Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam Agama Islam yang dijadikan sumber ajaran islam atau dasar hukum adalah
Al-Quran, sunnah, dan Ijtihad. Sumber hukum atau sumber ajaran Islam yang paling
utama adalah Al Quran dan sunnah. Namun adakalanya timbul permasalahan-
permasalahan baru akibat berkembangnya zaman, oleh karena itu dibutuhkan sesuatu
yang dapat dijadikan pijakan untuk menetapkan hukum perkara tersebut. Dengan didasari
oleh berijtihad dalam menentukan hukum yang tidak ditemui di dalam Al-Quran dan Al-
Hadist.

Islam berkembang sangat pesat ke seluruh penjuru dunia dengan kecepatan yang
menakjubkan, yang sangat menarik dan perlu diketahui bahwa Dinul Islam yang dibawa
oleh Nabi Muhammad SAW adalah suatu agama yang sekaligus menjadi pandangan atau
pedoman hidup. Banyak sumber-sumber ajaran Islam yang digunakan mulai zaman
muncul pertama kalinya Islam pada masa Rasulullah sampai pada zaman modern
sekarang ini. Sumber-sumber yang berasal dari agama Islam merupakan sumber ajaran
yang sudah dibuktikan kebenarannya yaitu bertujuan untuk kemaslahatan umat manusia,
sumber-sumber ajaran Islam merupakan sumber ajaran yang sangat luas dalam mengatasi
berbagai permasalahan seperti bidang akidah, sosial, ekonomi, sains, teknologi dan
sebagainya.

Islam sangat mendukung umatnya untuk mempelajari ilmu pengetahuan, terutama


yang bersumber dari sumber ajaran Islam yaitu Al-Quran, Sunah, ijtihad. Begitu
sempurna dan lengkapnya sumber-sumber ajaran Islam. Namun permasalahan disini
adalah banyak umat Islam yang belum mengetahui betapa luas dan lengkapnya sumber-
sumber ajaran Islam guna mendukung umat Islam untuk maju dalam bidang pengetahuan.
masih banyak masyarakat yang belum memahami manfaat dari ajaran islam yang

1 | S u m b e r A j a r a n I s l a m A l q u r a n , H a d i s t , d a n I j ti h a d
bersumber dari Alquran, sunnah, dan ijtihad tersebut.

1.2. Rumusan Masalah

1. Apakah pengertian Al Quran, sunnah, dan ijtihad?

2. Bagaimana sejarah perkembangan Al Quran dan Sunah?

3. Apakah fungsi Al Quran dan Sunah dalam kehidupan?

4. Apakah manfaat hasil Ijtihad dalam kehidupan?

5. Apakah metode ijtihad?

1.3. Tujuan

1. Mahasiswa dapat mengetahui pengertian Al Quran, sunnah, dan ijtihad.

2. Mahasiswa mampu mengetahui sejarah perkembangan Al Quran dan Sunah.

3. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami fungsi Al Quran dan Sunah dalam

kehidupan.

4. Mahasiswa mampu mengetahui manfaat hasil Ijtihad dalam kehidupan.

5. Mahasiswa mampu mengetahui metode ijtihad.

2 | S u m b e r A j a r a n I s l a m A l q u r a n , H a d i s t , d a n I j ti h a d
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Al Quran, Sunah, Dan Ijtihad


A. Pengertian Al Quran

Secara etimologis kata al-Qur an berasal dari bahasa arab al-qur an, yaitu isim
mashdar dari fiil, yang berarti bacaan. Sedangkan menurut istilah al-qur an berarti kalam
Allah yang diturunkan kepada nabi muhammad saw. Melalui malakat jibril dengan
menggunakan bahasa arab sebagai hujjah (bukti atas kerasulan nabi muhammad sebagai
pedoman hidup bagi manusia serta sebagai media dalam mendekatkan diri kepada Allah
dengan membacanya (khallaf, 1978:23). Definisi lain dikemukakan oleh al syaukani
(dalam amir syarifuddin, 1997: 47), yaitu al-qur an berarti kalam Allah yang diturunkan
kepada nabi muhammad saw, tertulis dalam mushaf, dan dinukilkan secara murawatir.
Sementara itu, ibnu subki(dalam amir syarifuddin, 1997: 47),mendefinisikan al-qur ann
sebagai lafazh yang diturunkan kepada nabi muhammad saw mengandung mukjizat
setiap suratnya yang nilai ibadah membacanya.(Marzuki, :51)

Menurut bahasa arab, al-quran memiliki arti bacaan. Sedangkan menurut istilah,
al-quran adalah wahyu Allah yang diturunkan kepada nabi muhammad secara lafaz
( lisan), makna dan gaya bahasa, yang termaktub salam mushaf yang dinukir darinya
secara mutawatir.

 Spesifikasi
1) Merupakan wahyu Allah, bukan ajaran manusia
2) Diturunkan dalam bentuk lisan, makna dan ushlub dari Allah
3) Terhimpun dalam mushaf. Dinukil secara mutawatir
 Kedudukan al-quran
Al-quran sebagai sumber utama dan pertama dari seluruh ajaran islam, berturut-
turut al-sunnah dan ijtihad. Al sunnah sebagai penjelas al-quran, sedangkan ijtihad
merupakan upaya ilmiah rasional dan oprasional untuk mendekatkan diri kepada
Allah.

3 | S u m b e r A j a r a n I s l a m A l q u r a n , H a d i s t , d a n I j ti h a d
B. Pengertian Hadist

Secara etimologis kata sunnah berasal dari kata berbahsa arab sunnagh yang
berarti cara, adat istiadat atau kebiasaan, dan perjalanan hidup atau sirrah, yang tidak
dibedakan antara yang baik dan yang buruk. Ini bisa dipahami dari sabda nabi yang
driwayatkan oleh Muslim, “ barang siapa yang membuat cara ( kebiasaan yang baik
dalam islam, maka dia akan memperoleh pahala nya dan pahala orang yang
mengikutinya, dan barang siapa yang membuat cara yang buruk dalam islam, maka dia
akan memperoleh dosanya dan dosa orang yang mengikuti nya al khathib, 1989:217).
Sunnah pada dasar nya berarti perilaku, teladan dari seseorang. Dalam konteks hukum
islam,sunnah merujuk kepada model perilaku nabi muhammad saw. Karena al qur an
memerintahkan kaum muslim untuk mencontoh perilaku rasullullahyang dinyatakan
sebagai teladan yang agung, maka perilaku nabi ideal bagi umat islam ( QS. Al-ahzab 33:
21, QS. Al-qalam 68: 4). (Marzuki, :60)

Secara terminologis, ada beberapa pemahaman tentang sunnah. Ada sunnah yang
dipahami ahli fikih, ahli ushul fikih dan ahli hadist. Yang dimaksud sunnah disini adalah
sunnah seperti yang dipahami ahli hadist, yaitu yang identik dengan hadist. Menurut ahli
hadist sunnah berarti sesuatu yang berasal dari nabi saw. Yang berupa perkataan,
perbuatan, menetapan, sifat, dan perjalanan hidup beliau baik pada sebelum di utus
menjadi nabi maupun sesudahnya( al khathib, 1989:19). (Marzuki, :60)

Sunah dan Hadist adalah dua istilah yang berbeda dari segi bahasa tetapi memiliki
substansi yang sama. Dari segi bahasa, sunah berarti jalan yang biasa dilalui atau cara
yang senantiasa dilakukan. Rasulullah Saw bersabda : “ Barang siapa yang membiasakan
sesuatu yang baik di dalam islam, maka ia menerima pahalanya dan pahala orang-orang
sesudahnya dan mengamalkannya (H.R.Muslim)”.

Hadis menurut bahasa yaitu cara, jalan, kebiasaan dan tradisi. Sedangkan menurut
istilah yaitu sesuatu yang disandarkan baik kepada nabi muhammad atau sahabat atau
juga tabin, baik berupa perkataan, perbuatan maupun pernyataan maupun sifat dan
keadaannya.hadist atau sunnah bersifat menegaskan yang umum dan khusus, memberikan
penjelasan berupa operasional serta menegaskan dan mengoperasionalkan aturan dalam
al-quran

4 | S u m b e r A j a r a n I s l a m A l q u r a n , H a d i s t , d a n I j ti h a d
C. Pengertian Ijtihad

Secara etimologis, kata ijtihad berasal dari kata berbahasa arab ijtihad yang berarti
menumpahan segala upaya dan kemampuan. Makna ijtihad disini hampir identik dengan
makna jihad, hanya kata jihad lebih berkonotasi fisik, sementara ijtihad menggunaka akal
( rakyu-rayu). Adapun secara terminologis, ulama ushul mendefinisikan ijtihad sebagai
encurahkan kesanggupan dalam mengeluarkan hukum syarak( syara) yang sifat amliah
dari dalil-dalil nya yang terperinci baik dalam al-qur an maupun sunnah. ( khallaf,
1978:216) orang yang melakukan ijtihad disebut mujtahid. (Marzuki, :65)

Ijtihad menurut bahasa mengerjakan sesuatu dengan segala kesungguhan.


Sedangkan menurut istilah ialah mengerahkan semua potensi akal pikiran dan
kemampuan semaksimal mungkin untuk menetapkan hukum-hukum syariah

2.2. Sejarah Perkembangan Al Quran Dan Sunah

A. Sejarah Perkembangan Al Quran

( jurnal Prof. Dr. H. Maragustam Siregar, M.A. ( Masjfuk Zuhdi, Pengantar Ulumul Quran, PT
Bina Ilmu, Surabaya, 1993, hal. 5-25. Perkembangan Ulumul Quran dalam tulisan ini diambil dari buku

tersebut) )

1. KEADAAN AL-QURAN PADA ABAD I DAN II H:

Pada zaman Rasulullah saw maupun pada masa berikunya yakni zaman
kekhalifahan Abu Bakar dan Umar, ilmu-ilmu al-Quran masih diriwayatkan melalui lisan,
belum dibukukan. Karena waktu pada masa Nabi dan para sahabatnya tidak ada
kebutuhan sama sekali untuk menulis atau mengarang buku-buku tentang ulumul Quran.
Para sahabat mampu mencema kesusasteraan bermutu tinggi- Mereka dapat memahami
ayat-ayat al-Quran turun kepada Nabi. Jika menghadapi kesukaran dalam memahami
sesuatu mengenai al-Quran, mereka menanyakannya langsung kepada beliau. Disamping
bahasa Quran adalah bahasa mereka sendiri sehingga mereka sudah memahami ayat-ayat
Quran, juga mereka mengetahui asbab nuzul Quran. Ketika masa khalifah Utsman

5 | S u m b e r A j a r a n I s l a m A l q u r a n , H a d i s t , d a n I j ti h a d
dimana orang Arab mulai bergaul dengan orang-orang non Arab, pada saat itu Utsman
memerintahkan supaya kaum muslimin berpegang pada mushaf induk dan membuat
reproduksi menjadi beberapa buah naskah untuk dikirim ke daerah-daerah. Bersamaan
dengan itu ia memerintahkan supaya membakar semua mushaf lainnya yang ditulis orang
menurut caranya masing-masing. Dan tindakan khalifah tersebut merupakan perintisan
bagi lahirya suatu ilmu yang kemudian dinamai “Ilmu Rasmil Quran” atau Ilmu Rasmil
Utsmani” (Ilmu tentang penulisan al-Quran).

Pada masa khalifah Ali, makin bertambah banyak bangsa non Arab yang masuk
Islam dan mereka tidak menguasai bahasa Arab, sehingga bisa terjadi salah membaca Al-
Quran, sebab mereka tidak mengerti irabnya, padahal pada waktu tulisan Al-Quran belum
ada harakatnya, huruf-hurufnya belum pakai titik dan tanda lainnya. Karena itu khalifah
Ali r.a. memerintahkan Abul Aswad ad-Duali (wafat tahun 69 H) supaya meletakkan
kaidah-kaidah bahasa Arab guna menjadi cocok keasliannya. Dengan perintahnya itu
berarti pula Ali bin Abi Thalib r.a. adalah orang yang meletakkan dasar lahimya “Ilmu
Irabil Quran”.

Pada abad I dan II H selain ustman dan Ali, masih terdapat banyak ulama yang
diakui sebagai perintis lahimya yang kemudian hari dinamai Ilmu Tafsir, Ilmu Asbab Al-
Nuzul, Ilmu Makky wal Madaniy, Ilmu Nasikh wal Mansukh dan Ilmu Gharibul Quran
(soal-soat yang memerlukan pentawilan dan penggalian maknanya). Para pepintis ilmu
tepsebut ialah

1. Empat orang khalifah Rasyidun , Ibnu Abbas, Ibnu Masud, Zaid bin Tsabit, Ubai bin
Kaab, Abu Musa Al-Asy-ari dan Abdullah bin Zubaik. Mepeka itu dapn kalangan papa
sahabAt NabI S.A.W
2. Dari kalangan Tabiin Yaitu Mujahid, Atha bin Yassip, `Ikpimah, Qatadah, Hasan Bashri,
dan Zaid bin Aslam. Mereka itu Tabiin di Madinah.

3. Malik bin Anas dari kaum Tabiut tabiin (genepasi ketiga kaum muslimin). la mempepoleh
ilmunya dan Zaid bin Aslam.

6 | S u m b e r A j a r a n I s l a m A l q u r a n , H a d i s t , d a n I j ti h a d
Pada masa penulisan Al-Alquran, Ilmu Tafsir berada di atas segala ilmu yang lain, karena
ia dipandang sebagai ummul ulumul Quraniyah. Diantara ulama yang menekuni dan
menulis buku mengenai ilmu tersebut pada abad 11 H ialah:

1. Syubah bin Al-Hajjaj

2. Sufyan bin `Uyaniah

3. Waki bin AI-Jappah

Kitab-kitab tafsir yang mepeka tulis pada umumnya memuat pendapat-pendapat


papa sahabt dan tabiin. kemudian menyusul Ibnu Japip at-Thabari yang wafat tahun 310
H. Kitabnya merupakan kitab yang paling bermutu, karena banyak bepisi nwayat shahib
ditulis dengan pumusan yang balk. Kecuali itu juga berisi Irab (pramasastra), pengkajian
dan pendapat-pendapat yang berharga. DI samping tafsir yang ditulis menurut apa yang
dikatakan oleh opang-opang tepdahulu, mulai muncul tafsir-tafsir yang ditulis opang
bepdasapkan akal (rayu) atau dengan kata lain muncul tafsir bil-naql dan akal. Ada yang
menafsirkan seluruh isi Al-Quran, ada yang menafsirkan sebagian saja yakni satu juz, ada
yang menafsirkan sebuah surat dan ada pula yang menafsiran hanya satu atau bebera ayat
khusus, seperti ayat-ayat yang berkaitan dengan hukum.

2. KEADAAN ULUMUL QURAN PADA ABAD III H

Pada abad III H selain Tafsir dan Ilmu Tafsir, papa ulama mulai menyusun pula bebepapa
ilmu A1-Quran yaitu .

1. `All bin al-Madani (w.234 H) menyusun Ilmu Asbab al-Nuzul.


2. Abu Ubaid al-Qasim bin Salah (w.224 H) menyusun ilmu Nasikh wal Mansukh dan Ilmu
Qiraat, dan Fadhailul Quran

3. Muhammad bin Ayyub adh-Dharris (w.294 H) menyusun ilmu Makkiy wal Madaniy.

4. Muhammad bin Khalaf bin Murzaban (w.309 H) menulis kitab Al-Hawi fi `Ulumul
Quran.

7 | S u m b e r A j a r a n I s l a m A l q u r a n , H a d i s t , d a n I j ti h a d
3. KEADAAN `ULUMUL QURAN PADA ABAD IV H

Pada abad ini telah disusun Ilmu Gharibul Quran dan bebepapa kita Ulumul Quran
dengan istilah Ulumul Quran. Diantaranya:

1. Abubakar bin Qasim al-Anbari (w.328 H) menulis buku `Ajaibul Ulumul Quran. Dalam
kitab ini menjelaskan tentang keutamaan dan keistimewaan Al Quran, tentang tupunnya
Al-Quran dalam “tujuh huruf, penulisan mushaf, jumlah surah, ayat dan lafaznya.
2. Abul Hasan al-`Asyari menulis kitab al-Mukhtazan fi Ulumil Qup an.

3. Abubakar as-Sajistani menulis buku Ilmu Gharibul Quran. Dan dia wafat pada 330 H.

4. Abu Muhammad al-Qashshab Muhammad All al-Kurkhi (W. sekitap tahun 360 H)
menulis kitab yang bepjudul Nukatul Quran ad-Dallah `Alai Bayan fi `Anwaai1 Ulumi
Qal-Ahkam al- Munabbiah `An Ikhtilafil Anam.

5. Muhammad bin `All al-Afdawi (w. 388 H) menulis buku yang berjudul A1-Istighna fi
Ulumil Quran.

4. PENULISAN ULUMUL QURAN PADA ABAD V H

Pada V H mulai disusun Ilmu Irabil Quran dalam satu kitab. Di samping itu penulisan
kitab-kitab dalam Ulumil Quran masih terus dilanjutkan oleh para ulama pada masa ini.
Di antara ulama yang berjasa dalam pengembangan Ulumul Quran ialah:

a. Ali bin Ibrahim bin Said al-Huf (w. 430 H) menulis kitab yang berjudul

Al-Burhan fi Ulumil Alquran dan Irabul Alquran.

b. Abu `Amp ad-Dani (w. 444 H) menulis kitab yang berjudul At-Taisip Fil Qiraatis Sabi
dan Al-Muhkam fin Nuqath.

Khusus kitab al-Burhan di atas adalah berisi 30 jilid tetapi masih ada dan tersimpan di
Darul Kutub al-Misriyah tinggal 15 jilid dan tidak unit jilidnya. Kitab ini selain

8 | S u m b e r A j a r a n I s l a m A l q u r a n , H a d i s t , d a n I j ti h a d
menafsipkan Alquran seluruhnya, juga menepangkan ilmu-ilmu al-Alquran yang ada
hubungannya dengan ayat-ayat Alquran yang ditafsirkan. Karena itu ilmu-ilmu Alquran
tidak tersusun secara sistematis dalam kitab ini, sebab ilmu-ilmu al-Alquran diuraikan
secara terpencar-pencar, tidak terkumpul dalam bab-bab menurut judulnya. Namun
demikian, kitab ini mepupakan karya ilmiah yang besar.

5. KEADAAN ULUMUL QURAN PADA ABAD VI H

Pada abad ini di samping tepdapat ulama yang menepuskan pengembangan Ulum
Alquran, juga tepdapat ulama yang mulai menyusun Ilmu Mubhamatil Alquran. Mepeka
antara lain:

1. Abul Qasim Abdurrahman ysng tepkenal dengan nama as-Suhaili (w. 581 H) yang
menulis kitab Mubhamatul Alquran. Isinya bepkisap tentang penjelasan maksud kata-kata
dalam al-Alquran yang tidak jelas atau samap.
2. Ibnul Jauzi (w. 597 H) menyusun kitab Fununul Afnan 11 `Ajaib Alquran dan AI-Mujtab
fi Ulumin Yataallaqu bil Alquran.

6. KEADAAN ULUMUL QURAN PADA ABAD VII H

Pada abad VII H ini, ilmu-ilum al-Alquran terus berkembang dengan mulai tersusunnya
Ilmu Majazul Alquran dan tersusun pula Ilmu Qiraat. Diantaranya:

1. Ibnu Abdus Salam, yang nama lengkapnya Syaikhul Islam Imam Abu Muhammad Abdul
Aziz bin Abdus Salam, terkenal dengan nama Al-`izz (w 660 H) menyusun kitab yang
bepjudul Majazul Alquran.
2. Alamuddin al-Sakhawi (w. 643 H) yang terkenal dengan nama as-Sakhawi, yang
menyusun kitab Ilmu Qiraat dalam kitabnya Jamalul Quppa wa Kamalul Iqra. Kitab ini
bepisi tentang berbagi ilmu qiraat, seperti tajwid, waqaf, dan ibtida (letak bacaan
dimulai), nasikh dan mansukh.

3. Abu Syamah (w. 665 H) menulis kitab AI-Mupsyidul Wajiz fi ma Yataallaqu bil Alquranil
Aziz.

9 | S u m b e r A j a r a n I s l a m A l q u r a n , H a d i s t , d a n I j ti h a d
7. KEADAAN ULUMUL QURAN PADA ABAD VIII H

Pada abad ini muncullah bebepapa ulama yang menyusun ilmu-ilmu bapu tentang al-
Alquran, sedang penulisan tentang kitab-kitab Ulumul Quran masih tetap beplanjut.
Yaitu:

1. Badruddin az-Zarkasyi (w. 794 H). ia termasuk ulama ahli tafsir dan ahli ilmu
ushuluddin, lahip 745 H. menyusun kitab dalam empat jilid: al-Burhan fi Ulumil Alquran.
Professor Muhammad Abul Fadhl telah bepjasa dalam usahanya tepsebut.
2. Ibnu Abil Isba menyusun kitab Ilmu Badaiul Alquran (suatu ilmu yang membahas
macam-macam badi (keindahan) bahasa dan kandungan Alquran dalam Alquran.

3. Ibnul Qayyim (w. 752 H) menusun Ilmu Aqsamil Alquran (suatu ilmu yang membahas
tentang sumpah-sumpah yang tepdapat dalam al-Alquran).

4. Najmuddin al-Thufi (w. 716 H) menyusun Ilmu Hujajil Alquran atau Ilmu Jadadil
Alquran.

5. Abul Hasan al-Mawardi menyusun Ilmu Amtsalil Alquran.

8. KEADAAN ULUMUL QURAN PADA ABAD IX H

Pada abad ini lebih banyak lagi penulis di antara para ulama sehingga pada abad ini boleh
dikatakan perkembangan Ulumul quran mencapai kesempurnaannya. Di antara ulama itu
ialah:

a. Jalaluddin al-Bulqaini (w. 824 H). Dia seorang ulama yang cepdas ahli di bidang ilmu
fiqih, ushuluddin, bahasa Apab, tafsir, maani dan bayan. Ia menulis kitab Mawaqiul Ulum
min Mawaqiin Nujum. Menurut al-Suyuti memandangnya sebagai pelopor menyusun
kitab Ulumul quran yang lengkap. Sebab di dalamnya telah dapat disusun sejumlah 50
macam Ilmu Alquran.

10 | S u m b e r A j a r a n I s l a m A l q u r a n , H a d i s t , d a n I j ti h a d
b. Muahammad bin Sulaiman al-Kafiaji (w. 879 H) menyusun kitab Al-Taisir fi Qawaidit
Tafsir.

c. As-Suyuti (w.911 H) menyusun kitab At-Tahbir fi Ulumit Tafsir. Penyusunan kitab ini
pada tahun 872 H dan merupakan kitab Ulumul quran yang paling lengkap karena
memuat 102 macam ilmu-ilmu Alquran. Namun Imam as-Suyuti belum puas atas karya
ilmiahnya yang hebat ini, kemudian menyusun kitab yang berjudul Al-Itqan fi Ulumil
Quran (2 juz) yang membahas sejumlah 80 macam ilmu-ilmu Alquran secara sistematis.
Kitab ini belum ada yang menandingi mutunya dan kitab ini diakui sebagai kitab standar
dalam mata pelajaran Ulumul quran.

Setelah as-Suyuti wafat pada tahun 911 H, perkembangan ilmu-ilum al-Alquran seolah-
olah telah mencapai puncaknya dan bephenti dengan berhentinya kegiatan ulama dalam
mengembangkan Ulumul Alquran, dan keadaan semacam itu berjalan sejak wafatnya
Imam as-Sayuti sampai akhir abad XIII H.

9. KEADAAN ULUMUL QURAN PADA ABAD XIV H

Setelah memasuki abad XIV H ini, maka bangkit kembali pephatian ulama menyusun
kitab-kitab yang membahas al-Alquran dari berbagai segi dan macam Ilmu al-Alquran, di
antara mereka itu ialah:

1. Thahir al-Jazairi menyusun kitab Al-Tibyan fi Ulumil Quran yang selesai tahun 1335 H.
2. Jamaluddin al-Qasimi (w. 1332 H) menyusun kitab Mahasinut Tawil.

3. Muhammad Abdul Adzim al-Zarqani menyusun kitab Manahilul Irfan fi Ulumil quran (2
jilid).

4. Muhammad Ali Salamah mengarang kitab Manhajul Furqan fi Ulumil quran.

5. Thanthawi Jauhari mengarang kitab al-Jawahir fi Tafsir al-Alquran dan Alquran wal
Ulumul Ashriyah.

11 | S u m b e r A j a r a n I s l a m A l q u r a n , H a d i s t , d a n I j ti h a d
6. Muhmmad Shadiq al-Rafii menyusun Ijazul Quran.

7. Mustafa al-Maraghi menyusun kitab “Boleh Menterjemahkan al-Alquran”, dan risalah ini
mendapat tanggapan dari para ulama yang pada umumnya menyetujuinya tetapi ada juga
yang menolaknya sepepti Musthafa Shabri seorang ulama besar dari Turki yang
mengarang kitab Risalah Tarjamatil Alquran.

8. Said Qutub mengarang kitab al-Tashwitul Fanni fil Alquran dan kitab Fi Dzilalil quran.

9. Sayyid Muhammad Rasid Ridha mengarang kitab Tafsir al-Alquranul Hakim. Kitab ini
selain menafsipkan al-Alquran secara ilmiyah, juga membahas Ulum Alquran.

10. DR. Muhammad Abdullah Darraz, seorang Gupu Besar al-Azhar univepsity yang
diperbantukan di Perancis mengarang kitab al-Nabaal `Adzim, Nadzarratun Jadidah fil
Alquran.

11. Malik bin Nabiy mengarang kitab al-Dzahiratul Alquraniyyah. Kitab in] membicapakan
masalah wahyu dengan pembahasan yang sangat bephapga.

12. Muhammad al-Ghazali mengarang kitab Nadzapatun fil Alquran.

13. Dr. Shubhi al-Salih, Guru Besar Islamic Studies dan Fiqhul Lughah pada Fakultas Adab
Universitas Libanon mengarang kitab Mahabits fi Ulumil Alquran. Kitab ini selain
membahas Ulumul Alquran, juga menanggapi dan membantah secara ilmiyah pendapat-
pendapat opientalis yang dipandang salah mengenai berbagai masalah yang bephubungan
dengan al-Alquran

14. Muhammad al-Mubarak, Dekan Fakultas Syariah Universitas Syria, mengarang kitab al-
Manhalul Khalid.

Lahirnya istilah Ulumul Alquran sebagai salah satu ilmu yang lengkap dan menyeluruh
tentang Alquran, menurut para penulis Sejarah Ulumul Alquran pada umumnya
berpendapat lahir sebagai suatu ilmu abad VII H. sedang menurut al-Zarqani istilah itu
lahir pada abad V H oleh al-Hufi dalam kitabnya al-Burhan fi Ulumil Alquran. Kemudian
pendapat tersebut dikoreksi oleh Shubhi al-Shalih, bahwa istilah Ulum Alquran sebagai
suatu ilmu sudah ada pada abad III H oleh Ibnu Marzuban (w. 309 H) dalam kitabnya al-

12 | S u m b e r A j a r a n I s l a m A l q u r a n , H a d i s t , d a n I j ti h a d
Hawi fi Ulumil Quran. Dari berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa istilah
Ulumul Alquran sebagai suatu ilmu telah dirintis oleh Ibnu Marzuban (w. 309 H) pada
abad III H. Kemudian diikuti oleh al-Huff (w. 430 H) pada abad V H. Kemudian
dikembangkan oleh Ibnul Jauzi (w. 597 H) pada abad VI H. Kemudian ditepuskan oleh
al-Sakhawi (w. 643 H) pada abad VII H. Kemudian disempurnakan oleh al-Zarkasyi
(w.794 H) pada abad VIII H. Kemudian ditingkatkan lagi oleh al-Bulqini (w.824 H) dan
al-Kafyaji (w.879 H) pada abad IX H. Dan akhirnya disempumakan lagi oleh al-Suyuti
pada akhir abad IX dan awal abad X H. Pada pepiode tepakhir inilah sebagai puncak
karya ilmiyah seopang ulama dalam bidang Ulum Alquran, sebab setelah al-Suyuti maka
berhentilah kemajuan Ulumul Quran sampai akhir abad XIII H.

Namun pada abad XIV H sampai sekarang ini mulai bangkit kembali aktifitas para ulama
dan sarjana Islam untuk menyusun kitab-kitab tentang Alquran, baik yang membahas
ulumul Quran maupun yang membahas salah satu cabang dari Ulum Quran.

B. Sejarah Perkembangan Sunah/ Hadist

Sejarah perkembangan hadis merupakan masa atau periode yang telah dilalui oleh
hadis dari masa lahirnya dan tumbuh dalam pengenalan, penghayatan, dan pengamalan
umat dari generasi ke generasi.[1] Dengan memerhatikan masa yang telah dilalui hadis
sejak masa timbulnya/lahirnya di zaman Nabi SAW meneliti dan membina hadis, serta
segala hal yang memengaruhi hadis tersebut. Para ulama Muhaditsin membagi sejarah
hadis dalam beberapa periode. Adapun para`ulama penulis sejarah hadis berbeda-beda
dalam membagi periode sejarah hadis. Ada yan membagi dalam tiga periode, lima
periode, dan tujuh periode.[2]

M. Hasbi Asy-Shidieqy membagi perkembangan hadis menjadi tujuh periode[3],


sejak periode Nabi SAW hingga sekarang, yaitu sebagai berikut.

1. Periode Pertama: Perkembangan Nadis pada Masa Rasulutlah SAW.

Periode ini disebut `Ashr Al-Wahyi wa At-Taqwin' (masa turunnya wahyu dan
pembentukan masyarakat Islam).[4] Pada periode inilah, hadis lahir berupa sabda
(aqwal), afal, dan taqrir Nabi yang berfungsi menerangkan AI-Quran untuk menegakkan
syariat Islam dan membentuk masyarakat Islam.

13 | S u m b e r A j a r a n I s l a m A l q u r a n , H a d i s t , d a n I j ti h a d
Para sahabat menerima hadis secara langsung dan tidak langsung. Penerimaan
secara langsung misalnya saat Nabi SAW. mennheri ceramah, pengajian, khotbah, atau
penjelasan terhadap pertanyaan para sahabat. Adapun penerimaan secara tidak langsung
adalah mendengar dari sahabat yang lain atau dari utusan-utusan, baik dari utusan yang
dikirim oleh Nabi ke daerah-daerah atau utusan daerah yang datang kepada Nabiy

Pada masa Nabi SAW, kepandaian baca tulis di kalangan para sahabat sudah
bermunculan, hanya saja terbatas sekali. Karena kecakapan baca tulis di kalangan sahabat
masih kurang, Nabi mene¬kankan untuk menghapal, memahami, memelihara,
mematerikan, dan memantapkan hadis dalam amalan sehari-hari, serta mentablig¬kannya
kepada orang lain.

2. Periode Kedua: Perkembangan Hadis pada Masa Khulafa' Ar-Rasyidin


(11 H-40 H)

Periode ini disebut Ashr-At-Tatsabbut wa Al-Iqlal min Al-Riwayah (masa


membatasi dan menyedikitkan riwayat). Nabi SAW wafat pada tahun 11 H. Kepada
umatnya, beliau meninggalkan dua pegangan sebagai dasar bagi pedoman hidup, yaitu
Al-Quran dan hadis (As-Sunnah yang harus dipegangi dalam seluruh aspek kehidupan
umat.[5]

Pada masa Khalifah Abu Bakar dan Umar, periwayatan hadis tersebar secara
terbatas. Penulisan hadis pun masih terbatas dan belum dilakukan secara resmi. Bahkan,
pada masa itu, Umar melarang para sahabat untuk memperbanyak meriwayatkan
hadis,dan sebaliknya, Umar menekankan agar para sahabat mengerahkan perhatiannya
untuk menyebarluaskan Al-Quran.[6]`,/ Dalam praktiknya, ada dua sahabat yang
meriwayatkan hadis, yakni:

1. Dengan lafazh asli, yakni menurut lafazh yang mereka terima dari Nabi SAW
yang mereka hapal benar lafazh dari Nabi.

2. Dengan maknanya saja; yakni mereka merivttayatkan maknanya karena tidak


hapal lafazh asli dari Nabi SAW.[7]

3. Periode Ketiga: Perkembangan pada Masa Sahabat Kecil dan Tabiin

14 | S u m b e r A j a r a n I s l a m A l q u r a n , H a d i s t , d a n I j ti h a d
Periode ini disebut Ashr Intisyar al-Riwayah ila Al-Amslaar (masa berkembang
dan meluasnya periwayatan hadis).[8] Pada masa ini, daerah Islam sudah meluas, yakni
ke negeri Syam, Irak, Mesir, Samarkand, bahkan pada tahun 93 H, meluas sampai ke
Spanyol. Hal ini bersamaan dengan berangkatnya para sahabat ke daerah-daerah tersebut,
terutama dalam rangka tugas memangku jabatan pemerintahan dan penyebaran ilmu
hadis.

Para sahabat kecil dan tabiin yang ingin mengetahui hadis-hadis Nabi SAW
diharuskan berangkat ke seluruh pelosok wilayah Daulah Islamiyah untuk menanyakan
hadis kepada sahabat-sahabat besar yang sudah tersebar di wilayah tersebut. Dengan
demikiari, pada masa ini, di samping tersebarnya periwayatan hadis ke pelosok-pelosok
daerah Jazirah Arab, perlawatan untuk mencari hadis pun menjadi ramai.

Karena meningkatnya periwayatan hadis, muncullah bendaharawan dan lembaga-


lembaga (Centrum Perkembangan) hadis di berbagai daerah di seluruh negeri.

Adapun lembaga-lembaga hadis yang menjadi pusat bagi usaha penggalian,


pendidikan,dan pengembangan hadis terdapat di:

1. Madinah,

2. Mekah,

3. Bashrah,

4. Syam,

5. Mesir,

Pada periode ketiga ini mulai muncul usaha pemalsuan oleh orang-orang yang
tidak bertanggung jawab. Hal ini terjadi setelah wafatnya Ali r.a. Pada masa ini, umat
Islam mulai terpecah-pecah menjadi beberapa golongan: Pertama, golongan Ali Ibn Abi
Thalib, yang kemudian dinamakan golongan Syi'ah. Kedua, golongan khawarij, yang
menentang Ali, dan golongan Mu'awiyah, dan ketiga; golongan jumhur (golongan
pemerintah pada masa itu).

Terpecahnya umat Islam tersebut, memacu orang-orang yang tidak bertanggung


jawab untuk mendatangkan keterangan-keterangan yang berasal dari Rasulullah SAW.

15 | S u m b e r A j a r a n I s l a m A l q u r a n , H a d i s t , d a n I j ti h a d
untuk mendukung golongan mereka. Oleh sebab itulah, mereka membuat hadis palsu dan
menyebarkannya kepada masyarakat.

4. Periode Keempat: Perkembangan Hadis pada Abad II dan III Hijriah

Periode ini disebut Ashr Al-Kitabah wa Al-Tadwin (masa penulisan dan


pembukuan). Maksudnya, penulisandan pembukuan secara resmi, yakni yang
diselenggarakan oleh atau atas inisiatif pemerintah. Adapun kalau secara perseorangan,
sebelum abad II H hadis sudah banyak ditulis, baik pada masa tabiin, sahabat kecil,
sahabat besar, bahkan masa Nabi SAW[9]

Masa pembukuan secara resmi dimulai pada awal abad II H, yakni pada masa
pemerintahan Khalifah Umar Ibn Abdul Azis tahun 101 H,[10] Sebagai khalifah, Umar
Ibn Aziz sadar bahwa para perawi yang menghimpun hadis dalam hapalannya semakin
banyak yang meninggal. Beliau khawatir apabila tidak membukukandan mengumpulkan
dalam buku-buku hadis dari para perawinya, ada kemungkinan hadis-hadis tersebut akan
lenyap dari permukaan bumi bersamaan dengan kepergian para penghapalnya ke alam
barzakh.

Untuk mewujudkan maksud tersebut, pada tahun 100 H, Khalifah meminta


kepada Gubernur Madinah, Abu Bakr Ibn Muhammad Ibn Amr Ibn Hazmin (120 H) yang
menjadi guru Ma'mar- Al-Laits, Al-Auza'i, Malik, Ibnu Ishaq, dan Ibnu Abi Dzi'bin untuk
membukukan hadis Rasul yang terdapat pada penghapal wanita yang terkenal, yaitu
Amrah binti Abdir Rahman Ibn Saad Ibn Zurarah Ibn `Ades, seorang ahli fiqh, murid
`Aisyah r.a. (20 H/642 M-98 H/716 M atau 106 H/ 724 M), dan hadis-hadis yang ada
pada Al-Qasim Ibn Muhammad Ibn Abi Bakr Ash-Shiddieq (107 H/725 M), seorang
pemuka tabiin dan salah seorang fuqaha Madinah yang tujuh.[11]

Di samping itu, Umar mengirimkan surat-surat kepada gubernur yang ada di


bawah kekuasaannya untuk membukukan hadis yang ada pada ulama yang tinggal di
wilayah mereka masing-masing. Di antara ulama besar yang membukukan hadis atas
kemauan Khalifah adalah Abu Bakr Muhammad Ibn Muslim ibn Ubaidillah Ibn Syihab
Az-Zuhri, seorang tabiin yang ahli dalam urusan fiqh dan hadits.[12] Mereka inilah ulama
yang mula-mula membukukan hadis atas anjuran Khalifah.

16 | S u m b e r A j a r a n I s l a m A l q u r a n , H a d i s t , d a n I j ti h a d
Pembukuan seluruh hadist yang ada di Madinah dilakukan oleh Imam Muhammad
Ibn Muslim Ibn Syihab Az-Zuhri, yang memang terkenal sebagai seorang ulama besar
dari ulama-ulama hadist pada masanya.

Setelah itu, para ulama besar berlomba-lomba membukulcan hadist atas anjuran
Abu `Abbas As-Saffah dan anak-anaknya dari khalifah-khalifah Abbasiyah.

Berikut tempat dan nama-nama tokoh dalam pengumpulan hadits :

1. Pengumpul pertama di kota Mekah, Ibnu Juraij (80-150 H)

2. Pengumpul pertama di kota Madinah, Ibnu Ishaq (w. 150 H)

3. Pengumpul pertama di kota Bashrah, Al-Rabi' Ibrl Shabih (w. 160 H)

4. Pengumpul pertama di Kuffah, Sufyan Ats-Tsaury (w. 161 H.)

5. Pengumpul pertama di Syam, Al-Auza'i (w. 95 H)

6. Pengumpul pertama di Wasith, Husyain Al-Wasithy (104-188 H)

7. Pengumpul pertama diYaman, Ma'mar al-Azdy (95-153 H)

8. Pengumpul pertama di Rei, Jarir Adh-Dhabby (110-188 H)

9. Pengumpul pertama di Khurasan, Ibn Mubarak (11 -181 H)

10. Pengumpul pertama di Mesir, Al-Laits Ibn Sa'ad (w. 175 H).[13]

Semua ulama yang membukukan hadis ini terdiri dari ahli-ahli pada abad kedua
Hijriah.

Kitab-kitab hadis yang telah dibukukan dan dikumpulkan dalam abad kedua ini,
jumlahnya cukup banyak. Akan tetapi, yang rnasyhur di kalangan ahli hadis adalah:

1. Al-Muwaththa', susurran Imam Malik (95 H-179 H);

2. Al-Maghazi wal Siyar, susunan Muhammad ibn Ishaq (150 H)

3. Al-jami', susunan Abdul Razzaq As-San'any (211 H)

4. Al-Mushannaf, susunan Sy'bah Ibn Hajjaj (160 H)

5. Al-Mushannaf, susunan Sufyan ibn 'Uyainah (198 H)

6. Al-Mushannaf, susunan Al-Laits Ibn Sa'ad (175 H)

17 | S u m b e r A j a r a n I s l a m A l q u r a n , H a d i s t , d a n I j ti h a d
7. Al-Mushannaf, susnan Al-Auza'i (150 H)

8. Al-Mushannaf, susunan Al-Humaidy (219 H)

9. Al-Maghazin Nabawiyah, susunan Muhammad Ibn Waqid Al¬Aslamy.

10. A1-Musnad, susunan Abu Hanifah (150 H).

11. Al-Musnad, susunan Zaid Ibn Ali.

12. Al-Musnad, susunan Al-Imam Asy-Syafi'i (204 H).

13. Mukhtalif Al-Hadis, susunan Al-Imam Asy-Syafi'i.[14]

Tokoh-tokoh yang masyhur pada abad kedua hijriah adalah Malik,Yahya ibn Sa'id
AI-Qaththan, Waki Ibn Al-Jarrah, Sufyan Ats-Tsauri, Ibnu Uyainah, Syu'bah Ibnu Hajjaj,
Abdul Ar-Rahman ibn Mahdi, Al-Auza'i, Al-Laits, Abu Hanifah, dan Asy-Syafi'i.[15]

5. Feriode Kelima: Masa Men-tasbih-kan Hadis dan Penyusuran Kaidah-


Kaidahnya

Abad ketiga Hijriah merupakan puncak usaha pembukuan hadis. Sesudah kitab-
kitab Ibnu Juraij, kitab Muwaththa' -Al-Malik tersebar dalam masyarakat dan disambut
dengan gembira, kemauan menghafal hadis, mengumpul, dan membukukannya semakin
meningkat dan mulailah ahli-ahli ilmu berpindah dari suatu tempat ke tempat lain dari
sebuah negeri ke negeri lain untuk mencari hadis.[16]

Pada awalnya, ulama hanya mengumpulkan hadis-hadis yang terdapat di kotanya


masing-masing. Hanya sebagian kecil di antara mereka yang pergi ke kota lain untuk
kepentingan pengumpulan hadis.

Keadaan ini diubah oleh AI-Bukhari. Beliaulah yang mula-mula meluaskan


daerah-daerah yang dikunjungi untuk mencari hadis. Beliau pergi ke Maru, Naisabur, Rei,
Baghdad, Bashrah, Kufah, Mekah, Madinah, Mesir, Damsyik, Qusariyah, `Asqalani,dan
Himsh.

Imam Bukhari membuat terebosan dengan mengumpulkan hadis yang tersebar di


berbagai daerah. Enam tahun lamanya Al-Bukhari terus menjelajah untuk menyiapkan
kitab Shahih-nya.

18 | S u m b e r A j a r a n I s l a m A l q u r a n , H a d i s t , d a n I j ti h a d
Para ulama pada mulanya menerima hadist dari para rawi lalu menulis ke dalam
kitabnya, tanpa mengadakan syarat-syarat menerimanya dan tidak memerhatikan sahih-
tidaknya. Namun, setelah terjadinya pemalsuan hadis dan adanya upaya dari orang-orang
zindiq untuk rpengacaukan hadis, para ulama pun melakukan hal-hal berikut.

a. Membahas keadaan rawi-rawi dari berbagai segi, baik dari segi keadilan,
tempat kediaman, masa, dan lain-lain.

b. Memisahkan hadis-hadis yang sahih dari hadis yang dha'if yakni dengan men-
tashih-kan hadist

U1ama hadist yang mula-mula menyaringdan membedakan hadist-hadist yang


sahih dari yang palsu dan yang lemah adalah Ishaq ibn Rahawaih, seorang imam hadis
yang sangat termasyhur.

Pekerjaan yang mulia ini kemudian diselenggarakan dengan sempurna oleh Al-
Imam Al-Bukhari. Al-Bukhari menyusun kitab-kitabnya yang terkenal dengan nama Al-
jamius Shahil. Di dalam kitabnya, ia hanya membukukan hadis-hadis yang dianggap
sahih. Kemudian, usaha A1-Bukhari ini diikuti oleh muridnya yang sangat alim, yaitu
Imam Muslim.

Sesudah Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, bermunculan imam lain yang
mengikuti jejak Bukhari dan Muslim, di antaranya Abu Dawud, At-Tirmidzi,dan An-
Nasa'i. Mereka menyusun kitab-kitab hadis yang dikenal dengan Shahih Al-Bukhari,
Shahih Muslirn, Sunan Abu Dawud, Sunan At-Tirmidzi,dan Sunan An-Nasa'i. Kitab-kitab
itu kemudian dikenal di kalangan masyarakat dengan judul Al-Ushul Al-Khamsyah.

Di samping itu, Ibnu Majah menyusun Sunan-nya. Kitab Sunan ini kemudian
digolongkan oleh para ulama ke dalam kitab-kitab induk sehingga kitab-kitab induk itu
menjadi sebuah, yang kemudian dikenal dengan nama Al-Kutub Al-Sittah.

Tokoh-tokoh hadis yang lahir dalam masa ini adalah:

1. `Ali Ibnul Madany

2. Abu Hatim Ar-Razy

3. Muhammad Ibn Jarir Ath- Thabari

19 | S u m b e r A j a r a n I s l a m A l q u r a n , H a d i s t , d a n I j ti h a d
4. Muhammad Ibn Sa'ad

5. Ishaq Ibnu Rahawaih

6. Ahmad.

7. Al-Bukhari

8. Muslim

9. An-Nasa'i

10. Abu Dawud

11. At-Tirmidzi

12. Ibnu Majah

13. Ibnu Qutaibah Ad-Dainuri.[17]

6. Periode Keenam: Dari Abad IV hingga Tahun 656 H.

Periode keenam ini dimulai dari abad IV hingga tahun 656 H, yaitu pada masa
`Abasiyyah angkatan kedua. Periode ini dinamakan Ashru At-Tahdib wa At-Tartibi wa Al-
Istidraqi wa Al-jami'.[18]

Ulama-ulama hadis yang muncul pada abad ke-2 dan ke-3, digelari
Mutaqaddimin, yang mengumpulkan hadis dengan semata-mata berpegang pada usaha
sendiridan pemeriksaan sendiri, dengan menemui para penghapalnya yang tersebar di
setiap pelosok dan penjuru negara Arab, Parsi, dan lain-lainnya.

Setelah abad ke-3 berlalu, bangkitlah pujangga abad keempat. Para ulama abad
keempat ini dan seterusnya digelari `Mutaakhirin'. Kebanyakan hadist yang mereka
kumpulkan adalah petikan atau nukilan dari kitab-kitab Mutaqaddimin, hanya sedikit
yang dikumpulkan dari usaha mencari sendiri kepada para penghapalnya.

Pada periode ini muncul kitab-kitab sahih yang tidak terdapat dalam kitab sahih
pada abad ketiga. Kitab-kitab itu antara lain:

1. Ash-Shahih, susunan Ibnu Khuzaimah

2. At-Taqsim wa Anwa', susunan Ibnu Hibban

3. Al-Mustadrak, susunan Al-Hakim

20 | S u m b e r A j a r a n I s l a m A l q u r a n , H a d i s t , d a n I j ti h a d
4. Ash-Shalih, susunan Abu `Awanah

5. Al-Muntaqa, susunan Ibnu Jarud

6. Al-Mukhtarah, susunan Muhammad Ibn Abdul Wahid Al-Maqdisy.[19]

Di antara usaha-usaha ulama hadis yang terpenting dalam periode ini adalah:

1. Mengumpulkan Hadis Al-Bukhari/Muslim dalam sebuah kitab. Di antara kitab


yang mengumpulkan hadis-hadis Al-Bukhari dan Muslim adalah Kitab Al Fami' Bain
Ash-Shahihani oleh Ismail Ibn Ahmad yang terkenal dengan nama Ibnu Al-Furat (414 H),
Muhammad Ibn Nashr Al-Humaidy (488 H); Al-Baghawi oleh Muhammad Ibn Abdul
Haq Al-Asybily (582 H).

2. Mengumpulkan hadis-hadis dalam kitab enam.

Di antara kitab yang mengumpulkan hadis-hadis kitab enam, adalah Tajridu As-
Shihah oleh Razin Mu'awiyah, Al-Fami' oleh Abdul Haqq Ibn Abdul Ar-Rahman Asy-
Asybily, yang terkenal dengan nama Ibnul Kharrat (582 H).

3. Mengumpukan hadis-hadis yang terdapat dalam berbagai kitab.

Di antara kitab-kitab yang mengumpulkan hadis-hadis dari berbagai kitab adalah:


(1) Mashabih As-Sunnah oleh Al-Imam Husain Ibn Mas'ud Al-Baghawi (516 H); (2)
Yami'ul Masanid wal Alqab, oleh Abdur Rahman ibn Ali Al-Jauzy (597 H); (3) Bakrul
Asanid, oleh Al-Hafidh Al-Hasan Ibn Ahmad Al-Samarqandy (49I H).

4. Mengumpulan hadis-hadis hukum dan menyusun kitab-kitab Atkraf.

7. Periode Ketujuh (656 H-Sekarang)

Periode ini adalah masa sesudah meninggalnya Khalifah Abasiyyah ke XVII Al-
Mu'tasim (w. 656 H.) sampai sekarang. Periode ini dinamakan Ahdu As-Sarhi wa Al Jami'
wa At-Takhriji wa Al-Bahtsi, yaitu masa pensyarahan, penghimpunan, pen-tahrij-an, dan
pembahasan.[20]

Usaha-usaha yang dilakukan oleh ulama dalam masa ini adalah menerbitkan isi
kitab-kitab hadis, menyaringnya, dan menyusun kitab enam kitab tahrij, serta membuat
kitab-kitab fami' yang umum':

21 | S u m b e r A j a r a n I s l a m A l q u r a n , H a d i s t , d a n I j ti h a d
Pada .periode ini disusun Kitab-kitab Zawa'id, yaitu usaha mengumpulkan hadis
yang terdapat dalam kitab yang sebelumnya ke dalam sebuah kitab tertentu, di antaranya
Kitab Zawa'id susunan Ibnu Majah, Kitab Zawa'id As-Sunan Al-Kubra disusun oleh Al-
Bushiry, dan masih banyak lagi kitab zawa'id yang lain.

Di samping itu, para ulama hadis pada periode ini mengumpulkan hadis-hadis
yang terdapat dalam beberapa kitab ke dalam sebuah kitab tertentu, di antaranya adalah
Kitab Fami' Al-Masanid wa As-Sunan Al-Hadi li Aqwami Sanan, karangan Al-Hafidz
Ibnu Katsir, dan fami'ul fawami susunan Al-Hafidz As-Suyuthi (911 H).

Banyak kitab dalam berbagai ilmu yang mengandung hadis-hadis yang tidak
disebut perawinya dan pen-takhrij-nya. Sebagian ulama pada masa ini berusaha
menerangkan tempat-tempat pengambilan hadis-hadis itu dan nilai-nilainya dalam sebuah
kitab yang tertentu, di antaranya Takhrij Hadis TafsirAl-Kasysyaf karangan Al-Zailai'i
(762), Al-Kafi Asy-Syafi fi Tahrij Ahadits Al-Kasyasyaf oleh Ibnu Hajar Al-`Asqalani, dan
masih banyak lagi kitab takhrij lain.

Sebagaimana periode keenam, periode ketujuh ini pun muncul ulama-ulama hadis
yang menyusun kitab-kitab Athraf, di antaranya Ithaf Al-Maharah bi Athraf Al- Asyrah
oleh Ibnu Hajar Al-`Astqalani, Athraf Al-Musnad Al-Mu'tali bi Athraf Al-Musnad Al-
Hanbali oleh Ibnu Hajar, dan masih banyak lagi kitab Athraf yang lainnya.

Tokoh-tokoh hadis yang terkenal pada masa ini adalah: (1) Adz-Dzahaby (748 H),
(2) Ibnu Sayyidinnas (734 H), (3) Ibnu Daqiq Al-`Ied, (4) Muglathai (862 H), (5) Al-
Asqalany (852 H), (6) Ad¬Dimyaty (705 H), (7) Al-`Ainy (855 H), (8) As-Suyuthi (911
H), (9) Az-Zarkasy (794 H), (10) Al-Mizzy (742 H), (11) Al-`Alay (761 H), (12) Ibnu
Katsir (774 H), (13) Az-Zaily (762 H), (14) Ibnu Rajab (795 H), (15) Ibnu Mulaqqin (804
H), (16) Al-Bulqiny (805 H), (` 7) Al-`Iraqy (w. 806 H), ,(18) Al-Haitsamy (807 H), dan
(19) A u Zurah (826 H).[21]

2.3. Fungsi Al Quran dan Sunah dalam Kehidupan


A. Fungsi Al Quran Dalam Kehidupan
1. Sebagai petunjuk jalan yang lurus

22 | S u m b e r A j a r a n I s l a m A l q u r a n , H a d i s t , d a n I j ti h a d
Hidup Bahagia Menurut Islam adalah jalan yang lurus. Jalan yang lurus menurut yang mengajarkan
umatnya untuk berakhlak mulia sekaligus menjalankan ibadah dengan baik. Banyak umat manusia yang
kadang kebingungan harus berbuat apa lagi di dunia ini, dan tak sedikit yang kemudian terperosok ke
jalan yang salah. Misalnya orang-orang yang melakukan perbuatan kriminal atau menggunakan narkoba.
(Baca : Falsafah Ekonomi)

Al-quran memberikan petunjuk agar umat manusia dapat terus berjalan di jalan yang lurus. Di dalam Al-
quran sudah dijelaskan mana yang salah dan yang benar, serta peringatan-peringatan agar terus bertakwa
kepada Allah SWT.(Baca : Ijtihad dalam Hukum Islam)

2. Merupakan mukjizat bagi Nabi Muhammad SAW

Jika nabi-nabi lainnya mendapatkan mukjizat yang terlihat jelas seperti dapat berbicara dengan binatang,
menyembuhkan orang sakit, dan lainnya maka Nabi Muhammad SAW diberikan mukjizat yang sedikit
berbeda yaitu Al-Quran yang merupakan kitab suci umat Islam. Al-Quran merupakan sumber dari segala
sumber hukum dan penyempurna dari kitab-kitab yang terdahulu. Meskipun Nabi Muhammad SAW tidak
dapat membaca dan menulis namun Allah menjaga Al-Quran yang diwahyukan kepada beliau.
(Baca : Hukum Bacaan Al-qur’an)

3. Menjelaskan kepribadian manusia dan yang membedakannya dari makhluk lainnya

Di dalam Al-Quran disebutkan tentang manusia yang memiliki berbagai sifat baik itu sifat yang baik dan
buruk. Selain itu manusia juga dikaruniai akal yang membuatnya berbeda dari binatang. Allah SWT
menjadikan manusia sebagai pemimpin di dunia ini. Sebagai pemimpin manusia seharusnya dapat
memiliki akhlak-akhlak yang baik bukannya malah berperilaku seperti binatang. Manfaat Baca Al-
quran dan mengamalkannya akan membuat kita menjadi manusia yang bertakwa dan berakhlak mulia
sertaCara Meningkatkan Iman dan Taqwa Kepada Allah SWT.(Baca : Doa agar Keinginan Tercapai)

4. Merupakan penyempurna bagi kitab-kitab Allah yang telah turun sebelumnya

Umat Islam percaya dengan adanya kitab-kitab Allah yang telah turun sebelum Al-Quran, yaitu Taurat,
Injil, dan Zabur. Namun tetap Al-Quran yang wajib dipelajari karena merupakan penyempurna dan
digunakan sampai akhir zaman. Kitab-kitab Allah sebelumnya ditujukan hanya pada umat pada zaman
tersebut saja, berbeda dengan Al-Quran. Allah akan menjaga keaslian Al-Quran melalui para umat yang
hafal Al-Quran dan mengamalkannya.(Baca : Fungsi Iman Kepada Kitab Allah)

5. Menjelaskan masalah yang pernah diperselisihkan umat sebelumnya

Al-Quran turun pada saat zaman Nabi Muhammad SAW masih hidup. Firman yang turun tersebut akan
berkaitan dengan kejadian pada saat itu. Misalnya saja perselisihan suatu kaum, atau cerita tentang kaum
sebelumnya yang mendapatkan teguran dari Allah SWT.(Baca : Fungsi Iman Kepada Allah SWT)

Berdasarkan kisah umat terdahulu kita bisa belajar agar tidak mengulangi kesalahan yang mereka perbuat
misalnya serakah dan berbuat buruk terhadap orang lain. Ini juga bisa berkaitan dengan kebiasaan buruk
umat sebelumnya yang harus dihindari pada masa sekarang.

23 | S u m b e r A j a r a n I s l a m A l q u r a n , H a d i s t , d a n I j ti h a d
6. Al-Quran dapat memantapkan iman Islam

Manfaat Baca Al-quran Setiap Hari dan memahami artinya dapat membuat kita lebih mantap lagi
memegang teguh ajaran Islam. Sebagai umat Islam kita kadang sering merasa iman kita menurun karena
kesibukan duniawi, namun jika kita rutin dalam membaca Al-Quran serta mencoba belajar tentang isi dari
Al-Quran maka kita bisa mempertebal iman kita.(Baca : Fungsi Hadits Sebagai Sumber Hukum Islam)

Isi Al-Quran akan membuat kita semakin yakin bahwa agama Islam adalah agama yang memang harus
kita anut. Jadi belajarlah Al-Quran jika ingin lebih memantapkan iman Islam atau jika tiba-tiba merasa
ada keraguan dalam hati.

7. Tuntunan dan hukum untuk menjalani kehidupan

Al-Quran berisi tentang banyak hal termasuk tuntunan dan hukum dalam menjalani kehidupan. Manusia
bisa saja membuat hukum sendiri untuk sebuah negara atau daerah namun hukum Al-Quran diturunkan
dari Allah SWT yang tentunya lebih sempurna jika mampu dijadikan dasar. Tuntunan dalam Al-Quran
diperuntukkan bagi umat Islam dalam menjalani kehidupan. Al-Quran mengatur bagaimana tentang
berhubungan dengan orang lain, berdagang, warisan, zakat, dan banyak hal lain. Umat Islam yang
mempelajari Al-Quran dengan baik dan mampu mengamalkannya maka hidupnya akan tertuntun rapi.

Al-quran merupakan kitab allah yang diturunkan kepada nabi muhammad saw,
Untuk disampaikan kepada umatnya demi kemaslahatn umat dan kepentingan mereka
baik untuk kehidupan dunia maupun kehidupan akhirat. Dengan demikian al-quran tidak
saja digunakan dan dinikmati oleh nabi muhammad saw, melainkan dapat digunakan dan
dapat dijadikan pedoman oleh seluruh umat manusia, terutama oleh umat islam.

Berikut merupakan fungsi alquran yang tergambar dalam beberapa ayat yang ada di
dalam al-quran:

1. Hudan atau petunjuk bagi umat manusia. Fungsi ini disebutkan dalam alquran lebih
dari 79 ayat, seperti dalam surah albaqarah (2) ayat 2 :

‫ب ۛ لفيِله ۛ هبددىً للللبمتتلقيِكن‬ ‫ذكذلل ك‬


‫ك الللككتاَ ب‬
‫ب كل كرلي ك‬

Artinya : Kitab ( alquran ) tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang
bertaqwa ( QS. Al-Baqarah [2]: 2 )

24 | S u m b e r A j a r a n I s l a m A l q u r a n , H a d i s t , d a n I j ti h a d
2. Rahmat, atau kasih sayang Allah kepada umat manusia. tidak kurang dari 15 ayat
dalam alquran yang menjelaskan hal seperti ini, seperti dalam surat Luqman (31)
ayat 2-3 :

(2) ‫ب اللكحلكيِلم‬
‫ت الللككتاَ ل‬ ‫تللل ك‬
‫ك آكياَ ب‬

(3) ‫هبددىً كوكرلحكمةد للللبملحلسلنيِكن‬

Artinya : “Inilah ayat-ayat Alquran yang mengandung hikmah (2) menjadi pentunjuk
dan rahmat bagi orang-orang yang berbuat kebaikan (3)” (QS. Luqman [31]: 2-3)

3. Bayyinah, atau bukti penjelasan tentang suatu kebenaran hal ini dapat dilihat seperti
dalam surat Al-Baqarah (2) ayat 185 :

‫ت لمكن اللهبكدذىً كواللفبلركقاَلن ۚ فككملن كشلهكد لملنبكبم التشلهكر فكلليِك ب‬


‫صلمهب ۖ كوكملن‬ ‫ضاَكن التلذيِ أبلنلزكل لفيِله اللقبلرآبن هبددىً لللتناَ ل‬
‫س كوبكيِيكناَ ت‬ ‫كشلهبر كركم ك‬
‫اب بلبكبم الليِبلسكر كوكل يبلريبد بلبكبم اللبعلسكر كوللتبلكلمبلوُا الللعتدةك كوللتبككيببببروا ت ك‬
‫ابب‬ ‫ضاَ أكلو كعلكذى كسفكتر فكلعتدةة لملن أكتياَتم أبكخكر ۗ يبلريبد ت‬ ‫ككاَكن كملري د‬
‫كعلكذى كماَ هككدابكلم كولككعلتبكلم تكلشبكبروكن‬

Artinya : “Bulan Ramadhan, bulan yang didalamnya diturunkan (permulaan)


Alquran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan- penjelasan mengenai
petunjuk itu serta pembeda (antara yang hak dan yang batil)”. (QS. Al-Baqarah [2] :
185 )

4. Furqan, atau pembeda antara hak dan yang batil, yang benar dan yang salah, yang
halal dengan yang haram, yang indah dan yang jelek, serta yang diperintahkan dan
yang dilarang. hal ini disebutkan dalam tujuh ayat, umpamanya ayat 185 surat Al-
Baqarah seperti di atas.

5. Mauizhah, ataupelajaran bagi manusia. Seperti dalam surat yunus (10) ayat 57:

‫صبدولر كوهبددىً كوكرلحكمةة للللبملؤلملنيِكن‬


َ‫ظةة لملن كربيبكلم كولشكفاَةء للكماَ لفيِ ال ي‬ ‫ا أكيَيكهاَ التناَ ب‬
‫س قكلد كجاَكءلتبكلم كملوُلع ك‬

Artinya : “Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari


tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit ( yang berada ) dalam dada dan
petunjuk serta rahmat bagi orang-orang beriman” (QS. Yunus[10] : 57)

6. Syifa, atau obat untuk penyakit hati. dengan rujukan ayat yang sama dengan diatas

25 | S u m b e r A j a r a n I s l a m A l q u r a n , H a d i s t , d a n I j ti h a d
‫‪7.‬‬ ‫‪Tibyan, atau penjelasan terhadap segala sesuatu yang disampaikan Allah. Dalam surat‬‬
‫‪An- Nahl (16) ayat 89 :‬‬

‫ك الللكتكبباَ ك‬
‫ب تللبكيِاَندبباَ للبكببيل‬ ‫ث لفيِ بكيل أبتمتة كشلهيِددا كعلكليِلهلم لملن أكلنفبلسلهلم ۖ كولجلئكناَ بل ك‬
‫ك كشببلهيِددا كعلكببذى ذهكبببؤكللء ۚ كونكتزللنكبباَ كعلكليِبب ك‬ ‫كويكلوُكم نكلبكع ب‬
‫كشليِتء كوهبددىً كوكرلحكمةد كوببلشكرذىً للللبملسلللميِكن‬

‫‪Artinya : Dan kami turunkan kepadamu al-kitab (alquran) untuk menjelaskan segala‬‬
‫‪sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah‬‬
‫)‪diri (QS. An- Nahl [16] : 89‬‬

‫‪8.‬‬ ‫‪Busyra, atau kabar gembirabagi orang-orang yang berbuat baik. dijelaskan pada ayat‬‬
‫‪yang diatas.‬‬

‫‪9.‬‬ ‫‪Tafshil, atau memberikan penjelasan rinci sehingga dapat dilaksanakan sesuai dengan‬‬
‫‪yang dikendaki Allah. dijelaskan pada surat Yusuf (12) ayat 111‬‬

‫ق التلذيِ بكليِكن يكببكدليله كوتكلف ل‬


‫صببيِكل بكببيل كشببليِتء‬ ‫ب ۗ كماَ ككاَكن كحلديدثاَ يبلفتككرذىً كو ذلكلكلن تك ل‬
‫صلدي ك‬ ‫صلهلم لعلبكرةة ل ب‬
‫لولليِ اللكللكباَ ل‬ ‫لكقكلد ككاَكن لفيِ قك ك‬
‫ص ل‬
‫كوهبددىً كوكرلحكمةد للقكلوُتم يبلؤلمبنوُكن‬

‫‪Artinya : “Alquran itu bukanlah cerita yang dubuat-buat, akan tetapi membenarkan‬‬
‫‪(kitab - kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, sebagai petunjuk,‬‬
‫)‪dan rahmat bagi kaum beriman” (QS. Yusuf [1]: 111‬‬

‫‪10. Hakim, atau sumber kebijaksanaan. dijelaskan pada surat Luqman (31) ayat 2 :‬‬

‫ب اللكحلكيِلم )‪(2‬‬
‫ت الللككتاَ ل‬ ‫تللل ك‬
‫ك آكياَ ب‬

‫) ‪Artinya : “Inilah ayat-ayat alquran yang mengandung hikmah” (QS. Luqman[31] :2‬‬

‫‪11. Mushaddiq, atau membenarkan isi kitab-kitab yang datang sebelumnya. dalam surat‬‬
‫‪Al- Maidah (5) ayat 48‬‬

‫اب ۖ كوكل تكتتلببلع‬ ‫ب كوبمهكليِلمدنباَ كعلكليِبله ۖ كفباَلحبكلم بكليِنكبهبلم بلكمباَ أكلنبكزكل ت ب‬


‫صيددقاَ للكماَ بكليِكن يككدليله لمكن الللككتباَ ل‬
‫ق بم ك‬‫ب لباَللكح ي‬‫ك الللككتاَ ك‬
‫كوأكلنكزللكناَ إللكليِ ك‬
‫اب لككجكعلكبكلم أبتمةد كوالحكدةد كو ذلكلكلن لليِكلبلبببكوُبكلم فلببيِ‬‫ق ۚ للبكلل كجكعللكناَ لملنبكلم لشلركعةد كولملنكهاَدجاَ ۚ كولكلوُ كشاَكء ت‬ ‫ك لمكن اللكح ي‬ ‫أكلهكوُاكءهبلم كعتماَ كجاَكء ك‬
‫كماَ آكتاَبكلم ۖ كفاَلستكبلبقوُا اللكخليِكرا ل‬
‫ت ۚ إلكلى ت‬
‫ال كملرلجبعبكلم كجلميِدعاَ فكيِبنكبيئببكلم بلكماَ بكلنتبلم لفيِله تكلختكللبفوُكن‬

‫‪26 | S u m b e r A j a r a n I s l a m A l q u r a n , H a d i s t , d a n I j ti h a d‬‬
Artinya : “Dan kami telah menurunkan kepadamu Alquran dengan membawa
kebenaran, membenarkannya apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang
diturunkan sebelumnya), dan bahu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu” ( QS. Al-
Maidah [5] : 48)

12. Muhaimin, atau natu ujian (penguji ) bagi kitab-kitab sbelumnya.

Artinya, alquran dapat dijadikan tolak ukur bagi untuk menguji keberadaan kitab-
kitab sebelumnya, apakah masih asli atau sudah diubah oleh para pengikutnya. Hal
ini telah dijelaskan pada pont nomor (10).

Fungsi- fungsi alquran di atas tidak berfungsi secara otomatis bagi kita
umat islam. Artinya, fungsi-fungsi tersebut akan bermakna bagi kita jika benar-benar
menjadikan alquran sebagai fungsi-fungsi tersebut dengan memahami serta
mengamalkan isi alquran dengan baik. Kita harus berusaha juga untuk memahami
alquran dengan sebaik-baiknya dan diikuti oleh kesadaran kita untuk mengamalkan
isinya dalam kehidupan kita sehari-hari.

Disamping itu, Alquran merupakan mukjizat tersebar Nabi Muhammad


saw, dan para umatnya. Artinya mukjizat merupakan sesuatu yang melemahkan,
sehingga orang lain tidak dapat menyainginya. Ini berarti, alquran memiliki daya
atau kekuatan yang dapat melemahkan kekuatan lain, sehingga tidakada yang
dapat menandinginya. (Dr.Marzuki,M.Ag (56-59), 2012)

Fungsi al quran :

1)Sebagai mukjizat kenabian muhammad SAW


2)Pedoman dan petunjuk bagi manusia
3)Pemisah yang hak dan yang batil
4)Peringatan bagi manusia
5)Motivator dan inspirator bagi manusia untuk hidup yang dinamis dan
optimis
 Isi pokok al-quran :
1) Keimanana dan keyakinan
2) Pokok aturan hukum
3) Pokok aturan tingkah laku
4) Petunjuk tentang tanda-tanda alam
5) Kekuasan Allah

27 | S u m b e r A j a r a n I s l a m A l q u r a n , H a d i s t , d a n I j ti h a d
6) Kisah nabi dan rasul terdahulu
7) Informasi tentang alam gaib
 Orisinalitas / keotentikan al-quran
1) Wahyu lansung Allah , dibacakan, diperdengarkan dan diajarkan oleh
malaikat jibril kepada nabi muhammad untuk umat manusia
2) Nabi mengajarkan kepada sahabat secara bertahap
3) Nabi memerintahkan 7 orang untuk mencatat wahyu al-quran
4) Nabi menghafal, dan memerintahkan untuk menghafal kepada para
sahabat
5) Ayat-ayat al-quran dikumpulkan dan diseleksi
6) Dikumpulkan, disalin da bukukan dalam satu mushaf disebut mushaf
imam
7) Disalin lagi menjadi lima mushaf disebut mushaf usmani
8) Diajarkan, digandakan, dan dilombakan dalam STQ atau MTQ secara
nasional maupun internasional.

B. Fungsi Sunah Dalam Kehidupan

Alquran adalah sumber ajaran pokok, sedangkan sunnah sumber setelah


Alquran. Amir syafrifuddin ( 1977:85-88 ) mengemukakan fungsi sunnah
terhadap alquran sebagai berikut (NasrulH.S (58-59), 2014) :

a) Fungsi Taqrir, yaitu memperkokoh hukum yang sudah ditetapkan alqutran.


Misalnya firman Allah SWT dalam QS 2 : 183 berisi kewajiban perintah tentang
kewajiban berpuasa bagi umat islam. Kemudian datang sunnah
memperkokohnya seperti sabda Rsulullah SAW yang terjemahannya sebagai
berikut :

“ Islam didirikan atas lima perkara, persaksian bahwa tiada tuhan selain Allah,
dan Muhammad itu utusan Allah, mendirikan shalat, membayarkan zakat, puasa
pada bulan ramadhan dan naik haji ke baitullah (H.R. Bukhari)

b) Fungsi Tafsir/ tafshil, yaitu menafsirkan atau merinci ayat-ayat alquran yang
mengandung pengertian secara global, misalnya Q.S 2 :110 yang berisi perintah
tentang sholat dan membayarkan zakat. Kata sholat dan zakat dalam ayat tersebut
masih bersifat umum. Kemudian datang sunnah menjelaskan tentang pengertiaj,
hukum, rukun dan syarat serta kifayat (tatacara pelaksanaanya) sholat dan
sebagainya demikian pula tentang zakat.

28 | S u m b e r A j a r a n I s l a m A l q u r a n , H a d i s t , d a n I j ti h a d
c) Fungsi taqyid, yaitu memberikan batasan terhadap ayat-ayat al-quran yang
mengandung pengertian secara mutlak. Misalnya Q.S 2:180 yang berisi perintah
tentang wajibnya seorang muslim yang sudah mendekati kematiannya untuk
mewasiatkan beberapa jumlah harta yang boleh diwasiatkan itu. Kemudian datang
sunnah membatasinya bahwa harta yang diwasiatkan itu tidak boleh melebihi dari
sepertiga harta kekayaan yang dimiliki.
d) Fungsi istisna, yaitu memberikan pengecualian terhadap pernyataan alquran yang
bersifat umum. Misalna Q.S 5:3 berisi pernyataan tentang jenis-jenis makanan
yang diharamkan yaitu bangkai, darah, daging babi dan semblihan dengan
menyebut nama selain Allah SWT. Kemudian datang sunnah memberikan
pengecualian dengan menghalalkan dua macam bangkai yaitu ikan dan belalang
serta dua bentuk darah yaitu hati dan limpa.
e) Fungsi munsyi al-hukmu, yaitu membentuk atau menambahkan hukum yang tidak
ditetapkan didalam alquran, misalnya sabda rasulullah SAW yang berisi larangan
memakan semua jenis binatang yang bertaring dan semua jenis burung yang
bercakar.
Al-quran menjadi sumber hukum yang pertama dan al-hadist menjadi asas-asas
perundangan setela al-quran. Adapun hadis terhadap al-quran adalah :
a) Berfungsi menetapkan dan memperkuat hukum yang tela ditentukan dalam al-
quran, makanya keduanya menjadi sumber hukum
b) Memberikan perincian dan menafsiran ayat al-quran yang masih mujmal,
memberikan persyaratan, ayat-ayat al-quran yang msih mutlak dan memberikan
taksis ( penentuan khusus) ayat-ayat al-quran yang masih umum
c) Menetepkan hukum-hkum yang tidak terdapat di dalam quran.
1) Macam-macam hadist
a) Dilihat dari segi bentuk :
 Qauliyah, yaitu hadis yang berupa ucapan nabi
 Filiyah, yaitu hadis yang berbentuk perbuatan nabi
 Taqririyah, yaitu hadis yang berupa keputusan nabi atau sahabat
b) Dilihat dari segi jumlah orang yang menyampaikannya :
 Mutawatir, yaitu hadist yang diriwayatkan orang banyak dan tidak terhitung
jumlahnya
 Masyhur, yaitu hadis yang perawi lapis pertamanya beberapa orang sahabat
 Ahad, yaitu hadis yang diriwayatkan oleh seseorang atau lebih tetapi tidak
cukup terdapat pada sebab-sebab menjadikannya ketingkat mashyur.
c) Dilihat dari segi kualitasnya :
o Hadis shahih adalah hadis yang perawi na adil, hafalanya sempurna
sanadnya bersambung, tidak terdapat pada keganjlan atau tidak cacat

29 | S u m b e r A j a r a n I s l a m A l q u r a n , H a d i s t , d a n I j ti h a d
o Hadis hasan adalah hads yang diriwayatka oleh perawi yang adil, hafalanya
kurang sempurna, sanadnya bersambung, tidak terdapat padanya keganjilan
dan tidak terdapat cacat
o Hadis dhaif adalah hadis yang kehilangan salah satu syarat-syarat hadis
shahih atau hadis hasan
o Hadis maudhu ialah hadis palsu yaitu hadis yang dibuat-buat oleh seseorang
dan dikatakan sebagai sabda atau perkataan nabi SAW
d) Dilihat dari segi diterima atau ditolaknya :
 Hadis Maqbul, hadis yang dapat diterima dan dijadikan hujjah atau sumber
hukum
 Hadis Mardud, yaitu hadis yang ditolak dan tidak boleh dijadikan sumber
hukum
e) Dilihat dari segi siapa yang berperan dalam beebuat atau bersabda :
 Hadis Marfu yaitu yang disandarkan kepada nabi SAW
 Hadis Mauquf yaitu yang disandarkan pada sahabat
Hadis maqthu yaitu disandarkan pada tabiin

2) PERANAN SUNNAH DALAM ALQURAN

1. Memperkuat hukum dalam Al-Quran

Segala jenis hukum, syariat, dan hal-hal yang menyangkut muamalah kehidupan, semuanya telah
ditulis dalam Al-Quran secara sempurna. Seperti halnya hukum shalat, puasa, zakat, larangan
melakukan riba’, mencuri, membunuh, dan sebagainya. Nah, keberadaan As-sunnah disini
memperkuat hukum-hukum yang telah disebuatkan di Al-Quran. Misalnya saja untuk melakukan
shalat, seseorang harus berwudhu terlebih dahulu.

” Rasulullah saw bersabda: tidak di terima salat seorang yang berhadats sebelum ia berwudhu ”
(HR Bukhari )

2. Menjelaskan atau merinci isi Al-Quran

As sunnah juga berperan untuk menjelaskan atau merinci (menspesifikan) ayat-ayat Al-Quran
yang masih bersifat umum. Misalnya saja, Al-Quran menuliskan kewajiban untuk berhaji bagi
umat yang mampu. Maka As-sunnah memperjelas tata cara manasik haji yang benar sesuai
ajaran Rasulullah SAW.

3. Menetapkan hukum baru yang tidak dimuat dalam Al-Quran

Adakalanya As-sunnah menetapkan hukum baru, dimana hukum tersebut tidak terdapat dalam al-
Qur’an. Contohnya perihal larangan mengenakan kain sutera dan cincin emas bagi laki-laki.

Penetapan hukum baru di as-sunnah tentunya tidak boleh asal-asalan. Hukum itu harus benar-
benar berdasarkan tuntunan Nabi Muhammad SAW dan sesuai syariat islam. Imam asy-Syafi’i
rahimahullah berkata, “Apa-apa yang telah disunnahkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
yang tidak terdapat pada Kitabullah, maka hal itu merupakan hukum Allah juga.

30 | S u m b e r A j a r a n I s l a m A l q u r a n , H a d i s t , d a n I j ti h a d
2.4. Manfaat Hasil Ijtihad Dalam Kehidupan

Manfaat Ijtihad:

1. Membuat setiap permasalahan baru yang dihadapi oleh umat dapat diketahui
hukumnya sehingga hokum islam akan selalu berkembang serta sanggup menjawab
tantangan.

2. Dapat menyesuaikan hokum bedasarkan perubahan jaman, waktu dan keadaan.

3. Menetapkan fatwa terhadap masalah-masalah yang tidak terkait dengan halal-


haram.

4. Dapat membantu umat islam dalam menghapi masalah yang belum ada
hukumnya secara islam.

5.Pada suatu peristiwa yang waktunya terbatas, sedangkan hukum syara yang
mengenai peristiwa sangat diperlukan, dan juga tidak segera ditentukan hukumnya, maka
dikhawatirkan kesempatan menentukan hukum itu akan hilang .

6. Pada suatu peristiwa diperlukan hukum syara di suatu daerah yang terdapat
banyak para ahli ijtihad, sedang waktu peristiwa itu tidak mendesak maka hal yang
semacam itu perlu adanya ijtihad, karena dikhawatirkan akan terlepas dari waktu yang
ditentukan.

7. Terhadap masalah-masalah yang belum terjadi yang akan kemungkinan nanti


akan diminta tentang hukum masalah-masalah tersebut, maka untuk ini diperlukan ijtihad.

2.5. Metode-metode ijtihad

Cara-cara berijtihad adalah dengan memperhatikan dalil-dalil yang tinggi


tingkatannya dan kemudian diurut pada tingkat berikutnya sebagai berikut : 1) nash Al-
Quran; 2) hadis mutawatir; 3) hadis ahad; 4) zahir Al-Quran; 5) zahir hadist. Jika pada
urutan tersebut tidak didpatkan hendaknya memperhatikan perbuatan Nabi atau taqrirnya.

31 | S u m b e r A j a r a n I s l a m A l q u r a n , H a d i s t , d a n I j ti h a d
Jadi cara berijtihad mempunyai aturan-aturan yang ketat sehingga hanya
orang-orag yang mempunyai kemampuan optimal yang mampu jadi mujtahid (Suryana,
1996:69).

1) Bentuk-bentuk ijtihad
a. Ijma adalah kesepakatan ulama disuatu negeri atas hukum sesuatu yang
disepakati bersama. Contohnya membukukan al-quran
b. Qiyas adalah menetapkan sesuatu hkum yang belum ditetapkan hukum
dalam al-quran dan al sunnah dalam hukumsesuatu yang telah ditetapkan
dalam al-quran dan al sunnah karena adanya kesamaan alasan/illat.
Contohnya haramnya bir disesuaikan haramnya khmar
c. Istihsan adalah menetapkan suatu hukum karena didasarkan pada suatu
kebaikan menurut masyarakat setempat. Contoh membangun mesjid
d. Mashlahah Mursalah adalah menetapkan suatu hukum atas dasar manfaat
bagi masyarakat. Contohnya membangun jalan di desa yang terisolir
e. Saddudz-Dzariah adalah menetapkan hukum atas dasar kehilangan
kerusakan atau kemadorotan bagi seseorang atau sekelompok orang.
Contohnya makan tempe bongkrek
f. Istihab adalah menetapkan suatu hukum atas hukum yang telah berlaku/
manjadi kebiasaan bagi masyarakat. Contohnya menetapkan pajak bagi
penduduk di negara-negara yang telah ditaklukan oleh umat islam sperti iran
g. Urf adalah menetapkan suatu hukum yang telah menjadi kebiasaan
masyarakat. Contohnya bermaaf-maafan saat idul fitri

PERAN AGAMA BAGI KEHIDUPAN

1. Hidup dengan agama islam adalah sesuai martabat manusia sebagai makluk yang tertinggi
dimuka bumi
2. Hidup beragama adalah kehidupan bagi manusia-manusia berakal
3. Hidup beragama adalah sesuai fitrah manusia
4. Agama dapat membuka jati diri manusia
5. Agama berperan penting dalam pembentukan watak dan pembinaan bangsa

Hal ini disebabkan kepercayaannya akan :

1. Adanya Tuhan ang Maha Mengahui segala perbuatan, perilaku dan gerak-gerik semua maklukna
baik yang dilakukan sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan
2. Balasan yang akan diberikan Tuhan dihari kemudian atas semua perbuatan hamba-hambanya
yang dilakukan selama didunia
3. Perintah dan larangan yang diperuntukkan bagi kesejahteraan umat manusia, bukan untuk
kepentingan Tuhan.

32 | S u m b e r A j a r a n I s l a m A l q u r a n , H a d i s t , d a n I j ti h a d
BAB III

KESIMPULAN

Al-Quran merupakan sumber utama yang dijadikan oleh para mujtahid dalam
menentukan hukum ajaran Islam. Karena, segala permasalahan hukum agama merujuk
kepada Al-Quran tersebut atau kepada jiwa kandungannya. Apabila penegasan hukum yang
terdapat dalam Al-Quran masih bersifat global, maka hadist dijadikan sumber hukum
kedua, yang mana berfungsi menjelaskan apa yang dikehendaki Al-Quran. Sumber hukum
yang lain adalah hasil ijtihad

Secara etimologis kata sunnah berasal dari kata berbahsa arab sunnah yang
berarti cara, adat istiadat atau kebiasaan, dan perjalanan hidup atau sirrah, yang tidak
dibedakan antara yang baik dan yang buruk. Ini bisa dipahami dari sabda nabi yang
driwayatkan oleh Muslim, “ barang siapa yang membuat cara ( kebiasaan yang baik dalam
islam, maka dia akan memperoleh pahala nya dan pahala orang yang mengikutinya, dan
barang siapa yang membuat cara yang buruk dalam islam, maka dia akan memperoleh
dosanya dan dosa orang yang mengikuti nya al khathib, 1989:217).

Secara etimologis, kata ijtihad berasal dari kata berbahasa arab ijtihad yang berarti
menumpahan segala upaya dan kemampuan. Makna ijtihad disini hampir identik dengan

33 | S u m b e r A j a r a n I s l a m A l q u r a n , H a d i s t , d a n I j ti h a d
makna jihad, hanya kata jihad lebih berkonotasi fisik, sementara ijtihad menggunaka akal
( rakyu-rayu). Adapun secara terminologis, ulama ushul mendefinisikan ijtihad sebagai
encurahkan kesanggupan dalam mengeluarkan hukum syarak( syara) yang sifat amliah
dari dalil-dalil nya yang terperinci baik dalam al-qur an maupun sunnah. ( khallaf,
1978:216) orang yang melakukan ijtihad disebut mujtahid. (Marzuki, :65)

Ijtihad menurut bahasa mengerjakan sesuatu dengan segala kesungguhan.


Sedangkan menurut istilah ialah mengerahkan semua potensi akal pikiran dan
kemampuan semaksimal mungkin untuk menetapkan hukum-hukum syariah

SARAN
Sebaiknya dalam mengerjakan makalah ini, harus memiliki sumber buku yang jelas
dalam pembuatan makalah ini. Seandainya terjadi kesalahan tentang pembuatan makalah
ini, maka kita bisa memberikan bukti yang jelas berdasarkan dari sumber buku yang kita
dapatkan. Dalam pembuatann makalah ini harus dibutuhkan ketelitian,supaya tidak
terjadi kesalahan dalam pembuatannya.

34 | S u m b e r A j a r a n I s l a m A l q u r a n , H a d i s t , d a n I j ti h a d
Daftar Pustaka

Rahman L, Abd.2014. Pendidikan agama islam.UNP PRESS

Rofiq,moh. 2005. Pendidikan agama islam. Graha ilmu

Kumaidi,Irham.2008.Ilmu Hadist untuk Pemula:Jakarta.Arta Rivera.

35 | S u m b e r A j a r a n I s l a m A l q u r a n , H a d i s t , d a n I j ti h a d

Anda mungkin juga menyukai