Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

PENGERTIAN HADITS, SUNNAH, KHOBAR, ATSAR DAN


KEDUDUKAN SUNNAH

Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Ulumul Hadits

Dosen Pengampu: Addin Kholisin, M. Ag.

Disusun Oleh Kelompok 1:

Nabilah Navaz Syahirah (200202110070)


Rensa Dwi Tustasari (200202110071)
Ahmad Ainul Yakin (200202110072)

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARI‟AH


FAKULTAS SYARI‟AH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2021
DAFTAR ISI

COVER
DAFTAR ISI .................................................................................................................. i

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................................... 1
C. Tujuan ........................................................................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian hadits, sunnah. Khobar, dan atsar ............................................................ 2
B. Kedudukan sunnah dalam tasyri‟ ............................................................................... 4
C. Kedudukan sunnah terhadap Al-Qur‟an ..................................................................... 7

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ................................................................................................................ 10
B. Saran ........................................................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 11

i
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Al-Qur‟an adalah sumber syari‟at islam yang dijamin kebenaran dan keutuhannya.
Sebagai pedoman yang utama. Al-Qur‟an mengandung kaidah-kaidah umum syari‟at islam dan
ayat hukum yang masih universal. Untuk menafsirkan kaidah-kaidah umum syari‟at dan
merumuskannya secara rinci, semasa Nabi Muhammad SAW masih hidup, para sahabat selalu
mencari tahu tentang apa dan bagaimana tradisi atau al-sunnah nabi untuk menjadi pedoman
dalam pengamalan islam.
Banyaknya ayat-ayat dalam al-qur‟an yang masih bersifat global atau umum, pastinya
sangat sulit bagi kita untuk mengetahui lebih detail apa maksud dari ayat-ayat yang masih
bersifat global itu. Agar tidak terjadi atau meminialisir kesalah pahaman dalam pemaknaan ayat-
ayat yang masih global, maka penting bagi kita untuk mengetahui dan mempelajari apa itu
hadits, sunnah, khobar, dan atsar.
Sumber ias pertama umat islam adalah al-qur‟an, namun juga ada sumber ias
yang lain seperti hadits, sunnah, khobar, dan atsar. Pentingnya mempelajari dan mengetahui
kedudukannya adalah agar tidak terjadi kesalah pahaman daman penafsiran ayat-ayat al-qur‟an
yang masih global, dan juga agar kita ias menjalankan kehidupan dengan benar sesuai tuntunan
dan syariat islam.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu hadits, sunnah, khobar, dan atsar?
2. Bagaimana kedudukan sunnah dalam tasyri‟?
3. Bagaimana kedudukan sunnah terhadap al-qur‟an?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian hadits, sunnah, khobar, dan atsar
2. Mengetahui kedudukan sunnah dalam tasyri‟
3. Mengetahui kedudukan sunnah terhadap al-qur‟an

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Hadits

1. Hadits

Menurut Ibn Manzhur, kata "hadits" berasal dari bahasa Arab, yaitu al-hadits, jamaknya
al-ahadits, al-alhaditsan, dan al-hudtsan. Kata ini memiliki banyak arti, di antaranya; al-jadid
(yang baru) dan al-khabar yang artinya kabar atau berita.1

Selain pengertian tersebut, M.M. Azami mendefinisikan bahwa kata "hadits" atau "al-hadits"
secara bahasa memiliki makna; komunikasi, kisah, percakapan religius atau sekular, historis atau
kontemporer. 2

Secara terminologis, para ulama baik muhaditsin, fuqaha, ataupun ulama ushul
mendefinisikan hadits secara berbeda-beda, hal ini disebabkan latar bidang keilmuwan masing-
masing. Adapun definisanya sebagai berikut:

a. Menurut ulama ushul fiqih

‫ما نقم عن اننثي صهى هللا عهيو و سهم من قول او فعم او تقرير‬

"Segala sesuatu yang dinukilkan pada Nabi Saw, baik yang berupa perkataan, perbuatan, atau
ketetapan.3

b. menurut para fuqaha

‫كم ما ثثت عن انثي صهى هللا عهيو و سهم و نم يكن من تاب انفرض وال انواجة‬

1
M Solahudin, dan Agus Mulyadi, Lc., Ulumul Hadits. Cet. Ke-2. Bandung: CV. Pustaka Setia. 2011. Hal 13.
2
Ibid.
3
Marhumah. ULUMUL HADIS: Konsep, Urgensi, Objek Kajian, Metode dan Contoh. Yogyakarta: Suka Press.
2014. Hal. 2
2
“Segala ketetapan yang berasal dari Nabi Saw., yang bukan hukum fardu serta bukan wajib”.4

c. Menurut ulama hadits

‫ما اثر عن اننثي صهى هللا عهيو و سهم من قول او فعم او تقرير اوصفح خهقيو اوسيرج سواء كان قثم انثعثو او تعدىا‬

“Segala sesuatu yang bersumber dari Nabi Saw., dalam bentuk ucapan, perbuatan, penetapan,
perangai atau sopan santun ataupun sepak terjang perjuangannya, baik sebelum maupun sesudah
diangkat menjadi Rasul”5

d. Menurut muhaditsin

‫ما أضيف إنى اننثي صهى هللا عهيو وسهم قوال او فعال اوتقريرا او نحوىا‬

"Sesuatu yang dunia bahkan kepada Nabi Saw. baik berupa perkataan, perbuatan, pernyataan
(taqrir) dan sebagainya.6

2. Sunnah

Secara bahasa as-Sunnah adalah: as-Sirah, jalan atau perike hidupan, al-Sirah hamidah
kanat au damimah, peri-kehidupan yang dijalani, baik terpuji atau tercela al-Sirah, at-Tariqah, at-
Tabi‟ah, dan asy-Syari‟ah (‫ انشريعح‬،‫ انطثيعح‬،‫ انطريقو‬،‫)انسيرج‬, tuntunan, jalan, tabiat, dan syariat, jalan
yang dijalani, terpuji atau tidak. Sesuatu tradisi yang sudah dibiasakan, dinamakan sunnah
walaupun tidak baik. karenanya, jika suatu tradisi masa Nabi saw, bersumber dari kenabian maka
akan menjadi sunnah, dan jika hanya dikemukakan sekali atau beberapa kali dan tidak mentradisi
maka bukan disebut sebagai sunnah melainkan disebut dengan hadis.7

Adapun secara istilah Sunnah adalah “Segala sesuatu yang bersumber dari Nabi Saw.,
dalam bentuk ucapan, perbuatan, penetapan, perangai atau sopan santun ataupun sepak terjang
perjuangannya, baik sebelum maupun sesudah diangkat menjadi Rasul”. Dari sudut pandang
terminologia para ahli hadits atau sunnah tidak berbeda yaitu hal-hal yang berasal dari Nabi

4
Ibid. hal. 3
5
Ibid.
6
M Solahudin dan Agus Mulyadi, Lc., Ulumul Hadits. Cet. Ke-2. Bandung: CV. Pustaka Setia. 2011. Hal 16.
7
Marhumah, M.Pd. ULUMUL HADIS: Konsep, Urgensi, Objek Kajian, Metode dan Contoh. Yogyakarta: Suka
Press. 2014. Hal. 5-6
3
Muhammad Saw. Namun, yang membedakan jika sunnah berarti model kehidulan rasul,
sedangkan haadits adalah periwayatan dari model kehidupan rasul.8

3. Khobar

Khabar secara bahasa, berarti warta atau berita yang disampaikan dari seseorang kepada
orang lain. Khabar menurut istilah adalah

‫ما أ ضيفو انى اننثي صهى هللا عهيو وسهم او غيره‬

"segala sesuatu yang disandarkan atau berasal dari Nabi Saw, atau dari yang selain Nabi Saw."

Maksudnya khabar cakupannya lebih luas dibanding dengan hadis, karena khabar mencakup
segala sesuatu yang berasal dari nabi dan selain nabi.9

4. Atsar

Atsar secara bahasa berarti bekas sesuatu atau sisa sesuatu. Menurut kebanyakan ulama,
atsar mempunyai makna yang sama dengan khabar dan hadits, namun menurut sebagian ulama
atsar cakupannya lebib luas dibanding dengan khabar. Sedangkan menurut istilah atsar adalah
perkataan-perkataan ulama salaf, sahabat, tabiin, dan lain-lain.10

B. Kedudukan sunnah dalam tasyri’

Fakta sejarah bahwa Muhammad SAW tidak saja sebagai Nabi dan Rasul, tetapi juga
berperan sebagai pemimpin umat dalam berbagai aspek kehidupan manusia, yaitu aspek
ideologi, politik, sosial budaya pertahanan dan keamanan. Permasalahan yang muncul
diselesaikan melalui kebijakan yang dikeluarkan beliau dalam posisinya sebagai pemimpin
dalam bidang politik, peperangan dan lain-lain sebagai tujuan atau misi untuk membumikan
Islam. Sehingga semua perilaku beliau tanpa terkecuali mesti dapandang sebagai syariat yang
mengikat semua muslim hingga sekarang. Di dalam al Qur‟an tercepat aya-ayat yang secara
jelas menyatakan bahwa diri rasulullah itu adalah figur ketauladanan. Bahwa setiap yang
diucapkan beliau tiada lain selain ajaran Islam.
8
M Solahudin & Agus Mulyadi, Lc. Ulumul Hadits. Cet. Ke-2. Bandung: CV. Pustaka Setia. 2011. Hal 19
9
Ibid. Hlm. 20
10
Ibid
4
Terdapat pula ayat yang secara tegas memerintahkan agar setiap muslim
mengikuti perintah dan menjauhi segala larangannya. Namun dalam kenyataan
ditemukan adanya pengecualian pengecualian seperti poligami, puasa wishal dan dan
diwajibkannya shalat tahajud adalah khusus bagi nabi. Demikian pula dalam urusan
keduniaan dan kenegaraan, para sahabat sejak semula telah memilih mana yang dipandang
sebagai syari‟at, sehingga mereka mengikuti dan mana yang dinilai sebagai hasil pikiran
manusia.
Al-Qur‟an dan As-Sunnah merupakan dua sumber hukum yang mesti dipegang oleh
seorang muslim. Seorang muslim tidak mungkin memahami syari‟at kecuali dengan merujuk
pada keduanya.11
.

 Sunnah Tasyri’iyah dan Ghairu Tasyri’iyah


Di lihat dari satu segi Sunnah adalah segala upaya yang dikatakan Nabi, diperbuat atau yang
di akuinya. Namun, di sisi lain umat dituntut untuk mengikuti semua Sunnah Nabi Saw. Maka di
antara Sunnah itu, ada yang mesti di ikuti (Tasyri’iyah) dan ada pula yang tidak mesti diikuti
(Ghairu Tasyri’iyah), bahkan ada yang dilarang untuk mengikutinya. Adapun sabda, perbuatan
dan taqrir Rasulullah Saw. Adalah sari‟at yang harus dita‟ati oleh kaum muslimin selama sabda
dan perbuatan maupun taqrir tersebut datang (keluar) dari beliau sendiri sebagai Rasul dan
memang dimaksudkan sebagai undangundang umum yang wajib dita‟ati. Akan tetapi kerena
beliau juga sebagai manusia biasa, hanya saja beliau itu dipilih oleh Allah sebagai utusan-Nya,
maka sudah barang tentu ada beberapa jenis perkataan dan perbuatannya bukan termasuk syari‟at
yang harus dita‟ati dan diikuti. Dengan demikian, dalam hal ini ulama mengelompokkan Sunnah
itu kepada dua kelompok, yaitu Sunnah Tasyri’yah dan Ghairu Tasyri’iyah.
 Kriteria Sunnah Tasyri’iyah
Sunnah Tasyri’iyah (Sunnah yang berdaya hukum) yakni Sunnah yang mesti diikuti atau
mengikat untuk di ikuti. Adapun Sunnah Tasyri’iyah itu dengan kriteria sebagai berikut:
a. Ucapan dan perbuatan yang muncul dari Nabi, dalam bentuk penyampaian risalah dan
penjelasan terhadap al-Qur‟an, seperti menjelaskan apa-apa yang dalam al-Qur‟an masih
11
Tajul Arifin. Ulumul Hadits. Bandung: Gunung Djati Press. 2014. Hal 25.

5
bersifat belum jelas, membatasi yang umum, memberi qayid yang masih bersifat mutlak,
menjelaskan bentuk ibadah, halal dan haram, ‘aqidah dan akhlak. Ucapan dan perbuatan
Nabi dalam kapasitasnya sebagai seorang Rasul, termasuk Sunnah berdaya hukum yang
wajin di ikuti.12
b. Ucapan dan perbuatan yang timbul dari Nabi, dalam kedudukannya sebagai imam dan
pemimpin umat Islam, seperti mengirim pasukan untuk jihad, membagi harta rampasan,
menggunakan bait al-mal, mengikat perjanjian dan tindakan lain dalam sifatnya sebagai
pemimpin. Namun, Sunnah Tasyr’i dalam bentuk ini, tidaklah berlaku secara umum
untuk semua orang, dan dalam pelaksanaannya tergantung kepada izin atau persetujuan
imam atau pemimpin.
c. Ucapan dan perbuatan Nabi dalam kedudukannya sebagai hakim (qadhi) yang
menyelesaikan persengketaan di antara umat Islam. Adapun daya hukum dalam bentuk
ini, tidak bersifat umum dan hanya dapat dilakukan oleh perorangan dengan penunjukan
dari imam atau penguasa.
Sunnah Tasyri’iyah (Sunnah berdaya hukum) yang mesti untuk diikuti sebagaimana tersebut di
atas, secara garis besar mengandung berbagai bidang sebagai berikut:
a. ‘Aqidah
Bidang ‘aqidah ini dibatasi oleh Islam, dalam hal perbedaan antara iman dan kafir, yang
berhubungan dengan Allah dan sifatsifat- Nya, para Rasul dan hari kiamat. Sunnah tidak dapat
menetapkan dasar ‘aqidah karena ‘aqidah ini menimbulkan kepercayaan, sedangkan
kepercayaan itu adalah keyakinan yang pasti. Tidak ada yang mungkin menghasilkan keyakinan
yang pasti itu, kecuali yang pasti pula. Sunnah yang pasti (qath’i) ialah Sunnah yang baik dari
segi lafaznya, wurud-nya maupun dari segi dalalah-nya adalah qath’i atau pasti. Sunnah yang
pasti hanyalah Sunnah menurut persyaratan mutawatir yang jumlah sangat terbatas.
Hukum-hukum ‘aqidah (i’tiqadiyyah), yaitu hukum yang berkaitan tentang Zat Allah segala
sifat-Nya dan wajib beriman kepada-Nya, dinamakan ilahiyyat. Jika berkaitan dengan para Rasul
dan beriman kepadanya dinamakan nubuwwat, dan jika berkaitan dengan malaikat dan segala
perkara akhirat, baik berupa hari kebangkitan, hisab, mizan, surga dan neraka, dinamakan

12
Amir Syarifuddin. Ushul Fiqh. Jld. I. Cet. III. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008. Hal 101-102

6
sam’iyyat karena termasuk perkara gaib yang tidak dapat diketahui oleh seseorang, kecuali
dengan cara mendengar dari para Nabi dan Rasul. Semua perkara gaib ini adalah menjadi objek
kajian ilmu tauhid dan ilmu kalam.
b. Akhlak
Dalam Sunnah atau Hadis, banyak sekali disampaikan Nabi mengenai hikma-hikmah adap
sopan santun dalam pergaulan ataupun nasehat, baik secara langsung maupun dalam bentuk
pujian tentang keadilan, kebenaran dan menepati janji, dan atau celaan terhadap perbuatan-
perbuatan buruk yang dilakukan umat. Sunnah tersebut menuntut munculnya manusia yang
sempurna.13
c. Hukum-Hukum Amaliah
Hukum amaliah berhubungan dengan penetapan bentuk-bentuk ibadah, pengaturan mu’amalah
antar manusia, memisahkan hakhak dan kewajiban, menyelesaikan persengketaan di antara umat
secara bijak dan adil. Maka hukum-hukum yang diperoleh dari sunnah dalam bentuk inilah yang
disebut “Fiqh Sunnah”, sedangkan hadisnya sendiri disebut “Hadis Ahkam”. Karena itu, Sunnah
(hadis) dalam bentuk inilah yang dijadikan Sumber hukum oleh para ahli ushul dan fiqh sesudah
al-Qur‟an.14

C. Kedudukan As Sunnah terhadap Al-Quran

 Kedudukan Al-Quran dalam Islam sangatlah penting karna Al-Quran merupakan sebuah
sumber pedoman dari segala hokum dalam Islam. Begitu pula dengan fungsi As Sunnah
yang tidak kalah penting dengan Al-Quran, karna As-Sunnah sebagai pelita dalam
Islam yaitu mejelaskan isi makna yang terdapat dalam Al-Quran secara rinci agar dapat
di mengerti oleh umat muslim.

 Bentuk penjelasan As-Sunnah dalam Al-Quran dapat terbagi menjadi empat macam :

13
Umar Shihab, Kontekstualitas al- Qur’an, Kajian Tematik Ayat-ayat Hukum dalam al-Qur’an, Cet.III (Jakarta:
Penamadani, 2005). Hal. 331-335.
14
Muhammad Abdi Almaktsur dan Mardiana, Ilmu Fiqih (Suatu Pengantar) (Pekanbaru: Suska Press, 2011), 7-8.

7
A. Bayyan Taqririy atau Ta’kid
Maksudnya berarti As-Sunah berfungsi untuk menetapkan dan memperkuat
apa yang telah di jelaskan dalam Al-Quran,sehingga As Sunnah dikatakan sebagai
tambahan terhadap apa yang termuat dalam Al-Quran. Dengan melihat banyak nya
Hadist yang isinya menyerupai dengan ayat Al-Quran maka penjelasan ini disebut
bayan al-muwafiq lii al-nash al-kittaby.15
Contoh :
1) Hadist riwayat Muslim dari Ibn Umar tentang puasa
“ Jika kamu melihat (Ru‟yah) bulan sabit,berpuasalah dan jika melihat
(Ru‟yah) bulan sabit, berbukalah”. Kehadiran hadis ini hanya mempertegas
ketentuan dalam Al-Quran dalam surah Al-Baqarah ayat 185:
“ Siapa saja yang menyaksikan pada waktu itu bulan, hendaklah ia berpuasa”.
B. Bayyan Tafsirriy
Maksudnya ialah hadist yang berfungsi untuk memberikan tafsiran dan rincian
terhadap hal hal yang sudah di bicarakan oleh Al-Quran sebagainman yang sudah
dijelaskan dalam kedudukan As-Sunnah terhadap Al-Quran.16
C. Bayyan Tasyri’iy atau al-Ziyadah
Maksudnya yaitu membentuk ilmu hokum yang tidak terdapat di dalam al-
Quran atau sudah ada namun sifatnya khusus pada masalah masalah tertentu,
sehingga keadaan hadist dapat dikatakan sebagai tambahan atas apa yang terdapat
dalam al-Quran tidak disinggung. Model penjelasan seperti ini dinamakan istilah
zaidun „ala al-kitab al-karim.17
Contoh :
1) Hadist Riwayat Ibn Hibban dari Abi Sa‟id al-Khudri tentang janin yang mati
dalam kandungan induknya.
“ Sembelihlah janin mengikuti sembelihan induknya”.

15
Abu Azam Al-Hadi “Kedudukan Hukum As Sunnah Dalam Al-Quran”, Jurnal Al-Daulah Vol.8
No.01,2006,Hal.93.
16
Ibid. Hlm. 95
17
Ibid.
8
Maksudnya ialah janin yang keluar dari induknya yang disembelih itu,
sekalipun dalam keadaan mati, hukumnya halal.

Jalan yang digunakan dalam menetapkan hokum yang tidak terdapat dalam Al-Quran
yaitu dengan 3 cara :18
1) Bii Thariqi al-Ilhaq
Maksudnya menetapkan hal hal secara kongkrit yang sudah dijelaskan
oleh al-Quran tetapi hal lain yang terkait bekum sempat terjelaskan,
sebagaimana yang Rasul menjelaskan mengenai hokum dari bangkai ikan.
2) Bii Thariqi al-Qiyas
Maksudnya ialah menganalogikan hal hal lain dengan sesuatu yang
telah ditetapkan hukumnya dalam al-Quran namun terdapat kesamaan dalam
motif atau illat.
3) Bii Thariqi al-Istinbat
Menetapkan inti sari dari kaidah kaidah umum yang diambil dari
beberapa nash al-Quran yang terpencar letaknya
D. Bayan al-Taghyir atau al-Naskh
Maksudnya hadist berfungsi untuk melakukan perubahan tetntang apa yang telah di
tetapkan oleh ayat ayat al-Quran. Misalkan sebagai berikut :19
“ Sesungguhnya Allah telah memberi hak bagian bagi orang orang yang benar
benar memiliki hak untuk itu, makanya tidak ada wasiat bagi ahli waris”
Hadist ini menghapus ketetapan ketetapan dalam surah al-Baqarah ayat 130 :
“ Diwajibkan atas kamu, apabila seorang diantara kamu kedatangan tanda tanda
maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan
karib kerabatnya secara ma‟ruf, ini adalah kewajiban atas orang orang yang
bertaqwa”.

18
Ibid. Hlm. 96-97
19
Ibid. Hlm 97
9
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari uraian-uraian diatas dapat kita ambil bahwa selain al-qur‟an sebagai pedoman dan
dasar hukum utama umat muslim, juga ada hadits, sunnah, khobar, dan atsar sebagai penjelas
atau pemerinci ayat-ayat al-qur‟an yang masih global, keempatnya sebenarnya sama. Sunnah
merupakan pedoman kedua umat muslim, adapun fungsi sunnah adalah sebagai:
1. Bayyan Taqririy atau Ta‟kid
2. Bayyan Tafsirriy
3. Bayyan Tasyri‟iy atau al-Ziyadah
4. Bayan al-Taghyir atau al-Naskh
Al-Qur‟an dan Sunnah merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, keduanya menyatu. Al-
qur‟an yang membawa syariat secara ijmal, sedangkan sunnah menjelaskan sekalian dengan
juz‟iinya.

B. Saran
Untuk mengkaji tentang hadits, sunnah, khobar, dan atsar tentunya membutuhkan
pemahaman yang lebih mendalam mengenai Ulumul Hadits, oleh karena itu kami menyarankan
agar tidak puas dan mau mengoreksi apa yang telah kami tulis dalam makalah ini. Sehingga ilmu
pengetahuan kita tentang pengetahuan-pengetahuan Ulumul Hadits semakin bertambah dan
pemahaman kita menjadi semakin mendalam.

10
Daftar Pustaka
Solahudin, M dan Agus Mulyadi, Agus. Ulumul Hadits. Cet. Ke-2. Bandung: CV. Pustaka Setia.
2011.
Marhumah. ULUMUL HADIS: Konsep, Urgensi, Objek Kajian, Metode dan Contoh.
Yogyakarta: Suka Press. 2014.
Arifin, Tajul. Ulumul Hadits. Bandung: Gunung Djati Press. 2014.
Syarifuddin, Amir. Ushul Fiqh. Jld. I. Cet. III. Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2008.
Shihab, Umar, Kontekstualitas al- Qur’an, Kajian Tematik Ayat-ayat Hukum dalam al-Qur’an,
Cet.III . Jakarta: Penamadani, 2005.
Almakstur, Muhammad Abdi dan Mardiana, Ilmu Fiqih (Suatu Pengantar) . Pekanbaru:
Suska Press, 201.
Abu Azam Al-Hadi “Kedudukan Hukum As Sunnah Dalam Al-Quran”, Jurnal Al-Daulah Vol.8
No.01. 2006.

11

Anda mungkin juga menyukai