Disusun oleh :
Puji syukur alhamdulilah kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Sumber-Sumber Ajaran Islam” ini
tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan ini adalah untuk memenuhi tugas kelompok
Bapak dosen Ischak Suryo N., M.S.I., pada mata kuliah Islamic Building Ftik.
Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Sumber-
Sumber Ajaran Islam bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak dosen Ischak Suryo N.,
M.S.I, selaku Dosen mata kuliah Islamic Building Ftik yang telah memberikan
tugas ini sehingga dapat menambah penegtahuan dan wawasan sesuai dengan
bidang studi yang kami tekuni.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan
demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ii
BAB I PENDAHULUAN
A… Latar Belakang 1
B… Rumusan Masalah 1
C… Tujuan Masalah 1
BAB II PEMBAHASAN
A…Sumber-sumber Ajaran Islam………………………………………………... 2
B…Al-Qur’an 2
1. …Pengertian dan fungsi Al-Qur’an…………………………………….....3
2. …Nama-nama Al-Qur’an…………………………………………………4
3. …Kedudukan Al-Qur’an sebagai Sumber Hukum Islam…………………5
4. …Struktur Al-Qur’an……………………………………………………...6
C…Hadist ……………………………………………………………………….. 6
1. …Pengertian Hadist 6
2. …Struktur dan klasifikasi Hadist………………………………………….7
D…Ijtihad 13
1. ...Pengertian Ijtihad………………………………………………………13
2. ...Fungsi Ijtihad…………………………………………………………..14
3. …Macam-macam Ijtihad………………………………………………...15
4. …Tingkatan Ijtihad……………………………………………………...18
DAFTAR PUSTAKA 22
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ajaran Islam adalah pengembangan agama islam. Agama islam
bersumber dari Al-Qur’an yang memuat wahyu Allah dan al-Hadis yang
memuat Sunnah Rasulullah. Komponen utama agama islam atau unsur
utama ajaran agama islam (akidah, syariah, dan akhlak) dikembangkan
dengan akhlak pikiran manusia yang memenuhi syarat untuk
mengembangkannya.
Mempelajari agama Islam merupakan fardhu ‘ain, yakni kewajiban
pribadi setiap muslim dan muslimah, sedang mengkaji ajaran islam
terutama yang dikembangkan oleh akal pikiran manusia, diwajibkan
kepada masyarakat atau kelompok masyarakat. Allah telah menetapkan
sumber ajaran islam yang wajib diikuti oleh setiap muslim.
Pada umumnya para ulama fikih sependapat bahwa sumber utama
hokum islam adalah Al-Qur’an dan hadist. Dan disamping itu pula para
ulama fikih menjadikan ijtihad sebagai salah satu dasar hokum islam,
setelah Al-Quran dan hadist.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud sumber-sumber ajaran islam?
2. Apa yang dimaksud dengan sumber ajaran Al-Qur’an?
3. Apa yang dimaksud dengan sumber ajaran hadist?
4. Apa yang dimaksud dengan sumber ajaran ijtihad?
C. Tujuan
1. Mengetahui sumber-sumber ajaran islam
2. Mengetahui sumber ajaran Al-Qur’an
3. Mengetahui sumber ajaran hadist
4. Mengetahui sumber ajaran ijtihad
1
BAB II
PEMBAHASAN
B. Al-Qur’an
1.Pengertian Al-Qur’an
1
https://www.google.com/amp/s/sriastutihardiyantibvwk.wordpress., Diakses pada Rabu 19
Februari 2020, pukul 17:17 WIB
2
para mushafnya untuk disampaikan kepada umatnya dengan jalan
mutawattir dimana membaca dan mempelajari isi Al-Qur’an adalah
termasuk salah satu ibadah kepada Allah SWT. Al-Qur’an sendiri diawali
dengan bacaan Surah Al-Fatihah dan diakhiri dengan Surah An-Naas yang
termasuk surat makkiyah.
2.Fungsi Al-qur’an
Keberadaan Al-Qur’an sebagai mukjizat Nabi Muhammad SAW
sekaligus sebagai firman Allah SWT tentunya mempunyai beberapa
fungsi. Adapun beberapa fungsi dari Al-Qur’an adalah :
3
4. Mukjizat Nabi Muhammad SAW
Turunnya Al-Qur’an merupakan mukjizat yang dimiliki
oleh Nabi Muhammad SAW selain mukjizat lainnya. Al-Qur’an
merupakan wahyu Allah yang fungsinya sebagai pedoman hidup
setiap umat Muslim dan sebagai korektor serta penyempurna dari
kitab-kitab Allah SWT yang telah diturunkan sebelumnya, bahkan
Al-qur’an juga mempunyai nilai abadi karena selamanya tidak
dapat diubah.
Selain itu, ada banyak sekali ayat-ayat dalam Al-Qur’an
yang mengandung ilmu pengetahuan dan memberikan keyakinan
bahwa Al-Qur’an benar benar merupakan firman Allah SWT.
Tidak mungkin Al-qur’an adalah ciptaan manusia, apalagi ciptaan
Nabi Muhammad SAW sendiri.
3. Nama-nama Al-qur’an
Penyebutan nama Al-Qur’an bukanlah satu satunya nama yang
diberikan oleh Allah SWT terhadap kitab suci yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad SAW tersebut.
Menurut seorang ahli bernama As-Suyug, Al-Qur’an mempunyai
55 nama, dan bahkan dalam Ensiklopedia Islam untuk Pelajar disebutkan
ada setidaknya 78 nama bagi kitab suci Al-Qur’an. Beberapa nama Al-
Qur’an tersebut yang paling populer dan paling banyak digunakan di
masyarakat adalah :
1. Al-Qur’an
Merupakan nama yang paling populer dan juga paling sering
digunakan dalam kitab suci terkahir yang diturunkan oleh Allah SWT
kepada Nabi Muhammad SAW ini. Al-Qur’an berarti bacaan atau sesuatu
yang dibaca. Salah satu ayat Al-Qur’an yang menyebutkan nama ini
adalah Surah Al-Baqarah : 185.
2. Al-Kitab
4
Al-Qur’an juga seringkali disebut sebagai Kitabullah yang artinya
Kitab Suci Allah SWT dan dapat juga diartikan sebagai sesuatu yang
ditulis. Ayat Al-Qur’an yang menyebutkan nama ini adalah Surah Al-
Baqarah : 2 dan Surah Ali imran : 3.
3. Al-Furqan
Al-Furqan berarti pembeda yang mempunyai maksud bahwa
mukjizat Nabi Muhammad SAW ini merupakan suatu pembeda bagi mana
yang haq dan mana yang bathil atau mana yang baik dan mana yang
buruk. Nama Al-Furqan sebagai salah satu nama Al-Qur’an termaktub
dalam Surah Al-Furqan : 1.
4. Al-Zikr
Al-Zikr artinya adalah pemberi peringatan dimana Al-Qur’an dapat
memberikan peringatan kepada manusia. Adapun ayat dalam Al-Qur’an
yang mengandung nama ini terdapat dalam Surah Al-Hijr : 9.
5. At-Tanzil
Sedangkan At-Tanzil artinya yang diturunkan, maksudnya adalah
Al-Qur’an ini diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW
melalui perantara yaitu Malaikat Jibril AS untuk disampaikan kepada umat
manusia secara mutawattir. At-Tanzil sebagai nama lain dari Al-Qur’an ini
disebutkan dalam Surah Asy-Syu’ara : 192.
5
pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-
Qur’an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada
Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan
lebih baik akibatnya”.
Dari ayat yang telah disebutkan tadi, telah tercantum dengan jelas
bahwa Al-Qur’an mempunyai kedudukan sebagai sumber hukum Islam
yang paling utama dan dapat pula dijadikan pedoman hidup serta petunjuk
bagi seluruh umat manusia. Al-Qur’an sebagai sumber hukum ini sudah
tidak diragukan lagi kebenarannya. Apabila seorang muslim berpegang
teguh pada Al-Qur’an, niscaya dia tidak akan tersesat selama-lamanya.
5. Struktur Al-Qur’an
Al-Qur’an terdiri dari 114 surah, 30 juz, dan 6236 ayat menurut
riwayat dari Hafsh, 6262 ayat menurut riwayat dari Ad-Dur, ataupun
sebanyak 6214 ayat menurut riwayat dari Warsy. Al-Qur’an sendiri juga
terbagi menjadi 30 bagian yang dikenal dengan nama juz. Surah dalam Al-
Qur’an terdiri dari sejumlah ayat mulai dari surah-surah pendek hingga
yang panjang.2
C. Hadist
1.Pengertian Hadist
Hadist adalah perkataan,perbuatan,ketetapan dan persetujuan dari
Nabi Muhammad saw yang dijadikan landasan syariat islam. Hadist
dijadikan sumber hukum dalam agama islam selain Al-Qur’an, Ijma,
Qiyas dimana dalam hal ini kedudukan hadist merupakan sumber hukum
kedua setelah Al-Qur’an. Hadist atau yang disebut juga dengan sunnah,
sebagai sumber ajaran islam yang berisi
pernyataan,pengamalan,pengakuan, dan ihwal Nabi saw yang beredar pada
masa Nabi Muhammad saw hingga wafatnya. Oleh karena itu, umat islam
2
Al Munawar, Said Akil Husin Haji. 2002. Al-Qur’an membangun tradisi keshalihan hakiki.
Jakarta: Ciputat Press.
6
pada masa Nabi Muhammad saw (al-shahabah) dan pengikut jejaknya,
menggunakan hadist sebagai hujah keagamaan yang diikuti dengan
mengamalkan isisnya dengan penuh semangat, kepatuhan dan ketulusan.
Hadist pasca masa Nabi saw telah berada dalam suatu kondisi yang
mulai tidak seimbang dengan posisi al-qur’an, karena ia telah berada di
tengah-tengah banyak faktor. Pertama, hadits misalnya dalam periwayatan
selain berlangsung secara lafal juga berlangsung secara makna. Kedua,
dalam sejarah hadist telah muncul berbagai pemalsuan hadist. Ketiga,
hadist merupakan sumber ajaran islam di samping Al-Qur’an yang
dibukukan dengan memakan waktu jauh lebih lama dari pembukuan Al-
Qur’an. Keempat, periwayatan hadist selain beragam metodenya juga
beragam tingkat validitas masing-masing metodenya.3
2. Struktur Hadist
Secara struktur hadist terdiri atas dua komponen utama yakni
sanad/isnad (rantai penutur) dan matan (redaksi).
(a) Sanad
Sanad ialah rantai penutur/ rawi (periwayat) hadist. Rawi
adalah masing-masing orang yang menyampaikan hadist tersebut
(dalam contoh di atas: Bukhari, Musaddad, Yahya, Syu’bah,
Qatadah dan Anas). Awal sanad ialah orang yang mencatat hadist
tersebut dalam bukunya (kitab hadist); orang ini disebut mudawwin
atau mukharrij. Sanad merupakan rangkaian seluruh penutur itu
mulai dari mudawwin hingga mencapai Rasulullah. Sanad
memberikan gambaran keaslian suatu riwayat. Sebuah hadist dapat
memiliki beberapa sanad dengan jumlah penutur/rawi yang
bervariasi dalam lapisan sanadnya; lapisan dalam sanad disebut
dengan thabaqah . Signifikansi jumlah sanad dan penutur dalam
3
Soebahar, Erfan. 2003. Menguak Fakta Keabsahan Al-Sunnah. Jakarta Timur: Prenada Media
7
tiap thabaqah sanad akan menentukan derajat hadist tersebut, hal
ini dijelaskan lebih jauh pada klasifikasi hadist.
(c) Matan
Matan ialah redaksi dari hadist, dari contoh sebelumnya maka
matan hadist bersangkutan ialah: “Tidak sempurna iman
seseorang di antara kalian sehingga ia cinta untuk saudaranya
apa yang ia cinta untuk dirinya sendiri” Terkait dengan matan
atau redaksi, maka yang perlu dicermati dalam mamahami
hadist ialah: Ujung sanad sebagai sumber redaksi, apakah
berujung pada Nabi Muhammad atau bukan, Matan hadist itu
8
sendiri dalam hubungannya dengan hadist lain yang lebih kuat
sanadnya (apakah ada yang melemahkan atau menguatkan) dan
selanjutnya dengan ayat dalam Al Quran (apakah ada yang
bertolak belakang).4
3. Klasifikasi Hadist
Hadist dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria yakni
bermulanya ujung sanad, keutuhan rantai sanad, jumlah penutur (rawi)
serta tingkat keaslian hadist (dapat diterima atau tidaknya hadits
bersangkutan).
a. Berdasarkan ujung sanad
Berdasarkan klasifikasi ini hadist dibagi menjadi 3 golongan yakni
marfu’ (terangkat), mauquf (terhenti) dan maqthu’ :
(1) Hadits Marfu’ adalah hadist yang sanadnya berujung
langsung pada Nabi Muhammad (contoh: hadist di atas)
(2) Hadist Mauquf adalah hadist yang sanadnya terhenti pada
para sahabat nabi tanpa ada tanda-tanda baik secara
perkataan maupun perbuatan yang menunjukkan derajat
marfu’. Contoh: Al Bukhari dalam kitab Al-Fara’id (hukum
waris) menyampaikan bahwa Abu Bakar , Ibnu Abbas dan
Ibnu Al-Zubair mengatakan: “Kakek adalah (diperlakukan
seperti) ayah”. Pernyataan dalam contoh itu tidak jelas,
apakah berasal dari Nabi atau sekadar pendapat para
sahabat. Namun jika ekspresi yang digunakan sahabat
adalah seperti “Kami diperintahkan..”, “Kami dilarang
untuk…”, “Kami terbiasa… jika sedang bersama
Rasulullah”, maka derajat hadist tersebut tidak lagi mauquf
melainkan setara dengan marfu’.
(3) Hadist Maqthu’ adalah hadist yang sanadnya berujung pada
para tabi’in (penerus) atau sebawahnya. Contoh hadist ini
4
Ismail, M. Syuhubi. 2007. Pengantar Ilmu Hadits. Jakarta: PT. Angkasa Bandung
9
adalah: Imam Muslim meriwayatkan dalam pembukaan
sahihnya bahwa Ibnu Sirin mengatakan: “Pengetahuan ini
(hadist) adalah agama, maka berhati-hatilah kamu darimana
kamu mengambil agamamu”.
b. Berdasarkan keutuhan rantai/lapisan sanad
Berdasarkan klasifikasi ini hadist terbagi menjadi beberapa
golongan yakni Musnad , Mursal , Munqathi’ , Mu’allaq , Mu’dlal
dan Mudallas . Keutuhan rantai sanad maksudnya ialah setiap
penutur pada tiap tingkatan dimungkinkan secara waktu dan
kondisi untuk mendengar dari penutur di atasnya.
(1) Hadist Musnad, Sebuah hadist tergolong musnad apabila
urutan sanad yang dimiliki hadist tersebut tidak terpotong
pada bagian tertentu. Urut-urutan penutur memungkinkan
terjadinya penyampaian hadist berdasarkan waktu dan
kondisi, yakni rawi-rawi itu memang diyakini telah saling
bertemu dan menyampaikan hadist. Hadist ini juga
dinamakan muttashilus sanad atau maushul.
(2) Hadist Mursal, bila penutur 1 tidak dijumpai atau dengan
kata lain seorang tabi’in menisbatkan langsung kepada
Rasulullah (contoh: seorang tabi’in (penutur 2) mengatakan
“Rasulullah berkata…” tanpa ia menjelaskan adanya
sahabat yang menuturkan kepadanya).Hadist Munqathi’ ,
bila sanad putus pada salah satu penutur, atau pada dua
penutur yang tidak berturutan, selain shahabi. Hadist
Mu’dlal , bila sanad terputus pada dua generasi penutur
berturut-turut.
(3) Hadist Mu’allaq , bila sanad terputus pada penutur 5 hingga
penutur 1, alias tidak ada sanadnya. Contoh: “Seorang
pencatat hadist mengatakan, telah sampai kepadaku bahwa
Rasulullah mengatakan….” tanpa ia menjelaskan sanad
antara dirinya hingga Rasulullah.
10
(4) Hadist Mudallas , bila salah satu rawi mengatakan “.. si A
berkata ..” atau ” Hadist ini dari si A ..” tanpa ada kejelasan
“.. kepada saya ..”; yakni tidak tegas menunjukkan bahwa
hadist itu disampaikan kepadanya secara langsung. Bisa
jadi antara rawi tersebut dengan si A ada rawi lain yang
tidak terkenal, yang tidak disebutkan dalam sanad. Hadist
ini disebut juga hadist yang disembunyikan cacatnya karena
diriwayatkan melalui sanad yang memberikan kesan
seolah-olah tidak ada cacatnya, padahal sebenarnya ada,
atau hadist yang ditutup-tutupi kelemahan sanadnya.
c. Berdasarkan jumlah penutur
Jumlah penutur yang dimaksud adalah jumlah penutur
dalam tiap tingkatan dari sanad, atau ketersediaan beberapa jalur
berbeda yang menjadi sanad hadist tersebut. Berdasarkan
klasifikasi ini hadist dibagi atas hadist mutawatir dan hadist ahad.
(1) Hadist Mutawatir , adalah hadist yang diriwayatkan oleh
sekelompok orang dari beberapa sanad dan tidak terdapat
kemungkinan bahwa mereka semua sepakat untuk berdusta
bersama akan hal itu. Jadi hadist mutawatir memiliki
beberapa sanad dan jumlah penutur pada tiap lapisan
generasi (thaqabah) berimbang. Para ulama berbeda
pendapat mengenai jumlah sanad minimum hadist
mutawatir (sebagian menetapkan 20 dan 40 orang pada tiap
lapisan sanad). Hadist mutawatir sendiri dapat dibedakan
antara dua jenis yakni mutawatir lafzhy (lafaz redaksional
sama pada tiap riwayat) dan ma’nawy (pada redaksional
terdapat perbedaan namun makna sama pada tiap riwayat)
(2) Hadist Ahad , hadist yang diriwayatkan oleh sekelompok
orang namun tidak mencapai tingkatan mutawatir. Hadist
ahad kemudian dibedakan atas tiga jenis, yaitu:
11
1. Gharib , bila hanya terdapat satu jalur sanad (pada
salah satu lapisan terdapat hanya satu penutur,
meski pada lapisan lain mungkin terdapat banyak
penutur)
2. Aziz , bila terdapat dua jalur sanad (dua penutur
pada salah satu lapisan, pada lapisan lain lebih
banyak)
3. Masyhur , bila terdapat lebih dari dua jalur sanad
(tiga atau lebih penutur pada salah satu lapisan, dan
pada lapisan lain lebih banyak) namun tidak
mencapai derajat mutawatir. Dinamai juga hadist
mustafidl.
d. Berdasarkan tingkat keaslian hadist
Kategorisasi tingkat keaslian hadist adalah klasifikasi yang
paling penting dan merupakan kesimpulan terhadap tingkat
penerimaan atau penolakan terhadap hadist tersebut. Tingkatan
hadist pada klasifikasi ini terbagi menjadi 4 tingkat yakni shahih,
hasan, dla’if dan maudlu’.
(1) Hadist Sahih, yakni tingkatan tertinggi penerimaan pada
suatu hadits. Hadits shahih memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
1. Sanadnya bersambung (lihat Hadits Musnad di
atas);
2. Diriwayatkan oleh para penutur/rawi yang adil,
memiliki sifat istiqomah, berakhlak baik, tidak
fasik, terjaga muruah(kehormatan)-nya, dan kuat
ingatannya.
3. Pada saat menerima hadist, masing-masing rawi
telah cukup umur (baligh ) dan beragama Islam.
4. Matannya tidak mengandung
kejanggalan/bertentangan (syadz ) serta tidak ada
12
sebab tersembunyi atau tidak nyata yang
mencacatkan hadits ( ’illat ).
(2) Hadist Hasan ,bila hadist yang tersebut sanadnya
bersambung, namun ada sedikit kelemahan pada rawi(-
rawi)nya; misalnya diriwayatkan oleh rawi yang adil
namun tidak sempurna ingatannya. Namun matannya tidak
syadz atau cacat.
(3) Hadist Dhaif (lemah), ialah hadist yang sanadnya tidak
bersambung (dapat berupa hadist mauquf, maqthu’, mursal,
mu’allaq, mudallas, munqathi’ atau mu’dlal), atau
diriwayatkan oleh orang yang tidak adil atau tidak kuat
ingatannya, atau mengandung kejanggalan atau cacat.
(4) Hadist Maudlu’ , bila hadist dicurigai palsu atau buatan
karena dalam rantai sanadnya dijumpai penutur yang
dikenal sebagai pendusta.
D. Ijtihad
1. Pengertian ijtihad
5
Al-Shahrastani: al-Milal wa Nihal, (Mesir: Mustafa al-Babi al-Halabi, 1967), 199.
13
Dengan demikian, perlu pemahaman makna Ijtihad secara
etimologi yang berarti bersungguh-sungguh dalam menggali hukum Islam.
Kata Ijtihad berasal dari kata dasar jahada, yang bermakna: mengerahkan
segala kemampuan dalam mewujudkan sesuatu.6 sedangkan pengertian
ijtihad secara terminologi menurut ahli ushul fiqh hanya dibatasi pada
masalah fiqh saja, hal ini sebagaimana ungkapan yang dikemukakan oleh
Al-Ghazali (450-505/1058-1111) memberikan definisi sebagai berikut:
2. Fungsi Ijtihad
(a) Menetapkan hukum yang sebelumnya tidak diatur secara rinci dalam
Alquran dan Hadits.
6
Wahbah Zuhaili: al-Wasit fi Usul al-Fiqh al-Islami, (Damaskus: Dar al-Kitab,1978), 480.
7
Dikutip dari "https://m.brilio.net/creator/fungsi-ijtihad-sebagai-sumber-hukum-islam-beserta-
syaratnya-568dd6.html"
14
menemukan hadits yang menjelaskan tentang itu. Nah, di sinilah peran
ijtihad untuk menetapkan hukum bagi persoalan itu.
3. Macam-macam Ijtihad
a) Ijma'
b) Qiyas
8
Dikutip dari "https://id.m.wikipedia.org/wiki/Ijtihad
15
ulama bahwa hukum memukul dan memarahi orang tua sama dengan
hukum mengatakan Ah yaitu sama-sama menyakiti hati orang tua dan
sama-sama berdausa.
c) Maslahah Mursalah
d) Saddu adzari’ah
e) Istishab
f) ‘Uruf
g) Istihsan
16
Istihsan yaitu suatu tindakan dengan meninggalkan satu hukum
kepada hukum lainnya, disebabkan adanya suatu dalil syara’ yang
mengharuskan untuk meninggalkannya. Contohnya: didalam syara’, kita
dilarang untuk mengadakan jual beli yang barangnya belum ada saat
terjadi akad. Akan tetapi menurut Istihsan, syara’ memberikan rukhsah
yaitu kemudahan atau keringanan, bahwa jual beli diperbolehkan dengan
sistem pembayaran di awal, sedangkan barangnya dikirim kemudian.
Ada juga ulama yang menggunakan Ijtihad Intiqa'i atau Ijtihad tarjih,
yaitu ijtihad yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang untuk
memilih pendapat para ahli fiqh terdahulu mengenai masalah-masalah
tertentu, sebagaimana tertulis dalam kitab-kitab fiqh, kemudian menyeleksi
9
Muhammad Ma'ruf al-Dawalibi, al-Madkhal ila ilmu Usul al-Fiqh. (Damaskus,Jami'ah
Damaskus,1959), 102.
17
pendapat mana yang lebih kuat dalilnya dan lebih relevan dengan masa
sekarang ini.10
Ada juga yang membagi ijtihad kepada dua macam, yaitu, pertama:
ijtihad kully, yaitu ijtihad sebagai satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat
dipisah-pisahkan. kedua: Ijtihad juz'i, yaitu: Ijtihad itu merupakan sesuatu
yang dapat dibagi, yakni seorang dapat dikatakan mujtahid dalam bidang
hukum, jika ia mengetahui cara mencari dalil dengan menggunakan Qiyas, ia
boleh berfatwa dengan menggunakan Qiyas, walau kurang menguasai masalah
haditsnya.
Selanjutnya ada juga yang membagi ijtihad itu kepada ijtihad fardy
yaitu: ijtihad yang dilakukan oleh perorangan, dan ada juga yang membagi
ijtihad kepada ijtihad jama'i yaitu: Ijtihad yang dilakukan secara berjamaah
atau kelompok. Jadi dalam pemahaman Ijtihad insya'ie diperlukan metode
penetapan hukum, di antara beberapa metode tersebut terdapat salah satunya
adalah Qiyas maqasid syari'ah, al-maslahah al-mursalah, istihsan.
E. Tingkatan Ijtihad
a. Ijtihad Muthlaq/Mustaqil,
Yaitu ijtihad yang dilakukan dengan cara menciptakan
sendiri norma-norma dan kaidah istinbath yang dipergunakan
sebagai sistem/metode bagi seorang mujtahid dalam menggali
hukum. Norma- norma dan kaidah itu dapat diubahnya sendiri
manakala dipandang perlu. Mujtahid dari ini contohnya seperti
10
Yusuf Qardlawi: Al-Ijtihad fi al-Shari'ah Al-Islamiyah ma'a Nazaratin Tahliliyyat fi al-Ijtihad al-
Mu'ashir (Kuwait: Dar al-Qalam,1985), 205.
11
Dikutip dari "http://nasihatmotivasiislami.blogspot.com/2015/03/ijtihad-macam-macam-ijtihad-
tingkatannya.html?m=1"
18
Imam Hanafi, Imam Malik, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad yang
terkenal dengan sebutan Mazhab Empat.
b. Ijtihad Muntasib
Yaitu ijtihad yang dilakukan seorang mujtahid dengan
mempergunakan norma-norma dan kaidah- kaidah istinbath
imamnya (mujtahid muthlaq/Mustaqil). Jadi untuk menggali
hukum dari sumbernya, mereka memakai sistem atau metode yang
telah dirumuskan imamnya, tidak menciptakan sendiri. Mereka
hanya berhak menafsirkan apa yang dimaksud dari norma-norma
dan kaidah-kaidah tersebut. Contohnya, dari mazhab Syafi’i seperti
Muzany dan Buwaithy. Dari madzhab Hanafi seperti Muhammad
bin Hasan dan Abu Yusuf. Sebagian ulama menilai bahwa Abu
Yusuf termasuk kelompok pertama/mujtahid muthalaq/mustaqil.
c. Ijtihad mazhab atau fatwa yang pelakunya
Disebut mujtahid mazhab/fatwa, yaitu ijtihad yang
dilakukan seorang mujtahid dalam lingkungan madzhab tertentu.
Pada prinsipnya mereka mengikuti norma-norma/kaidah-kaidah
istinbath imamnya, demikian juga mengenai hukum furu’/fiqih
yang telah dihasilkan imamnya. Ijtihad mereka hanya berkisar pada
masalah-masalah yang memang belum diijtihadi imamnya, men-
takhrij-kan pendapat imamnya dan menyeleksi beberapa pendapat
yang dinukil dari imamnya, mana yang shahih dan mana yang
lemah. Contohnya seperti Imam Ghazali dan Juwaini dari madzhab
Syafi’i.
d. Ijtihad di bidang tarjih
Yaitu ijtihad yang dilakukan dengan cara mentarjih dari
beberapa pendapat yang ada baik dalam satu lingkungan madzhab
tertentu maupun dari berbagai mazhab yang ada dengan memilih
mana diantara pendapat itu yang paling kuat dalilnya atau mana
yang paling sesuai dengan kemaslahatan sesuai dengan tuntunan
zaman. Dalam mazhab Syafi’i, hal itu bisa kita lihat pada Imam
19
Nawawi dan Imam Rafi’i. Sebagian ulama mengatakan bahwa
antara kelompok ketiga dan keempat ini sedikit sekali
perbedaannya; sehingga sangat sulit untuk dibedakan. Oleh karena
itu mereka menjadikannya satu tingkatan.
20
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Mempelajari dan mengkaji ajaran agama islam merupakan
suatu kewajiban bagi setiap muslim dan muslimah. Sumber-
sumber ajaran islam terdiri dari tiga bagian , yaitu Al-Qur’an, Hadist
(As-sunnah), dan ijtihad. Al-Qur’an dan Hadist merupakan ajaran
islam yang langsung dari Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW,
sedang Ijtihad merupakan hasil pemikiran umat islam, yakni para
ulama Mujtahid dengan tetap mengacu pada Al-Qur’an dan Hadist.
B. SARAN
Sebelum kita mempelajari agama islam lebih jauh, kita harus
mempelajari terlebih dahulu tentang sumber-sumber ajaran agama
islam agar ajaran agama islam yang kita pelajari sesuai dengan Al-
Qur’an dan tuntutan nabi Muhammad SAW yang terdapat dalam as-
sunnah (hadist).
21
DAFTAR PUSTAKA
22