu Tasyri’iyyah
Perspektif Pemikiran Ahmad Syah Waliyullah al-
Dahlawi
Edisi Januari – Juni 2019 Vol. 43 No. 1 | 21
ISSN 2407-1706 |Online Version
Jurnal An-nida’ Jurnal Pemikiran Islam ISSN 0853116 |Print Version

Sunnah -sebagaimana ter-cover terhadapnya yang secara umum


dalam kitab-kitab hadis merupakan dapat diklasifikasikan ke dalam dua
rekaman realitas tradisi keislaman kategori, yaitu tekstual dan
yang dibangun oleh Rasulullah dan kontekstual. Tekstual, lebih dikenal
para sahabatnya (taqrir). Namun sebagai aliran pemikiran yang
demikian, posisi hadis sebagai tradisi cenderung melihat semua prilaku
keislaman di sini berbeda dengan Nabi sebagai bagian dari wahyu yang
tradisi-tradisi keislaman lainnya, absolut dan transenden serta lepas
karena ia bersumber dari seorang dari dimensi historis-empiris. Hadis
figur otoritatif dalam Islam. Nabi Saw bagi aliran ini, lebih
Jika persoalan hadis sebagai dipahami secara praktis sebagai
sumber hukum telah disepakati oleh sumber hukum materi yang tertulis.
hampir semua umat Islam, maka Kecenderungan tekstual yang lebih
tidak demikian dengan persoalan mengedepankan dimensi otoritatif
bagaimana memahami hadis Nabi Nabi ini banyak dianut oleh kalangan
Saw. Dalam hal ini, problem tradisionalis.
pemahaman hadis Nabi Saw Adapun model pemahaman
merupakan persoalan yang sangat kontekstualis, lebih menekankan
menarik sekaligus penting, sehingga dimensi historis-empiris. Berati
banyak dikaji ulama dari zaman ke pemahaman yangtidak bertumpu
zaman. Kajian pemahaman terhadap pada makna teks hadis semata
hadis belum dianggap selesai. Selalu melainkan mengaitkannya dengan
ada hal-hal yang masih perlu dikaji, hal-hal di luar teks, seperti keadaan
mengingat adanya faktor-faktor yang yang mengucapkannya, yakni Nabu
belum dipikirkan atau yang perlu Muhammad Saw, kondisi ketika teks
dipikir ulang. diucapkan, dan kondisi waktu
Eksistensi hadis yang seperti memahaminya.
inilah, pada akhirnya memunculkan Adapun pangkal perselisihan
beragam model pemahaman antara kedua golongan itu dalam

Johar Arifin & M, Ridwan Hasbi | Klasifikasi


Sunnah Tasyri’iyyah dan Ghairu Tasyri’iyyah
Perspektif Pemikiran Ahmad Syah Waliyullah al-
Dahlawi
Edisi Januari – Juni 2019 Vol. 43 No. 1 | 22
ISSN 2407-1706 |Online Version
Jurnal An-nida’ Jurnal Pemikiran Islam ISSN 0853116 |Print Version

memahami hadis adalah bermula dinamika dan kreativitas, sehingga


dari adanya realitas historis lahirlah puluhan aliran hukum
transmisi hadis ke dalam teks-teks dengan beragam corak
hadis.8 Hadis sebagai bentuk ideal kecenderungan metodologis maupun
teladan Nabi Saw yang dinamis dan warna kedaerahannya. Namun di sisi
harus diikuti, telah ditransmisikan lain, beragam aliran yang muncul
dalam wacana verbal, yakni laporan tersebut justru menyebabkan
sahabat tentang Nabi Saw kepada terjadinya suasana ketidakpastian
generasi semasa atau sesudahnya, hukum, karena masing-masing pihak
sehingga menjadi statis.9 Ahl al-hadis mengklaim putusan hukumnya
memahaminya secara tekstual, merupakan sesuatu yang valid dan
sedangkan ahl al-ra’y memahaminya bersumber dari hadis.
secara kontekstual. Berdasarkan ini semua, penting
Jika dirunut ke belakang, maka sekali mendudukkan hadis pada
persoalan bagaimana memahami tempatnya secara proporsional, yaitu
hadis Nabi Saw sebagai sumber yang kapan hadis bersifat mengikat
otoritatif, sebenarnya sudah ada (tasyri’iyyah) dan kapan tidak
semenjak periode awal-awal Islam. mengikat (ghairu tasyri’iyyah).
Hal ini ditandai dengan terjadinya Demikian pula, mendudukkan
perdebatan sengit antara ahl al-hadits pemahaman hadis pada tempatnya
dengan ahl al-ra’y. Dalam konteks ini, secara situasional (kapan hadis
perdebatan antar kedua golongan dipahami secara tekstual dan kapan
tersebut, di satu sisi membawa dipahami secara kontekstual).10
hukum Islam pada masa awal dalam
10 Menurut Musa Syâhin Lasyin, Guru
iklim pemikiran yang penuh Besar Hadis Universitas al-Azhar Mesir
bahwa pencetus dari pemetaan sunnah
tasyriyyah dan ghairu tasyriyyah adalah
8Mushadi, Evolusi Konsep Sunnah dan
Mahmud Syalthut dalam bukunya al-Islam
Implikasinya pada Perkembangan Hukum Islam
Aqidah wa syari’ah. Sebenarnya sebelum
(Semarang: Aneka Ilmu, 2000), 120-121.
9 Komaruddin Hidayat, Memahami Syalthut sudah ada ulama yang
Bahasa Agama; Sebuah Kajian Hermeneutis, menyinggung permasalahan ini seperti M.
(Jakarta: Paramadina, 1996), 17. Rasyid Ridha dalam tafsir al-Manar dan

Johar Arifin & M, Ridwan Hasbi | Klasifikasi


Sunnah Tasyri’iyyah dan Ghairu Tasyri’iyyah
Perspektif Pemikiran Ahmad Syah Waliyullah al-
Dahlawi
Edisi Januari – Juni 2019 Vol. 43 No. 1 | 23
ISSN 2407-1706 |Online Version
Jurnal An-nida’ Jurnal Pemikiran Islam ISSN 0853116 |Print Version

Berangkat dari kegelisahan dirujuk oleh kalangan ahli hukum


tentang masuknya berbagai nilai Islam masa lalu.
modernitas yang telah membawa Metode kongkrit dalam upaya
perubahan mendasar terhadap norma pemahaman yang tepat terhadap
maupun struktur tradisi dalam hadis Nabi yang ia tawarkan adalah
masyarakat Muslim yang telah melalui pengkategorian hadis ke
mapan, sehingga terjadi kesenjangan dalam dua kategori, yaitu hadis
antara teori hukum Islam yang telah kategori tasyri’iyyah dan ghairu
stabil dengan realitas yang terus tasyri’iyyah. Pengkategorian ini
dinamis, mendorong al-Dahlawi didasarkan pada konsepsi teoritis
untuk melakukan reformasi hukum tindakan Nabi, yaitu tindakan
Islam. Menurutnya, satu-satunya cara sebagai Rasul dan bukan sebagai
efektif ke arah itu adalah dengan Rasul. Hadis kategori pertama
adanya pemahaman yang tepat bersifat mengikat, sedangkan hadis
terhadap teks-teks yang menjadi kategori kedua bersifat tidak
sumber hukum itu sendiri, terutama mengikat. Adapun tujuan yang ingin
hadis Nabi Saw. Ia menekankan pada dicapai al-Dahlawi dengan
perubahan metode pemahaman pengkategorian ini adalah menggali
terhadap teks-teks yang menjadi ‘illat yang melatarbelakangi
sumber hukum, bukan pada munculnya berbagai aturan syariat,
eksistensi teks-teks tersebut. Hal ini untuk menemukan korelasi antara
karena hadis Nabi Saw merupakan substansi hukum (maqashid) dengan
sumber terbanyak dalam bentuknya (syari’at).11
menyediakan materi hukum Islam, Inilah sebenarnya theoretical
lebih detail, operasional, dan banyak frame work al-Dahlawi dalam
menggolongkan hadis ke dalam dua

Waliyullah al-Dahlawi dalam bukunya al-


Hujjah al-Balighah. Muhammad Aniq Imam, 11 Ahmad Syah Waliyullah
“Problematika Sunnah Tasyri’iyyah dan ibn Abdurrahim al-Dahlawi, Hujjat Allah al-
Ghairu Tasyri’iyyah”, Jurnal Addin, vol. 7, Balighah, (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah,
no. 2, Agustus, (2013), 387. t.t.), juz.1, 238-240.

Johar Arifin & M, Ridwan Hasbi | Klasifikasi


Sunnah Tasyri’iyyah dan Ghairu Tasyri’iyyah
Perspektif Pemikiran Ahmad Syah Waliyullah al-
Dahlawi
Edisi Januari – Juni 2019 Vol. 43 No. 1 | 24
ISSN 2407-1706 |Online Version
Jurnal An-nida’ Jurnal Pemikiran Islam ISSN 0853116 |Print Version

tipologi; tasyri’yyah dan ghairu adalah tawaran kongkrit sebagai


tasyri’iyyah. Pemikiran dikotomis solusi yang ia usulkan.
tasyri’iyyah dan ghairu tasyri’iyyah al- Al-Dahlawi juga menjelaskan
Dahlawi ini muncul karena adanya tentang cara masyarakat menerima
beberapa kelemahan umat Islam syariat dari Rasulullah. Pertama,
pada masanya yang menurutnya melalui jalur periwayatan berupa
merupakan problem serius yang riwayat mutawatir atau tidak
harus segera dicarikan solusinya. mutawatir. Riwayat mutawatir sendiri
Kelemahan-kelemahan tersebut yang terbagi menjadi dua, yaitu mutawatir
paling menonjol ada dua, yaitu; ma’nawi dan mutawatir lafzhi.
pertama, bercampurnya ajaran Mutawatir lafzhi contohnya adalah
agama Islam dengan ajaran agama Alquran dan sebagian kecil hadis
lain yang pernah dipeluk seseorang Nabi Saw. Sedangkan mutawatir
atau suatu bangsa sebelumnya. ma’nawi seperti aturan-aturan
Kedua, taklid kepada selain Nabi mengenai bersuci, shalat, puasa,
Saw, atau dengan kata lain, umat zakat, pernikahan, jual-beli dan lain
Islam terlalu terbelenggu dengan sebagainya. Sedangkan riwayat yang
berbagai macam tradisi masa lalu. tidak mutawatir (ahad), menurut al-
Padahal, tidak semua tradisi masa Dahlawi yang paling tinggi adalah
lalu adalah benar. Inilah dua hal hadis mustafidh, yaitu hadis yang
mendasar yang menjadikan umat diriwayatkan oleh tiga atau empat
Islam statis dan tidak bisa berpacu orang sahabat, kemudian para
dengan perkembangan zaman. Untuk periwayatnya bertambah banyak
itu, umat Islam harus kembali kepada hingga generasi kelima, dan riwayat
al-Qur’an dan sunnah, tidak secara ini paling banyak dijumpai. Dari
tekstualis semata melainkan juga hadis inilah kebanyakan diolah
secara filosofis. Dalam konteks hadis, menjadi pokok-pokok fikih. Kategori
pemikiran dikotomis hadis tasyri’iyyah riwayat berikutnya adalah riwayat
dan ghairu tasyri’iyyah al-Dahlawi (khabar) yang dinilai shahih atau hasan

Johar Arifin & M, Ridwan Hasbi | Klasifikasi


Sunnah Tasyri’iyyah dan Ghairu Tasyri’iyyah
Perspektif Pemikiran Ahmad Syah Waliyullah al-
Dahlawi
Edisi Januari – Juni 2019 Vol. 43 No. 1 | 25
ISSN 2407-1706 |Online Version
Jurnal An-nida’ Jurnal Pemikiran Islam ISSN 0853116 |Print Version

menurut para ulama hadis terkenal era sahabat, tabi’in, dan generasi
karena mereka telah hafal banyak ketiga (tabi’ al-tabi’in).12
hadis dan orang-orang besar di Kedua metode ini menurut al-
antara mereka. Kategori riwayat Dahlawi mempunyai kelemahan.
berikutnya adalah riwayat (khabar) Metode pertama, yaitu dengan
yang dinilai shahih atau hasan memahami secara lahir
menurut para ulama hadis terkenal kelemahannya adalah akan
karena mereka telah hafal banyak masuknya periwayatan secara makna
hadis, dan orang-orang besar di (bi al-ma’na), sehingga kadang bisa
antara mereka. Selain itu terdapat merusak makna suatu hadis.
pula riwayat yang diperselisihkan di Sedangkan kelemahan yang dimiliki
kalangan ulama hadis, sehingga cara kedua ialah terlibatnya ijtihad
sebagian dari mereka menerima dan para sahabat, tabi’in, dan lainnya
sebagian lagi menolaknya. Menurut dengan deduksi hukum yang mereka
al-Dahlawi di antara hadis-hadis ambil dari Alquran dan hadis,
tersebut jika didukung oleh sedangkan mereka tidak selalu benar
periwayatan yang sama atau dalam setiap keadaan, karena
pendapat kebanyakan ulama atau terkadang suatu hadis tidak sampai
mengandung pemahaman yang jelas, kepada salah seorang di antara
hadis-hadis semacam itu harus mereka, atau sampai namun belum
diamalkan. Kedua, mengambil cukup kuat untuk dijadikan hujjah,
syariat dengan memahami dilalah, kemudian keadaan sebenarnya
yakni sahabat menyaksikan diketahui melalui riwayat lain. Oleh
perkataan dan perbuatan Rasulullah, sebab itu, menurut al-Dahlawi
kemudian mereka mengambil hukum seseorang yang berkecimpung di
dari hal tersebut. Praktik semacam ini bidang hukum Islam harus
berlangsung turun-temurun mulai menguasai keduanya. Dalam konteks

12 Ahmad Syah Waliyullah


ibn Abdurrahim al-Dahlawi, Hujjat Allah al-
Balighah…, 247-248.

Johar Arifin & M, Ridwan Hasbi | Klasifikasi


Sunnah Tasyri’iyyah dan Ghairu Tasyri’iyyah
Perspektif Pemikiran Ahmad Syah Waliyullah al-
Dahlawi
Edisi Januari – Juni 2019 Vol. 43 No. 1 | 26
ISSN 2407-1706 |Online Version
Jurnal An-nida’ Jurnal Pemikiran Islam ISSN 0853116 |Print Version

ini pula, al-Dahlawi menyatakan (w. 273 H.), dan Musnad Ahmad bin
bahwa kesepakatan sebagian sahabat Hanbal (w. 241 H.). Ketiga, kitab-kitab
tidak bisa dijadikan salah satu musnad, jami’, dan musannaf yang
sumber syariat (ushul al-syari’ah). Hal didalamnya terdapat hadis shahih,
ini terjadi karena seringkali di antara hasan, dhaif, ma’rūf, gharib, syadz,
para sahabat bersepakat mengenai munkar, khata’, shawab, tsabit, dan
sesuatu karena pemikiran rasional maqlub. Kitab yang termasuk kategori
yang menunjukkan kemanfaatan. ini misalnya Musnad Abī Ya’la (w.
Pada era sekarang, menurut al- 1034 H.), Mushannaf Abd al-Razaq (w.
Dahlawi satu-satunya cara untuk 827 H.), Mushannaf Abu Bakar ibn Abi
menerima riwayat adalah dengan Syaibah (w. 235 H.), Musnad al-
menelitinya dari kitab-kitab hadis Thayalisi (w. 818 H.), kitab al-Baihaqī
secara langsung, sebab tidak ada (w. 458 H.), al-Thahawī (w. 321 H.),
riwayat yang dipercaya kecuali dan al-Thabranī (w. 360 H.). Keempat,
riwayat tersebut telah dituliskan kitab-kitab yang disusun untuk
dalam kitab-kitab hadis yang ada. menghimpun hadis-hadis yang tidak
Dalam hal ini, ia membagi tingkatan termuat dalam kitab tingkatan
kitab-kitab hadis menjadi lima. pertama dan kedua, dan hadis-hadis
Pertama, al-Muwaththa’ Malik (w. 179 yang terdapat dalam kitab-kitab jamī’
H.), shahih al-Bukhari (w. 256 H.), dan dan musnad yang kurang populer.
Shahih Muslim (w. 261 H). Kedua, Lebih jelasnya lagi, kitab yang
kitab-kitab hadis yang berada di memuat riwayat yang dari da’i yang
bawah tiga kitab tersebut, yang suka mengoceh, para ahli bid’ah,
diketahui pengarangnya dapat orang yang tidak dapat dipercaya,
dipercaya, adil, hafalannya kuat, dan atau hadis-hadis yang berupa tradisi
mumpuni dalam bidang ilmu hadis, sahabat, tabi’in, atau dongeng
seperti Sunan Abi Daud (w. 275 H.), israiliyat dan lain sebagainya, lihat
Jami’ al-Tirmidzi (w. 279 H.), Sunan al- misalnya al-Dhu’afa’ Ibnu Hibban (w.
Nasai (w. 303 H.), Sunan Ibnu Mājah 354 H.), al-Kamil Ibnu ‘Adi (w. 976 H.)

Johar Arifin & M, Ridwan Hasbi | Klasifikasi


Sunnah Tasyri’iyyah dan Ghairu Tasyri’iyyah
Perspektif Pemikiran Ahmad Syah Waliyullah al-
Dahlawi
Edisi Januari – Juni 2019 Vol. 43 No. 1 | 27
ISSN 2407-1706 |Online Version
Jurnal An-nida’ Jurnal Pemikiran Islam ISSN 0853116 |Print Version

dan lain-lain. Kelima, kitab-kitab kelompok seperti Rafidhah,


yang di antaranya memuat hadis- Mu’tazilah, dan yang sepadan
hadis yang populer atau tersebar luas dengan mereka banyak memakai
di kalangan fuqaha’, sufi, ahli sejarah hadis jenis ini untuk mendukung
dan selainnya serta tidak memiliki pendapat pribadi mereka.13
dasar pijakan pada keempat Dari keterangan di atas, kita
peringkat di atas. Meliputi juga bisa simpulkan bahwa tidak semua
hadis-hadis yang dibuat oleh orang- perkataan dan perbuatan Rasulullah
orang yang tidak memperdulikan Saw menjadi syariat Islam. Perbuatan
agamanya, orang yang mengetahui dan perkataan Rasulullah yang
bahasa hadis kemudian menciptakan menjadi bagian dari syariat Islam itu
mata rantai yang kelihatannya kuat, masih terbagi lagi hukumnya antara
sehingga dianggap sebagai hadis dari wajib, sunnah (mandub), mubah,
Nabi Saw. makruh dan haram. Untuk bisa
Menurut Syah Waliyullah al- memilah dan memilih mana yang
Dahlawi, hadis-hadis yang ada dalam menjadi bagian dari syariat dan apa
peringkat pertama dan kedua itulah hukumnya, dibutuhkan disiplin ilmu
yang menjadi sandaran para ulama tersendiri di antaranya yang paling
hadis. Sementara untuk hadis pada utama adalah ilmu Ushul Fikih dan
peringkat ketiga, tidak ada yang fikih. Khusus yang terkait dengan
mempercayainya sebagai hadis sejarah riwayat hidup Rasulullah, ada
shahih. Pada tingkatan keempat, al- disiplin ilmu yang disebut fiqh al-
Dahlawi menjelaskan bahwa hadis- sirah. Artinya bagaimana kita bisa
hadis pada tingkatan ini merupakan memahami hukum-hukum yang kita
objek para penulis belakangan yang dapatkan dasarnya dari sejarah Nabi
menyibukkan diri untuk Saw.
mengumpulkan hadis-hadis itu atau
menarik hukum darinya. Ia
13 Ahmad Syah Waliyullah
menambahkan bahwa kelompok- ibn Abdurrahim al-Dahlawi, Hujjat Allah al-
Balighah…, 30-31.

Johar Arifin & M, Ridwan Hasbi | Klasifikasi


Sunnah Tasyri’iyyah dan Ghairu Tasyri’iyyah
Perspektif Pemikiran Ahmad Syah Waliyullah al-
Dahlawi
Edisi Januari – Juni 2019 Vol. 43 No. 1 | 28
ISSN 2407-1706 |Online Version
Jurnal An-nida’ Jurnal Pemikiran Islam ISSN 0853116 |Print Version

C. Klasifikasi Sunnah Artinya:


Apa yang diberikan Nabi
Tasyri’iyyah dan Ghairu
kepadamu maka ambillah, dan
Tasyri’iyyah menurut al- apa yang ia larang maka
Dahlawi jauhilah..... (QS. Al-Hasyr [59]:
7).
Definisi hadis menurut al-
Selanjutnya, menurut al-
Dahlawi tidak berbeda dengan
Dahlawi jenis hadis yang masuk
pendapat mayoritas ulama Hadis,
dalam kategori tasyri’iyyah ini adalah
yakni segala sesuatu yang bersumber
sebagai berikut: pertama, ilmu-ilmu
dari Nabi Muhammad, baik berupa
tentang hari akhirat dan keajaiban-
perkataan (qaul), perbuatan (fi’il),
keajaiban yang tidak dapat dicapai
maupun ketetapan beliau (taqrir).
oleh manusia biasa. Semua hal ini
Pengertian hadis tasyri’iyyah, yaitu
berdasarkan wahyu dari Allah.
hadis yang disampaikan dengan jalan
Kedua, aturan-aturan syariat, batasan-
risalah (ma sabiluhu sabilu tabligh al-
batasan ibadah, dan masalah-masalah
risalah). Hadis ini muncul dari diri
irtifaqat (muamalah sesama manusia).
Muhammad sebagai pembawa
Sebagian dari hal yang disebutkan
risalah dan harus ditaati, sebab bisa
merupakan hasil wahyu yang
dikatakan bahwa apa yang diterima
diberikan Allah. Sementara sebagian
Muhammad pada kedudukan
yang lain adalah hasil ijtihad Nabi
tersebut merupakan wahyu atau juga
Muhammad yang setingkat dengan
ijtihad Nabi atas bimbingan wahyu. 14
wahyu, sebab Allah melindungi
Adapun dasar yang dipakai dalam
beliau dari pemikiran yang salah.
merumuskan hal tersebut adalah QS.
Ketiga, kebijakan-kebijakan praktis
Al-Hasyr ayat 7:
(hikam al-mursalah) dan kemaslahatan
‫الر ُس ْو ُل فَ ُخ ُذ ْوهُ َوَما‬
َّ ‫ َوَما اتى ُك ُم‬... mutlak yang Nabi tidak

... ‫َنى ُك ْم َعنْهُ فَانْتَ ُه ْوا‬ menetapkannya untuk waktu


tertentu dan tidak pula menentukan
14 Ahmad Syah Waliyullah batasannya, seperti penjelasan Nabi
ibn Abdurrahim al-Dahlawi, Hujjat Allah al-
tentang yang baik dan buruk. Hal ini
Balighah…, 241.

Johar Arifin & M, Ridwan Hasbi | Klasifikasi


Sunnah Tasyri’iyyah dan Ghairu Tasyri’iyyah
Perspektif Pemikiran Ahmad Syah Waliyullah al-
Dahlawi
Edisi Januari – Juni 2019 Vol. 43 No. 1 | 29
ISSN 2407-1706 |Online Version
Jurnal An-nida’ Jurnal Pemikiran Islam ISSN 0853116 |Print Version

termasuk ijtihad Nabi, akan tetapi Dahlawi menyandarkan


Allah sebelumnya telah memberikan pendapatnya ini pada dua hadis
prinsip-prinsip irtifaqat atau bisa Nabi.
dikatakan berdasarkan bimbingan
‫إََِّّنَا أ َََن بَ َشٌر إِ َذا أ ََم ْرتُ ُك ْم بِ َش ْي ٍء ِم ْن‬
‫ِدينِ ُك ْم فَ ُخ ُذوا بِِه َوإِذَا أ ََم ْرتُ ُك ْم بِ َش ْي ٍء‬
wahyu, seperti penjelasan tentang
baik dan buruk. Keempat, keutamaan-
keutamaan perbuatan dan sifat-sifat
....‫ِم ْن َرأْ ٍي فَإََِّّنَا أ َََن بَ َشٌر‬
Artinya:
istimewa dari orang yang berbuat Aku hanyalah manusia biasa,
kebajikan. Sebagian dari hal ini jika aku memerintah kalian
dalam urusan agama maka
berdasar pada wahyu dan sebagian ambillah, dan jika aku
lainnya berdasarkan pada ijtihad memerintah sesuatu menurut
pendapatku sendiri, maka
Nabi.15
sesungguhnya aku hanyalah
Sedangkan pengertian hadis manusia biasa.16
ghairu tasyri’iyyah, yaitu hadis yang
‫اخ ُذ ِوّن‬ ِ ‫فَإِِّن إََِّّنَا ظَنَ ْنت ظَنًّا فَ ََل تُؤ‬
tidak termasuk dalam jalan
َ ُ ِ
penyampaian risalah (ma laisa min bab
‫اَّللِ َشْي ئًا‬
َّ ‫ِِبلظَّ ِِن َولَكِ ْن إِ َذا َحدَّثْتُ ُك ْم َع ْن‬
‫اَّللِ َعَّز‬ ِ ِ
tabligh al-risâlah). Tabligh al-risalah َّ ‫ب َعلَى‬ َ ‫فَ ُخ ُذوا بِه فَإِِِّن لَ ْن أَ ْكذ‬
merupakan hadis atau sunnah Nabi .....‫َو َج َّل‬
yang substansinya berkaitan dengan Artinya:
Aku hanya membuat perkiraan,
perintah dalam ajaran Islam.
maka jangan kalian mencelaku
Sedangkan ghairu tabligh al-risalah dengan pendapatku ini.
Namun, jika aku
adalah hadis atau sunnah Nabi yang
memberitahumu tentang
tidak berkaitan dengan perintah sesuatu mengenai Allah, maka
terimalah. Sebab aku tidak akan
ajaran agama Islam. Jika Muhammad
pernah berdusta mengenai
berada dalam posisi ini, maka tidak Allah ‘Azza wa Jalla.
wajib ditaati, sebab kapasitasnya
adalah sebagai manusia biasa. Al-
16
Muhammad ibn Yazid Abu
15 Ahmad Syah Waliyullah ‘Abdillah al-Qazwaini, Sunan Ibn Majah
ibn Abdurrahim al-Dahlawi, Hujjat Allah al- (Beirut: Dar al-Fikr, 1404 H/1984 M), juz. 1,
Balighah…, 142-143. 640.

Johar Arifin & M, Ridwan Hasbi | Klasifikasi


Sunnah Tasyri’iyyah dan Ghairu Tasyri’iyyah
Perspektif Pemikiran Ahmad Syah Waliyullah al-
Dahlawi
Edisi Januari – Juni 2019 Vol. 43 No. 1 | 30
ISSN 2407-1706 |Online Version
Jurnal An-nida’ Jurnal Pemikiran Islam ISSN 0853116 |Print Version

Menurut al-Dahlawi, yang sebagai seorang Nabi yang


termasuk dalam kategori ghairu mengajarkan pensyariatan obat-
tasyri’iyyah atau ma laisa min bab obatan itu, tetapi lebih sebagai
tabligh al-risalah ini adalah: pertama, seorang yang hidup di suatu masa
ilmu-ilmu tentang pengobatan dan wilayah tertentu, dan sebagai
(medis). Rasulullah Saw melalui bagian dari masyarakat yang punya
sabdanya mengatakan bahwa obat pergaulan luas, wajar kalau beliau
penyakit ini adalah itu dan obat memiliki pengetahuan yang banyak
penyakit ini adalah ini, padahal termasuk dalam masalah obat-
Rasulullah Saw bukanlah diutus obatan. Contohnya adalah hadis-
sebagai tabib atau dokter yang hadis berikut ini:
َِّ ‫ول‬
َ ْ‫ أَف‬:‫اَّللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم‬
‫ض ُل‬ َّ ‫صلَّى‬ َ ‫اَّلل‬ ُ ‫ال َر ُس‬
َ َ‫ق‬
tugasnya menyembuhkan penyakit

.ُ‫َّاس ا ْْلِ َج َامة‬ ِِ


fisik atau mengajarkan dunia
pengobatan, melainkan sebagai ُ ‫َما تَ َد َاوى به الن‬
Artinya:
seorang Nabi yang membawa risalah. Sebaik-baik pengobatan adalah
bekam (hijamah).17
Kalaupun beliau pernah berkata

ِِ ‫َعلَْي ُك ْم ِِبَ َذا الْعُ ْوِد‬


ِِ ‫ا ْْلْند‬
tentang masalah pengobatan, maka
‫(يعن‬ ‫ي‬
bukan bagian dari hukum dan
‫أَ ْش ِفيَ ٍة‬ َ‫َسْب َعة‬ ‫الكست) فَإِ َّن فِْي ِه‬
َ
risalah, tetapi sebagai bagian dari sisi
kemanusiaan beliau. Karena itu, .‫ِمنْ َها‬
Artinya:
berobat dengan apa yang pernah
Hendaklah kalian
disebutkan Nabi tidak menggunakan kayu India ini
karena dia memiliki tujuh
berkonsekuensi hukum wajib.
khasiat yang menyembuhkan.18
Seringkali kita mendapatkan
Rasulullah mengatakan tentang suatu
obat, maka seolah-olah
Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad
17

penggunaannya menjadi bagian dari bin Hanbal (Beirut: Dar al-Fikr, 1407 H/ 1987
M), 217.
syariat Islam. Padahal ketika itu 18
Muhammad bin Ismail al-Ju’fi al-
perkataan Muhammad bukanlah Bukhari, Shahih al-Bukhari (Beirut: Dar al-
Fikr, 1409 H/ 1989 M), juz. 2, 377.

Johar Arifin & M, Ridwan Hasbi | Klasifikasi


Sunnah Tasyri’iyyah dan Ghairu Tasyri’iyyah
Perspektif Pemikiran Ahmad Syah Waliyullah al-
Dahlawi
Edisi Januari – Juni 2019 Vol. 43 No. 1 | 31
ISSN 2407-1706 |Online Version
Jurnal An-nida’ Jurnal Pemikiran Islam ISSN 0853116 |Print Version

dalam hadis “lebih baik jika kalian


َّ‫الس ْوَد ِاء ِش َفاءً ِم ْن ُك ِِل َد ٍاء إل‬
َّ ‫إِ َّن ِف ا ْْلَبَّ ِة‬ terdorong untuk memperoleh untuk

.‫الس َام‬
َّ jihad seekor kuda hitam yang punya
Artinya: cahaya keputih-putihan di dahinya.”
Hendaklah kalian Begitu juga dengan anak panah yang
menggunakan jintan hitam
(habbah sauda’) karena benda itu dilepaskan saat peperangan,
adalah obat dari segala penyakit meskipun hadisnya menyebutkan
kecuali al-sam (kematian).19
bahwa “siapa yang melepaskan anak
ِ ِْ ‫خي أَ ْكحالِ ُكم‬
ُ ِ‫صَر َويُنْب‬
‫ت‬ َ َ‫اْل ْْث ُد ََْيلُو الْب‬ ُ َ ُْ َ panah di medan perang, maka dia

.‫َّعَر‬
َ ‫الش‬
akan mendapat ini dan ini.” Padahal

Artinya: intinya adalah ikut beperang dan


Pakailah celak mata dengan bukan pada penggunaan anak
itsmid (antimonium), karena dia
membuat mata menjadi bening panahnya. Di zaman sekarang ini,
dan menumbuhkan rambut.20 senjata yang kita gunakan bukan lagi

Ketika beliau menyebutkan anak panah, tetapi senapan otomatis,

bekam, kayu india, jintan hitam atau pelontar granat atau roket. Begitu

celak dari itsmid, beliau tidak juga denga kayu ara’ yang sering

mengatakan hal itu sebagai bagian digunakan untuk bersiwak

dari syariat Islam, sehingga bila (menggosok gigi), bukan pada

seseorang tidak menggunakannya kayunya, namun pada menggosok

tidak berdampak pada dosa atau giginya. Bahwa kayu ara’ itu punya

kemaksiatan. khasiat ini dan itu, silahkan saja.

Kedua, ilmu-ilmu yang Tetapi Islam tidak pernah

didapatkan melalui pengalaman. Hal menetapkan bahwa siwak yang

ini seperti pesan yang tercakup menggunakan kayu ara’ saja yang
disunnahkan. Kayu ara’ adalah alat
19
Muhammad ibn Yazid Abu
‘Abdillah al-Qazwaini, Sunan Ibn Majah, juz.
2, 240.
20
Abu Isa Muhammad bin Isa al-
Sulami al-Tirmidzi, Sunan al-Tirmidzi (Beirut:
Dar al-Fikr, 1409 H), juz. 3, 291.

Johar Arifin & M, Ridwan Hasbi | Klasifikasi


Sunnah Tasyri’iyyah dan Ghairu Tasyri’iyyah
Perspektif Pemikiran Ahmad Syah Waliyullah al-
Dahlawi
Edisi Januari – Juni 2019 Vol. 43 No. 1 | 32
ISSN 2407-1706 |Online Version
Jurnal An-nida’ Jurnal Pemikiran Islam ISSN 0853116 |Print Version

untuk bersiwak yang dikenal di masa yang menurut al-Dahlawi dan


itu.21 beberapa ulama yang pro klaim
Ketiga, berbagai topik yang sunnah ghairu tasyri’iyyah bahwa
biasa Nabi bicarakan layaknya sunnah jenis ini tidak memiliki
pembicaraan orang kebanyakan. otoritas dalam syariat sehingga tidak
Keempat, segala hal yang berkaitan berkaitan dengan pahala dan dosa,
dengan kebijakan-kebijakan yang tetapi kalau sunnah ini diamalkan
sifatnya juz’iyyah (temporal) dan semata-mata untuk taqlid kepada
bukan sebagai kebijakan yang Rasulullah Saw dengan tidak
berlaku selamanya bagi seluruh membebani diri, maka itu akan
umat, seperti hadis tentang ramal. terhitung sebagai ibadah karena telah
Kelima, segala hal yang berkaitan dianggap mengikuti Rasulullah Saw.
dengan adat kebiasaan Nabi dan Misal yang lain, dalam salah satu
bukan masalah ibadah (ritual kasus yang dianggap ghairu
keagamaan), misalnya cara tidur tasyri’iyyah, Rasululah senantiasa
Nabi, cara berjalan, cara berpakaian, mendahulukan kaki kanan untuk
dan lain-lain. contohnya adalah hadis masuk ke Masjid ataupun ke rumah
tentang jenggot. Jenggot hanyalah beliau, makan dengan tangan kanan,
kebiasaan yang terjadi di kalangan mendahulukan kaki kiri ketika
orang Arab, walaupun ada teks hendak masuk ke kamar mandi, lebih
hadisnya. Memelihara jenggot senang menggunakan pakaian
tidaklah wajib, walaupun Nabi berwarna putih, tidak menyukai
membiarkan jenggot, karena jenggot makanan yang berbau menyengat
merupakan bagian dari tradisi Arab seperti bawang putih, mengenakkan
ketika itu. gamis, dan lain sebagainya.
Walaupun sunnah tersebut Terkadang juga sebuah hadis yang
adalah sunnah ghairu tasyri’iyyah dianggap ghairu tasyri’iyyah adalah
upaya Nabi untuk membedakan
21 Ahmad Syah Waliyullah
ibn Abdurrahim al-Dahlawi, Hujjat Allah al- umat Islam dengan kaum Yahudi dan
Balighah, 146.

Johar Arifin & M, Ridwan Hasbi | Klasifikasi


Sunnah Tasyri’iyyah dan Ghairu Tasyri’iyyah
Perspektif Pemikiran Ahmad Syah Waliyullah al-
Dahlawi
Edisi Januari – Juni 2019 Vol. 43 No. 1 | 33
ISSN 2407-1706 |Online Version
Jurnal An-nida’ Jurnal Pemikiran Islam ISSN 0853116 |Print Version

Nasrani. Misalnya hadis yang Apabila kita tinggalkan hal tersebut


memerintahkan untuk menyisir dengan niat untuk mengikuti
rambut menjadi belah dua. Itu adalah Rasulullah dan menjaga kesehatan
reaksi Nabi ketika melihat bahwa apakah tidak dihitung ibadah dan
kaum Yahudi sering menyisir rambut membawa ganjaran pahala?
mereka ke depan dan kaum Nashrani Demikian juga pengikutan terhadap
menyisir rambut mereka lebih keperibadian Nabi didasari oleh rasa
condong ke arah kanan. Kemudian cinta kepada beliau, misalnya
beliau bersabda “Khallifuhum fi seseorang tidak memakan suatu
umurihim” (berbedalah kalian dengan makanan karena tidak mengetahui
mereka pada seluruh aspek apakah Rasulullah pernah
kehidupan mereka).22 melakukannya dan itu ia niatkan
Jika sekarang kita mengamalkan semata-mata karena rasa cinta
hadis-hadis tersebut dengan tujuan kepada Rasulullah Saw, apakah ia
mengikuti Nabi untuk membedakan tidak mendapatkan pahala atas
diri dengan kaum Yahudi dan iktikad baik dan niat baiknya
Nashrani, apakah kita tidak dihitung tersebut? Deskripsi di atas menurut
melaksanakan ibadah dan mendapat penulis jelas mendapat pahala dan
pahala? Kadang-kadang pula sebuah dihitung ibadah, karena niat yang
sunnah yang datang dari Rasulullah tulus dari pelakunya jelas akan
tersebut membawa manfaat untuk mendatangkan ganjaran.
kemaslahatan. Misalnya hadis Disinilah seharusnya titik temu
tentang minum sambil berdiri yang antara pemikiran al-Dahlawi dengan
beliau larang. Ternyata mengandung ulama- ulama yang kontra dengan
manfaat bagi kesehatan bahwa kalau klaim sunnah ghairu tasyri’iyyah yaitu
kita minum sambil berdiri, maka semua sunnah yang datang dari
akan mudah terkena penyakit. Rasulullah terutama sunnah
tasyri’iyyah ataupun sunnah ghairu
22 Ahmad Syah Waliyullah
ibn Abdurrahim al-Dahlawi, Hujjat Allah al- tasyri’iyyah sekalipun kalau
Balighah, 147-148.

Johar Arifin & M, Ridwan Hasbi | Klasifikasi


Sunnah Tasyri’iyyah dan Ghairu Tasyri’iyyah
Perspektif Pemikiran Ahmad Syah Waliyullah al-
Dahlawi
Edisi Januari – Juni 2019 Vol. 43 No. 1 | 34
ISSN 2407-1706 |Online Version
Jurnal An-nida’ Jurnal Pemikiran Islam ISSN 0853116 |Print Version

diamalkan semampunya yang tidak tasyri’iyyah dan ghairu tasyri’iyyah ini


membebani diri dengan niat penulis anggap sangat efektif, karena
mengikuti Rasulullah, dan rasa cinta tidak semua yang datang dari
kepada beliau akan terhitung sebagai seorang Muhammad bersifat tsabit,
ibadah dalam rangka taqarrub ‘ila namun ada hal-hal yang bersifat
Allah.23 mutaghayyirat, maka keduanya harus
Sekarang ada kecenderungan dipilah agar umat Islam tidak
sebagaian umat Islam dalam mengalami stagnasi pemikiran dan
memberikan tekanan yang berlebihan peradaban. Selain itu, agar kelompok
terhadap aspek permanensi (al- yang satu tidak mudah
sawâbit) ketimbang yang dinamis (al- membid’ahkan kelompok lain atau
mutaghayyirat),24 aspek al-ittiba’ (cara menganggapnya sebagai inkar al-
hidup dengan mengikuti pola yang Sunnah karena tidak mengamalkan
sudah ada) lebih menonjol ketimbang hadis secara tektualis-skripturalis,
aspek al-ibda’ (cara hidup dengan karena boleh jadi kelompok tersebut
menempuh jalan baru yang belum tidak menganggapnya sebagai sunnah
parnah dirambah sebelumnya). yang wajib ditiru secara apa adanya
Preseden masa lalu selalu dijadikan (ghairu tasyri’iyyah).
model yang permanen untuk Dengan demikian, perlu adanya
mengontrol serta mengendalikan perubahan paradigma. Pemikiran
perubahan yang terjadi, sehingga dikotomis tasyri’iyyah dan ghairu
gerak perubahan ke masa depan tasyri’iyyah tidak lagi hanya mengacu
menjadi terhambat. Oleh sebab itu, pada bentuk verbal dari suatu nash,
gagasan al-Dahlawi tentang tipologi tetapi juga mengacu pada nilai-nilai
universal yang terkandung
23 Ahmad Syah Waliyullah dalamnya. Upaya pencarian tsabit
ibn Abdurrahim al-Dahlawi, Hujjat Allah al-
Balighah, 243. dan mutaghayyirat tidak hanya
24 Wahbah al-Zuhaili, Subul al-Istifadah
didasarkan pada bentuk redaksi dari
Min al-Nawazil Wa al-Fatawa Wa al-‘Amal al-
Fiqhi Fi al-Tathbiqat al-Mu’ashirah, (Damaskus: sebuah teks, melainkan lebih kepada
Dar al-Maktabi, 2001), 22.

Johar Arifin & M, Ridwan Hasbi | Klasifikasi


Sunnah Tasyri’iyyah dan Ghairu Tasyri’iyyah
Perspektif Pemikiran Ahmad Syah Waliyullah al-
Dahlawi
Edisi Januari – Juni 2019 Vol. 43 No. 1 | 35
ISSN 2407-1706 |Online Version
Jurnal An-nida’ Jurnal Pemikiran Islam ISSN 0853116 |Print Version

substansi, ruh, dan spirit ajaran yang terbatas pada nilai-nilai yang
terkandung di dalamnya. dikandungnya, sedangkan relevan
dengan kondisi masyarakat sekarang
SIMPULAN ini berarti bahwa relevansi tersebut

Menurut al-Dahlawi, hadis berlangsung pada pemahaman yang

tasyri’iyyah adalah hadis yang rasional. Dengan model yang

muncul dari posisi Nabi Saw sebagai ditawarkan oleh al-Dahlawi ini

seorang Rasul. Dalam posisi ini, banyak menjawab berbagai problem

segala yang diterima oleh realitas sosial umat Islam saat ini.

Muhammad adalah wahyu, atau Dengan kata lain, al-Dahlawi tersebut

ijtihad Muhammad dengan mempertegas bahwa Islam adalah

bimbingan wahyu. Oleh sebab itu, agama yang universal yang berlaku

hadis ini wajib ditaati dan tidak ada untuk setiap masa dan tempat, maka

pembaharuan atau penambahan secara substansial formulasi tersebut

serta modifikasi lainnya. Sedangkan mengisyaratkan fleksibilitas ajaran

hadis kategori ghairu tasyri’iyyah Islam, bukan sebaliknya sebagai

adalah hadis yang berasal dari sifat sesuatu yang kaku ketat, dan rigid

kemanusiaan Muhammad dan tidak sehingga persoalan

wajib untuk ditiru, tapi hanya ideal ‘missunderstanding’ ini akan menjadi

untuk ditiru. jelas, dengan merujukkannya pada

Prinsip-prinsip pemahaman konsepsi pemahaman hadis menurut

hadis Nabi yang ditawarkan oleh al- al-Dahlawi.

Dahlawi ini sangat urgen, mengingat


pemahaman atas kedudukan hadis
Nabi harus relevan dengan dirinya
dan pada saat yang sama menjadi
relevan dengan masyarakat sekarang
ini. Relevan dengan dirinya sendiri
berarti kandungan maknanya

Johar Arifin & M, Ridwan Hasbi | Klasifikasi


Sunnah Tasyri’iyyah dan Ghairu Tasyri’iyyah
Perspektif Pemikiran Ahmad Syah Waliyullah al-
Dahlawi
Edisi Januari – Juni 2019 Vol. 43 No. 1 | 36
ISSN 2407-1706 |Online Version
Jurnal An-nida’ Jurnal Pemikiran Islam ISSN 0853116 |Print Version

DAFTAR PUSTAKA Muhammad Aniq Imam,


“Problematika Sunnah
Tasyri’iyyah dan Ghairu
Abu Isa Muhammad bin Isa al- Tasyri’iyyah”, Jurnal Addin, vol.
Sulami al-Tirmidzi, Sunan al- 7, no. 2, Agustus, 2013
Tirmidzi. Beirut: Dar al-Fikr,
1409 H/ 1989 M Muhammad bin Ismail al-Ju’fi al-
Bukhari, Shahih al-Bukhari.
Ahmad Syah Waliyullah Beirut: Dar al-Fikr, 1409 H/
ibn Abdurrahim al-Dahlawi, 1989 M
The Conclusive Argument from
God, terj. Dari bahasa Inggris Muhammad Hilal Muhammad al-
oleh Nuruddin Hidayat dan C. Sisi, al-Diya’ al-Mubin fi Manahij
Romli Bihar Anwar. Jakarta: al-Muhaddisin, terj. Johar Arifin
Serambi, 2005 dan Abdul Somad, Pekanbaru:
Yayasan Pusaka Riau, 2010
_______________________, Hujjat
Allah al-Balighah, Beirut: Dar al- Muhammad ibn Yazid Abu ‘Abdillah
Kutub al-‘Ilmiyyah, t.t al-Qazwaini, Sunan Ibn Majah.
Beirut: Dar al-Fikr, 1404 H/
Baljon, J.M.S, Religion and Thought of 1984 M
Syah Waliyullah al-Dahlawi, 1703-
1762 M. Leiden: E. J. Brill, 1986 Mushadi, Evolusi Konsep Sunnah dan
Implikasinya pada Perkembangan
Hidayat, Komaruddin, Memahami Hukum Islam. Semarang: Aneka
Bahasa Agama; Sebuah Kajian Ilmu, 2000
Hermeneutis, Jakarta:
Paramadina, 1996 Syaltut, Mahmud, al-Islam Aqidah wa
Syari’ah Kairo: Dar al-Qalam,
http://news.fimadani.com/read/ 1430 H/ 1999 M
2013/01/08/. Internet. Diakses
pada 22 Januari 2017 Wahbah al-Zuhaili, Subul al-Istifadah
Min al-Nawazil Wa al-Fatawa Wa
Ibn Hanbal, Ahmad, Musnad Ahmad al-‘Amal al-Fiqhi Fi al-Tathbiqat
bin Hanbal. Beirut: Dar al-Fikr, al-Mu’ashirah, Damaskus, Dar
1407 H/ 1987 M al-Maktabi, 2001

M. Quraish Shihab, Membumikan Al-


Qur’an, Bandung: Mizan, 1996

Mahfudz, Asnawi, Pembaharuan


Hukum Islam; Telaah Manhaj
Ijtihad Syah Wali Allah al-
Dahlawi. Yogyakarta: Teras, 2010

Johar Arifin & M, Ridwan Hasbi | Klasifikasi


Sunnah Tasyri’iyyah dan Ghairu Tasyri’iyyah
Perspektif Pemikiran Ahmad Syah Waliyullah al-
Dahlawi
Edisi Januari – Juni 2019 Vol. 43 No. 1 | 37

Anda mungkin juga menyukai