Disusun Oleh:
KELOMPOK 4
DOSEN PENGAMPU:
2022 M / 1444 H
KATA PENGANTAR
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB 1.........................................................................................................................................3
PENDAHULUAN......................................................................................................................3
BAB II........................................................................................................................................4
PEMBAHASAN........................................................................................................................4
Pengertian Al Quran...........................................................................................................4
Nama-Nama lain Dan Kandungan Pokok Al Qur’an.........................................................5
Fungsi Al-Qur’an................................................................................................................6
Pengertian Hadits................................................................................................................7
Jenis Jenis Hadist................................................................................................................7
Pembagian Hadist...............................................................................................................7
Pengertian Ijtihad..............................................................................................................10
Landasan Ijtihad................................................................................................................10
Macam Macam Metode Ijtihad.........................................................................................11
Kedudukan Ijtihad Dalam Islam.......................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................12
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Al Quran
Menurut Manna Khalil Al-Qaththan,Secara Bahasa berasal dari kata “qara’a, yaqra-
u, qira-atan, atau qur-anan” yang berarti mengumpulkan (al-jam’u) dan menghimpun (adh-
dhommu) huruf serta kata – kata dari satu bagian ke bagian lain secara teratur. Dikatakan Al-
Qur’an karena ia berisikan intisari semua kitabullah dan intisari dari ilmu pengetahuan.
(Rosihin Anwar, 2009:162)
Sedangkan Secara Istilah memiliki beberapa pengertian dari beberapa ahli yaitu:
Al Quran adalah wahyu yang diturunkan dalam lafal Bahasa Arab dan maknanya
dari Allah SWT, melalui wahyu yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW, Ia
merupakan dasar dari sumber utama bagi syariat.
Al Quran adalah kalam Allah SWT, yang diturunkan kepada Rasul-Nya Muhammad
SAW dengan lafal Bahasa Arab dinukilkan secara mutawatir dan ditulis pada lembaran-
lembaran mushaf.
Al Quran adalah wahyu Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
secara lafadz (lisan), makna serta gaya bahasa (uslub)-Nya yang termaktub dalam mushaf
yang dinukil secara mutawattir.
Al Quran adalah firman Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
SAW, dan dinilai ibadah bagi yang membacanya. (Nur Kholis, 2008:24)
4
B. Nama-Nama lain Dan Kandungan Pokok Al Qur’an
Al-Qur‘an terdiri dari 30 juz, 114 surat dan 6.236 ayat. Ayat-ayat Al-Qur‘an yang
turun pada periode Mekah (Ayat Makkiyah) sebanyak 4.780 ayat yang tercakup dalam 86
surat. Sedangkan ada periode Madinah (Ayat Madaniyah) sebanyak 1.456 ayat yang tercakup
dalam 28 surat. Ayat-ayat Makkiyah pada umumnya mengandung nuansa sastra yang kental
karena ayat-ayatnya pendek-pendek. Isinya banyak mengedepankan prinsip-prinsip dasar
kepercayaan (aqidah) dan akhlak. Sedangkan ayat Madaniyah menerangkan aspek syari‘ah,
muamalah dan juga akhlak. (Bakhtiar Marwan, 2016:97).
Selain Alqur‘an, wahyu ini diberi nama lain oleh Allah, yaitu:
Menurut Ali Anwar Yusuf, secara garis besar Al Quran mengandung pokok-pokok
ajaran sebagai berikut:
5
c. Prinsip-prinsip ibadah, yakni kegiatan-kegiatan atau perbuatan yang mewujudkan,
menghidupkan hati atau jiwa manusia.
e. Janji dan ancaman, yaitu janji dengan balasan bagi mereka yang taat kepada Allah dan
ancaman bagi mereka yang melanggar perintah Allah. Janji akan memperoleh kebahagiaan
dunia dan akhirat dan ancaman akan mendapatkan kesengsaraan dunia dan akhirat.
f. Sejarah kisah-kisah masa lalu, yaitu sejarah tentang kisah para Rasul, Nabi, Shahabat,
Orang – orang sholih, masyarakat atau bangsa- bangsa terdahulu.
g. Ilmu pengetahuan, yakni sebagai sarana bidang ilmu pengetahuan dan informasi
tentang ilmu kemanusiaan, kesehatan, tumbuh-tunmbuhan, binatang, ilmu astronomi dan
lain sebagaiannya. (Umi Hani, 2022:77).
C. Fungsi Al-Qur’an
1. Fungsi yang paling utama dan sangat esensial, adalah sebagai pedoman hidup
dan memberi petunjuk kepada umat manusia kejalan yang baik dan benar.
2. Al Quran sebagai penjelas terhadap petunjuk. Maksudnya adalah sebagai
penjelas atas segala sesuatu yang harus dijadikan pedoman bagi manusia.
3. Sebagai rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang bertaqwa kepada
Allah SWT.
4. Sebagai korektor dan penyempurna kitab-kitab yang turun sebelum Al Quran
(Zabur, Taurat dan Injil).
5. Sebagai mukjizat terakhir dan terbesar bagi Nabi Muhammad SAW,
kemukjizatan tersebut secara umum meliputi: aspek bahasa, aspek sejarah dan
isyarat-isyarat tentang sains. (Rosihin Anwar, 2009:166).
Sedangkan menurut Muhammad Abduh fungsi Al-Quran dari segi kedudukan nya
yang tinggi ialah memberikan informasi yang absolut dan tidak terjangkau akal manusia.
Walaupun akal sehat mampu mengetahui yang benar dan yang salah, yang baik dan yang
6
buruk, tetapi ia tidak mampu mengetahui hal-hal yang bersifat ghaib, disinilah letak dan
fungsi Al-Quran itu. (Faisar Ananda, dkk, 2015: 63).
A. Pengertian Hadits
Menurut bahasa, Hadits mempunyai beberapa arti, antara lain: jadid, lawan qadim =
baru; qarib = dekat; dan khabar = warta. Hadits dalam arti khabar ini sering dijadikan acuan
dalam penyebutan hadits secara bahasa. Sedangkan sunnah/hadist menurut Hasbi Ash–
Shiddieqy, secara bahasa berarti jalan yang dilalui, baik jalan itu terpuji atau tidak. Sunnah
juga bisa berarti suatu tradisi yang berjalan terus menerus. (Abuy Sodikin B, 2000:57).
Sedangkan menurut istilah bahwa hadis adalah perkataan Nabi, perbuatannya dan
taqrirnya (yakni ucapan dan perbuatan sahabat yang beliau diamkan dengan arti
membenarkannya). Dengan demikian Hadist Nabi dapat berupa: Qauliyah (perkataan),
Sunnah Fi’liyah (perbuatan), Sunnah Taqriryah (ketetapan).(Umi Hani, 2022:79).
Sedangkan para fuqaha mengartikan segala sesuatu hukum yang berlabel wajib pasti
datang nya dari Allah swt melalui kitab Al Qur’an. Oleh sebab itu yang terdapat dalam hadis
adalah sesuatu yang bukan wajib karena tidak terdapat dalam Al Qur’an atau mungkin hanya
penjelasannya saja.(Syaifullah Amin, 2019:98).
Hadits ditinjau dari segi jumlah rawi atau banyak sedikitnya perawi yang menjadi
sumber berita, maka dalam hal ini pada garis besarnya hadits dibagi menjadi dua macam,
yakni hadits mutawatir dan hadits ahad.
a. Hadits Mutawatir
Kata mutawatir Menurut lughat ialah mutatabi yang berarti beriring-iringan atau
berturut-turut antara satu dengan yang lain. Sedangkan menurut istilah ialah: "Suatu hasil
7
hadis tanggapan pancaindera, yang diriwayatkan oleh sejumlah besar rawi, yang menurut
kebiasaan mustahil mereka berkumpul dan bersepakat untuk dusta.
b. Hadis Ahad
Menurut Istilah ahli hadis, tarif hadis ahad antara lain adalah "Suatu hadis (khabar)
yang jumlah pemberitaannya tidak mencapai jumlah pemberita hadis mutawatir; baik
pemberita itu seorang. dua orang, tiga orang, empat orang, lima orang dan seterusnya, tetapi
jumlah tersebut tidak memberi pengertian bahwa hadis tersebut masuk ke dalam hadis
mutawatir.
a. Hadis Sahih
Hadis sahih menurut bahasa berarti hadis yang bersih dari cacat, hadis yang benar
berasal dari Rasulullah SAW. Batasan hadis sahih, yang diberikan oleh ulama, "Hadis sahih
adalah hadis yang susunan lafadnya tidak cacat dan maknanya tidak menyalahi ayat (al-
Quran), hadis mutawatir, atau ijma‘ serta para rawinya adil dan dhabit.
b. Hadis Hasan
Menurut bahasa, hasan berarti bagus atau baik. Menurut istilah Hadis hasan adalah
hadis yang susunan lafadnya tidak cacat dan maknanya tidak menyalahi ayat (al-Quran),
hadis mutawatir, atau ijma‘ serta para rawinya adil namun kurang dhabit.
c. Hadis Dhaif
Hadis daif menurut bahasa berarti hadis yang lemah, yakni para ulama memiliki
dugaan yang lemah (kecli atau rendah) tentang benarnya hadis itu berasal dari Rasulullah
SAW. Para ulama memberi batasan bagi hadis dhaif adalah "Hadis dhaif adalah hadis yang
tidak menghimpun sifat-sifat hadis sahih, dan juga tidak menghimpun sifat-sifat hadis hasan‖.
Jadi hadis daif itu bukan saja tidak memenuhi syarat-syarat hadis sahih, melainkan juga tidak
memenuhi syarat-syarat hadis hasan. Pada hadis daif itu terdapat hal-hal yang menyebabkan
lebih besarnya dugaan untuk menetapkan hadis tersebut bukan berasal dari Rasulullah SAW.
a. Hadist Maqbul
8
Maqbul menurut bahasa berarti yang diambil, yang diterima, yang dibenarkan.
Sedangkan menurut urf Muhaditsin hadis Maqbul ialah "Hadis yang menunjuki suatu
keterangan bahwa Nabi Muhammad SAW menyabdakannya."Jumhur ulama berpendapat
bahwa hadis maqbul ini wajib diterima. Sedangkan yang temasuk dalam kategori hadis
maqbul adalah hadis sahih, dan hadis hasan.
b. Hadist Mardud
Hadis Mardud. Mardud menurut bahasa berarti yang ditolak; yang tidak diterima.
Sedangkan menurut urf Muhaddisin, hadis mardud ialah "Hadis yang tidak menunjuki
keterangan yang kuat akan adanya dan tidak menunjuki keterangan yang kuat atas
ketidakadaannya, tetapi adanya dengan ketidakadaannya bersamaan. (Nurhasanah Bakhtiar,
2016:144-115).
Menurut Imam Syafii dalam sebagian kitap nya meletakkan Al Qur’an dan Hadist
dalam satu martabat atas dasar bahwa Hadist itu merupakan kelengkapan bagi Al Qur’an oleh
karena itu menurut nya Fungsi Hadist menurut nya adalah:
a) Sebagai penjelas dari Al Qur’an yang masih bersifat global, mengkhususkan yang
masih bersifat umum, dan menjabarkan yang tidak mutlak.
b) Menentukan hukum sendiri. Seperti Nabi menetapkan bahwa seorang muslim tidak
boleh mewariskan kepada orang kafir dan sebalik nya orang kafir tidak boleh
mewariskan kepada orang islam.
9
3. Mentakshshkan keumuman nya.
4. Menciptakan hukum baru yang tidak terdapat dalam Al Quran. (Abuy
Sodikin, 2000:61).
A. Pengertian Ijtihad
Secara bahasa, ijtihad berasal dari kata jahada. kata ini beserta seluruh variasinya
menunjukkan pekerjaan yang dilakukan lebih dari biasa, sulit dilaksanakan, atau yang tidak
disenangi. Kata inipun berarti kesanggupan (al-wus’), kekuatan (al-thaqah), dan berat (al-
masyaqqah). Sedangkan menurut istilah ulama’ ushul; Ijtihad ialah mencurahkan daya
kemampuan untuk menghasilakan hukum syara’ dari dalil-dalil syara’ secara terinci. (Umi
Hani, 2022:81-82)
B. Landasan Ijtihad
Dalam Islam akal sangat dihargai. Banyak ayat-ayat Al-Qur'an yang menyatakan
suruhan untuk mempergunakan akal, sebagaimana firman allah dalam Qs. Al Anfal : 22
َاِ َّن َش َّر ال َّد َو ۤابِّ ِع ْن َد هّٰللا ِ الصُّ ُّم ْالبُ ْك ُم الَّ ِذ ْينَ اَل يَ ْعقِلُوْ ن
Artinya: “Sesungguhnya makhluk bergerak yang bernyawa yang paling buruk dalam
pandangan Allah ialah mereka yang tuli dan bisu (tidak mendengar dan memahami
kebenaran) yaitu orang-orang yang tidak mengerti”. (Qs. Al Anfal : 22).
Untuk memberikan bukti bahwa ijtihad pernah dilakukan oleh para sahabat, bahkan
juga pada masa Nabi sekalipun adalah hadis Muad bin Jabal:
“Pada waktu Rasulullah mengutusnya (Muadz bin Jabal) ke Yaman, Nabi bersabda
untuknya: bagaimana engkau diserahi urusan peradilan? Jawabnya: saya menetapkan
perkara berdasarkan Al-Qur'an. Sabda Rasulullah selanjutnya : bagaimana kalau kau tak
mendapati dalam AlQur'an ? Jawabnya: dengan sunnah Rasul. Sabda Nabi selanjutnya: bila
dalam Sunnah pun tak kau dapati ? Jawabnya: Saya akan mengerahlan kesanggupan saya
untuk menetapkan hukum dengan pikirannku. Akhirnya Nabi menepuk dada dengan
10
mengucap segala puji bagi Allah yang telah memberikan taufik (kecocokan) pada utusan
Rasulullah (Muadz). (HR.Ahmad Tirmizy Al-Hakim Ibnu Hibban).
(Nurhasanah Bakhtiar, 2016:78)
A. Ijmā
Kesepakatan para ulama mujtahid dalm memutuskan suatu perkara atau hukum. Ijmā
dilakukan untuk merumuskan suatu hukum yang tidak disebutkan secara khusus dalam kitab
AlQur’an dan sunah.
B. Qiyās
Mempersamakan hukum suatu masalah yang belum ada kedudukan hukumnya dengan
masalah lama yang pernah ada karena alasan yang sama.
C. Mașlahah
Golongan 2: Berpendapat bahwa yang benar itu hanya satu, yaitu hasil ijtihad yang
cocok jangkauanya dengan hukum Allah, sedang bagi yang tidak cocok jangkauannya maka
dikategorikan salah. (Umi Hani 2022:83).
11
DAFTAR PUSTAKA
Ananda, Afisar, dkk. 2015. Metodologi Studi Islam Jalan Tengah Memahami Islam. Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada.
Badzhurahman, Abuy Sodikin. 2000. Metodologi Studi Islam. Bandung: Tunas Nusantara.
Anwar, Rosihin, dkk. 2009. Pengantar studi islam. Bandung: Pustaka setia.
Kholis, Nur. 2008. Pengantar Studi Al Qur’an dan Al Hadist. Yogyakarta: Sukses Offset.
Hani, Umi. 2022. Pengantar Studi Islam. Banjarmasin: Universitas Islam Kalimantan
Muhammad Arsyad Al Banjary.
Bakhtiar, Nurhasanah Marwan. 2016. Metodologi Studi Islam. Pekanbaru: Cahaya Firdaus
Publishing and Printing.
12