Anda di halaman 1dari 7

PEMAHAMAN HADIS MAHMUD SALTUT

MAKALAH

Disusun sebagai Tugas


Pada Matakuliah Ma’anil Hadist
Dosen Pengampu Dr. Munawir, S. Th.I., MSI

Oleh :
Akhlis Auliarahman (1917501086)
Sinta Nur Elisa (1917501071)
Abdul Malik (1917501063)

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


JURUSAN QUR’AN DAN HADIS
FAKULTAS USHULUDIN ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
PROF. KH., SAIFUDIN ZUHRI PURWOKERTO
2021
BAB I
PENDAHULUAN
Hadist diakui sebagai rujukan kedua dalam sumber ajaran islam namun
kedudukannya tidak seperti Al-Qur’an yang dijamin keontetikannya. Untuk menerima
hadist dalam hujjah menyisakan sebagai persoalan yang kompleks baik terkait dengan
persoalan sanad ataupun matan sehingga bisa ditentukan apakah hadist tersebut layak
disebut hadist makbul atau hadist mardud. Permasalahan lain dalam memahami konteks
hadis khususnya di dunia kontemporer saat ini, tidak cukup hanya dengan validitas
hadis tersebut, namun memerlukan perangkat lain untuk bisa memahaminya dengan
tepat dan mempraktekan perubahan sosial masyarakat saat ini, paradigma pemikiran
modern dan problematika kontekstualisasi hadis.1
Para pemikir modern diakui memang sudah banyak berperan dalam modernisasi
pemahaman hadis, Abdul Majid Khon menyebutkan “dalam bidang sosial telah
diletakan dasar-dasar status sunnah apakah sunnah tersebut masuk dalam ketegori
pencipta syariat atau tidak” ada 4 ulama terkenal yang telah mempopulerkan teori ini:
Syihab al-Din al-Qarafi (w. 684 H), Syekh Waliyullah Ad-Dikhlawi (w. 1176), Syekh
Mahmud Syaltut dan Yusuf al-Qardawi akan tetapi mungkin dalam penyebutannya
berbeda-beda Salah satu dari keempat pemikir tersebt yaitu Mahmud Syaltut yang
mempunyai keunikan yaitu telah mempopulerkan teorinya, bahkan AlQardawi,
mengakui bahwa dasarnya sudah ada tetapi teorinya agak berbeda dengan
pendahulunya. Kami pemakalah mencoba untuk menguraikan pemikiran hadis Mahmud
Syaltut tentang tipologi atau cara memahami hadis, apakah hadis tersebut layak
dijadikan sebagai hujah dan yang mengikuti ajaran hadis tersebut mendapatkan pahala
atau hadis tersebut bukan dalam kategori syari’at (non tasri’) yang mengerjakan tidak
akan mendapatkan pahala.

1
Abdul Majid Khon, Takhrij & Metode Memahami Hadis, (Jakarta: Prenada Media Group, 2014),
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi Mahmud Syaltut
Mahmud Syaltut adalah salah seorang putra Mesir terbaik, lahir pada
tanggal 23 April 1893 di desa Minyat Bani Mansur, Distrik Itay al-Bairut wilayah
provinsi Buhaira, berasal dari keluarga petani yang taat beragama, ayahnya seorang
petani yang memiliki karisma di desanya.2 Sesuai dengan tradisi masyarakat Islam
di Mesir pada saat itu, pendidikan Syaltut diawali dengan belajar membaca al-
Qur'an, dan ia berhasil menghafalkannya pada tahun 1906 M saat ia berusia remaja
(13 tahun). Kemudian ia memasuki lembaga pendidikan agama di al-Ma'had al-
Dini di Iskandariyah. Dalam masa pendidikannya di al-Ma'had al-Dini, ia tergolong
siswa yang paling cerdas dan menonjol, hal itu terbukti atas prestasi yang
dicapainya setiap kenaikan kelas yang selalu meraih nomor satu. Keadaan sosial
ekonomi orang tua Syaltut yang cukup mampu, juga mempunyai peran yang berarti
dalam membekali putranya untuk menyelesaikan studinya sejak ia mulai belajar di
al-Ma'had al Dini di Iskandaria, sampai menyelesaikan studinya di Universitas al-
Azhar pada tahun 1918 M dengan meraih predikat Syahadah al-'Alimiyyah al
Nizamiyah, suatu penghargaan tertinggi dari al-Azhar atas prestasi yang dicapainya
selama studi.3
Selepas menyelesaikan studinya di al-Azhar, ia meniti karier sebagai
pengajar di almamaternya, di samping juga sebagai da'i. Syaltut juga aktif sebagai
penulis di majalah dan jurnal yang diterbitkan oleh al-Azhar. Selama 25 tahun
terakhir dalam kehidupannya, ia bergelut dan terlibat dalam mempelopori Jama'ah
al-Taqrib baina al-Mazahib, suatu organisasi untuk mendekatkan mazhab-mazhab;
organisasi ini anggotanya terdiri dari kalangan ulama sunni dan syi'ah, untuk
menghilangkan fanatisme mazhab dalam bidang hukum Islam.4

2
Abdul Salam Arief, “Pembaruan Pemikiran Hukum Islam Antara Fakta dan Realita, hlm. 201
3
Kate Zabiri, Mahmud Syaltut, hlm. 11. Syahadah al-Alimiyyah al-Nizamiyah adalah sertifikat tertinggi
yang diberikan kepada lulusan al-Azhar
4
Ensiklopedia Hukum Islam, jilid V, h. 1689. lihat juga Muhammad Rajab al-Bayumi, al-Nahdah
alIslamiyah, h. 458
B. Karya-karya Mahmud Syaltut
Adapun karya karya tulis Mahmud Syaltut berdasarkan pelacakan ditemukan
sejumlah 17 (tujuh belas). Yang diungkapkan dalam Hayat al-Imam al-Sayyit al
Ustaz al-Akbar al-Syaikh Mahmud Syaltut ada 13 (tiga belas). Sedangkan yang
disebut dalam Tarikh al-Azhar Fi Alfi 'Am ada 15 (lima belas) buah, ada dua karya
yang belum disebutkan dalam Hayat al-Imam. Judul-judul karya itu sebagai berikut:
1. Tafsir al-Qur'an al-Karim al-Ajza' al-Asra al-Ula.
2. al-Fatawa.
3. al-Islam 'Aqidah Wa Syari'ah.
4. Min Taujihat al- Islam
5. al-Mas'uliyyah al-Madaniyyah Wa al-Jinaiyyah Fi Syari'ah alIslamiyyah
6. Muqaranah al-Mazahib Fi al- Fiqh
7. Manhaj al-Qur'an Fi Bina al-Mujtama
8. Fiqh al- Qur'an Wa al-Sunnah
9. Tanzlm al-Nasl
10. al-Qur’an Wa al-Mar’ah
11. Tanzim al-Alaqah al-Dauliyyah fi al-Islam
12. al-Qur’an Wa al-Qital
13. al-Islam Wa Wujud al-Duwali Li al-Muslimin
14. Al-Islam Wa al-Takaful al-ijtima’i
15. al-Qur’an al-Karim
16. Min Hadyi al-Qur’an
17. Asbab Al-Bisa’i Wa Madaruha

C. Metode Pemaham Hadis Mahmud Syaltut


Seorang ulama yang pertama kali menggunakan istilah ini, yakni istilah
Sunnah tasyriyyah dan Sunnah ghairu tasyriyyah dan pembagian Sunnah
tasyriyyah kepada yang bersifat umum serta abadi dan yang bukan, menurut Yusuf
al Qardawi adalah Syeikh Mahmud Syaltut. Ia mencetuskan istilah ini dalam
tulisannya Fiqh al-Qur`an wa al-Sunnah, al-Qisas. Tulisan ini merupakan bagian
dari isi kitabnya al-Islam, al aqidah wa al Syariah. 5

5
Rasyid Rida, Tafsīr al-Manār, Juz. IV, (Beirut: Dār al-Kutub al-„Ilmiyyah, 1986), hlm.23
Adapun sunnah tasyriah menurut Mahmud Syaltut :
1. Segala sesuatu yang datangnya dari Rasulullah baik berupa ucapan, perbuatan
maupun ketetapannya dalam bentuk penyampaian risalah dan penjelasan terhadap
Al-Qur’an. Seperti halnya menjelaskan ayat-ayat dalam Al-Qur’an yang sifatnya
masih samar atau belum jelas, dan menjelaskan bentuk ibadah, halal dan haram,
akidah serta akhlak. Ucapan dan perbuatan Nabi dalam kapasitasnya sebagai
seorang Rasul, merupakan sunnah berdaya hukum yang wajib diikuti. Sebagai
salah satu bukti bahwa seseorang benar-benar mentaati dan mengikuti Rasulullah
SAW, maka semua yang datang darinya yang terkait berbagai masalah agama
adalah mutlak untuk diikuti, sedangkan yang bukan dari Rasul meskipun itu
terkait masalah agama maka tidak bisa dibenarkan dan harus ditolak. Sunnah nabi
yang seperti ini mengandung unsur syari’at (tasyriyyah) yang berlaku bagi semua
umat muslim hingga hari kiamat. Pelaksanaannya tidak tergantung pada izin atau
persetujuan siapapun. Jadi seluruh umat Islam diwajibkan untuk mentaati baik
perintah ataupun larangan yang terkandung di dalamnya.
2. Hal-hal yang datangnya dari Rasulullah, baik berupa ucapan, perbuatan maupun
ketetapannya yang pada saat itu Rasul berposisi sebagai Imam atau sebagai kepala
pemerintahan umum bagi segenap umat Islam. Menyangkut hal ini misalnya
seperti sunnah nabi yang membicarakan tentang pengiriman pasukan perang untuk
jihad, pembagian harta rampasan perang, penetapan pemungutan pajak untuk
negara, membuat perjanjian, pengangkatan wali atau pembesar suatu negara, dan
hal-hal lain yang berhubungan dengan fungsi rasul sebagai seorang pemimpin
yang bertanggungjawab untuk mengurus kepentingan masyarakat. Namun sunnah
tasyriyyah yang demikian ini tidak berlaku secara umum bagi semua umat Islam,
sebab pelaksaannya tergantung pada izin dan persetujuan dari imam atau
pemimpin dari masing-masing wilayah yang dikuasainya.
3. Segala hal yang datangnya dari Rasulullah dalam kedudukannya sebagai hakim
peradilan. Pada batas lingkungan ini rasul berhak memberikan keputusan suatu
perkara sengketa yang terjadi di kalangan umat Islam berdasarkan bukti-bukti
yang ada. Namun sunnah tasyriyyah yang demikian ini kedudukan hukumnya
sama sebagaimana saat nabi berposisi sebagai imam (kepala pemerintahan), yaitu
tidak dapat diberlakukan sebagai syari’at umum. Sehingga pelaksaannya pun juga
terikat dengan keputusan hakim.
Sunnah ghairu tasyriyyah juga dapat dikelompokkan berdasarkan kriterianya, yaitu
menyangkut beberapa aspek sebagai berikut:
1. Sunnah nabi yang di dalamnya bermuatan tentang perbuatan rasul sebagai
kepentingan kehidupan manusia biasa, misalnya makan, minum, tidur, berjalan,
berkunjung, tawar menawar dalam jual beli dan lain sebagainya. Perbuatan nabi
semacam ini menurut Syaltut tidak termasuk dalam syara’ yang ada kaitannya
dengan perintah ataupun larangan.
2. Sunnah nabi yang bermuatan tentang penelitian, pengalaman dan atau adat
kebiasaan suatu golongan. Dalam hal ini menurut Syaltut bisa berupa pengalaman
penelitian urusan pertanian, medis, perindustrian, dan kebiasaan berpakaian.
3. Sunnah nabi yang berhubungan dengan permasalahan pimpinan untuk menangani
keadaan tertentu. Misalnya dalam hal ini adalah mengatur strategi peperangan,
mengerahkan pasukan dalam pertempuran, dan memusatkan tentara pertempuran
pada wilayah-wilayah tertentu. Tindakan nabi yang demikian ini menurut Syaltut
juga tidak dapat dianggap sebagai syari’at yang mengikat umat Islam

PENUTUP
Kesimpulan
Dari pemaparan materi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwasaannya imam Mahmud
saltut sebagai pembaharu pemikiran Islam abad 19 menawarkan teori yang bisa
menjawab tantangan zaman. terdapat dua istillah, yakni istilah Sunnah tasyriyyah dan
Sunnah ghairu tasyriyyah. Kemudian, ia membatasi persoalan yang terkait dengan
aqidah, syari’ah, ibadah, halal-haram, nasehat-nasehat Rasulullah pada umatnya masuk
kategori tasri sedangkan kedokteran, pertanian, tidur, makan, minum serta yang terkait
dengan kebutuhan manusia pada umumnya masuk dalam kategori ghairu tasri. Namun
demikian, tipologi pembagian dalam memahami hadis terkait dengan Tasri atau Ghairu
Tasri sangat bagus sekali dalam memahami teks-teks keagamaan terutama hadis. Akan
tetapi, kadangkala hanya beberpa orang saja yang melakukan hal ini.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Majid Khon, Takhrij & Metode Memahami Hadis, (Jakarta: Prenada Media
Group, 2014), h.
Abdul Salam Arief, “Pembaruan Pemikiran Hukum Islam Antara Fakta dan Realita,
hlm. 201
Kate Zabiri, Mahmud Syaltut, hlm. 11. Syahadah al-Alimiyyah al-Nizamiyah adalah
sertifikat tertinggi yang diberikan kepada lulusan al-Azhar
Ensiklopedia Hukum Islam, jilid V, h. 1689. lihat juga Muhammad Rajab al-Bayumi, al-
Nahdah alIslamiyah, h. 458
Rasyid Rida, Tafsīr al-Manār, Juz. IV, (Beirut: Dār al-Kutub al-„Ilmiyyah, 1986),
hlm.23

Anda mungkin juga menyukai