Anda di halaman 1dari 9

A.

DAKWAH

Penggunaan Kata Dakwah dalam Al - Quran

Penggunaan kata Dakwah sendiri di dalam Al-Qur'an memiliki fungsi dan peranan yang
berbeda. Kata Dakwah di dalam Al-Qur'an digunakan sebanyak 198 kali dan Dakwah sendiri
tidak merujuk pada satu arti akan tetapi merujuk pada beberapa arti kata. Kata Dakwah dalam
Al-Qur'an digunakan dalam bentuk:

1. Dakwah sebagai Ajakan


Kata Dakwah merujuk pada ajakan yang dilakukan seseorang agar orang lain
mengikuti keinginan. Ajakan bisa disampaikan melalui ceramah atau nasihat secara
individu agar seseorang bersedia untuk melakukan apa yang dikehendaki si
Pendakwah. Dalam kasus ini baik atau buruknya isi dari Dakwah bergantung pada si
penyampai atau orang yang berdakwah. Pada Suarat An-Nahl ayat 125 menjelaskan
bahwa serulah kepada mereka agar menjadi bijak dan belajar dalam hal kebaikan.
2. Dakwah sebagai Doa
Nabi nuh adalah nabi yang berdakwa dengan salah satu cara Berdoa kepada Allah.
Tujuan dari Do'a yang disampaikan nabi Nuh agar umatnya dapat kembali ke jalan
yang benar sehingga Allah tidak menjatuhkan hukuman kepada kaumnya berupa
banjir yang sangat besar. Kata Dakwah dapat diartikan adalah sebagai usaha yang
dilakukan seseorang agar do'a yang disampaikan kepada Allah S.W.T dikabulkan.
Kajian dalam bahasa konotatif adalah Sogokan yang ditujukan Kepada sang pencipta.
3. Dakwah sebagai Tuduhan
Penjatuhan hukuman atas seseorang adalah pendakwaan, dalam hal hal kata Dakwah
digunakan dalam mewakili kata tuduhan. Dalam Bahasa Indonesia, Terdakwa akan
merujuk pada orang yang telah dijatuhkan hukuman atau status yang setingkat lebih
tinggi dari tersangka.
Selain dari ketiga kata di atas, di dalam Al-Qur'an juga dijelaskan mengenai kata
dakwah sebagai bentuk:
 Aduan atau memanggil seseorang untuk menyampaikan keluh dan kesahnya.
 Permintaan atau memiliki makna yang hampir sama dengan do'a namun
pendekatan kata yang lebih umum.
 Mengundang atau seruan yang bersifat ajakan yang mengajak seseorang
menghadiri acara.
 Merujuk pada kejadian dimana Malaikat Israfil yang mengundang manusia
untuk berkumpul di Padang Masyhar
 Gelar dan Sebutan yang digunakan untuk memanggil seseorang
 Merujuk pada anak yang angkat yang tidak bukan berarti anak kandung
sendiri.

Pengertian Dakwah Secara Terminologis.

Dalam artian terminologies lebih cenderung diartikan sebagai usaha yang dilakukan oleh
seorang pendakwah agar kembali ke jalan yang benar. Dalam pembahasan ini pendakwa
merujuk pada seseorang muballigh atau penceramah yang menyampaikan Dakwah*.
Penggunaan kata dakwah hanya merujuk pada ajakan yang disampaikan oleh penceramah
dalam agama Islam karena asala bahasa Arab yang sangat erat dikaitkan sebagai asal dan
tempat agama Islam berkembang.
Dari beberapa pendapat Ahli, seperti Salahuddin Sanusi, Timur Djaelani, Thoha Yahya
Omar, Hasymi dan Abdul Karim hanya menyampaikan kata Dakwah dalam redaksi yang
berbeda namun arti yang dimaksud adalah seruan yang berupa penyampaian larangan serta
perintah Allah agama seseorang menghindari tindakan yang dapat menghasilkan Dosa.
Dalam kajian dawkah pada kasus ini, Dakwah juga bisa digunakan dalam menyampaikan
ancaman yang diberikan ketika seseorang tidak melakukan sesuatu yang baik di mata Agama.
Dalam Buku Dustur Dakwah, A. Hasmy menjelaskan pengertian dakwah menurut Al-qur'an
sebagai seruan yang mengajak seseorang meyakini dan mengamalkan aqidah serta
menegakkan Syariat Islam. Seruan ini dalam bentuk lisan maupun perbuatan adapun metode
yang digunakan bisa berbagai macam. Syekh Ali Mahfud menjelaskan bahwa Dakwah adalah
suatu proses pemberian Motivasi kepada objek dakwah dalam hal manusia untuk melakukan
kebaikan sesuai dengan petunjuk. Seruan dalam dakwah identik dengan melakukan kebajikan
dan mencegah daripada kemungkaran. Tujuan dari pelaksanaan ini untuk mencapai
kebahagian dunia dan Akhirat.

B. IHSAN

Ihsan adalah puncak ibadah dan akhlak yang senantiasa menjadi target seluruh hamba Allah
swt. Sebab ihsan menjadikan kita sosok yang mendapatkan kemuliaan darin-Nya. Sebaliknya,
seorang hamba yang tidak mampu mencapai target ini akan kehilangan kesempatan yang
sangat mahal untuk menduduki posisi terhormat dimata Allah swt. Rasulullah Saw. Pun
sangat menaruh perhatian akan hal ini, sehingga seluruh ajaran-ajarannya mengarah kepada
satu hal, yaitu mencapai ibadah yang sempurna dan akhlak yang mulia. Oleh karenanya,
seorang muslim hendaknya tidak memandang ihsan itu hanya sebatas akhlak yang utama
saja, melainkan harus dipandang sebagai bagian dari aqidah dan bagian terbesar dari
keislamannya karena, islam di bangun atas tiga landasan utama, yaitu iman, islam, dan ihsan,
seperti yang telah diterangkan oleh Rasulullah Saw.dalam haditsnya yang sahih . Hadits ini
menceritakan saat Rasulullah Saw. Menjawab pertanyaan malikat jibril – yang menyamar
sebagai seorang manusia – mengenai islam, iman, dan ihsan. Setelah jibril pergi, Rasulullah
Saw. Bersabda kepada sahabatnya, “ inilah jibril yang datang mengajarkan kepada kalian
urusan agama kalian.” Beliau menyebutbut ketiga hal diatas sebagai agama, dan bahkan
Allah Swt. Memerintahkan untuk berbuat ihsan pada banyak tempat dalam Al-qur’an
.” Dan berbuat baiklah kalian, karena sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang
berbuat baik. “ (Qs Al-baqarah:195)
“ Sesungguhnya Allah memerintahkanmu untuk berbuat adil dan kebaikan . . . .”(Qs. An-nahl
: 90 )
Pengertan ihsan
Ihsan berasal dari kata hasana yuhsinu, yang artinya adalah berbuat baik, sedangkan bentuk
masdarnya adalah ihsanan, yang artinya kebaikan. Allah Swt. Berfirman dalam Al-qur’an
mengenai hal ini.
” Jika kamu berbuat baik, (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri . . .”(Al-isra’:7)
“Dan berbuat baiklah (kpd orang lain) seperti halnya Allah berbuat baik terhadapmu . . “(Qs
AL-Qashash: 77).

C. ITQAN

Dalam termonologi Islam, Itqan berarti doing the job at the best possible quality, melakukan
suatu tugas dengan kualitas terbaik. Bekerja secara itqan artinya mencurahkan pikiran
terbaik, fokus terbaik, koordinasi terbaik, semangat terbaik dan dengan bahan baku terbaik.
Dengan demikian, insya Allah hasilnya pun terbaik.

Sejak lima belas abad yang lalu, Rasulullah telah mencanangkan pentingnya kualitas dalam
karya dan melayani. Karena bisnis adalah menjual karya, produk, dan jasa, kualitas karya kita
akan sangat menentukan maju mundurnya bisnis kita. Lebih dari itu, kualitas karya kita akan
dinilai oleh banyak pihak dengan konsekuensi yang banyak pula.

Raulullah bersabda, “Innallaha yuhibbu an yara abdan idza ‘amila ‘amalan an yutqinahu.”
Artinya, sesungguhnya Allah sangat senang dengan seorang hamba yang melakukan sesuatu
secara itqan. Para pelaku bisnis dituntut untuk menemukan ide-ide baru dalam
mempertahankan eksistensinya. Ide-ide tersebut mestilah berorientasi kepada keinginan serta
kepuasan konsumen, karena merekalah yang menilai dan melakukan keputusan pembelian.

D. QONA’AH

Qana’ah menurut bahasa adalah merasa cukup atau rela, sedangkan menurut istilah
ialah sikap rela menerima dan merasa cukup atas hasil yang diusahakannya serta
menjauhkan diri dari dari rasa tidak puas dan perasaan kurang.
Rasulullah mengajarkan kita untuk ridha dengan apa yang telah ditetapkan oleh Allah
SWT, baik itu berupa nikmat kesehatan, keamanan, maupun kebutuhan harian. Qona’ah
adalah gudang yang tidak akan habis. Sebab, Qona’ah adalah kekayaan jiwa. Dan kekayaan
jiwa lebih tinggi dan lebih mulia dari kekayaan harta. Kekayaan jiwa melahirkan sikap
menjaga kehormatan diri dan menjaga kemuliaan diri, sedangkan kekayaan harta dan tamak
pada harta melahirkan kehinaan diri.
Di antara sebab yang membuat hidup tidak tentram adalah terperdayanya diri oleh
kecintaan kepada harta dan dunia. Orang yang diperdaya harta akan senantiasa merasa tidak
cukup dengan apa yang dimilikinya. Akibatnya,dalam apa yang dirinya lahir sikap-sikap
yang mencerminkan bahwa ia sangat jauh dari rasa syukur kepada Allah, Sang Maha Pemberi
Rezeki itu sendiri. Ia justru merasa kenikmatan yang dia peroleh adalah murni semata hasil
keringatnya, tak ada kesertaan Allah. Orang-orang yang terlalu mencintai kenikmatan dunia
akan selalu terdorong untuk memburu segala keinginannya meski harus menggunakan segala
cara seperti kelicikan, bohong, mengurangi timbangan dan sebaginya. Ia juga tidak pernah
menyadari, sesungguhnya harta hanyalah ujian sebagaimana firman Allah ;
Artinya ;"Maka apabila manusia ditimpa bahaya ia menyeru Kami, kemudian apabila
Kami berikan kepadanya ni'mat dari Kami ia berkata:"Sesungguhnya aku diberi ni'mat itu
hanyalah karena kepintaranku". Sebenarnya itu adalah ujian, tetapi kebanyakan mereka itu
tidak mengetahui" (Q.S Azumar; 49)
E. ZUHUD

Definisi dari zuhud adalah suatu sikap di mana seseorang tidak terlalu mementingkan dunia
atau harta kekayaan. Materi dan dunia ini hanya bersifat sementara, dan hanya merupakan
sarana atau alat untuk mencapai tujuan hakiki, yaitu sebagai bekal kehidupan di akhirat.
Allah swt berfirman dalam Q.S. An Nisa ayat 77 yang artinya :
.... Katakanlah: "Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk
orang-orang yang bertakwa dan kamu tidak akan dianiaya sedikit pun.
Perilaku zuhud tidak semata-mata tidak mau memiliki harta dan tidak memikirkan urusan
duniawi, tetapi zuhud dalam arti yang sebenarnya merupakan kondisi mental seseorang yang
tidak terpengaruh oleh harta dan benda dalam mengabdikan diri kepada Allah swt. Dengan
demikian, betapaun kayanya seseorang mereka tetap hidup dalam keadaan zuhud. Mereka
tidak terpengaruh oleh kekayaan tersebut dalam mengabdikan diri kepada Allah swt, mereka
juga menggunakan harta tersebut untuk mendekatkan diri dan beribadah kepada Allah swt.
Allah swt melarang kita untuk tidak memikirkan akhirat saja, tetapi dunia juga harus kita raih
dengan sebaik-baiknya. Allah swt berfiman yang artinya :
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri
akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi” (QS. Al
Qashshash: 77).
Zuhud juga dapat diartikan dengan sederhana. Seperti yang kita tahu bahwa Nabi Muhamaad
saw dan para sahabat adalah manusia yang kaya raya. Ada yang mengatakan bahwa
Rasulullah saw ketika menikahi Siti Khadija memberikan mahar sebanyak 100 ekor unta.
Kebayangkan berapa kekayaan yang dimiliki oleh Rasulullah saw, tetapi dengan kekayaan
yang melimpah Rasulullah saw tidak hidup bermewah-mewahan Beliau tetap sederhana dan
berperilaku zuhud.

Pengertian zuhud juga ada dalam Al Quran yaitu pada Quran Surat Al Hadid ayat 23 yang
artinya :

57:23. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa
yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang
diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi
membanggakan diri,
Dari ayat diatas dapat kita ambil intinya yaitu, kita dilarang untuk terlalu gembira atau terlalu
senang dengan harta atau kekayaan yang kita miliki di dunia ini, lebih baik kita tunjukan rasa
syukur kepada Allah swt yang telah memberikan nikmat tersebut. Dalam bagian terakhir
Allah menegaskan bahwa Allah swt tidak menyukai orang-orang yang sombong dan
membanggakan diri sendiri.

F. GHIBAH

Definisi dari ghibah adalah membicarakan keburukan/kejelekan/kekurangan orang lain untuk


mencari-cari kesalahan orang lain baik jasmani, agama, kekayaan, akhlak, ataupun bentuk
lahiriah lainnya. Ghibah atau menggunjing ini tidak hanya sebatas lisan saja, namun bisa
terjadi dengan tulisan (media cetak, media online, sms dll), atau dengan menggunakan
gerakan tubuh.
Allah swt melarang kita untuk berbuat ghibah, dan menyuruh kita untuk menjauhinya karena
ghibah digambarkan dengan sesuatu yang sangat jijik dan kotor yaitu ghibah sama saja
dengan memakan daging saudaranya yang sudah mati. Selengkapnya dalam firman Allah swt
dalam Q.S. Al Hujarat ayat 12 :
.... Dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu
yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan
daging saudaranya yang sudah mat? Tentu kamu merasa jijik...

Setelah mengerti pengertian ghibah, yang harus diketahui bahwa tidak semua jenis ghibah
dilarang oleh Allah swt, ada beberapa jenis ghibah yang dibolehkan dengan maksuda dan
tujuan tertentu, yang mana tujuan itu benar dan tidak mungkin tercapai kecuali dengan
ghibah. Berikut ini perilaku ghibah yang diperbolehkan :

 Melaporkan perbuatan aniaya/kejahatan yang dilakukan seseorang


 Usaha untuk mengubah kemungkinan dan membantu seseorang keluar dari perbuatan
maksiat
 Ghibah untuk tujuan nasihat
 Ghibah untuk memperingatkan pada kaum muslimin tentang suatu fatwa
 Memberi penjelasan dengan suatu sebutan yang terkenal pada diri seseorang
meskipun itu sesuatu yang buruk, seperti si bisu, si pincang dan lain sebagainya.
G. GADAB (MARAH)

Marah atau gadab merupakan suatu luapan emosi karena disebabkan oleh tidak senangnya
terhadap sesuatu, atau bisa juga diartikan dengan perasaan tidak senang/tidak rela atas
perbuatan orang lain terhadap kita, sehingga ada perasaan untuk membalasnya.
Perilaku gadab/marah ini akan mendorong mansusia bertingkah laku buruk dan jahat.
Seorang pemarah termasuk orang yang iamannya tidak kuat atau lemah, hal ini dikarenakan
mereka memiliki pandangan picik, berniat untuk balas dendam dan tidak dapat
mengendekalikan hawa nafsunya dapat juga dikatakan bahwa orang yang marah adalah orang
yang bersifat tidak sabar.
Sebaliknya, jika seseorang berpandangan luas dan dapat mengendalikan hawa nafsunya,
maka ia akan bersikap arif atau bijaksana dalam menyelesaikan setiap masalah. Orang yang
memiliki sifat pemarah ini disebut dengan gadab.
Orang mukmin yang baik selalu bersedia memaafkan kesalahan saudaranya, karena ia hanya
mengharapkan ridha dari Allah swt. Allah swt berfirman dalam Q.S. Ali Imran ayat 134 yang
artinya :
.... dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan
Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan...
Nabi Muhammad saw juga melarang kita untuk marah, seperti dalam hadits berikut ini :
Dari Abu Hurairoh rodhiyallahu ‘anhu, Sesungguhnya ada seorang laki-laki yang mendatangi
Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam (kemudian) mengatakan, “Wahai Nabi berikanlah aku
wasiat/nasihat”. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam mengatakan, “Janganlah engkau
marah”. Kemudian orang tadi berkata lagi, “Wahai Nabi berikanlah aku wasiat/nasihat”. Nabi
shallallahu ‘alaihi was sallam pun mengatakan, “Janganlah engkau marah”

H. MUJADALAH

Menurut Husayn Yusuf mengungkapkan arti mujadalah dengan al-Munaqasyah


waalukhasyamah, yakni meminta penjelasan terhadap suatu masalah dengan secukupnya dan
memenangkan perbantahan dengan argumentasi. Perdebatan selalu menggunakan cara yang
lebih tegas, karena targetnya adalah memperoleh menang.
Menurut Ibn Sina mengartikan mujadalah dengan upaya memperoleh penemuan yang dapat
dijadikan hujjah terhadap segala sesuatu yang sedang tersebar (berkembang), sehingga ketika
memberikan jawaban tidak dipertentangkan.
Sementara itu Hujjat al-Islam al-Ghazaliy dalam kitab Ikhya’ ‘Ulum al-Din mengartikan
mujadalah sebagai keinginan untuk mengalahkan dan menjatuhkan seseorang dengan
menyebutkan cela yang terdapat pada perkataannya, bahkan dengan menisbahkannya pada
aib dan kebodohan. Karena itu, perdebatan bisa untuk kebaikan dan kejahatan. Perdebatan
tidak akan berakhir kecuali salah satu pihak mengakui kekalahannya.
Menurut Al-Tabataba’iy, mujadalah dengan diperselisihkan kepada tegaknya kebenaran
dengan tanpa kekerasan. Melainkan dengan cara-cara yang dapat ia terima dan atau dapat
diterima oleh pihak lainnya.

I. IKRAH

Secara leksikal ikrah artinya memaksa. Secara terminologis, terdapat beberapa pendapat
yang berbeda tentang pengertian ikrah. Abdul Qadir Audah memberikan pengertian ikrah
sebagai berikut:

“Suatu perbuatan yang ditimbulkan dari pemaksa dan menimbulkan pada diri orang yang
dipaksa suatu keadaan yang mendorong dirinya untuk mengerjakan perbuatan yang dituntut
(oleh pemaksa) darinya”.

Sedangkan Muhammad Abu Zahrah adalah sebagai berikut: “menyuruh seseorang melakukan
sesuatu yang di benci nya”

Apabila kita perhatikan dari beberapa pengertian ikrah, maka berarti ancaman dari orang
yang memaksa terhadap orang yang dipaksa yang membuatnya harus melakukan suatu
perbuatan yang dipaksakan padanya. Paksaan biasanya disertai dengan ancaman dapat berupa
penyiksaan, ancaman pembunuhan, pemukulan, dan lain-lain.

J. METODE DAKWAH

Metode atau cara dakwah juga tergambar dalam ayat di atas, yakni dalam QS. An-Nahl:125,
yaitu dengan (1) hikmah, (2) pelajaran yang baik, dan (3) bantahlah (argumentasi) yang lebih
baik.

Dari ayat ini kemudian para ulama memberikan tafsiran dan pengembangan tentang metode
dakwah sebagai berikut:
1. Dakwah Fardiah
Dakwah Fardiyah adalah dakwah yang dilaksanakan oleh pribadi-pribadi kaum
Muslim dengan cara komunikasi antarpribadi, one to one, seseorang kepada orang
lain (satu orang), atau seseoreang kepada beberapa orang dalam jumlah yang kecil
dan terbatas.
Biasanya dakwah fardiah terjadi tanpa persiapan. Termasuk kategori dakwah seperti
ini adalah menasihati teman sekerja, teguran, ajakan shalat, mencegah teman berbuat
buruk, memberikan pemahaman tentang Islam kepada seseorang, dll.
2. Dakwah Ammah
Dakwah Ammah adalah metode dakwah yang umum dilakukan oleh seorang juru
dakwah, ustadz, atau ulama. Biasanya berupa komunikasi lisan (pidato, ceramah,
tausiyah, khotbah) yang ditujukan kepada orang banyak.
3. Dakwah Bil Lisan
Dakwah Bil Lisan yaitu metode adakwah melalui perkataan atau komunikasi lisan
(speaking), seperti ceramah, khotbah, atau dialog.
4. Dakwah Bil Hal
Dakwah Bil Hal disebut juga Dakwah Bil Qudwah, yaitu metode dakwah melalui
sikap, perbuatan, contoh, atau keteladanan, misalnya segera mendirikan sholat begitu
terdengar adzan, membantu kaum dhuafa atau fakir-miskin, mendanai pembangunan
masjid atau membantu kegiatan dakwah, mendamaikan orang yang bermusuhan,
bersikap Islami, dll.
5. Dakwah Bit Tadwin
Dakwah Bit Tadwin disebut juga dakwah bil qolam dan dakwah bil kitabah, yaitu
metode dakwah melalui tulisan, seperti menulis artikel, buku, menulis di blog, status
di media sosial, dll.
6. Dakwah bil Hikmah
Dakwah bil hikmah artinya dakwah dengan bijak, persuasif, dan sesuai dengan
kondisi atau keadaan objek dakwah (mad'u). Dakwah bil Hikmah merangkum semua
metode dakwah sebelumnya. Dakwah Bil Hikmah bisa dipahami sebagai dakwah
yang sesuai dengan tuntutan zaman, tuntutan kebutuhan, atau sesuai dengan situasi
dan kondisi sehingga efektif.

Anda mungkin juga menyukai