MAKALAH
Disusun Oleh :
2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tawakal merupakan salah satu bentuk kepasrahan diri seorang hamba kepada Allah
SWT. Kepasrahan di sini bukan berarti tanpa melakukan sesuatu, justru sebaliknya yaitu
harus melakukan sesuatu secara sungguh-sungguh dengan mengharapkan ridha dari Allah
SWT.
Pemahaman tawakal di kalangan masyarakat awam cenderung diartikan sebagai
kepasrahan pada keadaan yang terjadi, sehingga kebanyakan dari mereka meninggalkan
usaha dan bekerja dengan alasan bertawakal, mereka bertekad supaya tidak terpengaruh
dengan sebab-sebab tersebut (Al-Syarif, 2004). Akibat pemahaman yang salah ini, tawakal
disalahgunakan menjadi kemalasan atau pengangguran, padahal apabila manusia memiliki
kemauan untuk berusaha semaksimal mungkin, kesempatan terbuka luas.
Sebagai hamba, manusia wajib menjalankan segala bentuk pengabdian kepada Allah
SWT., dan pengabdian manusia kepada Allah SWT. semestinya tidak hanya ditunaikan
hanya sekedar menjalankan kewajiban yang diperintah Allah SWT., namun juga menjalani
ketetapan yang ditentukan Allah SWT. Kesempurnaan iman hanya bisa dirasakan apabila
kedua hal ini dilaksanakan secara sempurna. Dengan demikian, ada dua hukum yang harus
ditaati oleh orang beriman, yaitu hukum taklif yang sudah lazim dikenal sebagai perintah dan
larangan Allah SWT. yang harus dijalankan selama hidup, dan hukum takdir yang mencakup
ketentuan dan keputusan yang sudah ditetapkan oleh Allah SWT. (Ibnu ‘Athaillah al-
Sakandari, 2012).
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari tawakkal?
2. Bagaimana konsep tawakkal menurut Sayyid Quthb?
3. Bagaimana tawakkal menurut Al-Qur’an dan Hadits?
4. Bagaimana urgensi tawakkal setelah ikhtiar?
5. Bagaimana korelasi antara tawakkal dan ikhtiar?
6. Apa saja hikmah dari bertawakkal?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari tawakkal
2. Mengetahui Konsep tawakkal menurut Sayyid Quthb
3. Mengetahui tawakkal menurut Al-Qur’an dan Hadits
4. Mengetahui urgensi tawakkal setelah ikhtiar
5. Mengetahui korelasi antara tawakkal dan ikhtiar
6. Mengetahui hikmah dari bertawakkal
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian tawakkal
Menurut bahasa di dalam Kamus besar Bahasa Indonesia, tawakal berarti “berserah diri
kepada kehendak Allah SWT dengan segenap hati percaya kepada Allah SWT sesudah
berusaha”.1 Berdasarkan sejumlah pengertian tawakal secara bahasa dapat dipahami, bahwa
arti kata tawakal yaitu menyerahkan, mewakilkan, melimpahkan wewenang kepada yang
diwakilkan, penyerahan suatu urusan untuk diselesaikan oleh yang diwakilkan. Namun ada
juga yang memahami tawakal sebagai berserah diri kepada kehendak Allah SWT atas apa
yang telah diusahakan.
Pengertian Tawakal menurut istilah adalah “menjadikan Allah SWT sebagai wakil dalam
mengurusi suatu urusan, dan mengandalkan Allah SWT dalam menyelesaikan segala urusan
setelah berusaha semampunya”.2 Di samping itu, ada juga yang memahami tawakal sebagai
berserah diri kepada Allah SWT, Tuhan semesta alam secara bulat dan utuh. Kata-kata secara
bulat dan utuh itulah yang seringkali membuat orang salah menafsirkannya. Oleh karena itu,
“tawakal yang dimaksud bukan menyerahkan sesuatu kepada Allah SWT tanpa melakukan
usaha. Melainkan berusaha terlebih dahulu kemudian menyerahkannya kepada Allah secara
bulat dan utuh”.3
Mu’inudillah mengutip pemikiran Zubaidi yang ada dalam kitab Taajul ‘Aruus, dengan
menjelaskan bahwa tawakal yaitu percaya sepenuhnya dengan apa yang ada di sisi Allah
SWT, dan memutus harapan apa yang di tangan manusia. Maksudnya adalah menyadarkan
diri kepada Allah SWT dengan melakukan usaha terlebih dahulu, setelah itu meyakini bahwa
Allah SWT adalah Dzat yang Maha memberi rezeki atas apa yang diusahakannya. 4
Selanjutnya terdapat juga beberapa pendapat para ulama tentang arti tawakal yaitu;
a) TM. Hasbi Ash-Shiddiqy, tawakal adalah penyerahan diri kepada Allah dan berpegang
kuat kepada-Nya setelah berusaha terlebih dahulu sejauh kemampuan manusiawi. Oleh
1
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), h. 908.
2
Mu’inudinillah Basri, Indahnya Tawakal, (solo: Indiva Media Kreasi, 2008), h.25.
3
Abdullah Zakiy Al-Kaaf, Membentuk Akhlak: Mempersiapkan Generasi Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), h.
209
4
Mu’inudinillah Basri, Indahnya Tawakal, (Solo: Indiva Media Kreasi, 2008), h. 15.
karena itu, tawakal diharuskan ketika keadaan diluar kemampuan manusia untuk
mengubahnya.5
b) Hamka menjelaskan bahwa tawakal yaitu menyerahkan keputusan segala perkara,
ikhtiar dan usaha kepada Tuhan.6
c) Hamzah Ya’qub mengatakan bahwa tawakal adalah memepercayai diri kepada Allah
SWT dalam melaksanakan suatu rencana, dengan bersandar kepada kekuatan-Nya pada
suatu pekerjaan.7
d) Menurut Imam al-Ghazali tawakal terdiri atas tiga tingkatan. Pertama, penyerahan diri
kepada Allah Swt, seperti seseorang yang telah menyerahkan segala urusannya kepada
seseorang yang dijadikan sebagai wakilnya, karena telah mengetahui kepribadian
seseorang yang di jadikan sebagai wakil. Kedua, penyerahan diri kepada Allah Swt,
seperti seorang anak kecil yang menyerahkan segala urusannya kepada orang tuanya.
Ketiga, penyerahan diri kepada Allah Swt, seperti pasrahnya manyat kepada seseorang
yang memandikan. Dari ketiga tingkatan tersebut, yang paling tinggi adalah tawakal
tingkatan yang ketiga, karena pnyerahannya dengan total. Kemudian orang yang
bertawakal pada tingkat kedua, harapan dan keinginan masih terlihat. Sedangkan pada
tawakal tingkatan yang pertama masih juga terlihat harapan dan keinginan yang terdapat
dalam dirinya.
e) Menurut Syaqiq al-Balkhi tawakal adalah mempercayakan atau menyerahkan dengan
sepenuhnya kepada Allah Swt atas segala masalah yang sedang dihadapi. Kemudian
tawakal dapat dilakukan pada 4 keadaan, yaitu tawakal dalam hal harta, jiwa, pergaulan
dan ketika berhubungan dengan Allah Swt.
f) Menurut al-Junaid bin Muhammad bin Junaaid Abu Qasim al-Qawariri sebagaimana
yang dikutip oleh Abu Bakar M. Al- Kalabadzi, tawakal berarti bersandar kepada Allah
Swt atas segala sesuatu yang terdapat dalam hati dengan tidak mengharapkan sesuatu
kepada selain-Nya.
g) Menurut M. Quraish Shihab bahwasannya tawakal adalah menyerahkan diri dan percaya
secara mutlak kepada Allah Swt yang didahului dengan usaha-usaha secara manusiawi.
Yakni usaha yang sesuai dengan kemampuannya. Menurutnya salah jika seseorang
5
TM. Hasbi Ash-Shiddieqy, Al-Islam I, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2001), h.534.
6
Hamka, Tasawuf Modern, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1990), h. 232-233.
7
M. Ishom Elsaha dan Saiful Hadi, Sketsa Al-Qur’an, ( Jakarta: Rineka Cipta, 2005), h. 738
menyerahkan sepenuhnya kepada Allah Swt tanpa disertai dengan usaha. Namun
perbuatan tersebut tidak berdosa, hanya saja sama seperti menyerah sebeum berperang.8
h) Menurut Yusuf Qardhawi tawakal adalah suatu pekerjaan hati, sedangkan ikhtiar atau
bekerja merupakan suatu pekerjaan fisik. Dengan demikian, bertawakal bukan berarti
meninggalkan usaha fisik, namun keduanya harus dilakukan secara bersamaan.9
i) Ibnu Hibban mengatakan bahwa tawakal adalah memutuskan hati dari segala sesuatu
yang berakaitan dengan makhluk, dan menghubungan dengan rasa berharap dan butuh
hanya kepada Allah Swt yang maha mengubah segala sesuatu. Oleh karena itu,
hendaknya seorang hamba menyerahkan diri atas segala urusannya kepada Allah
dengan penuh keyakinan.
j) Ibnu al-Qayyim mengatan bahwa tawakal adalah pasrah secara total kepada Allah dan
tidak karena sebab, tidak ada embel-embel apapun bahkan dari tuhan sekalipun. Yang
ada hanyalah dia merasa hanya sebagai makhluk yang sepenuhnya taat kepada Allah
meskipun dunianya tercukupi. Hal tersebut termasuk iman yang sangat tinggi
tingkatannya.10 Ibnu Qayyim mengemukakan bahwa tidak sah tawakal kecuali jika
disertai dengan melakukan sebab-sebab/usaha terlebih dahulu.11
k) Menurut Imam Syafi’i tawakal adalah sebuah penyandaran diri terhadap sesuatu yang
dijadikan sebagai sandaran hati. Apabila sandaran tersebut ditunjukan kepada dzat yang
Maha hidup yakni Allah, maka tawakal tersebut merupakan sifat terpuji yang mana
Allah perintahkan kepada nabinya. Akan tetapi, apabila penyandaran tersebut ditujukan
kepada selain Allah maka tawakal tersebut adalah perbuatan tercela. Karena
penyandaran hati hanya boleh dilakukan kepada Allah dan tidak boleh menyekutukan-
Nya.12
Dari sejumlah pengertian yang dijelaskan oleh para ulama di atas dapat dipahami,
bahwa tawakal adalah pasrah diri terhadap kehendak Allah SWT atas apa yang telah
8
Abdul Ghafur, Konsep Tawakal dan Relevansinya dengan tujuan pendidikan Islam (Studi omparasi
Mengenai Konsep Tawakal Menurut M. Quraish Shihab dan Yunan Nasution), Jurnal An-Nuha, Vol.3, No.1,
(Semarang: UIN Walisongo), hal.122-1
9
Abdul Syukur, Dahsyatnya Sabar, Syukur, Ikhlas dan Tawakal, (Safirah, Yogyakarta: 2017), hal. 150
10
Muh. Mu’inudillah Basri, Indahnya Tawakal, hal. 18
11
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Tafsir Al-Qur’an Tematik, (Jakarta: Kamil Pustaka, 2014), h. 210
12
Ibid., hal. 378-379
dilakukan dengan usaha manusiawi terlebih dahulu. Kemudian menyerahkan segala urusan
kepada Allah SWT dengan melengkapi syarat-syaratnya.
Sikap paling tepat adalah menyelaraskan ikhtiar dengan tawakkal. Seorang muslim
diharuskan bekerja dan berusaha sesuai kemampuannya. Artinya, seseorang harus berusaha
menjemput rezeki dan keinginannya hingga mencapai batas maksimal yang mampu dia
lakukan. Apabila dia telah melakukan hal tersebut, maka orang tersebut bisa disebut telah
berikhtiar. Bersama dengan ikhtiar tersebut, seorang muslim juga harus bertawakkal kepada
Allah. Keduanya harus dilakukan dengan selaras dan berimbang. Muslim yang baik adalah
muslim yang mampu menjaga tawakkal dan ikhtiarnya dalam porsi yang proporsional.
Dia menyadari bahwa segala sesuatu harus diusahakan agar bisa diraih. Di sisi lain,
doa dan ibadah kepada Allah juga menjadi faktor penentu yang tidak boleh dilupakan apalagi
diabaikan. Sehingga, seorang muslim yang baik akan selalu memberikan usaha terbaiknya
dalam setiap hal.Di saat yang sama, dia juga menjaga tawakkalnya tetap kuat. Yaitu dengan
bertaubat secara serius, menjaga niat tetap lurus, beribadah dengan baik, dan senantiasa
berdoa serta melibatkan Allah dalam setiap hal yang dia lakukan. Termasuk bagian dari
tawakkal adalah senantiasa memperbaiki diri, menghindari hal yang tidak disukai Allah swt
dan melaksanakan hal – hal yang diridhai Allah.
Karena pada dasarnya, rezeki dan keinginan kita bisa tercapai hanya jika Allah
mengizinkan hal tersebut sampai kepada kita. Tanpa pertolongan Allah, maka akan sulit
mencapai apa yang diharapkan dan mendapat keberkahan darinya. Namun, jika ikhtiar dan
13
Anisatul Mardiyah, Pemikiran Teologi Islam Modern, (Palembang: IAIN Raden Fatah Press, 2006), 18
tawakkal yang dilakukan sudah maksimal, dan kita tetap tidak mendapatkan apa yang kita
harapkan, bisa jadi hal tersebut adalah lebih baik bagi kita di sisi Allah swt.
Lafadz tawakal menurut Sayyid Quthb yang terdapat dalam kitab Fi Zhilalil Qur’an
mengandung arti berserah diri, bergantung dan bersandar kepada Allah Swt.14 Menurut
Sayyid, penyerahan tersebut dilakukan setelah seseorang mencurahkan segala usaha dan
kemampuan yang maksimal. Karena sebuah usaha atau ikhtiar merupakan sesuatu yang harus
dilakukan dalam bertawakal yang tidak boleh ditinggalkan. Sementara itu, menggantungkan
harapan pada usaha yang sudah dilakukan dan mengabaikan campur tangan Allah Swt juga
tidak dibolehkan. karena segala sunnah Allah Swt berjalan menurut sebab dan akibat. Akan
tetapi, sebab tersebut bukan yang memberikan hasil karena yang memberikan hasil adalah
Allah Swt. Singkatnya, sejauh mana usaha yang sudah dilakukan, maka sejauh itulah Allah
Swt memberikan hasilnya.15Jadi, jika seseorang menginginkan sesuatu, syarat utama yang
harus dilakukan terlebih dahulu menurut sayyid Quthb adalah usaha yang maksimal,
kemudian serahkan semua hasilnya kepada Allah Swt. Dengan demikian, tawakal mampu
menghantarkan seseorang dalam meraih kesuksesan hidupnya.
Kemudian, menurut Sayyid bertawakal kepada Allah Swt merupakan bentuk dari iman
seseorang, karena tawakal merupakan urusan hati, yakni seseorang telah benar-benar
14
Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an Juz II, hal.192-196
15
Ibid.,
bergantung kepada Allah Swt dan meyakini bahwa Allah Swt Maha Mengetahui dan Maha
Mendengar segala sesuatu yang di lakukan dan diucapkan oleh hamba-Nya. Baik sesuatu
yang bersifat rahasia atau pun sesuatu yang jelas.16 Sedangkan ikhtiar merupakan suatu
perkara fisik yang hukumnya wajib untuk dilakukan. Dengan demikian, bertawakal kepada
Allah Swt sangat berpengaruh pada fisik manusia sehingga membuat seseorang menjadi kuat
untuk tetap berusaha keras dan memberikan kemantapan. Selain itu, tawakal juga akan
membuat jiwa seseorang menjadi tenang dan membuat batin menjadi puas. Karena seseorang
tidak akan pernah merasa dihantui dengan kekhawatiran yang berlebihan dalam menjalani
kehidupan yang fana.17
Menurut sayyid, tawakal akan berdaapak pada fisik seseorang, yaitu seseorang yang
bertawakal akan memiliki kekuatan dan keberanian dalam menjalani segala sesuatu yang
terdapat dalam kehidupan. Ujian dan cobaan yang Allah berikan dalam hidupan seseorang
bermacam-macam bentuknya.Adakalanya seseorang di uji dengan kenikmatan dan ada
kalanya dengan cobaan.Mungkin dengan berupa kesuksesan dan berupa kegagalan. Hampir
semua manusia akan merasakan ujian tersebut dengan sebab dan latar belakang yang
berbeda-beda.18Oleh karena itu, sebagai manusia yang tak berdaya dan jauh dari
kesempurnaan, tidak diperbolehkan bersikap sombong dengan kelebihan yang
dimilikinya.Karena sebuah kelebihan tersebut merupakan titipan Allah Swt yang diberikan
kepada manusia. Segala sesuatu yang terdapat di alam semesta ini merupakan milik Allah
Swt dan akan kembali kepada sang pemiliknya yaitu Allah. Dengan demikian, maka Allah
berhak melakukan terhadap milik-Nya dan berhak memberikan nikmat atau ujian dalam
kehidupan manusia.19
Selain berdampak pada fisik, juga akan berdampak pada jiwa seseorang. Yakni,
seseorang yang mampu melakukan tawakal dengan benar dalam kehidupannya, maka akan
merasakan ketenangan dalam jiwa dan kepuasan batin. Kedua hal tersebut semuanya
merupakan modal hidup agar menjadi bahagia dan merupakan anugerah Allah Swt yang
sangat besar untuk hamba-Nya.20
16
Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an Juz IX, hal. 120
17
Ibid., hal. 217
18
Ibid.,
19
Ibid., hal. 31
20
Suprianto, Tawakal Bukan Pasrah, (Qultum Media, Jakarta Selatan: 2010), hal. 39
Segala sesuatu yang terjadi dalam kehidupan manusia merupakan rencana dan ketentuan-
Nya yang pasti dan tentu akan terjadi. Namun, manusia memiliki hak untuk berusaha dengan
semaksimal mungkin. Mengenai hal tersebut ada yang berpendapat bahwa taqdir di jatuhkan
setelah manusia berusaha. Mereka menyatakan hal ini berdasarkan salah satu firman Allah
dalam al-Quran surat ar-Ra’d (13) : 11 yang berbunyi:
21
Abdillah F. Hasan, Mukjizat Energi Tawakal, hal. 123
sesuatu yang sangat misteri. Namun, ikhtiar dan tawakal kepada Allah Swt harus tetap
dilakukan, karena keduanya sangat berkaitan. Kemudian dapat di tarik kesimpulan bahwa
segala sesuatu yang di inginkan oleh seseorang dapat diraih dengan usaha terlebuh dahulu,
kemudian serahkan hasilnya kepada Allah Swt. karena, segala sesutu yang terjadi tidak lain
merupakan kehendak-Nya. Manusia hanyalah pengonsumsi rezeki dari-Nya. Manusia yang
berusaha dan Allahlah yang memberi. Kemudian harus merasa cukup dengan apa yang telah
diperolehnya dan selalu bersyukur dengan tidak menyalah gunakannya. 22
Pada dasarnya usaha dan tawakal merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan.
Karena jika seseorang berusaha tanpa bertawakal atau bertawakal tanpa diiringi usaha yang
maksimal, maka akan sangat berbahaya bagi mental dan jiwa seseorang. Realitanya banyak
sekali yang kita lihat di pinggir jalan dan di rumah sakit jiwa seseorang yang mental dan
jiwanya rusak. Hal tersebut disebabkan karena kurangnya seseorang dalam bertawakal
kepada Allah Swt ketika menghadapi cobaan dalam hidupnya.
C. Tawakkal menurut Al-Qur’an dan Hadits
1. Tawakkal menurut Al-Qur’an
Surat yusuf : 67
Dan dia (Yakub) berkata, “Wahai anak-anakku! Janganlah kamu masuk dari
satu pintu gerbang, dan masuklah dari pintu-pintu gerbang yang berbeda; namun
demikian aku tidak dapat mempertahankan kamu sedikit pun dari (takdir) Allah.
Keputusan itu hanyalah bagi Allah. Kepada-Nya aku bertawakal dan kepada-Nya
pula bertawakallah orang-orang yang bertawakal.
22
Ibid., hal. 124
Nabi Yakub kepada putra-putranya adalah bahwa mereka harus berusaha
sepenuh hati dalam mengejar keinginannya. Tetapi juga harus diikuti dengan
kesadaran penuh bahwa kendali semuanya ada di tangan Allah SWT hal ini
mengajarkan bahwa saat seorang manusia melakukan ikhtiar kegigihannya dalam
berikhtiar tidak boleh sampai melemahkan tawakkalnya kepada Allah. Seseorang
yang tidak melakukan ikhtiar dengan dalih tawakkal maka sikap tawakkal tersebut
tidak dibenarkan. Meskipun rezeki setiap orang akan sampai dan tidak tertukar
seorang muslim tetap harus berikhtiar untuk menjemput rezeki yang telah ditetapkan
tersebut.
ِّٰللا
ض ِل ه ِ ص ٰلوة ُ فَا ْنتَش ُِر ْوا فِى ْاَلَ ْر
ْ َض َوا ْبتَغُ ْوا ِم ْن ف َّ ت ال ِ ُفَ ِاذَا ق
ِ َ ضي
َّٰللاَ َكثِي ًْرا لَّعَلَّ ُك ْم ت ُ ْف ِل ُح ْون
َوا ْذ ُك ُروا ه
10. Apabila salat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di bumi; carilah
karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu beruntung.
Dari keterangan ayat di atas, dapat dipahami bahwa Allah Swt menyuruh manusia
untuk tampil berusaha (ikhtiar) sebagai pekerja dalam rangka menggapai keberuntungan
hidup di dunia ini, di samping tidak meninggalkan atau mengabaikan amalan untuk
kesiapan hidup di akhirat nantinya, salah satunya dengan cara mendekatkan diri kepada-
Nya.23
23
Kementerian Agama RI, Al Qur‟an dan Terjemahnya,… p. 933
a. Pertama, Dalam sabda Nabi Muhammad SAW, yang berkaitan dengan usaha dan ikhtiar
yaitu sebagai berikut;
Hadis di atas menjelaskan bahwa tawakal adalah gerakan yang dilakukan dengan
penuh gairah dan semangat. Misalnya burung, untuk memperoleh butirbutir rizki yang Allah
SWT sediakan di muka bumi ini. Burung tersebut tidak hanya bermenung di atas dahan
pohon atau sarangnya saja. Burung tersebut harus terbang dan terkadang harus menempuh
jarak yang cukup jauh, bahkan kadangkadang berimigrasi dengan menempuh jarak sampai
ribuan mil. Itulah makna tawakal sebagaimana yang dimaksudkan oleh Nabi SAW dalam
hadisnya di atas.24
Begitupun dalam syariat Islam memuji orang-orang yang bertawakal, pengaruh tawakal
akan tampak dalam gerakan hamba dengan usahanya untuk menggapai tujuan. Usaha hamba
itu bisa berupa mendatangkan manfaat yang belum didapat, seperti mencari penghidupan,
ataupun menjaga apa yang sudah ada. Dengan usaha manusia juga bisa untuk mengantisipasi
bahaya yang datang, seperti menghindari serangan atau bisa juga menyingkirkan bahaya
yang sudah datang, seperti berobat saat sakit. Oleh karena itu, dalam mewujudkan tawakal
bukan berarti meniadakan usaha.25
Ibnu Rajab menegaskan, bahwa tawakal tidak serta merta menafikan usaha untuk
memilih sebab-sebab yang telah ditetapkan Allah SWT, dan tidak pula menafikan menjalani
sunnatullah yang telah ditetapkan. Menjalani sebab dilakukan oleh anggota tubuh, sedangkan
tawakal dilakukan oleh hati. Manusia diharuskan berusaha dalam batas-batas yang
dibenarkan, di sertai dengan ambisi yang meluap-luap untuk meraih sesuatu. Akan tetapi
24
Abdullah Bin Umar Dumaji, dkk, Rahasia Tawakal Sebab dan Musabab, (Jakarta: Pustaka Azzam
2000), h. 125
25
Ibnu Qudanah, Minhajul Qashidin; Jalan orang-orang Yang Mendapat Petunjuk (terj. Kathur Suhardi),
(Jakarta: pustaka Kautsar, 1997), h.426.
ketika gagal meraihnya, janganlah meronta atau berputus-asa serta melupakan anugerah yang
telah Allah SWT berikan.26
b. Kedua, Keluasan tawakal hingga dalam masalah duniawi, bahkan dalam urusan rezeki
juga ditegaskan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh al-TurmuÐi :27
Artinya : Telah mengkhabarkan kepada kami Harmalah ibn Yahya, telah mengkhabarkan
kepada kami Abdullah ibn Wahb, telah mengkhabarkan kepadaku Ibn Luhai’ah dari Ibn
Hubairah dari Abi Tamim al-Jaisyani, ia berkata : Aku mendengar Umar ra berkata : Aku
mendengar Rasulullah saw bersabda : “Sekiranya kalian bertawakal, niscaya Dia akan
memberii kalian rezeki sebagaimana Dia memberii rezeki kepada burung yang pergi dalam
keadaan kosong perutnya dan kembali lagi dalam keadaan kenyang”.
Bertawakal seperti dijelaskan hadis di atas, adalah pasrah kepada Allah dalam arti
percaya sepenuhnya bahwa Allah pasti mencukupi kebutuhan hambanya dan melindunginya,
sehingga seseorang berusaha dan bekerja mencari penghidupan dengan tenang dan ikhlas dan
bersungguh-sungguh. Demikian itu yang dilakukan burung yang berusaha mencari pangan
dengan terbang di mana pangan itu dapat diperoleh. Iman sebagai syarat tawakal juga
disebutkan oleh Yusuf Qardhawi.28 Artinya hanya dengan iman yang benar seseorang akan
merasakan manfaat tawakal.
c. Ketiga, Disebutkan juga dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim :29
26
Hasyim Muhammad, Dialog Antara Tasawuf dan Psikologi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar press, 2002),
h. 45.
27
Abu Isa Muhammad ibn Isa ibn Surah al-Turmuzi, Sunan al-TurmuÐi (Mesir: Mustafa al-BÉby al-
Halaby wa AulÉduh, Cet. I., 1962), Juz IV., h. 573-574
28
Yusuf al-Qardhawi, al-ÙarÊq ilÉ Allah; al-Tawakkul (Kairo: Maktabah Wahbah, 1955), h. 14
29
AbË al-Husain Muslim ibn al-HajjÉj, ØahÊh Muslim (Beirut: DÉr IhyÉ’ al-TurÉš al-‘Arabi, 1953),
Jilid I., h. 198.
Artinya : Telah mengkhabarkan kepadaku Zuhair ibn Harb, telah mengkhabarkan kepada
kami Abd al-Samad ibn Abd al-Waris, telah mengkhabarkan kepada kami Hajib ibn Umar
Abu Khusyainah al-Saqafi, telah mengkhabarkan kepada kami al-Hakam ibn al-A’raj, dari
‘Imran ibn Hushain berkata; bahwa Rasulullah saw bersabda : “Tujuh puluh ribu di antara
umatku akan masuk surga tanpa hisÉb”. Para sabahat bertanya : Siapa mereka wahai
Rasulullah saw ? Beliau menjawab : “Mereka adalah orang yang tidak meminta jampi-jampi
dan tidak menggunakan ramalan dan tidak berobat dengan besi dibakar, dan bertawakal
hanya kepada Tuhannya”.
Hadis ini menjelaskan bahwa dalam bertawakal seseorang harus memiliki iman yang
kuat dan bersih dari segala yang dapat mengotori imannya, seperti jampi-jampi, ramalan dan
pengobatan dengan besi panas atau yang sejenisnya. Tiga hal tersebut dapat mengganggu
tawakal dalam arti mengurangi keyakinan seseorang terhadap ketidak terbatasan kekuasaan
Allah, keluasan rahmatNya dan kebijaksanaanNya dalam segala keputusan. Ini
menambahkan apa yang dijelaskan dari ayat dan hadis sebelumnya, bahwa tawakal harus
dilakukan bersamaan dengan ikhtiar yang sungguh-sungguh. Artinya dalam berikhtiar
seseorang tetap bergantung dan berserah diri pada Allah penguasa alam semesta dan segenap
isinya.
Tawakal adalah salah satu ajaran Islam yang mewakili separuh Tauhid. Tawakal sangat
berperan dalam kehidupan sehari-hari. Diantaranya tawakal mampu memberikan motivasi
hidup bagi pelakunya, memperkuat jiwa sehingga ia senantiasa tabah menghadapi segala
problematika kehidupan yang telah menerpannya. Sikap tawakal juga melatih diri untuk
bersikap sabar dan senantiasa berkhusnudzon kepada segala keputusan Allah Swt.
Untuk membuktikan bahwa sikap tawakal yang dimiliki oleh inidiviu mukmin dapat
memberi pengaruh yang besar bagi para pelakunya.
32
Dr. Wahbah Az-Zuhaili, juz XXVIII, OpCit, 272.
33
Yusuf al-Qaradhawi, Tawakkal Jalan Menuju Keberhasilan Dan Kebahagiaan Hakiki, Op.Cit., hlm. 49.
Atau melepaskannya dan bertawakkal kepada Allah?” Rasulullah kemudian menjawab,
“Tambatlah unta tersebut dan bertawakkallah kepada Allah!”.34
Nash di atas jelas menerangkan pentingnya menjaga dan tetap berusaha dalam tawakkal,
karena usaha tidak menghapuskan arti tawakkal. Dengan demikian, bertawakal tidaklah
berarti meninggalkan upaya, bertawakal mengharuskan seseorang meyakini bahwa Allah
yang mewujudkan segala sesuatu, sebagaimana ia harus menjadikan kehendak dan
tindakannya sejalan dengan kehendak dan ketentuan Allah Swt. Seorang muslim dituntut
untuk berusaha tapi di saat yang sama ia dituntut pula berserah diri kepada Allah Swt. Ia
dituntut melaksanakan kewajibannya, kemudian menanti hasilnya sebagaimana kehendak
dan ketentuan Allah.35
F. Hikmah dari bertawakkal
Tawakkal adalah membebaskan hati dari ketergantungan kepada selain Allah SWT, dan
menyerahkan segala keputusan hanya kepada-Nya, sehingga tawakkal memiliki beberapa
hikmah diantaranya
b) Dikuatkan imannya, dijauhkan dari setan, sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah
SWT :
Artinya : “Sesungguhnya syaitan itu tidak ada kekuasaan-Nya atas orang-orang
yang beriman dan bertawakkal kepada Tuhannya.” (Qs. An-Nahl : 99)37
34
Hadis diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dalam Sunan at-Tirmidzi, hlm. 2517.
35
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Jakarta Lentera Hati, 2002), h. 488.
36
Al-Qur’an Surat At-Thalaq ayat 3, Yayasan Penyelenggara Penerjemah dan Penafsir Al-Qur’an, Al-Qur’an dan
terjemahnya, Kementrian Agama RI, Jakarta, 2012, hlm.337
37
Al-Qur’an Surat An-Nahl ayat 99, Yayasan Penyelenggara Penerjemah dan Penafsir Al-Qur’an, Al-Qur’an dan
terjemahnya, Kementrian Agama RI, Jakarta, 2012, hlm.186
Melihat ayat dia atas, dapat dipahami bahwa dengan tawakkal mereka kepada-
Nya, Allah singkatkan gangguan syaitan, sehingga tidak ada jalan bagi setan untuk
masuk menguasainya.
Tawakkal sebagai sikap hati, berserah diri kepada Allah, mempercayakan segala
sesuatu kepada Allah semata, adalah kondisi batin yang hanya diperoleh seseorang dengan
perjuangan terus menerus dengan keteguhan hati menghadapi berbagai rintangannya.
Seseorang yang telah sampai pada derajat seseorang yang bertawakal “al-Mutawakkil” dan
ia senantiasa menjaganya, ia akan memperoleh berbagai nikmat sebagai buah dari tawakkal,
di antaranya :
Ayat ini menyebutkan bahwa Allah akan mencintai orang-orang yang bertawakal
kepada-Nya. Cinta Allah terhadap hamba-Nya adalah anugerah yang selalu diburu setiap
orang khususnya mereka yang menjalani oleh spiritual, mendekatkan diri kepada Allah.
Cinta Allah dan ridha-Nya adalah tujuan setiap orang yang beriman. Dan cinta Allah
terhadap hamba-Nya akan memberi bimbingan dan perlindungan bagi hamba tersebut
dalam perilaku dan tindakannya.
38
Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 103
dan tentram karena ia telah menyerahkan urusannya kepada Allah sebagai sebaik-baik
penolong dan pelindung.
Alqamah pernah ditanya tentang ayat ini: Dan barang siapa beriman kepada Allah
Swt niscaya dia memberi petunjuk kepada hatinya, ‘Alqamah menjawab: Seseorang
yang apabila ditimpa musibah, ia mengetahui bahwa yang demikian itu atas izin Allah
Swt lalu ia ridha dan berserah diri.39
39
Ibn Kaser, Jilid IV., h. 328
Dengan kelapangan dada dalam menerima musibah seseorang terbebas dari
tekanan psikologis, hingga jiwanya tetap lapang, semangat, dan kreatifitasnya terjaga,
yang demikian itu karena seorang yang bertawakal yakin terhadap rahmat Allah yang
luas, serta yakin bahwa Allah pasti memberikan yang terbaik bagi hamba-Nya.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Tawakkal merupakan menyerahkan diri kepada Allah baik sebelum usaha di lakukan,
maupun ketika usaha sedang berlangsung maupun ketika usaha tersebut telah selesai di lakukan.
Jadi arti tawakkal yang sebenarnya menurut Alquran adalah menyerahkan diri kepada Allah swt
setelah terlebih dahulu berusaha keras dalam berikhtiar dan bekerja sesuai dengan kemampuan.
Sikap tawakkal menjadikan seseorang percaya diri, memiliki keteguhan jiwa, serta keteguhan
hati dalam setiap usaha yang lakukan. Sikap tawakkal bukanlah sikap yang cenderung pasif
hanya menyerahkan segala urusan kepada Allah tanpa di barengi dengan usaha keras untuk
menggapai yang diinginkan, tetapi pada dasarnya sikap tawakkal adalah manifestasi dari rasa
kebesaran Tuhan yang ada di dalam diri, karena pada hakekatnya hanya Allah yang menentukan
berhasil atau tidaknya usaha yang dilakukan manusia. Manusia pada prinsipnya hanya berusaha
ketentuan tetap pada Allah.
DAFTAR PUSTAKA
Arifka. (2017). Konsep tawakal dalam perspektif M. Quraish Shihab (Kajian Tafsir Tarbawi).
Skripsi, Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Darussalam,
Banda Aceh.
Zakaria, M. (2013). Konsep tawakkal dalam Al-Qur'an (Kajian komparatif antara Tafsir As-
Sya'rawi dan Tafsir Al-Azhar). Skripsi, Tafsir Hadits, Universitas Islam Negeri
Sultan Syarif Kasim, Riau.
Apriani, P, N. (2018). Analisis ayat-ayat tawakal dalam Al-Qur'an (Studi komparatif Tafsir Al-
Azhar dan Tafsir Fi Zilal Al-Qur'an). Skripsi, Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir, Universitas
Negeri Islam Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Sumiyati. (2019). Konsep tawakkal perspektif Al-Qur'an (Kajian M. Quraish Shihab dalam
Tafsir Al-Misbah). Skripsi, Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir, Universitas Islam Negeri
Mataram, Mataram.
Al-Qur’an Surat At-Thalaq ayat 3, Yayasan Penyelenggara Penerjemah dan Penafsir Al-Qur’an,
Al-Qur’an dan terjemahnya, Kementrian Agama RI, Jakarta, 2012
Al-Qur’an Surat An-Nahl ayat 99, Yayasan Penyelenggara Penerjemah dan Penafsir Al-Qur’an,
Al-Qur’an dan terjemahnya, Kementrian Agama RI, Jakarta, 2012
Anisatul Mardiyah, Pemikiran Teologi Islam Modern, (Palembang: IAIN Raden Fatah Press,
2006)
Hasyim Muhammad, Dialog Antara Tasawuf dan Psikologi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar press,
2002),
Abu Isa Muhammad ibn Isa ibn Surah al-Turmuzi, Sunan al-TurmuÐi (Mesir: Mustafa al-BÉby
al-Halaby wa AulÉduh, Cet. I., 1962), Juz IV.,
Yusuf al-Qardhawi, al-ÙarÊq ilÉ Allah; al-Tawakkul (Kairo: Maktabah Wahbah, 1955),
AbË al-Husain Muslim ibn al-HajjÉj, ØahÊh Muslim (Beirut: DÉr IhyÉ’ al-TurÉš al-‘Arabi,
1953), Jilid I.,
Abdullah Bin Umar Dumaji, dkk, Rahasia Tawakal Sebab dan Musabab, (Jakarta: Pustaka
Azzam 2000)
Ibnu Qudanah, Minhajul Qashidin; Jalan orang-orang Yang Mendapat Petunjuk (terj. Kathur
Suhardi), (Jakarta: pustaka Kautsar, 1997)
M. Ishom Elsaha dan Saiful Hadi, Sketsa Al-Qur’an, ( Jakarta: Rineka Cipta, 2005)
Ghafur, Abdul. , Konsep Tawakal dan Relevansinya dengan tujuan pendidikan Islam (Studi
omparasi Mengenai Konsep Tawakal Menurut M. Quraish Shihab dan Yunan
Nasution), Jurnal An-Nuha, Vol.3, No.1, (Semarang: UIN Walisongo)