Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

KASUS ISU-ISU PENERAPAN PENGMBILAN KEPUTUSAN


DALAM KEPERAWATAN PADA KHASUS EUTHANASIA

DOSEN PEMBIMBING :

Hilwatus Saadah, S.Kep.Ns.

DI SUSUN OLEH :

1. NISDHANI ALFAJ
2. NUR HOVIFATUL HASANAH

STIKES BAHRUL ULUM JOMBANG


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
2018/2019

1
KATA PENGANTAR

Puji serta syukur tidak lupa kita panjatkan kehadirat Allah Subhahu Wa Ta’ala
yang berkat anugerah dari-Nya kami mampu menyelesaikan makalah yang
berjudul “kasus euthanasia” ini. Sholawat serta selama kita haturkan kepada
junjungan agung Nabi Besar Muhammad Shallallahu `alaihi Wa Sallam yang telah
memberikan pedoman kepada kita jalan yang sebenar-benarnya jalan berupa
ajaran agama islam yang begitu sempurna dan menjadi rahmat bagi alam semesta.

Demikian yang bisa kami sampaikan, semoga makalah ini bisa memberikan
manfaat kepada semua pihak. Dan jangan lupa kritik serta sarannya terhadap
makalah ini dalam rangka perbaikan makalah-makalah yang akan datang.

Jombang, 31 oktober 2018

Penyusun

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................. 1

KATA PENGANTAR........................................................................................... 2

DAFTAR ISI.......................................................................................................... 3

BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................4

I.1 LATAR BELAKANG...........................................................................4

I.2 RUMUSAN MASALAH.......................................................................5

I.3 TUJUAN................................................................................................5

1.4 MANFAAT...........................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................6

II.1 PRINSIP-PRINSIP KEPERAWATAN...............................................6

II.2 ETHICAL ISSUE DALAM PRAKTIK KEPERAWATAN...............8

II.3 PRINSIP LEGAL DALAM PRAKTIK KEPERAWATAN .............11

II.4 EUTHANASIA MENURUT PANDANGAN ISLAM......................17

BAB III PENUTUP..............................................................................................19

III.1 KESIMPULAN.................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................20

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keperawatan merupakan salah satu profesi yang mempunyai bidang
garap pada kesejahteraan manusia yaitu dengan memberikan bantuan kepada
individu yang sehat maupun yang sakit untuk dapat menjalankan fungsi hidup
sehari-hariya. Salah satu yang mengatur hubungan antara perawat pasien
adalah etika. Istilah etika dan moral sering digunakan secara bergantian.
Etika dan moral merupakan sumber dalam merumuskan standar dan
prinsip-prinsip yang menjadi penuntun dalam berprilaku serta membuat
keputusan untuk melindungi hak-hak manusia. Etika diperlukan oleh semua
profesi termasuk juga keperawatan yang mendasari prinsip-prinsip suatu
profesi dan tercermin dalam standar praktek profesional. (Doheny et all,
1982).
Profesi keperawatan mempunyai kontrak sosial dengan masyarakat, yang
berarti masyarakat memberi kepercayaan kepada profesi keperawatan untuk
memberikan pelayanan yang dibutuhkan. Konsekuensi dari hal tersebut
tentunya setiap keputusan dari tindakan keperawatan harus mampu
dipertanggung jawabkan dan dipertanggung gugatkan dan setiap penganbilan
keputusan tentunya tidak hanya berdasarkan pada pertimbangan ilmiah
semata tetapi juga dengan mempertimbangkan etika.
Etika adalah peraturan atau norma yang dapat digunakan sebagai acuan
bagi perlaku seseorang yang berkaitan dengan tindakan yang baik dan buruk
yang dilakukan seseorang dan merupakan suatu kewajiban dan
tanggungjawanb moral. (Nila Ismani, 2001)
Sehingga dalam bekerja, perawat harus mengetahui tentang prinsip-prinsip
etika keperawatan, ethical issue dalam praktik keperawatan, dan prinsip-
prinsip legal dalam praktik keperawatan.

4
I.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah yang dapat kami angkat yaitu :
1. Apa saja prinsip-prinsip etika keperawatan?
2. Apa saja ethical issue dalam praktik keperawatan?
3. Apa saja prinsip-prinsip legal dalam praktik keperawatan?

I.3 Tujuan

Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah :


1. Untuk mengetahui apa saja prinsip-prinsip etika keperawatan
2. Untuk mengetahui apa saja ethical issue dalam praktik keperawatan
3. Untuk mengetahui apa saja prinsip-prinsip legal dalam praktik
keperawatan

I.4 Manfaat

Makalah Etika Keperawatan ini diharapakn mahasiswa mampu


memahami dan mengaplikasikan mengenai Etika Keperawatan dalam proses
keperawatan.

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Prinsip-Prinsip Etika Keperawatan

a. Otonomi (Autonomy)
Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu
berpikir logis dan mampu membuat keputusan sendiri. Orang dewasa
dianggap kompeten dan memiliki kekuatan membuat sendiri, memilih dan
memiliki berbagai keputusan atau pilihan yang harus dihargai oleh orang lain.
Prinsip otonomi merupakan bentuk respek terhadap seseorang, atau
dipandang sebagai persetujuan tidak memaksa dan bertindak secara rasional.
Otonomi merupakan hak kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut
pembedaan diri. Praktek profesional merefleksikan otonomi saat perawat
menghargai hak-hak klien dalam membuat keputusan tentang perawatan
dirinya.

b. Beneficience (Berbuat baik)


Beneficience berarti, hanya melakukan sesuatu yang baik. Kebaikan,
memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejahatan, penghapusan
kesalahan atau kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh diri dan orang lain.
Terkadang, dalam situasi pelayanan kesehatan, terjadi konflik antara prinsip
ini dengan otonom.

c. Nonmaleficience (Tidak merugikan)


Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan
psikologis pada klien. Prinsip untuk tidak melukai orang lain berbeda dan
lebih keras daripada prinsip untuk melakukan yang terbaik. Resiko fisik,
psikologis, maupun sosial akibat tindakan dan pengobatan yang akan
dilakukan hendaknya seminimal mungkin.

6
d. Justice (Keadilan)
Prinsip keadilan dibutuhkan untuk terpai yang sama dan adil terhadap
orang lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan.
Nilai ini direfleksikan dalam prkatek profesional ketika perawat bekerja untuk
terapi yang benar sesuai hukum, standar praktek dan keyakinan yang benar
untuk memperoleh kualitas pelayanan kesehatan.

e. Moral Right
Moral right menyangkut apa yang benar dan salah pada perbuatan, sikap,
dan sifat. Tanda utama adanya masalah moral, adalah bisikan hati nurani atau
timbulnya perasaan bersalah, malu, tidak tenang, dan tidak damai dihati.
Standar moral dipengaruhi oleh ajaran, agama, tradisi, norma kelompok, atau
masyarakat dimana ia dibesarkan.

f. Nilai dan Norma Masyarakat


Nilai-nilai (values) adalah suatu keyakinan seseorang tentang penghargaan
terhadap suatu standar atau pegangan yang mengarah pada sikap/perilaku
seseorang. Sistem nilai dalam suatu organisasi adalah rentang nilai-nilai yang
dianggap penting dan sering diartikan sebagai perilaku personal. Values (nilai-
nilai) yang idealsatau idaman, konsep yang sangat berharga bagi seseorang
yang dapat memberikan arti dalam hidupnya.avlues merupakan sesuatu yang
berharga bagi seseorang, dan bisa mempengaruhi persepsi,motivasi,pilihan dan
keputusannya. Salary dan McDonnel (1989),values yang di sadari menjadi
pengendali internal seseorang adn bertingkah, membuat pilihan dan keputusan.

7
II.2 Ethical Issue dalam Praktik Keperawatan

1. Euthanasia
Istilah euthanasia berasal dari bahasa yunani “euthanathos”. Eu artinya
baik, tanpa penderitaan ; sedangkan thanathos artinya mati atau kematian.
Dengan demikian, secara etimologis, euthanasia dapat diartikan kematian
yang baik atau mati dengan baik tanpa penderitaan.Ada pula yang
menerjemahkan bahwa euthanasia secara etimologis adalah mati cepat tanpa
penderitaan.
Banyak ragam pengertian euthanasia yang sudah muncul saat ini. Ada
yang menyebutkan bahwa euthanasia merupakan praktek pencabutan
kehidupan manusia atau hewan melalui cara yang dianggap tidak
menimbulkan rasa sakit atau menimbulkan rasa sakit yang minimal, biasanya
dilakukuan dengan cara memberikan suntikan yang mematikan. Saat ini yang
dimaksudkan dengan enthanasia adalah bahwa seorang dokter mengakhiri
kehidupan pasien terminal dengan memberikan suntikan yang mematikan atas
permintaan pasien itu sendiri, atau dengan kata lain euthanasia
merupakan pembunuhan legal.
Belanda, salah satu Negara di Eropa yang maju dalam pengetahuan
hukum kesehatan mendefinisikan euthanasia sesuai dengan rumusan yang
dibuat oleh Euthanasia Study Group dari KNMG (Ikatan Dokter Belanda),
yaitu :
Euthanasia adalah dengan sengaja tidak melakukan sesuatu untuk
memperpanjang hidup seorang pasien atau sengaja melakukan sesuatu untuk
memperpendek hidup atau mengakhiri hidup seorang pasien, dan ini
dilakukan untuk kepentingan pasien itu sendiri.

A. Jenis-jenis Euthnasia
Euthanasia dapat digolongkan menjadi beberapa jenis, sesuai dengan dari
mana sudut pandangnya atau cara melihatnya.

8
Dilihat dari cara pelaksanaannya, euthanasia dapat dibedakan atas :
a. Euthanasia pasif
Euthanasia pasif adalah perbuatan menghentikan atau mencabut segala
tindakan atau pengobatan yang sedang berlangsung untuk mempertahankan
hidup pasien. Dengan kata lain, euthanasia pasif merupakan tindakan tidak
memberikan pengobatan lagi kepada pasien terminal untuk mengakhiri
hidupnya. Tindakan pada euthanasia pasif ini dilakukan secara sengaja dengan
tidak lagi memberikan bantuan medis yang dapat memperpanjang hidup
pasien, seperti tidak memberikan alat-alat bantu hidup atau obat-obat penahan
rasa sakit, dan sebagainya.
Penyalahgunaan euthanasia pasif biasa dilakukan oleh tenaga medis
maupun keluarga pasien sendiri. Keluarga pasien bisa saja menghendaki
kematian anggota keluarga mereka dengan berbagai alasan, misalnya untuk
mengurangi penderitaan pasien itu sendiri atau karena sudah tidak mampu
membayar biaya pengobatan.

b. Euthanasia aktif atau euthanasia agresif


Euthanasia aktif atau euthanasia agresif adalah perbuatan yang dilakukan
secara medik melalui intervensi aktif oleh seorang dokter dengan tujuan untuk
mengakhiri hidup manusia. Dengan kata lain, Euthanasia agresif atau
euthanasia aktif adalah suatu tindakan secara sengaja yang dilakukan oleh
dokter atau tenaga kesehatan lain untuk mempersingkat atau mengakhiri hidup
si pasien. Euthanasia aktif menjabarkan kasus ketika suatu tindakan dilakukan
dengan tujuan untuk mnimbulkan kematian dengan secara sengaja melalui
obat-obatan atau dengan cara lain sehingga pasien tersebut meninggal.

Euthanasia aktif ini dapat pula dibedakan atas :


1) Euthanasia aktif langsung (direct)
Euthanasia aktif langsung adalah dilakukannnya tindakan medis
secara terarah yang diperhitungkan akan mengakhiri hidup pasien,

9
atau memperpendek hidup pasien. Jenis euthanasia ini juga dikenal
sebagai mercy killing.

2) Euthanasia aktif tidak langsung (indirect)


Euthanasia aktif tidak langsung adalah saat dokter atau tenaga
kesehatan melakukan tindakan medis untuk meringankan
penderitaan pasien, namun mengetahui adanya risiko tersebut dapat
memperpendek atau mengakhiri hidup pasien.

Ditinjau dari permintaan atau pemberian izin, euthanasia dibedakan


atas :
a. Euthanasia Sukarela (Voluntir)
Euthanasia yang dilakukan oleh tenaga medis atas permintaan
pasien itu sendiri. Permintaan pasien ini dilakukan dengan sadar atau
dengan kata lain permintaa pasien secara sadar dn berulang-ulang, tanpa
tekanan dari siapapun juga.
b. Euthanasia Tidak Sukarela (Involuntir)
Euthanasia yang dilakukan pada pasien yang sudah tidak sadar.
Permintaan biasanya dilakukan oleh keluarga pasien.Ini terjadi ketika
individu tidak mampu untuk menyetujui karena faktor umur, ketidak
mampuan fisik dan mental, kekurangan biaya, kasihan kepada
penderitaan pasien, dan lain sebagainya.
Sebagai contoh dari kasus ini adalah menghentikan bantuan
makanan dan minuman untuk pasien yang berada di dalam keadaan
vegetatif (koma). Euthanasia ini seringkali menjadi bahan perdebatan
dan dianggap sebagai suatu tindakan yang keliru oleh siapapun juga.
Hal ini terjadi apabila seseorang yang tidak berkompeten atau tidak
berhak untuk mengambil suatu keputusan, misalnya hanya seorang wali
dari pasien dan mengaku memiliki hak untuk mengambil keputusan
bagi pasien tersebut.

10
II.3 Prinsip Legal Dalam Praktik Keperawatan : Tort

Tort adalah kesalahan yang dibuat kepeda seseorang atau hak miliknya.
A. Tort intesional
Merupakan tindakan terencana yang melanggar hak orang lain, seperti
kekerasan, ancaman dan kesalah pahanan.
1. Ancaman adalah intesional yang mengandung maksud melakukan kontak
menyerang dan membahayakan.
Contoh : perawat mengancam akan tetap melakukan tindakan x-ray
walaupun pasien tidak menyetujui hal itu.
2. Kekerasan adalah segala sentuhan yang disengaja dilakukan tanpa ijin.
Contoh: perawat mengancam untuk melakukan injeksi tanpa persetujuan
klien, jika perawat tetap memberikan injeksi maka itu disebut kekerasan.
3. Kesalah Pahaman adalah terjadi jika seorang ditahan tanpa adanya surat
resmi. Contoh : hal ini terjadi ketika perawat menahan klien dalam area
terbatas yang mengganggu kebebasan klien tersebut.

B. Tort Kuasi-Intensional
Merupakan tindakan yang direncanakan, tidak akan menimbulkan hal yang
tidak diinginkan jika tindakan tersebut dilakukan, seperti pelanggaran privasi
dan pencemaran nama baik.

1. Pelanggaran privasi.
Pelanggaran privasi adalah melindungi hak klien untuk bebas dari
gangguan terhadap masalah pribadinya.
Ada 4 tipe pelanggaran pribadi :
1) Gangguan terhadap privasi
2) Peniruan nama
3) Penderitaan tentang fakta pribadi/fakta yang memalukan

11
4) Piblikasi palsu tentang seseorang
Contoh : pemberian informasi medis klien kepada pihak tidak berwenang
seperti wartawan atau atasan klien.

2. Pencemaran nama baik


Pencemaran nama baik adalah publikasi pernyataan palsu yang merusak
reputasi seseorang. Niat buruk berarti pihak yang mengeluarkan pernyataan
tersebut mengetahui bahwa pernyataan tersebut adalah palsu dan tetap
melakukaknnya. Slander terjadi saat seseorang memberikan pernyataan palsu
secara lisan. Contohnya seorang perawat memberitahukan kepada orang lain
bahwa seorang klien menderita penyakit menular seksual dan hal itu
mempengaruhi karir bisnis klien. Libel adalah pencemaran nama baik secara
tertulis. Contohnya penulisan data palsu.

C. Tort Nonintensional
1. Malpraktik
Malpraktik adalah praktek kedokteran yang salah atau tidak sesuai dengan
standar profesi atau standar prosedur oprasional. Untuk malpraktek
kedokteran juga dapat dikenai hukum kriminal. Malpraktek kriminal terjadi
ketika seorang dokter yang menangani sebuah kasus telah melanggar undang-
undang hukum pidana. Perbuatan ini termasuk ketidakjujuran, kesalahan
dalam rekam medis, penggunaan ilegal obat-obatan, pelanggaran dalam
sumpah dokter, perawatan yang lalai, dan tindakan pelecehan seksual pada
pasien.
Adapun pengertian dari malprakrek lainnya adalah kelalaian dari seorang
dokter atau perawat untuk menterapkan tingkat ketrampilan dan
pengetahuannya di dalam memberikan pelayanan pengobatan dan perawatan
terhadap seorang pasien yang lazim diterapkan dalam mengobati dan merawat
orang sakit atau terluka di lingkungan wilayah yang sama. Ellis dan Hartley
(1998) mengungkapkan bahwa malpraktik merupakan batasan yang spesifik
dari kelalaian (negligence) yang ditujukan kepada seseorang yang telah

12
terlatih atau berpendidikan yang menunjukkan kinerjanya sesuai bidang
tugas/pekejaannya. Terhadap malpraktek dalam keperawatan maka
malpraktik adalah suatu batasan yang dugunakan untuk menggambarkan
kelalaian perawat dalam melakukan kewajibannya.
Tindakan yang termasuk dalam malpraktek :
1. Kesalahan diagnosa
2. Penyuapan
3. Penyalahan alat
4. Pemberian dosis obat yang salah
5. Alat-alat yang tidak memenuhi standar kesehatan atau tidak steril.

Dampak yang terjadi akibat malpraktek :


1. Merugikan pasien terutama pada fisiknya bisa menimbulkan cacat yang
permanen.
2. Bagi petugas kesehatan mengalami gangguan psikologisnya, karena
merasa bersalah.
3. Dari segi hukum dapat dijerat hukum pidana.
4. Dari segi sosial dapat dikucilkan oleh masyarakat.
5. Dari segi agama mendapat dosa.
6. Dari etika keperawatan melanggar etika keperawatan bukan tindakan
professional.

2. Persetujuan
Formulir persetujuan (consent) yang telah ditandatangani dibutuhkan
untuk semua pengobatan rutin, prosedur yang berbahaya seperti operasi,
beberapa program pengobatan seperti kemoterapi dan penelitian yang
melibatkan klien (TJC,2006). Klien menandatangani formulir persetujuan
umum saat masuk rawat inap di rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan
lain. Klien atau yang mewakilinya harus menandatangani formulir persetujuan
khusus atau pengobatan sebelum pelaksanaan prosedur tertentu secara terpisah.

13
Undang-undang Negara bagian menetukan persyaratan individu yang
secara hukum dapat memberikan persetujuan untuk pengobatan medis
(Medical Patient Rights Act, 1994). Perawat harus mengenal dan memahami
hukum Negara serta kebijakan dan prosedur persetujuan di institusi tempat ia
bekerja.
Jika klien menderita tuna rungu, buta huruf, atau berbicara dalam bahasa
asing, maka harus disediakan tenaga penerjemah untuk menjelaskan istilah
yang tertulis dalam formulir persetujuan. Anggota keluarga atau kerabat yang
dapat berbicara dalam bahasa klien sebaiknya jangan menjadi penerjemah
informasi kesehatan. Bantulah klien dalam membuat pilihan.

3. Informed Consent
Informed consent adalah persetujuan individu terhadap pelaksanaan suatu
tindakan, seperti operasi atau prosedur dianostik invasive, berdasarkan
pemberitahuan lengkap tentang risiko, manfaat, alternative, dan akibat
penolakan (Black,2004). Informed consent adalah kewajiban hukum bagi
penyelenggara pelayanan kesehatan untuk memberikan informasi dalam istilah
yang dimengerti oleh klien sehingga klien dapat membuat pilihan
(Dalinis,2005). Penjelasan juga menggambarkan alternative pengobatan dan
risiko terkait dalam semua pilihan pengobatan. Kegagalan memperoleh
persetujuan selain pada keadaan darurat dapat mengakibatkan timbulnya
tuntutan kekerasan. Tanpa persetujuan tertulis, seorang klien dapat mengajukan
tuntutan terhadap penyedia pelayanan kesehatan atas kelalaian.
Infored consent merupakan bagian dari hubungan antara penyedia
pelayanan kesehatan dan klien. Persetujuan ini harus diperoleh pada saat klien
tidak berada dalam pengaruh obat seperti narkotik. Karena perawat tidak
melakukan operasi atau prosedur medis langsung, maka pengambilan
persetujuan bukan merupakan tugas perawat. Orang yang bertanggung jawab
atas pelaksanaan prosedur tersebut juga bertanggung jawab atas pengambilan
informed consent.

14
4. Siswa Keperawatan
Siswa keperawata memiliki tanggung jawab hukum jika tindakannya
membahayakan klien. Jika bahaya timbul sebagai akibat tindakannya ata
ketiadaan tindakannya, maka siswa, instruktur, fasilitas kesehatan, dan institusi
pendidikan juga bertanggung jawab terhadap kesalahan tersebut. Siswa
keperawatan tidak diperbolehkan untuk menerima tugas yang tidak
dipersiapkan sebelumnya. Instruktur harus mengawasi mereka selama
pembelajaran keterampilan baru. Meskipun siswa keperawatan bukan pekerja
rumah sakit, tetapi institusi tetap bertanggung jawab untuk mengawasi tindakan
siswa keperawatan. Siswa keperawatan diharapkan melakukan tindakan secara
aman seperti halnya seorang perawat professional. Staf fakultas bertanggung
jawab untuk memberikan instruksi dan mengawasi siswa, tetapi pada beberapa
situasi tanggung jawab ini juga diemban perawat staf yang bertugas sebagai
pengajar. Setiap sekolah keperawatan harus memberikan definisi yang jelas
mengenai tanggung jawab fakultas dan pengajar.
Saat siswa bekerja sebagai asisten perawat, mereka tidak boleh
melaksanakan tugas yang tidak terdapat dalam deskripsi tugas bagi asisten
perawat. Sebagai contoh, meskipun telah belajar tentang pemberian obat
instramuskular, tetapi siswa tidak boleh melakukannya. Jika perawat pengawas
memberikan tugas tanpa memastikan kemampuan siswa tersebut, maka secara
hukum ia juga akan bertanggung jawab. Jika seseorang meminta siswa yang
bertugas sebagai asisten perawat untuk melaksanakan prosedur yang belum
dapat mereka lakukan secara aman, maka ia harus menyampaikan informasi
tersebut kepada pengawas agar mereka memperoleh bantuan.

5. Asuransi Malpraktik
Malpraktik atau asuransi tanggung jawab profesi merupakan kontrak
antara perawat dan perusahaan asuransi. Asuransu malpraktik memberikan
perlindungan pada perawat saat terlibat tuntutan atas kelalaian professional
atau malpraktik medis. Sebagai bagian dari kontrak, perusahaan asuransi
membayar biaya persidangan dan pengacara yang mewakili perawat. Perawat

15
yang dipekerjakan oleh institusi kesehatan biasanya ditanggung oleh pihak
asuransi institusi tersebut. Perawat tidak perlu memperoleh asuransi tambahan,
kecuali ia berencana melakukan praktik di luar institusi. Namun asuransu
intitusi tersebut hanya menanggung perawat yang bekerja sesuai cakupan
pekerjaannya.

6. Masalah Penelantaran dan Penugasan


Kekurangan staf. Selama terjadinya pengurangan staf atau tenaga kerja,
maka akan timbul masalah kekurangan staf (TJC,2006). Community Health
Accreditation Program (CHAP) dan standar federal lainnya mewajibkan
institusi untuk memiliki pedoman penentuan jumlah (rasio) perawat yang
dibutuhkan untuk melayani sejumlah klien tertentu. Masalah hukum akan
terjadi bila terdapat kekurangan jumlah perawat untuk memberikan pelayanan
atau perawat harus bekerja lembur.
Dalam usaha mengatasi hal ini, California menyusun undang-undang
California Assembly Bill 394 (AB394) yang mewajibkan penetapan rasio
perbandingan perawat dank lien dalam semua bidang keperawatan akut.
California merupakan Negara bagian pertama dan satu-satunya yang
mengadopsi peraturan ini. Standar ini diberlakukan sejak 1 Januari 2004.
Sekitar 15 negara bagian lainnya sedang membahas peraturan sejenis. Rasio
staf yang aman terus menjadi masalah dan perhatian bagi semua perawat
(Benko,2004). Jika perawat diberikan tugas lebih banyak dari seharusnya,
maka mereka harus memberitahukan hal ini kepada perawat pengawas
(Blair,2003).

16
II.4 EUTHANASIA MENURUT PANDANGAN ISLAM

Di dalam pandangan islam masih belum jelas apa hukum euthanasia tapi sudah
banyak ulama yang berpendapat dan mengeluarkan dasarannya masin-masing.
Euthanasia di dalam islam dibagi menjadi dua yaitu ada euthanasia aktif (al
qatlu alahmad) dan euthanasia pasif.
a. Euthanasia aktif
Walaupun niatnya baik untuk meringankan pasien tapi tetap saja haram,
dikarenakan membunuh dengan cara yang salah walaupun niatnya baik.
Walaupun itu juga telah diperbolehkan oleh keluarga pasien. Dan juga ada
beberapa dalil yang juga bersangkutan di antaranya

“Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang

lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja), dan barangsiapa membunuh

seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang

hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada

keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh)

bersedekah. Jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai)

antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat

yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan

hamba sahaya yang beriman. Barangsiapa yang tidak memperolehnya, maka

hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut untuk

penerimaan taubat dari pada Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi

Maha Bijaksana.” (Q,S an nisa 92)

b. Euthanasia pasif

17
Dalam euthanasia pasif ini sebenarnya lebih toleran karena bertujuan

menghentikan pengobatan tetapi dengan maksud membantu. Biasanya hal

ini di lakukan karena pengobatan yang diberikan sudah tidak ada gunanya

lagi dan tidak akan membawa kesembuhan pada pasien. Walaupun hokum

ini masih belum jelas tetapi ada salah satu tokoh muslim yang

berpendapat, yaitu syekh yusuf qaradhami menggolongkan hal tersebut

sebagai pembunuhan walaupun niatnya dengan dasar kasih sayang.

Biasanya tenaga medis akan memberikan obat penghilang rasa sakit

dengan takaran dosis yang tinggi sesuai penyakit yang di derita dan juga

menghilangkan nyawa sekaligus.

BAB III

18
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat kita simpulkan bahwa sebagai seorang
perawat yang professional dalam bertugas dalam bidang pelayanan masyarakat
harus memahami dan menerapkan etika keperawatan yang digunakan sebagai
acuan bagi perlaku seseorang yang berkaitan dengan tindakan yang baik dan
buruk yang dilakukan seseorang dan merupakan suatu kewajiban dan
tanggungjawanb moral.
Selain berpedoman pada etika keperawatan, dalam memberikan pelayanan
kesehatan bagi masyarakat, perawat juga harus mengetahui prinsip-prinsip etika
keperawatan, ethical issue dalam praktik keperawatan dan prinsip-prinsip legal
dalam praktik keperawatan, sehingga nantinya dalam memberikan pelayanan
kesehatan, seorang perawat dapat meberikan pelayanan terbaik kepada klien.

19
DAFTAR PUSTAKA
Anni isfandyarie, 2011, tanggung jawab bagi tenaga medis buku 1
Muhammad, kartono, 1992, teknologi kedokteran dan tantangan terhadap bioetika
Al-maliki, abdurahman, 1990. Nizham al uqubuat. Beirut : darul ummah
.http://ristalikestar.blogspot.com/2014/04/makalah-etika-keperawatan.html. 31
oktober 2018
https://www.academia.edu/10188957/Etika_Keperawatan_Euthanasia_? 31
oktober 2018

20

Anda mungkin juga menyukai