Anda di halaman 1dari 8

10 pertanyaan mengenai Kedudukan Sunnah Sebagai Sumber

Ajaran Agama Islam


kelompok 2
Vicky Salsadilla 11950321586

Yelfi Dwi Anahyu 11950321589

1. Sebutkan fungsi Hadits / Sunnah terhadap Al – Qur’an?


Jwb : menurut Dr. Musthafa As- Siba’iy menjelaskan, bahwa fungsi Hadits / Sunnah
terhadap Al – Qur’an, ada 3 (tiga) macam, yaitu :
1. Memperkuat hukum yang terkandung dalam Al – Qur’an, baik yang global
maupun yang detail.
2. Menjelaskan hukum – hukum yang terkandung dalam Al – Qur’an, yakni
mentaqyidkan yang mutlaq, mentafshilkan yang mujmal dan mentakhshiskan
yang ‘am.
3. Menetapkan hukum yang tidak disebutkan oleh Al – Qur’an.
Untuk fungsi yang nomor 3 ini, para ulama berbeda pendapat, tetapi perbedaan
itu, bukanlah tentang wujudnya hukum yang telah ditetapkan oleh Hadits itu,
tetapi berkisar pada masalah apakah hukum dari Hadits itu berada di luar hukum –
hukum Al – Qur’an, ataukah memang telah tercakup juga oleh nash – nash Al –
Qur’an secara umum. (Sumber : Drs. M. Syuhudi Ismail Pengantar Ilmu Hadits
hal. 45)
2. Bagaimana fungsi sunnah terhadap al – qur’an?
Jwb : Menurut imam abu hanifah menyatakan bahwa  fungsi sunnah terhadap al-
quran:
1. As-sunnah sebagai bayanut-taqrir, dicontohkan dalam masalah puasa dan berbuka
dengan melihat bulan.
2. As-sunnah sebagai bayanut-tafsir menerangkan mujmal atau musytaraknya al-
quran.
3. As-sunnah sebagai bayanut-tabdil/bayanut-nask.
Menurut Iman Hanafi dalam Al-Quran boleh di naskahkan dengan Al-Quran
dan  boleh di naskahkan dengan  as-Sunnah jika Sunnah itu Sunnah Mutawattirah atau
Sunnah masyhurah atau Sunnah mustafidhah (Sumber : Alauddin ibn Abdul Aziz Al-
Bukhari,Kasyful Anwar,hal.880,jld.II)
3. Sebutkan pengertian sunnah sebagai penjelas terhadap al-qur’an?
Jwb : Al-Qur’an sebagai sumber pertama dan utama yang banyak memuat ajaran-
ajaran yang bersifat umum dan global. Karenanya fungsi sunnah itu pada dasarnya
memberikan suatu penjelasan dan keterangan serta perincian terhadap hal-hal yang
di dalam alQur’an belum jelas, sehingga bentuk penjelasan sunnah dalam
hubungannya dengan ketetapan al-Qur’an dapat dikelompokkan menjadi empat
macam, yaitu:
1. Bayân Taqrîriy atau Ta’kîd
Maksudnya adalah al-sunnah berfungsi untuk menetapkan dan memperkuat apa-
apa yang telah dijelaskan dan ditetapkan alQur’an, sehingga al-sunnah dapat
dikatakan sebagai tambahan terhadap apa-apa yang termuat di dalam al-Qur’an.
Contoh : Hadis riwayat Muslim dari Ibn ‘Umar tentang puasa.
“Jika kamu melihat (ru’yah) bulan sabit, berpuasalah dan jika melihat
(ru’yah) bulan sabit, berbukalah”. (sumber : Muslim, Shahîh Muslim, Vol. 3,
(Beirut: Dâr al-Fikr, 1990), 122.)
2. Bayân Tafsîriy
Maksudnya ialah hadis berfungsi untuk memberikan tafsiran dan rincian
terhadap hal - hal yang sudah dibicarakan oleh alQur’an. Hal ini dapat
dikelompokkan menjadi 4 (empat), dan akan dijelaskan pada sifat penjelasan
sunnah terhadap al-Qur’an.
3. Bayân Tasyrî‘iy atau al-Ziyâdah
Maksudnya ialah membentuk hukum yang di dalam al-Qur’an tidak ada atau
sudah ada tetapi sifatnya khusus pada masalah masalah pokok, sehingga
keberadaan hadis dapat dikatakan sebagai tambahan terhadap apa-apa yang
termuat di dalam al-Qur’an itu tidak disinggung. Sedangkan untuk model
penjelasan seperti ini, oleh para ahli tersebut dengan istilah zaidun ‘ala al-kitâb
al-karîm, Contoh: Hadis riwayat Ibn H {ibban dari Abi Sa’id al-Khudri
tentang janin yang mati dalam kandungan induknya. “Sembelihan janin mengikuti
sembelihan induknya”.
Maksudnya ialah janin yang keluar dari induknya yang disembelih itu,
sekalipun dalam keadaan mati, hukumnya halal seperti induknya. (sumber : Ibn
Hibban, Shahîh Ibn Hibbân, Vol. 13, (Beirut: Dâr al-Fikr, 2000), 206.)
4. Bayân al-Taghyîr atau al-Naskh
Maksudnya hadis berfungsi untuk melakukan perubahan terhadap apa-apa
yang telah ditetapkan oleh ayat-ayat al-Qur’an, seperti hadis Nabi sebagai
berikut:
“........Sesungguhnya Allah telah memberi hak bagian bagi orang-orang yang
benar - benar memiliki hak untuk itu, makanya tidak ada wasiat bagi ahli waris”.
(sumber : Jalal al-Din al-Suyuti, Jâmi’ al-Ahâdîts, Vol. 7, (Beirut: Dâr al-Fikr,
2005), 466.)

4. Sebutkan sifat penjelesan Sunnah Terhadap Al – Qur’an?


Jwb : Ada empat sifat penjelasan sunnah terhadap al-Qur’an, yaitu :
1. Bayân al-Mujmal
Maksudnya adalah hadis memberikan tafsiran atau penjelasan secara perinci
terhadap ayat-ayat yang sifatnya masih umum atau global. Misalnya,hadis riwayat
al-Bukhari tentang tata cara salat:
“Salatlah kamu sekalian sebagaimana engkau sekalian melihat aku salat”.
(sumber : al-Bukhari, Shahîh……, Vol. 1, 631)
2. Taqyîd al-Muthlaq
Maksudnya ialah hadis itu memberikan batas-batasan terhadap ayat-ayat yang
sifatnya masih mutlak, seperti:
a. hadis tentang batasan potong tangan bagi pencuri, yaitu:
“Rasulullah saw. telah kedatangan seseorang dengan membawa seorang
pencuri, lalu beliau memotong tangan pencuri dari pergelangan”
3. Takhshîsh al-‘Âm
Maksudnya adalah hadis berfugsi untuk men-takhshîsh atau mengecualikan
ayat-ayat yang sifatnya masih umum, misalnya hadis tentang harta warisan,
yaitu:
“Kami para sahabat Nabi tidak meninggalkan harta warisan”.
“........... Nabi Saw bersabda: tidaklah seorang muslim mewarisi harta dari
orang kafir dan orang kafir tidak boleh mewarisi harta muslim”.
4. Tawdîh al-Musykil
Maksudnya adalah hadis berfungsi untuk menjelaskan halhal yang dalam al-
Qur’an masih rumit, seperti kata “khaith dalam surat al-Baqarah ayat 187:
“……Dan makan-minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang
hitam, yaitu fajar”………
Lalu hadis menjelaskan dengan batasan-batasan, yaitu: Yang dimaksud dengan
kalimat “al-khaith al-abyadh” adalah “bayâdh al nahâr” artinya “terangnya
siang” dan kalimat ”al-khaith al-aswad” adalah ”sawâd al-lail”, artinya “gelapnya
malam ”. (Sumber : Ibid., 56)

5. Sebutkan penafsiran yang ada dalam al-qur’an dan as-sunnah?


Jwb : Allah telah menuturkan al-Kitâb yakni al-Qur’an, dan menyebutkan al-
Hikmah yakni sunnah Rasulullah
1. al-Kitâb disebutkan dan setelahnya diikuti penyebutan al-Hikmah
2. Allah menuturkan anugerahNya kepada segenap makhluk berupa membimbing
dan menuntun mereka dengan al-Kitâb dan al-Hikmah, ingatlah kata Imam al-Syafi‘i
yang dikehendaki al-Hikmah tiada lain kecuali sunnah Rasulullah. Jelasnya, bahwa al-
Hikmah digandengkan bersama al-Kitâb, dan Allah mewajibkan manusia untuk patuh
kepada Rasulullah, serta mengharuskan mereka mengikuti perintahnya. Pendek
kata, kewajiban manusia adalah tunduk dan patuh pada Kitab Allah dan sunnah
Rasulullah.
3. Allah telah menjadikan iman kepada Rasul Nya yang digandengkan dengan
iman kepadaNya. Sedangkan sunnah Rasulallah sebagai penjelas kandungan
makna apa yang telah dikehendaki oleh Allah, dan sebagai rambu-rambu firman
yang khusus dan yang umum, kemudian Allah menyertakan alHikmah dengan
kitab Nya serta menuturkan al-Hikmah setelahnya. Kehormatan seperti ini tidak
diberikan kepada selain Rasulullah.
4. al-Qur’an bukanlah kitab yang kalimat-kalimatnya tersusun secara kebetulan,
ithnâb dan tathwîl yang tidak memiliki kandungan makna yang dalam dan
tujuan utama, sehingga tidak mungkin yang dikehendaki dengan al-Hikmah itu
adalah al-Kitâb atau bagian dari al-Kitâb , sebab kata al-Hikmah di-’athafkan pada
kata al-Kitâb.
5. Allah memerintahkan patuh kepada Rasul dan digandengkan
dengan perintah patuh kepada Allah, dan hal ini banyak sekali dalam ayat. Hal ini
membuktikan bahwa di antara tujuan diutus seorang Rasul adalah untuk dipatuhi.
(sumber : Gulan, al-Nûr al-Khâlid, 76-79.)

6. Jelaskan apa yang dimakasud dengan khawarij, syi’ah dan mu’tazilah pada masa
periode klasik !
Jawab:
 Khawarij
Secara umum, khawarij dan berbagai sempalannya berpendapat bahwa semua
sahabat yang terlibat dalam fitnah perang jamal dan gencatan senjata (tahkim) serta
yang ridho akan hal tersebut dinilai kafir. Sehingga mereka menolak seluruh sunnah
yang diriwayatkan oleh mayoritas sahabat setelah dua peristiwa tersebut. Mereka
hanya menerima sunnah yang diriwayatkan dari beberapa sahabat yang tidak terlibat
dalam dua peristiwa tersebut.
 Syi’ah
Kelompok syiah menerima sunnah dan mengamalkannya seperti ahlussunnah,
hanya mereka berbeda dalam menerima dan menetapkan kriterianya. Mereka
berpendapat bahwa mayoritas sahabat setelah rosulullah wafat adalah murtad kecuali
beberapa orang saja. Sehingga mereka tidak mau menerima sunnah yang diriwayatkan
dari mayoritas sahabat tersebut, kecuali dari kalangan ahlul bait (keluarga Nabi Saw).
Mereka mensyaratkan penuturan sebuahhadits harus dari jalur para imam, karena
menurut mereka hanya imam merekalah yang bersifat Ma’sum (terpelihara dari
dosa).
 Mu’tazilah
Menurut kesimpulan al-siba’iy, bahwa sikap mu’tazilah tidak menentu apakah
menolak sunnah atau menerima seluruhnya atau menolak sunnah ahad saja. Namun
secara umum dapat dikatakan bahwa mu’tazilah dengan ushul khamsah-nya (falsafah
madzhab mu’tazilah) dan konsep-konsep yang bermuara daripadanya merupakan
kaidah yang dipatuhi oleh teks al-qur’an dan sunnah. Ayat yang kontradiksi denga
logika ditakwilkan dan sunnah yang kontradiktif dengan rasio ditolak. Harun nasution
mengungkapkan bahwa kaum mu’tazilah tidak begitu banyak berpegang pada sunnah
atau tradisi, bukan tidak percaya pada sunnah atau tradisi nabi dan para sahabat akan
tetapi mereka ragu akan keorisinalan hadits yang mengandung sunnah tersebut.
{Sumber : Abdul majid khon. Pemikiran modern dalam sunnah, pendekatan ilmu
hadits (Jakarta: Kencana,2011)}.

7. Sebutkan dan jelaskan contoh pada inkar al-sunnah !


Jawab :
Berikut beberapa contoh yang diajarkan dalam inkar Sunnah yaitu:
a. Tentang Dua Kalimat Sahadat
Mereka tidak mengaku 2 kalimat syahadat karena tidak ada dalam Al-Qur’an.
b. Tentang Shalat Cara mereka mengerjakan shalat bermacam-macam, yaitu :
 Ada yang mengerjakan shalat tiga kali sehari masing masing boleh empat
rakaat atau dua rakaat.
 Ada yang shalatnya rata-rata dua rakaat, tetapi bacaannya berbeda-beda ada
yang seperti biasa, bagian shalat yang tidak tertera dalam al-qur’an boleh
diganti.
 Ada yang shalatnya sebanyak-banyaknya, selagi mampu dan tidak berlebihan
 Shalat diwajibkan bagi yang faham al-qur’an.

c. Tentang Puasa Di Bulan Ramadhan.


Mereka hanya mengikuti wajibnya puasa saja. Adapun hari dan bulannya
meraka mengingkari dengan alasan tidak ditentukan dalam al-Qur’an makanya
mereka tidak mengakui puasa Ramadhan karena tidak ada keterangan ayat al-Qur’an.
d. Tentang Zakat
Pada umumnya mareka tidak memunaikan zakat. Yang mereka akui adalah
perintah member kepada fakir miskin.
e. Rukun islam
Rukun islam yang 5 tidak berfungsi apa-apa, yang terpenting adalah
pemahaman al-qur’an
{Sumber : Abdul majid khon. Pemikiran modern dalam sunnah, pendekatan ilmu
hadits (Jakarta: Kencana,2011)}

8. Sebutkan kriteria yang termasuk pada inkar al-sunnah!


Jawab :
Kriteria Inkar al-Sunnah
a) Mendahulukan ketetapan hukum berdasar nash yang zhahir, disertai keyakinan
bahwa Sunnah tidak memiliki kekuatan hukum sedikit pun.
b) Menolak hadis Nabi, baik seluruhnya maupun sebagian.
c) Menyalahi faham mayoritas ulama dan umat.
d) Hanya mengambil dasar hukum dari Al-Quran saja.
e) Berbeda dalam cara pelaksanaan ibadah tertentu
{sumber : M. Noor. Sulaiman, Antologi Ilmu Hadits (Jakarta: Gaung Persada Press,
2008), hlm 206-211}

9. Sebutkan upaya apa saja yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi Inkar al-sunnah !
Jawab :
Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi paham inkar as-sunnah
diantaranya:
a. Lebih mendalami ilmu agama agar tidak mudah terpengaruh aliran sesat.
b. Memahami isi kandungan Al-Qur’an dan Hadits.
c. Waspada terhadap pendapat-pendapat yang muncul, yang tidak sesuai dengan
Al-Qur’an dan Hadits.
d. Meyakini bahwa sunnah dan hadits adalah sumber kedua hukum Islam.
e. Menjauhi aliran-aliran yang menganggap bahwa sunnah dan hadits tidak
benar.
f. Pihak berwajib melarang penyebaran paham inkar al-sunnah di wilayahnya.
{sumber : M. Noor. Sulaiman, Antologi Ilmu Hadits (Jakarta: Gaung Persada
Press, 2008), hlm 212-213}

10. Jelaskan tentang argumen-argumen naqli!


Argumen-argumen naqli :
A. Agama Bersifat Konkret dan Pasti
Mereka berpendapat bahwa agama harus dilandaskan pada suatu hal yang pasti.
Apabila kita mengambil dan memakai Sunnah, berarti landasan agama itu tidak pasti.
Sementara apabila agama Islam itu bersumber dari hadis –khususnya hadis Ahad-
bersifat dhanni (dugaan yang kuat), dan tidak sampai pada peringkat pasti. Karena itu,
apabila agama Islam berlandaskan hadis di samping Al-Quran Islam akan bersifat
ketidak pastian.
B. Al-Quran Sudah Lengkap
Dalam syari’at Islam, tidak ada dallil lain, kecuali Al-Quran. Jika kita berpendapat
Al-Quran masih memerlukan penjelasan berarti kita secara tegas mendustakan Al-
Quran dan kedudukan Al-Quran yang membahas segala hal secara tuntas. Oleh karena
itu, dalam syari’at Allah tidak mungkin diambil pegangan lain, kecuali Al-Quran.
Argumen ini dipakai oleh Taufiq Sidqi dan Abu Rayyah.
C. Al-Quran Tidak Memerlukan Penjelas
Al-Quran tidak memerlukan penjelasan, justru sebaliknya Al-Quran merupakan
penjelasan terhadap segala hal. Allah berfirman: Kami turunkan kepadamu Al-Kitab
(Al-Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar
gembira bagi orang-orang yang berserah diri (Q.S. An-Nahl [16]: 89). Dan Dialah
yang telah menurunkan Al-Kitab (Al-Quran) kepadamu dengan terperinci. (Q.S. Al-
An’am [6]: 114). Ayat-ayat ini dipakai dalil oleh para pengingat Sunnah, baik dulu
maupun kini. Mereka menganggap Al-Quran sudah cukup karena memberikan
penjelasan terhadap segala masalah. Mereka adalah orang-p\orang yang menolak
hadis secara keseluruhan, seperti Taufiq Sidqi dan Abu Rayyah.
{sumber: Agus solahudin, Ulumul Hadits (Bandung: Pustaka setia, 2009) hlm 220-
221}

Anda mungkin juga menyukai