Anda di halaman 1dari 5

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

ADE RIZKI SUMIHARJO

1. Tiga aspek iman, yaitu pembenaran dalam hati, ikrar dengan lisan, dan pembuktian
melalui perbuatan, saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Ketiga
aspek ini merupakan satu kesatuan yang saling melengkapi dan menguatkan.

Pembenaran dalam hati adalah aspek yang paling fundamental dari iman. Iman adalah
kepercayaan yang tumbuh di dalam hati. Tanpa pembenaran dalam hati, iman tidak akan
ada. Pembenaran dalam hati ini dapat tumbuh melalui proses tauhid, yaitu proses
mengenal dan meyakini Allah SWT sebagai satu-satunya Tuhan yang berhak disembah.

Ikrar dengan lisan merupakan pernyataan dari pembenaran dalam hati. Ikrar ini
merupakan bentuk pengakuan dan komitmen kepada Allah SWT. Ikrar dengan lisan
dapat dilakukan dengan mengucapkan dua kalimat syahadat.

Pembuktian melalui perbuatan merupakan perwujudan dari iman dalam kehidupan


sehari-hari. Perbuatan yang baik merupakan bukti nyata dari keimanan seseorang.
Perbuatan-perbuatan baik tersebut harus didasarkan pada nilai-nilai dan ajaran agama.

Ketiga aspek iman ini saling berkaitan dan menguatkan satu sama lain. Pembenaran
dalam hati akan mendorong seseorang untuk mengucapkan ikrar dengan lisan. Ikrar
dengan lisan akan mendorong seseorang untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik.
Perbuatan-perbuatan baik akan memperkuat pembenaran dalam hati.

Pembenaran dalam hati adalah dasar dari iman, sementara ikrar dengan lisan adalah
ekspresi terbuka dari keyakinan tersebut. Pembuktian melalui perbuatan adalah
implementasi konkret dari iman dalam kehidupan sehari-hari. Keterkaitan ini
menciptakan sebuah kesatuan antara dimensi batiniah dan dimensi lahiriah dalam
praktek keagamaan. Tindakan nyata sebagai bukti keabsahan keyakinan. Jika seseorang
benar-benar meyakini prinsip-prinsip agama, hal itu seharusnya tercermin dalam
tindakan sehari-hari, seperti kasih sayang, keadilan, dan integritas. Sebaliknya, jika ada
ketidaksesuaian antara keyakinan dalam hati, ikrar lisan, dan perbuatan, hal ini dapat
menimbulkan keraguan terhadap keikhlasan dan keabsahan iman seseorang. Dengan
merangkai ketiga aspek ini, Islam mengajarkan bahwa iman bukanlah sekadar keyakinan
dalam hati atau ucapan semata, tetapi juga harus tercermin dalam tindakan dan perilaku
sehari-hari.
2. Ciri Orang Beriman adalah Mendayagunaan Akalnya
Manusia adala makhluk yang diciptakan Allah dengan kesempurnaan dan
kesitimewaan yang tidak dimiliki makhluk lainnya. Salah bentuk keistimewaan itu ialah
manusia dibekali fuad (akal dan hati).
Namun, muncul pertanyaan, sudahkah kita mendayagunakan potensi akal kita
secara maksimal ?. Pertanyaan ini perlu diajukan agar kiranya kewarasan kita sebagai
wakil Allah di muka bumi yang bertugas membumikan sifat-sifat-Nya. Hendaknya
upaya tersebut kita dilakukan secara istikamah di zaman yang edan ini.
Ciri orang beriman adalah menjalankan tugas sebagai pembawa risalah surga menjadi
rahmatan lil ‘alamin, tentu banyak tantangan dan rintangan yang dihadapi. Tantangan
dan rintangan itu datang dari iblis dengan tariannya yang berwujud macam rupa, seperti:
tahta, harta, nafsu angkara atau pribadi manusia. Sebab demikianlah ikrar iblis, untuk
senantiasa menghalang-halangi manusia dari tugas mulianya. Hal ini juga tertulis jelas
dalam QS. Al A‟raf: 16-17.
Akal (kecerdasan) yang diberikan oleh Allah kepada manusia ini pulalah yang membuat
iblis merasa iri dan dengki. Sehingga pada akhirnya membuatnya ingkar akan perintah
Allah yang menyuruhnya untuk bersujud kepada Adam. Karena akal (kecerdasan)
merupakan kesempurnaan dan keistimewaan yang dimiliki oleh makhluk bernama
manusia. Maka sungguh menyesal mereka yang menyia-nyiakan potensi ini untuk
beribadah secara kaffah kepada Allah.
Oleh karenanya, agar misi mewujudkan cita-cita dan perintah Allah yang tertuang di
dalam Al-Quran bisa terwujud maka pendayagunaan akal adalah syarat wajib. Kenapa
demikian?
Karena melalui inilah semangat juang tinggi mampu terpatri dalam diri setiap muslim
beriman yang terealisasi dalam bentuk jihad fi sabilillah. Pendayagunaan akal ini juga
penting untuk mendobrak tembok-tembok godaan yang dibuat oleh iblis. Akhirnya,
dengan pendayagunaan akal ini pula kita bisa melawan iblis yang bersemayam di dalam
diri kita. Inilah pentingnya pendayagunaan akal sebagai jalan keselamatan di tengah
zaman yang penuh kebohongan dan dusta serta jauh dari ajaran Allah.
3. Menuntut ilmu adalah kewajiban setiap muslim. Bahkan Allah SWT telah
memerintahkan hamba-Nya untuk menuntut ilmu melalui salah satu firman-Nya.
Perintah untuk menuntut ilmu tersurat dalam QS. At Taubah ayat 122. Dia berfirman:
Menurut ulama tafsir Ibnu Katsir, ayat tersebut merupakan penjelasan dari Allah SWT
mengenai apa yang dikehendaki-Nya, yaitu berkenaan dengan keberangkatan semua
kabilah bersama Rasulullah SAW ke medan Tabuk serta sejumlah kecil dari masing-
masing kabilah apabila mereka tidak boleh berangkat semuanya.

Ibnu Katsir menjelaskan, hal ini dimaksudkan agar mereka yang berangkat bersama
Rasulullah SAW dapat memperdalam agamanya melalui wahyu-wahyu yang diturunkan
kepada Rasul. Begitu mereka kembali kepada kaumnya, mereka bertugas untuk
memberikan peringatan tentang segala sesuatu yang menyangkut musuh agar mereka
waspada.

Menurut tafsir ini, menuntut ilmu (belajar agama) sama wajibnya dengan berjihad atau
fardhu kifayah hukumnya, "Dengan demikian, maka golongan yang tertentu ini memikul
dua tugas sekaligus. Tetapi sesudah masa Nabi SAW maka tugas mereka yang berangkat
dari kabilah-kabilah itu tiada lain adalakanya untuk belajar agama atau berjihad, karena
sesungguhnya hal tersebut fardhu kifayah bagi mereka," jelas Ibnu Katsir.

Dalam tafsir Kementerian Agama (Kemenag) disebutkan, perang bertujuan untuk


mengalahkan musuh-musuh Islam serta mengamankan jalan dakwah agama Islam,
sedangkan menuntut ilmu dan mendalami ilmu-ilmu agama bertujuan untuk
mencerdaskan umat dan mengembangkan agama Islam.
4. Al-Qur'an memberikan penekanan pada pentingnya pengetahuan dan pembelajaran.
Beberapa kata dan konsep yang terkait dengan ilmu pengetahuan muncul dalam beragam
bentuk dalam Al-Qur'an. Beberapa derivasi atau kata-kata yang memiliki kesamaan
makna dengan ilmu dalam beragam bentuknya antara lain: „Ilm (‫)ملع‬: Ini adalah kata
Arab yang secara langsung diterjemahkan sebagai “ilmu” atau “pengetahuan”. Terdapat
berbagai ayat dalam Al-Qur'an yang menekankan pentingnya mencari pengetahuan dan
memahami tanda-tanda Allah di sekitar kita. Contoh ayat: “Dan Allah mengajarkan
kepadanya (Nabi Adam) nama-nama (segala sesuatu). Kemudian Allah menyuruh
mereka: „Sebutkanlah kepada-Ku nama-nama barang-barang ini, jika kamu memang
orang-orang yang benar (dalam pendirianmu).' ” (QS. Al-Baqarah [2:31])

Ma'rifah (‫)ةفرعم‬: Kata ini berasal dari akar kata yang sama dengan „ilm, yang
mengandung makna pemahaman atau pengetahuan yang mendalam. Dalam konteks
Islam, ma'rifah mencakup pengetahuan tentang Allah dan pemahaman spiritual. Contoh
ayat: “Sesungguhnya hanya orang-orang yang berilmu di antara hamba-hamba-Ku yang
takut kepada Allah.” (QS. Fussilat [41:38].

Hikmah (‫)ةمكح‬: Meskipun tidak secara langsung berkaitan dengan kata „ilm, hikmah
memiliki hubungan erat dengan pemahaman dan penerapan pengetahuan dengan
bijaksana. Ayat-ayat dalam Al-Qur'an sering kali merujuk pada pemberian hikmah oleh
Allah. Contoh ayat: “Dan barangsiapa yang diberi hikmah, maka sesungguhnya ia telah
diberi kebajikan yang banyak.” (QS. Al-Baqarah [2:269]). „
Alim (‫ )ملاع‬dan „Alam (‫)ملاع‬: „Alim adalah kata yang merujuk pada orang yang memiliki
pengetahuan atau ilmu, sedangkan „alam berhubungan dengan dunia atau segala sesuatu
yang ada. Kedua kata ini mencerminkan pemahaman Islam tentang pencarian ilmu dan
pengamatan terhadap dunia.
Contoh ayat: “Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan bumi seperti itu (dengan
peraturan-Nya). Perintah (menurut ketentuan-Nya) diturunkan di antara keduanya,
supaya kamu mengetahui bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu dan Allah
mengetahui segala sesuatu.” (QS. At-Talaq [65:12]).

5. Tidak ada ayat spesifik dalam Al-Qur'an yang menyatakan bahwa manusia bisa lebih
sesat atau buruk dari hewan ternak secara langsung. Namun, Al-Qur'an menyebutkan
bahwa ada sebagian manusia yang lebih rendah dari beberapa hewan dalam hal
kefahaman dan akal budi. Sebagai contoh, dalam Surah Al-A'raf (7:179), Allah
menyatakan:

“Dan sesungguhnya Kami telah ciptakan banyak jin dan manusia yang memiliki hati,
tetapi mereka tidak memahaminya, dan memiliki mata, tetapi mereka tidak melihat
dengannya, dan memiliki telinga, tetapi mereka tidak mendengar dengannya. Mereka itu
sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat. Mereka itulah orang-orang yang
lalai.”
Tafsir dari ayat ini menekankan bahwa ada orang-orang yang memiliki akal budi, tetapi
mereka tidak menggunakan akal tersebut dengan benar. Mereka lebih buruk daripada
binatang ternak yang memahami keberadaan Tuhan mereka dan melaksanakan fungsinya
dalam alam semesta.

Anda mungkin juga menyukai