Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

RUANG LINGKUP AJARAN ISLAM

AKHLAK

Disusun Oleh :

Selly Nursyawal (1910631140048)


Tita Andarayani (1910631140053)
Zidan Faturahman (1910631140057)

UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA
KARAWANG
2019/2020

Ruang Lingkup Ajaran Islam ( Akhlak )


1. Akhlak ( Ihsan )

Pengertian dan Ruang lingkup Akhlak

Ihsan dalam arti khusus sering disamakan dengan akhlak, yaitu


tingkah laku dan budi pekerti yang baik menurut Islam. Akhlak berasal dari
kata khalaqa (menjadikan, membuat). Dari kata dasar itu dijumpai kata
khuluqun (bentuk jamak), yang artinya perangai, tabiat, adat atau sistem
perilaku yang dibuat. Adapun yang dimaksud dengan ihsan dalam hadits Nabi
SAW. di atas adalah seperti terlihat pada penggalan hadist yang berarti: Lalu
malaikat Jibril bertanya, “Apakah ihsan itu? Rasulullah menjawab, “Engkau
beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, meskipun engkau
tidak sanggup melihat-Nya, karena Dia senantiasa melihat kamu. Ada tiga
bentuk cara ibadah:

a. Melaksanakan ibadah dengan menyempurnakan syarat dan rukun atas


dasar ikhlas karena Allah semata

b. Melaksanakan ibadah dengan perasaan bahwasanya Allah melihat.


Inilah yang dinamakan maqam muraqabah.

Maka sabda Nabi SAW:

‫وإن لم تكن تراه فإنه يراك‬

Artinya : “Jika engkau tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia


melihat engkau.”

Hadits di atas memberi pengertian bahwa kalau kita belum


dapat mencapai maqam musyahadah, hendaknya kita usahakan
supaya kita dapat mencapai maqam muraqabah.

c. Melaksanakan ibadah dengan cara tersebut dengan rasa terbenam


dalam laut mukasyafah. Bagi orang yang memperoleh derajat ini,
beribadah seakan-akan melihat Allah sendiri. Inilah maqam Nabi
SAW.Sabda Nabi ini mendorong kita untuk mencapai keikhlasan dalam
beribadah dan dalam bermuqarabah pada setiap ibadah, serta
menyempurnakan khusyuk, khudhu’ dan hadir dalam hati.

Dengan demikian, ihsan menurut Rasulullah SAW. adalah beribadah


kepada Allah. Ibadah ini tidak formalitas, tetapi terpadu dengan perasaan
bahwa dirinya sedang berhadapan langsung dengan Allah. Sementara itu,
ihsan menurut bahasa berarti kebaikan yang memiliki dua sasaran. Pertama ,
ia memberikan berbagai kenikmatan atau manfaat kepada orang lain. Kedua,
ia memperbaiki tingkah laku berdasarkan apa yang diketahuinya yang
manfaatnya kembali kepada diri sendiri. Al-Qur’an menekankan agar manusia
tidak hanya berbuat ihsan kepada Allah, tetapi juga berbuat ihsan kepada
seluruh makhluk Allah, yakni manusia dan alam, termasuk hewan dan
tumbuhan. Ihsan kepada Allah merupakan modal yang sangat berharga untuk
berbuat ihsan kepada sesama. Al-Qur’an memberi penghargaan yang tinggi
terhadap perbuatan ihsan yang dilakukan manusia terhadap sesama dan
lingkungan hidupnya seperti tersirat pada ayat-ayat al-Qur’an berikut ini:
1) Tidak ada balasan bagi perbuatan ihsan kecuali ihsan yang lebih
sempurna. (QS. ar-Rahman [55]:60);
2) Perbuatan ihsan itu kembali kepada dirinya sendiri (QS. al-Isra
[17]:7);
3) Perbuatan ihsan itu tidak akan pernah sia-sia (QS. Hud [11]: 115);
4) Kasih sayang Allah diberikan dengan mudah dan cepat kepada orang-
orang yang terbiasa berbuat ihsan (QS. al-A’raf [7]: 56.

Allah mewajibkan ihsan dalam segala perbuatan, baik yang batin


maupun yang lahir (jawarih) yang dihadapkan kepada Allah. Maksudnya,
lingkup ihsan meliputi ikhlas, kebaikan dan kesempurnaan pekerjaan itu.
Memang Nabi menjelaskan pula bahwa ihsan adalah jiwa iman dan Islam,
kemudian iman dan Islam itu diterima Allah jika berdasarkan ikhlas.
Dengan kata lain modal ihsan ialah ikhlas. Sebab, semua amal
yang batiniyah, ataupun yang lahiriyah, baru diterima jika dilandasi oleh
ikhlas, dan ihsan memang unsur yang paling pokok untuk bangunan ad-
din. Adapun cara untuk mewujudkan ikhlas ialah dengan menumbuhkan
perasaan di kala sedang beribadah bahwa kita sedang berdiri berhadap-
hadapan dengan Allah, seakan melihat-Nya, dan dapat mendengar ucapan-
Nya. Dengan demikian, kita akan berupaya sekuat diri untuk khusyuk dan
membaguskan semua pekerjaan dengan mengarahkan semua kecakapan
dan kepandaian yang dimiliki. Adapun jika jalan seperti ini tidak dapat
dicapai, maka sekurang-kurangnya kita menumbuhkan perasaan bahwa
Allah melihat semua gerak-gerik dan af’al kita. Tidak ada satupun yang
luput dari penglihatan-Nya.
Dengan demikian, pengamalan agama itu tidak hanya berdimensi
syari’ah, tapi juga berdimensi ihsan yang bertujuan untuk membimbing
umat Islam menjadi pribadi yang mulia, merasakan kedekatan dengan
Allah, sekaligus bertujuan untuk membangun solidaritas sosial diantara
sesama umat manusia.
Trilogi ajaran Islam (Aqidah, Syari’at dan Akhlak) secara umum
dipandang sebagai pokok ajaran Islam. Aqidah mengajarkan keimanan dan
keyakinan yang akan dijadikan sebagai landasan pandangan hidup, syari’at
(hukum Islam) mengajarkan pola hidup beraturan dalam suatu tatanan
hukum komprehensif, dan akhlak menyandarkan muslim atas segala
tindakan bermoral yang dilakukannya. Iman/ kepercayaan adalah
“pembenaran hati” yang mengikat manusia dan mengarahkannya sesuai
dengan hakikat dari objek iman. Karena sifatnya yang mengikat itu, maka
ia dinamai juga sebagai aqidah (ikatan). Ia bersemai di dalam hati, tidak
tampak dalam kenyataan. Islam adalah pengamalan yang merupakan
dampak/ buah dari iman, yang memang harus tampak dalam kenyataan. Ia
dinamai juga syari’ah, yang secara harfiah berarti sumber air yang
memberikan kehidupan, sedangkan ihsan (kebajikan) menghasilkan budi
pekerti yang menciptakan hubungan harmonis, Ia adalah akhlak. Dengan
demikian, ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. adalah Aqidah,
Syari’ah, dan Akhlak, atau Iman, Islam, dan Ihsan. Maka kaitan Iman,
Islam, dan Ihsan ialah ibarat ruh dengan tubuh. Jika Iman ditamsilkan
sebagai watak (ghara-iz) dan Islam sebagai tubuh (jawarih), maka Ihsan
ialah ruh yang mendinamiskan ghara-iz dan menggerakkan jawarih.

Perbedaan Akhlak Dengan Moral Etika

Secara etimologi akhlak ( bahasa arab ) adalah bentuk jamak dari


khuluq yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabiat. Berakar
dari kata khalaqa yang berarti menciftakan. Seakar dengan kata khaliq
( pencifta ), makhluk ( yang diciftakan) dan khalq ( penciptaan ). Kesamaan
akar dari kata tersebut mengisyaratkan bahwa dalam akhlak tercakup
pengertian terciptanya keterpaduan antara kehendak ( khaliq ) dengan
perilaku ( makhluk ). Atau dengan kata lain tata perilaku seseorang terhadap
orang lain dan lingkungannya baru mengandung nilai akhlak yang hakiki
manakala tindakan atau perilaku tersebut didasarkan kepada kehendak
(khaliq). Dari pengertian etimologi tersebut, akhlak bukan saja merupakan
tata aturan atau norma perilaku yang mengatur hubungan antar sesama
manusia tetapi juga norma yang mengatur hubungan antara manusia dengan
Tuhan dan bahkan dengan alam semesta.

Secara terminologis, menurut Imam Ghazali akhlak adalah sifat yang


tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan
gampang dan mudah tanpa memerlukan pertimbangan dan pemikiran.
Contohnya, ketika menerima tamu bila seseorang membeda-bedakan tamu
yang satu dengan yang lain atau kadang kala ramah kadang kala tidak, maka
orang tersebut belum bisa dikatakan memiliki sifat memuliakan tamu. Sebab
seseorang yang mempunyai akhlak memuliakan tamu, tentu akan selalu
memuliakan tamunya.

Pengertian etika dari segi etimologi, etika berasal dari bahasa


Yunani,Ethos yang berarti watak kesusilaan atau adat. Dalam kamus umum
bahasa Indonesia, etika diartikan ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak.

Adapun etika secara istilah telah dikemukakan oleh para ahli salah satunya
yaitu Ki Hajar Dewantara menurutnya etika adalah ilmu yang mempelajari
soal kebaikan dan keburukan di dalam hidup manusia semuanya, terutama
yang mengenai gerak gerik pikiran dan rasa yang merupakan pertimbangan
dan perasaan sampai mengenai tujuannya yang merupakan perbuatan.

Adapun moral secara etimologi berasal dari bahasa latin, mores yaitu
jamak dari kata mos yang berarti adat kebiasaan. Didalam kamus umum
bahasa Indonesia dikatakan bahwa moral adalah penentuan baik buruk
terhadap perbuatan dan kelakuan. Selanjutnya moral secara terminologi
adalah suatu istilah yang digunakan untuk menentukan batas-batas dari sifat,
perangai, kehendak, pendapat atau perbuatan yang secara layak dikatakan
benar, salah, baik atau buruk.Sumber dari Akhlak, Etika dan Moral.

Yang dimaksud dengan sumber akhlak adalah yang menjadi ukuran


baik dan buruk atau mulia dan tercela. Sumber akhlak adalah Al-Quran dan
sunah, bukan akal pikiran atau pandangan masyarakat sebagaimana konsep
etika dan moral. Dan bukan karena baik dan buruk dengan sendirinya
sebagaimana pandangan muktazilah. Hati nurani atau fitrah dalam bahasa Al-
Quran memang dapat menjadi ukuran baik dan buruk karena manusia
diciptakan oleh Allah swt memiliki fitrah bertauhid, mengakui keesaan-Nya
(QS. Arrum: 30). Karena fitrah itulah manusia cinta kepada kesucian dan
selalu cenderung kepada kebenaran. Namun fitrah manusia tidak selalu
terjamin dapat berfungsi dengan baik karena pengaruh dari luar, misalnya
pengaruh pendidikan dan linngkungan. Oleh sebab itu ukuran baik dan buruk
tidak dapat diserahkan sepenuhnya kepada hati nurani atau fitrah manusia
semata. Fitrah hanyalah potensi dasar yang perlu dipelihara dan
dikembangkan. Semua keputusan syara’ tidak akan bertentangan dengan hati
nurani manusia, karena kedua-duanya berasal dari sumber yang sama yaitu
Allah swt. Demikian juga dengan akal pikiran, Ia hanyalah salah satu
kekuatan yang dimilki manusia untuk mencari kebaikan atau keburukan.
Pandangan masyarakat juga bisa dijadikan salah satu ukuran baik dan buruk.
Masyarakat yang hati nuraninya sudah tertututp dan akal pikiran mereka
sudah dikotori oleh perilaku tercela tidak bisa dijadikan ukuran. Hanya
kebiasaan masyarakat yang baiklah yang dapat dijadikan ukuran.
Namun demikian dalam beberapa hal antara etika dan moral memiliki
perbedaan. Pertama, kalau dalam pembicaraan etika untuk menentukan nilai
perbuatan manusia baik atau buruk tolak ukur yang digunakan atau
sumbernya adalah akal pikiran atau rasio (filsafat), sedangkan dalam
pembicaraan moral tolak ukur yanng digunakan adalah norma-norma yang
tumbuh dan berkembang dan berlangsung dimasyarakat.

Mengenai istilah akhlak, etika dan moral dapat dilihat perbedaannya


dari objeknya, dimana akhlak menitikberatkan perbuatan terhadap Tuhan dan
sesama manusia, sedangkan etika dan moral hanya menitikberatkan
perbuatan terhadap sesama manusia saja. Maka istilah akhlak sifatnya
teosentris, meskipun akhlak itu ada yang tertuju kepada manusia dan
makhluk-makhluk lain, namun tujuan utamanya karena Allah swt. Tetapi
istilah etika dan moral semata-mata sasaran dan tujuannya untuk manusia
saja.

Ancaman Akhlak dalam Kehidupan Modern dan Metode


Pencegahannya

Muhammad Iqbal menjelaskan bahwa untuk mencapai martabat


manusia sempurna, manusia harus memiliki syarat syarat sebagai berikut:

 Isyqo Muhabbat, artinya kecintaan yang sangat mendalam kepada


Allah yang akan melahirkan rasa kasih sayang terhadap makhluk-
makhluk-Nya.
 Syaja’ah, artinya keberanian yang tertanam di dalam pribadi seseorang
sehingga berani beramar ma’ruf nahi munkar.
 Faqr, artinya orang yang memiliki pendirian yang teguh dan perwira
sehingga mempunyai rasa kemandirian yang tinggi, tidak suka
tergantung kepada orang lain.
 Tasamuh (toleransi), artinya semangat tenggang rasa yang ditebarkan
diantara sesama manusia sehingga mencegah terjadinya konflik yang
berkepanjangan.
 Kasbi halal, artinya usaha-usaha yang sesuai dengan ketentuan agama
(halal).
 Kreatif, artinya selalu mencari hal-hal barun untuk meingkatkan
kualitas kehidupan.

Ancaman Akhlak Dalam Kehidupan Modern

Yusuf Qardhawi menyebutkan bahwa paling tidak ada tiga macam


ancaman terhadap akhlak manusia dalam kehidupan modern dewasa ini,
yaitu ananiyyah, madiyyah dan naf’iyyah. Ananiyyah artinya individualisme,
yaitu faham yang bertitik tolak dari sikap egoisme, mementingkan dirinya
sendiri, sehingga mengorbankan orang lain demi kepentingannya sendiri.
Orang orang yang berpendirian semacam ini tidak memiliki semangat
ukhuwah Islamiyah, rasa persaudaraan dan toleransi (tasamuh) sehingga sulit
untuk merasakan penderitaan orang lain. Padahal seseorang baru dikatakan
berakhlak mulia tatkala ia memperhatikan nasib orang lain juga.

Madiyyah artinya sikap materialistik yang lahir dari kecintaan pada


kehidupan duniawi yang berlebihan. Hal demikian dijelaskan oleh Allah dalam
Al Qur’an surat Hud (11) : 15-16 yang berbunyi :

َ‫َم ْن َكانَ ي ُِري ُد ْال َحيَاةَ ال ُّد ْنيَا َو ِزينَتَهَا نُ َوفِّ إلَ ْي ِه ْم أَ ْع َمالَهُ ْم ِفيهَا َوهُ ْم ِفيهَا اَل يُ ْب َخسُون‬
‫اط ٌل َما َكانُوا‬
ِ َ‫صنَعُوا فِيهَا َوب‬ َ ‫ط َما‬ َ ِ‫ْس لَهُ ْم فِي اآْل ِخ َر ِة إِاَّل النَّا ُر ۖ َو َحب‬ َ ‫ك الَّ ِذينَ لَي‬ َ ِ‫أُو ٰلَئ‬
َ‫يَ ْع َملُون‬
Artinya :

“Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan


perhiasannya, niscaya kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan
mereka di dunia dengan Sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan
dirugikan., Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat,
kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang Telah mereka
usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang Telah mereka kerjakan.”
Naf’iyyah artinya pragmatis yaitu menilai sesuatu hanya berdasarkan
pada aspek kegunaan semata. Ketiga ancaman terhadap akhlak mulia ini
hanya akan dapat diatasi manakala manusia memiliki pondasi aqidah yang
kuat dan senantiasa melakukan amal ibadah untuk mendekatkan diri kepada
Allah SWT.

2. Dasar-dasar Akidah, Syari’ah, dan Akhlak


Secara umum aturan dibagi menjadi 3 hal utama, yaitu Aqidah, Syariah
dan Akhlaq.

1. Aqidah
Aqidah adalah sistem kepercayaan yang mendasari semua
aktivitas Muslim. Ajaran Islam berisi segala sesuatu yang setiap Muslim
harus percaya, percaya, dan percayai. Karena Islam adalah sumber
kepercayaan dan keyakinan pada Allah swt, aqidah adalah sistem
kepercayaan yang mengikat orang ke Islam. Seorang pria disebut
seorang Muslim jika dia sepenuhnya sadar dan dengan tulus siap untuk
diikat oleh sistem kepercayaan Islam. Karena itu, aqidah adalah ikatan
dasar dan fundamental Islam dalam Islam yang pertama dan
terpenting.

Aqidah dibangun di atas 6 agama umum yang disebut Rukun


Iman . Rukun iman meliputi : iman kepada Allah, para malaikat, tulisan
suci, para Rasul, hari-hari terakhir, dan Qodlo dan Qodar. Allah
berfirman dalam QS.An-Nisa ', ayat 136 yang berarti " Hai orang-orang
yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan utusan-Nya dan
dalam kitab rasul-Nya dan dalam kitab yang diturunkan sebelumnya.
Siapa pun yang mendurhakai Allah, malaikat-Nya, Kitab-Nya, Rasul-
Nya, Hari Terakhir, maka sesungguhnya ia telah tersesat. "

Berdasarkan 6 yayasan ini, ikatan setiap Muslim yang perlu


dalam jiwa setiap Muslim adalah:
a. Percaya bahwa Islam adalah agama terakhir, itu mengandung
syari'at yang memenuhi sila yang Tuhan ungkapkan
sebelumnya.
b. Percaya bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang benar
oleh Allah. Islam berpacaran dengan membawa sifat absolut
agar menjadi standar hidup dan kehidupan manusia sesuai
dengan sifatnya.
c. Percaya bahwa Islam adalah agama universal yang berlaku
untuk semua umat manusia di semua lapisan masyarakat dan
sesuai dengan tuntutan budaya manusia.

2. Syariah
Komponen kedua dari Islam adalah Syariah yang berisi aturan
dan peraturan yang mengatur aktivitas yang harus dilakukan manusia.
Syariah adalah sistem nilai yang merupakan inti dari ajaran Islam.
Syari'ah atau sistem nilai Islam yang diciptakan oleh Tuhan sendiri.
Dalam hubungan ini, Tuhan disebut Syaari atau pencipta hukum.
Sistem nilai Islam umumnya mencakup dua bidang:
 Syariah yang mengatur hubungan manusia secara vertikal
dengan Allah (ibadah / khusus). Ini disebut ibadah mahdah
karena sifatnya yang khas dan tepat didefinisikan oleh Allah dan
dicontohkan secara rinci oleh Allah. Dalam konteks ini, syari'ah
berisi ketentuan tentang pengabdian manusia kepada Tuhan,
seperti kewajiban sholat, puasa, amal, ziarah.
 Syariah yang mengatur hubungan manusia secara horizontal
dengan satu sama lain dan makhluk lain (mu'amalah).
Mu'amalah termasuk ketentuan hukum yang mengatur semua
aktivitas kehidupan manusia dalam hubungan satu sama lain
dan lingkungan.

Keberadaan sistem mu'amalah ini membuktikan bahwa Islam


tidak meninggalkan urusan dunia, juga tidak memisahkan dunia dan
akhirat. Bagi Islam, ibadah yang diminta Tuhan dari hamba-hamba-
Nya tidak hanya formal, tetapi ia mensyaratkan bahwa semua aktivitas
kehidupan yang dilakukan oleh manusia harus bernilai ibadah. Ajaran
ini sesuai dengan ajaran Islam tentang tujuan ibadah buatan manusia.

Allah berfirman dalam QS. Az-Zarariyat, ayat 56

َ ِ ‫ت ْٱل ِج َّن َوٱإْل‬


‫نس إِاَّل لِيَ ْعبُدُو ِن‬ ُ ‫َو َما خَ لَ ْق‬

Artinya : " Dan aku tidak menciptakan roh manusia dan manusia,
tetapi untuk menyembah aku "

Hubungan horisontal ini juga disebut sebagai pemujaan


terhadap hukum umum karena sifatnya yang umum, di mana Allah
maupun Rasul-Nya tidak menjelaskan secara terperinci jenis dan cara
perilaku, tetapi hanya dalam prinsip-prinsip dasarnya.

3. Akhlaq

Akhlaq adalah komponen dasar ketiga dari Islam yang


mengandung ajaran moral atau etika. Baik moral dan syari'at terutama
berkaitan dengan perilaku manusia, tetapi perbedaan di antara mereka
adalah objek materi. Syariah melihat tindakan manusia dari hukum
sebagai: wajib, sunnah, ditransformasikan, makruh, dan ilegal.
Sementara aklaq melihat tindakan manusia dalam hal nilai / etika, yaitu
baik atau buruk.

Moralitas adalah sistematika Islam, sebagai suatu sistem,


moralitas memiliki spektrum yang luas, dimulai dengan sikap terhadap
dirinya sendiri, orang lain, dan makhluk lain, dan kepada Allah SWT.

3. Hubungan antara Akidah, Syari’ah, dan Akhlak


Aqidah merupakan kepercayaan, keimanan mengenai keesaan Allah.
Syariah (hukum) adalah jalan menuju sesuatu yang benar. Akhlak adalah budi
pekerti, sopan santun, dan perilaku.

Adapun filosofi lain, aqidah, syariah, dan akhlak bagaikan suatu pohon,
di mana aqidah merupakan akar, syariah merupakan batang dan akhlak
adalah dedaunan. Syariah dan akhlak akan tumbang tanpa adanya aqidah
yang mengakarinya.

Aqidah, Syariah dan akhlak pada dasarnya merupakan satu kesatuan


dalam ajaran Islam. Ketiga unsur tersebut dapat dibedakan tetapi tidak dapat
dipisahkan. Aqidah sebagai sistem kepercayaan yang bermuatan elemen-
elemen dasar keyakinan, menggambarkan sumber dan hakikat keberadaan
agama. Sementara syariah sebagai system nilai berisi peraturan yang
menggambarkan fungsi agama. Sedangkan akhlak sebagai sistematika
menggambarkan arah dan tujuan yang hendak dicapai agama.

Islam tidak hanya memberi tuntunan ritual, dalam rangka hubungan


manusia dengan Tuhan, tetapi juga memberi bimbingan dalam hubungan
antar manusia, bahkan hubungan manusia dengan alam dan lingkungannya,
baik lingkungan wujud nyata maupun yang tak nyata (Yaa ‘alimal ghaibi wa
syahadah).

Tuntunannya bukan hanya menyangkut hal-hal besar melainkan juga


yang kecil-kecil, dan boleh dianggap remeh oleh sementara orang, lalu yang
remeh itu pun dikaitkan dengan Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT. Aneka
aktivitas, bahkan makan dan berpakaian, tidur, cara tidur, bangun tidur,
mandi atau ke wc, termasuk kaki mana yang hendaknya didahulukan
melangkah ketika masuk dan keluar, semua ada aturan dan tuntunannya, dan
semua dikaitkan dengan Allah SWT.

Semua persoalan yang dihadapi oleh umat manusia dapat ditemukan


tuntunannya secara eksplisit atau implisit dalam Al-Quran dan Sunnah Nabi
Muhammad SAW. Islam menyatukan dalam tuntunan akidah, syariah dan
akhlak, ketiganya merupakan satu kesatuan yang tidak boleh dipisahkan, dan
di situlah letak kekuatan Islam.Aqidah dalam Al-Qur’an dapat di jabarkan
dalam surat (Al-Maidah, 5:15-16) yg berbunyi :

‫ير قَ ْد َجا َء ُك ْم ِمنَ هَّللا ِ نُو ٌر‬ ِ ‫ب قَ ْد َجا َء ُك ْم َرسُولُنَا يُبَيِّنُ لَ ُك ْم َكثِيرًا ِم َّما ُك ْنتُ ْم تُ ْخفُونَ ِمنَ ْال ِكتَا‬
ٍ ِ‫ب َويَ ْعفُو ع َْن َكث‬ ِ ‫يَا أَ ْه َل ْال ِكتَا‬
‫اط‬ ِ ‫ور بِإ ِ ْذنِ ِه َويَ ْه ِدي ِه ْم إِلَ ٰى‬
ٍ ‫ص َر‬ ُّ َ‫َو ِكتَابٌ ُمبِينٌيَ ْه ِدي بِ ِه هَّللا ُ َم ِن اتَّبَ َع ِرضْ َوانَهُ ُسبُ َل ال َّساَل ِم َوي ُْخ ِر ُجهُ ْم ِمن‬
ِ ُّ‫الظلُ َمات إِلَى الن‬
‫ُم ْستَقِ ٍيم‬

Artinya :

“ Hai ahli Kitab, Sesungguhnya telah datang kepadamu Rasul Kami,


menjelaskan kepadamu banyak dari isi Al kitab yang kamu sembunyi kan,
dan banyak (pula yang) dibiarkannya. Sesungguhnya telah datang kepadamu
cahaya dari Allah, dan kitab yang menerangkan. Dengan kitab Itulah Allah
menunjuki orang-orang yang mengikuti keredhaan-Nya ke jalan keselamatan,
dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap
gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan
menunjuki mereka ke jalan yang lurus. “

‫ق ِم ْن َربِّكَ فَي ُْؤ ِمنُوا بِ ِه فَتُ ْخبِتَ لَهُ قُلُوبُهُ ْم ۗ َوإِ َّن‬ ُّ ‫َولِيَ ْعلَ َم الَّ ِذينَ أُوتُوا ْال ِع ْل َم أَنَّهُ ْال َح‬
‫اط ُم ْستَقِ ٍيم‬ٍ ‫ص َر‬ ِ ‫هَّللا َ لَهَا ِد الَّ ِذينَ آ َمنُوا إِلَ ٰى‬

Artinya :

“Dan agar orang-orang yg telah diberi ilmu meyakini bahwasannya Al-


Qur’an itulah yg hak dari Tuhanmu lalu mereka beriman dan tunduk hati
mereka kepadanya dan sesungguhnya Allah adalah Pemberi Petunjuk bagi
orang-orang yg beriman kepada jalan yang lurus.” (Al-Haj 22:54)

Aqidah, Syariah dan Akhlak pada dasarnya merupakan satu kesatuan


dalam ajaran islam. Ketiga unsur tersebut dapat dibedakan tetapi tidak bisa
dipisahkan. Aqidah sebagai system kepercayaan yg bermuatan elemen-
elemen dasar keyakinan, menggambarkan sumber dan hakikat keberadaan
agama. Sementara syariah sebagai system nilai berisi peraturan yang
menggambarkan fungsi agama. Sedangkan akhlak sebagai sistematika
menggambarkan arah dan tujuan yg hendak dicapai agama.

Muslim yang baik adalah orang yg memiliki aqidah yg lurus dan kuat
yg mendorongnya untuk melaksanakan syariah yg hanya ditujukan pada Allah
sehingga tergambar akhlak yg terpuji pada dirinya.

Atas dasar hubungan itu, maka seseorang yg melakukan suatu


perbuatan baik, tetapi tidak dilandasi oleh aqidah atau keimanan, maka orang
itu termasuk ke dalam kategori kafir. Seseorang yg mengaku beraqidah atau
beriman, tetapi tidak mau melaksanakan syariah, maka orang itu disebu fasik.
Sedangkan orang yg mengaku beriman dan melaksanakan syariah tetapi
dengan landasan aqidah yg tidak lurus disebut munafik.

Aqidah, syariah dan akhlak dalam Al-Qur’an disebut iman dan amal
saleh. Iman menunjukkan makna aqidah, sedangkan amal saleh
menunjukkan pengertian syariah dan akhlak. Seseorang yg melakukan
perbuatan baik, tetapi tidak dilandasi Aqidah, maka perbuatannya hanya
dikategorikan sebagai perbuatan baik. Perbuatan baik adalah perbuatan yg
sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan, tetapi belum tentu dipandang benar
menurut Allah. Sedangkan perbuatan baik yg didorong oleh keimanan
terhadap Allah sebagai wujud pelaksanaan syariah disebut amal saleh. Kerena
itu didalam Al-Qur’an kata amal saleh selalu diawali dengan kata iman.

Antara lain firman Allah dalam (An-Nur, 24:55)

ِ ْ‫ت لَيَ ْست َْخلِفَنَّهُ ْم فِي اأْل َر‬


‫ض َك َما ا ْست َْخلَفَ الَّ ِذينَ ِم ْن قَ ْبلِ ِه ْم َولَيُ َم ِّكن ََّن لَهُ ْم‬ ِ ‫َو َع َد هَّللا ُ الَّ ِذينَ آ َمنُوا ِم ْن ُك ْم َو َع ِملُوا الصَّالِ َحا‬
َ‫َض ٰى لَهُ ْم َولَيُبَ ِّدلَنَّهُ ْم ِم ْن بَ ْع ِد خَ وْ فِ ِه ْم أَ ْمنًا ۚ يَ ْعبُدُونَنِي اَل يُ ْش ِر ُكونَ بِي َش ْيئًا ۚ َو َم ْن َكفَ َر بَ ْع َد َٰ‌ذلِكَ فَأُولَ ٰـئِك‬
َ ‫ِدينَهُ ُم الَّ ِذي ارْ ت‬
ِ َ‫هُ ُم ْالف‬
َ‫اسقُون‬

Artinya :

“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara


kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh- sungguh
akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah
menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan
meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan
Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam
ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan
tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan aku. Dan Barangsiapa yang
(tetap) kafir sesudah (janji) itu, Maka mereka Itulah orang-orang yang fasik.”

Anda mungkin juga menyukai