Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sering kita mendengar kata Tawakal, dan kata ini sungguh tidak asing lagi di telinga
bahkan anak kecil sekalipun. bertawakal kepada Allah atas segala sesuatu, Dia memberi pahala
dan tidak diberi balasan untuk-Nya, ataukah bertawakal kepada makhluk yang pasti lemah
seperti dirinya sendiri.

Tapi sadarkah kita akan hakikat tawakal itu sendiri? Atas hal inilah saya menaruh
perhatian yang sangat besar untuk menjelaskan apa itu tawakal. Dan dengan ini semoga
bermanfaat dan banyak memberi persfektif yang baru. Ketika kita memfokuskan pandangan
kepada semua amal hati.

Sebagian orang menganggap bahwa tawakal adalah sikap pasrah tanpa melakukan
usaha sama sekali. Misalnya dapat kita lihat pada sebagian pelajar yang keesokan harinya akan
melaksanakan tes. Pada malam harinya, sebagian dari mereka tidak sibuk untuk menyiapkan
diri untuk menghadapi ujian besok namun malah sibuk dengan main game atau hal yang tidak
bermanfaat lainnya. Lalu mereka mengatakan, " Saya pasrah saja, paling besok ada keajaiban .
" Apakah semacam ini benar-benar disebut tawakal?! Semoga pembahasan di makalah ini dapat
menjelaskan pada pembaca sekalian mengenai tawakal yang sebenarnya dan apa saja manfaat
dari tawakal tersebut.

Dalam makalah ini akan menjelaskan tentang pengertian ,makna tujuan dan lain
sebagainya tentang tawakal itu.

1
B. Rumusan Masalah

Dalam penulisan makalah ini, penulis merumuskan beberapa masalah diantaranya


sebagai berikut:
1) Apakah Pengertian Tawakal ?
2) Apakah Derajat-derajat Tawakal ?
3) Bagaimana Hakikat Tawakal?
4) Apa Saja Manfaat Tawakal ?
5) Bagaimana Contoh Perilaku Tawakkal/ Ciri-ciri orang yang tawakal ?

C. Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk:
1) Mengetahui pengertian Tawakal
2) Mengetahui Derajat-derajat Tawakal.
3) Mengetahui Hakikat Tawakal.
4) Mengetahui Manfaat Tawakal.
5) Mengetahui contoh Perilaku Tawakal/ Ciri-ciri orang yang tawakal.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Tawakal

Secara etimologi, kata tawakal dapat dijumpai dalam berbagai kamus dengan variasi
sebagai berikut : dalam Kamus al-munawwir, disebut ‫ ) ا على توكل‬bertawakal, pasrah kepada
Allah).1 Dalam Kamus Indonesia Arab, tawakal dari kata : ‫ يتوكل – توكل‬- . ‫توكل‬.2

Tawakal berasal dari bahasa Arab yaitu wakila, yakilu, wakilan yang artinya
“mempercayakan, memberi, membuang urusan, bersandar, dan bergantung.” Tawakal dalam
bahasa Arab juga disebut wakil yang artinya dzat atau orang yang dijadikan pengganti untuk
mengurusi atau menyelesaikan urusan yang mewakilkan. Sehingga tawakal bermakna
menjadikan seseorang sebagai wakilnya, atau menyerahkan urusan kepada wakilnya. 3

Dalam kamus Umum Bahasa Indonesia, Tawakal berarti berserah (kepada kehendak
Tuhan), dengan segenap hati percaya kepada Tuhan terhadap penderitaan, percobaan dan lain-
lain.4 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, tawakal adalah pasrah diri kepada kehendak
Allah, percaya dengan sepenuh hati kepada Allah (dalam penderitaan dan sebagainya).
Sedangkan dalam Kamus Modern Bahasa Indonesia, tawakal berarti jika segala usaha sudah
dilakukan maka harus orang menyerahkan diri kepada Allah yang Maha Kuasa.5

Tawakal atau mempercayakan segala urusan seseorang pada Allah tergantung dari
pengetahuan orang tersebut dan keyakinan yang kuat pada Ketuhanan dan Kekuasaan.
Mempercayakan urusan dunia dan akhirat kepada Allah bukan berarti bahwa usaha dan kerja
keras harus diabaikan. Justru seseorang harus melakukan perbuatan yang terbaik dari
kemampuannya lalu kemudian bergantung sepenuhnya pada Allah dengan keadilan,
pertolongan dan kemurahan-Nya.6

1 Ahmad Warson Al-Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, Pustaka Progressif,


2 Asad M.Alkalali, Kamus Indonesia Arab, Bulan Bintang, Jakarta, 1987, hlm. 548.
3 Ja’far.2016. Gerbang Tasawuf .Medan : Perdana Publishing
4 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1976, hlm.1026.
5 Sutan Muhammad Zain, Kamus Modern Bahasa Indonesia, Grafika, Jakarta, tth, hlm. 956.
6 Al-Kulayni, al-Kafi, vol 2, hal. 391

3
Tawakal kepada Allah adalah menjadikan Allah sebagai wakil dalam mengurusi segala
urusan, dan mengandalkan Allah dalam menyelesaikan segala urusan. Tawakal haruslah
ditujukan kepada Dzat yang Mahasempurna, Allah SWT, tapi dalam realitanya ada yang
meletakkan tawakal kepada selain Allah, seperti tawakal seseorang kepada kekuatannya,
ilmunya atau hartanya, atau kepada manusia.7

Menurut ‘Arif mahsyur Khawaja Abdullah Ansari tawakal itu adalah mempercayakan
segala macam urusan kepada Tuannya dan bersandar pada pertolongan-Nya. Menurut ahli irfan
lainnya mengatakan Tawakal kepada Allah adalah pemutusan penghambaan atas semua
harapan dan ekspektasi dari makhluk-makhluk ( dan mengikatkan semua itu hanya pada Allah).

B. Derajat-derajat Tawakal

Pertama, keyakinannya kepada Allah seperti keyakinannya kepada wakil yang telah
dikenal kebenarannya, kejujurannya, perhatian, petunjuk dan kasih sayangnya. tetapi
tawakalnya ini fana dan bersifat sementara. Ali dan Lamanya Rukuk Nabi, “Ia merasa dirinya
tawakal, padahal itu tidak dapat disebut tawakal,” tulis Syeikh Malauna Muhammad Zakariyya
Al-Kandahlawi dalam kitabnya Fadhilah Haji.

Kedua, keadaannya terhadap Allah SWT seperti keadaan anak kecil kepada ibunya. Ia
tidak mengenal selain ibunya dan segala urusan hanya mengandalkannya. Ia adalah pikiran
pertama yang terlintas dihatinya. Kedudukan ini menuntut manusia untuk tidak berdoa dan
tidak memohon kepada selain Allah SWT. Karena percaya pada kemurahan-Nya dan kasih
sayang-Nya.

Ketiga, Imam Ghazali berkata bahwa tingkatan yang ketiga, yakni yang paling tinggi,
adalah seperti keadaan jenazah di tangan orang-orang yang memandikannya. Ia tidak bisa
bergerak sendiri. Setelah sampai ke tingkatan ini seseorang sudah tidak lagi perlu meminta
kepada Allah SWT tanpa diminta, Allah SWT sendiri akan menanggung segala keperluannya
sebagaimana orang yang memandikan mayat yang menyempurnakan segala keperluan untuk
memandikan mayat. Tingkatan itu hanya diketahui oleh orang yang telah sampai ke tingkatan
kedua.”8

7 Seri Manajemen Akhlak 1 Hal 16


8 Imam Ghazali, Ihya’ Ulumuddin (Surabaya: Bintang Usaha Jaya, 2004), 247

4
Abu “Ali al-Daqaq berkata tawakal terdiri dari tiga tingkatan yaitu tawakal, taslim, dan
tafwidh. Orang yang tawakal adalah orang yang merasa tenang dengan janji Allah Swt. Orang
yang taslim adalah orang yang merasa cukup dengan ilmu-Nya. Orang yang tafwidh adalah
orang yang rela dengan hukum-Nya. Jadi, tawakal adalah permulaan, taslim adalah kedua atau
pertengahan atau penerimaan, dan tafwidh adalah akhir atau tingkatan tertinggi atau berserah
diri.9

Disebutkan tawakal adalah sifat orang-orang yang beriman, dan taslim adalah sifat para
wali dan tafwidh adalah milik para orang-orang mulia. Sehingga disebutkan juga tawakal
adalah sifat para nabi, penerimaan adalah sifat Ibrahim sang Khalil, dan berserah diri adalah
sifat Nabi kita Muhammad SAW.

C. HAKIKAT TAWAKAL

Hakikat tawakal adalah penyerahan penyelesaian dan keberhasilan suatu urusan kepada
wakil. Kalau tawakal kepada Allah, berarti menyerahkan urusan kepada Allah setelah
melengkapi syarat-syaratnya. Tawakal adalah menyandarkan diri kepada Allah dan melakukan
ikhtiar, dengan meyakini bahwa Allah adalah Dzat yang Maha Memberi rezeki, Pencipta, Yang
Menghidupkan, Yang Mematikan, tidak ada ilah selain-Nya. Tawakal mencakup permohonan
total kepada Allah, supaya memberikan pertolongan dalam melakukan apa yang Dia
perintahkan, juga dalam hal bertawakal untuk mendapatkan sesuatu yang tidak mampu
didapatkannya.

Ibnu al-Qayyim menyebutkan bahwa tawakal memiliki beberapa komponen. Jika tidak
terpenuhi, maka tidak akan pernah mencapai hakikat tawakal, yaitu:

1. Mengenal Nama Allah dan sifat-Nya.


2. Menetapkan (meyakini sebab dan musabab).
3. Kedalaman tauhid dalam tauhid tawakal dengan melepaskan ketergantungan dengan
sebab.
4. Penyandaran hati kepada Allah dan ketenangan kepada-Nya.
5. Pasrah hati kepada Allah, seperti pasrahnya mayat kepada yang memandikannya.
6. Penyerahan kepada Allah terhadap apa yang Allah takdirkan.

9 Ja’far.2016. Gerbang Tasawuf.Medan : Perdana Publishing

5
7. Ridha dengan segala hasil. Sebagaimana yang tergambar dalam doa istikharah untuk
dipilihkan apa yang baik untuk Allah.10

Tawakal adalah fitrah manusia. Tawakal kepada Allah adalah wajib. Tawakal adalah
menyerahkan urusan kepada wakil. Jika urusan itu merupakan hal yang bisa dilakukan oleh
mahkluk, hukumnya jaiz. Dalam terminologinya disebut sebagai taukil atau perwakilan. Jika
masalah itu tidak ada yang mampu melakukannya kecuali Allah, seperti menentukan
keberhasilan suatu pekerjaan, keselamatan, kebahagiaan, atau kemenangan maka haram
bertawakal kepada makhluk, dan wajib hanya bertawakal kepada Allah.11

Allah memerintahkan hamba-hamba-Nya agar selalu bertawakal dalam segala kondisi.


Karena tawakal menunjukkan bahwa tidak ada hal yang bisa dilakukan oleh para hamba kecuali
hanya dengan izin dan taufik Allah SWT. Seorang hamba diperintahkan untuk bertawakal baik
dalam perkara yang remeh maupun yang besar. Kondisi yang diperintahkan untuk bertawakal
yaitu:

1. Tatkala beribadah kepada Allah


2. Saat mengikuti petunjuk wahyu disegala kondisi
3. Saat berdakwah dan menghadapi tantangan umat
4. Ketika melaksanakan hukum dan peradilan
5. Saat persiapan jihad maupun ketika menjalankannya
6. Ketika melaksanakan syura’ dan merealisasikan hasil syura’
7. Dalam mencari rezeki
8. Dalam melakukan ikatan perjanjian
9. Dalam posisi hijrah di jalan Allah yang menuntut pengorbanan
10. Dalam kondisi mendapatkan ancaman12

D. Manfaat Tawakal

Setelah kami jelaskan kedudukan tawakal, kami merasa senang untuk menunjukkan
sebagian buah yang agung yang bisa dipetik oleh orang yang bertawakal setelah berhasil

10 Seri Manajemen Akhlak 1 Hal 17,20,21


11 Seri Manajemen Akhlak 1 Hal 22, 26
12 Seri Manajemen Akhlak 1 Hal 33-44

6
mewujudkan macam kedudukan yang sangat tinggi dan mulia ini. Hal terpenting diantaranya
adalah :

1) Mewujudkan iman.
2) Ketenangan jiwa dan rehat hati.
3) Kecukupan dari Allah segala kebutuhan orang yang bertawakal.
4) Sebab terkuat dalam mendatangkan berbagai manfaat dan menolak berbagai mudarat.
5) Mewariskan cinta Allah kepada sang hamba.
6) Mewariskan kekuatan hati, keberanian, keteguhan dan menantang para musuh.
7) Mewariskan kesabaran, ketahanan, kemenangan dan kekokohan.
8) Mewariskan rezeki, rasa ridha dan memelihara dari kekuasaan setan
9) Sebab masuk surga tanpa hisab dan tanpa azab.

E. Contoh Perilaku Tawakal/ Ciri-ciri orang yang tawakal

Orang yang bertawakal kepada Swt akan berperilaku antara lain :

1. Selalu bersyukur apabila mendapat nikmat dan bersabar jika belum atau tidak tercapai
apa yang diinginkannya.
2. Tidak pernah berkeluh kesah dan gelisah.
3. Tidak meninggalkan usaha dan ikhtiar untuk mencapai sesuatu.
4. Menyerahkan dirinya atas semua keputusan kepada Allah Swt setelah melakukan usaha
dan ikhtiar secara sempurna.
5. Menerima segala ketentuan Allah dengan ridho terhadap diri dan keadaannya.
6. Berusaha memperoleh sesuatu yang dapat memberikan manfaat kepada orang lain.

Dan sebagai tanda tawakal kita kepada Allah, kita yakin bahwa segala sesuatu yang
datang pada diri kita, adalah yang terbaik bagi kita. Tiada keraguan sedikit pun di dalam hati,
apabila mempunyai perasaan untuk menghindarinya, segala sesuatu yang menimpa kita.
Meskipun hal itu terasa pahit dan pedih bagi kita, kalau hal itu datang dari-Nya, tentulah hal
itu yang terbaik bagi kita. Inilah bentuk tawakal sesungguhnya.

Barang siapa bertawakal kepada Allah maka Allah akan mencukupinya dan
memberinya rezeki dari arah yang tidak diduga-duga. Allah Maha Kuasa untuk mengirimkan
bantuan kepada hamba-hamba-Nya dengan berbagai cara, termasuk cara yang bagi manusia
tidak masuk akal. Allah adalah satu-satunya tempat mengadu saat kita susah. Allah senantiasa

7
mendengar pengaduan hamba-hamba-Nya. Dalam banyak hal, peristiwa-peristiwa di alam ini
masih dalam koridor sunatullah. Artinya, masih dapat diuraikan sebab musababnya. Hal ini
mengajarkan kepada kita agar kita kreatif dan inovatif dalam kehidupan ini.

8
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Tawakal yang merupakan perintah Allah dan sunnah Rasulullah SAW, jika dilakukan
dengan baik dan benar, insya Allah tidak akan menjadikan seorang hamba menjadi hina dan
tidak memiliki apa-apa. Karena tawakal tidak identik dengan kepasrahan yang tidak beralasan.
Namun tawakal harus terlebih dahulu didahului dengan adanya usaha yang maksimal.
Hilangnya usaha, berarti hilanglah hakikat dari tawakal itu.

Oleh karenanya, marilah kita meningkatkan rasa tawakal kita kepada Allah, dengan
memperbanyak unsur-unsur yang merupakan derajat dalam ketawakalan ke dalam diri kita.
Sehingga kita pun dapat masuk ke dalam surga Allah tanpa adanya hisab, sebagaimana yang
dikisahkan dalam hadits di atas. Amin.

Marilah kita bertawakal kepada Allah Swt, atas apa yang sudah kita perbuat . dan menyerahkan
segala urusan hasil dari usah kita kepada nya. Amin.

B. Kritik dan Saran

Dalam proses pembuatan makalah ini tentu banyak kekurangan-kekurangan yang


masih perlu untuk saya tambahkan demi menyempurnakannya, namun waktu dan
terbatasnya referensi yang saya peroleh membuat takluput dari segala bentuk baik materi
maupun dalil-dalil yang kurang kuat barang kali. Oleh karena itu kritikan dan saran
pembaca sangat saya perlukan untuk memperbaiki pada waktu-waktu yang akan datang.

9
DAFTAR PUSTAKA

Imam Ghazali (2004), Ihya’ Ulumuddin,Surabaya: Bintang Usaha Jaya.

Abdullah bin Umar Ad-Dumaiji(2006), At-Tawakkal Alallah Ta’al, Jakarta : PT Darul Falah.

LabibMz (2004), Memahami Ajaran Tasawuf, Surabaya :Bintang Usaha.

Abu Bakar Jabir Al-Zairi (2014), Minhajul Muslim, Jakarta :PustakaArafah.

Sumber: Buletin At-Tauhid Penulis: R. Indra Pratomo P.Artikel www.muslim.or.id

DariartikelTawakkal — Muslim.Or.Idbynullhttp://whasid.wordpress.com/2007/09/24/kategor
i-tawakal-umat-akhir-zaman/

Gema Insani, 2007.[3]H. Supriyanto,Lc.,M.S.I,Tawakal Bukan Pasrah, Qultum Media, 201

Dr. Muh. Mu’inudinillah Basri, Lc., M.A, Indahnya Tawakal Indiya MediaKreasi, 2008.

10

Anda mungkin juga menyukai