Anda di halaman 1dari 27

ASPEK ETIK DAN LEGAL DALAM PELAYANAN KEPERAWATAN

OLEH :
1. NI WAYAN KENDRANITI
2. NI WAYAN SUTARNI
3. PUTU INDAH JELITA LESTARI
4. NI PUTU SUYATI NINGSIH
5. NI MADE WIDYANTHI
6. NI LUH WIDARSIH

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA PPNI BALI


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN ALIH JENJANG
2017

1
KATA PENGANTAR

Marilah kita panjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas izinnya
kami dapat menyusun dan menyelesaikan Makalah dengan judul “Aspek etik dan legal
dalam pelayanan keperawatan” dengan tepat pada waktunya.

Kami sudah berusaha menyusun makalah ini sebaik mungkin, akan tetapi kami
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Namun berkat arahan,
bimbingan, dan bantuan dari berbagai pihak termasuk dosen dan teman-teman, makalah ini
dapat kami selesaikan tepat pada waktunya. Oleh karena itu, pada kesempatan ini kami
menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu serta memberikan
arahan dan bimbingan kepada kami.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya, dan bagi pembaca
umumnya. Kami sebagai penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
demi kesempurnaan tugas ini.

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................................................ii
BAB I...............................................................................................................................................1
PENDAHULUAN...........................................................................................................................1
A. Latar Belakang......................................................................................................................1
B. Rumusan masalah.................................................................................................................1
C. Tujuan...................................................................................................................................2
D. Manfaat.................................................................................................................................2
BAB II.............................................................................................................................................3
PEMBAHASAN..............................................................................................................................3
A. Pengertian etika keperawatan...............................................................................................3
B. Prinsip-prinsip etika keperawatan.........................................................................................3
C. Ethical Issue dalam Praktik Keperawatan............................................................................5
D. Prinsip-prinsip legal dalam praktik keperawatan................................................................11
E. Perlindungan hukum dalam praktik keperawatan...............................................................14
F. Pengambilan keputusan legal-etik keperawatan.................................................................19
BAB III..........................................................................................................................................23
PENUTUP.....................................................................................................................................23
A. Simpulan.............................................................................................................................23
B. Saran...................................................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................25

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keperawatan merupakan salah satu profesi yang mempunyai bidang garap pada
kesejahteraan manusia yaitu dengan memberikan bantuan kepada individu yang sehat
maupun yang sakit untuk dapat menjalankan fungsi hidup sehari-hariya. Salah satu yang
mengatur hubungan antara perawat pasien adalah etika. Istilah etika dan moral sering
digunakan secara bergantian.
Etika dan moral merupakan sumber dalam merumuskan standar dan prinsip-prinsip yang
menjadi penuntun dalam berprilaku serta membuat keputusan untuk melindungi hak-hak
manusia. Etika diperlukan oleh semua profesi termasuk juga keperawatan yang mendasari
prinsip-prinsip suatu profesi dan tercermin dalam standar praktek profesional. (Doheny et all,
1982).
Profesi keperawatan mempunyai kontrak sosial dengan masyarakat, yang berarti
masyarakat memberi kepercayaan kepada profesi keperawatan untuk memberikan pelayanan
yang dibutuhkan. Konsekuensi dari hal tersebut tentunya setiap keputusan dari tindakan
keperawatan harus mampu dipertanggungjawabkan dan dipertanggunggugatkan dan setiap
pengambilan keputusan tentunya tidak hanya berdasarkan pada pertimbangan ilmiah semata
tetapi juga dengan mempertimbangkan etika.
Etika adalah peraturan atau norma yang dapat digunakan sebagai acuan bagi perlaku
seseorang yang berkaitan dengan tindakan yang baik dan buruk yang dilakukan seseorang
dan merupakan suatu kewajiban dan tanggungjawanb moral.(Nila Ismani, 2001). Sehingga
dalam bekerja, perawat harus mengetahui tentang prinsip-prinsip etika keperawatan, ethical
issue dalam praktik keperawatan, dan prinsip-prinsip legal dalam praktik keperawatan,
perlindungan hukum, serta pengambilan keputusan sesuai legal-etik keperawatan.

B. Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud dengan etika keperawatan ?
2. Apa saja prinsip-prinsip etika keperawatan?
3. Apa saja ethical issue dalam praktik keperawatan?

1
4. Apa saja prinsip-prinsip legal dalam praktik keperawatan?
5. Apa saja perlindungan hukum dalam praktik keperawatan?
6. Bagaimana cara melakukan pengambilan keputusan sesuai dengan legal-etik
keperawatan?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian etika keperawatan
2. Untuk mengetahui prinsip-prinsip etika keperawatan
3. Untuk mengetahui ethical issue dalam keperawatan
4. Untuk mengetahui prinsip-prinsip legal dalam praktik keperawatan
5. Untuk mengetahui perlindungan hukum dalam praktik keperawatan
6. Untuk mengetahui pengambilan keputusan sesuai legal-etik keperawatan

D. Manfaat
Dengan mempelajari aspek etik dan legal dalam pelayanan keperawatan diharapkan
mahasiswa dapat memahami serta menerapkan aspek etik dan legal dalam memberikan
pelayanan bagi masyarakat

BAB II

PEMBAHASAN

2
A. Pengertian etika keperawatan
Etika keperawatan adalah suatu ungkapan tentang bagaimana perawat wajib bertingkah
laku. Etika keperawatan merujuk pada standar etik yang menentukan dan menuntun perawat
dalam praktik keperawatan sehari-hari seperti jujur pada pasien, menghargai pasien dan
beradvokasi atas nama pasien. (Fry,1994)

B. Prinsip-prinsip etika keperawatan


1. Otonomi (Autonomy)
Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir logis dan
mampu membuat keputusan sendiri. Otonomi merupakan hak kemandirian dan
kebebasan individu yang menuntut pembedaan diri. Praktik profesional merefleksikan
otonomi saat perawat menghargai hak-hak klien dalam membuat keputusan tentang
perawatan dirinya.

2. Beneficience (Berbuat baik)


Beneficience berarti, hanya melakukan sesuatu yang baik. Kebaikan, memerlukan
pencegahan dari kesalahan atau kejahatan, penghapusan kesalahan atau kejahatan dan
peningkatan kebaikan oleh diri dan orang lain. Terkadang, dalam situasi pelayanan
kesehatan, terjadi konflik antara prinsip ini dengan otonom.
3. Nonmaleficience (Tidak merugikan)
Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan psikologis pada
klien. Prinsip untuk tidak melukai orang lain berbeda dan lebih keras daripada prinsip
untuk melakukan yang terbaik. Resiko fisik, psikologis, maupun sosial akibat tindakan
dan pengobatan yang akan dilakukan hendaknya seminimal mungkin.
4. Justice (Keadilan)
Prinsip keadilan dibutuhkan untuk mendapatkan tempat yang sama dan adil terhadap
orang lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan. Nilai ini
direfleksikan dalam praktik profesional ketika perawat bekerja untuk terapi yang benar
sesuai hukum, standar praktek dan keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas
pelayanan kesehatan.
5. Kejujuran (Veracity)

3
Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Prinsip veracity berhubungan dengan
kemampuan seseorang untuk mengatakan kebenaran. Informasi harus ada agar menjadi
akurat, komprensensif, dan objektif untuk memfasilitasi pemahaman dan penerimaan
materi yang ada, dan mengatakan yang sebenarnya kepada klien tentang segala sesuatu
yang berhubungan dengan keadaan dirinya selama menjalani perawatan. Walaupun
demikian, terdapat beberapa argument mengatakan adanya batasan untuk kejujuran
seperti jika kebenaran akan kesalahan prognosis klien untuk pemulihan atau adanya
hubungan paternalistik bahwa ”doctors knows best” sebab individu memiliki otonomi,
mereka memiliki hak untuk mendapatkan informasi penuh tentang kondisinya.
Kebenaran merupakan dasar dalam membangun hubungan saling percaya.
6. Menepati janji (Fidelity)
Prinsip fidelity dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan komitmennya terhadap
orang lain. Perawat setia pada komitmennya dan menepati janji serta menyimpan rahasia
klien. Ketaatan, kesetiaan, adalah kewajiban seseorang untuk mempertahankan komitmen
yang dibuatnya. Kesetiaan, menggambarkan kepatuhan perawat terhadap kode etik yang
menyatakan bahwa tanggung jawab dasar dari perawat adalah untuk meningkatkan
kesehatan, mencegah penyakit, memulihkan kesehatan dan meminimalkan penderitaan.
7. Kerahasiaan (Confidentiality)
Aturan dalam prinsip kerahasiaan adalah informasi tentang klien harus dijaga privasi
klien. Segala sesuatu yang terdapat dalam dokumen catatan kesehatan klien hanya boleh
dibaca dalam rangka pengobatan klien. Tidak ada seorangpun dapat memperoleh
informasi tersebut kecuali jika diijinkan oleh klien dengan bukti persetujuan. Diskusi
tentang klien diluar area pelayanan, menyampaikan pada teman atau keluarga tentang
klien dengan tenaga kesehatan lain harus dihindari.
8. Akuntabilitas (Accountability)
Akuntabilitas merupakan standar yang pasti bahwa tindakan seorang profesional dapat
dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa terkecuali.

C. Ethical Issue dalam Praktik Keperawatan


1. Euthanasia
a. Pengertian

4
Istilah euthanasia berasal dari bahasa yunani “euthanathos”. Eu artinya baik, tanpa
penderitaan; sedangkan thanathos artinya mati atau kematian. Dengan demikian,
euthanasia secara etimologis adalah mati cepat tanpa penderitaan.
Belanda, salah satu Negara di Eropa yang maju dalam pengetahuan hukum kesehatan
mendefinisikan euthanasia sesuai dengan rumusan yang dibuat oleh Euthanasia Study
Group dari KNMG (Ikatan Dokter Belanda), yaitu : euthanasia adalah dengan sengaja tidak
melakukan sesuatu untuk memperpanjang hidup seorang pasien atau sengaja melakukan
sesuatu untuk memperpendek hidup atau mengakhiri hidup seorang pasien, dan ini
dilakukan untuk kepentingan pasien itu sendiri.
b. Jenis-jenis Euthnasia
Euthanasia dapat digolongkan menjadi beberapa jenis, sesuai dengan dari mana sudut
pandangnya atau cara melihatnya.
1) Dilihat dari cara pelaksanaannya, euthanasia dapat dibedakan atas :
a) Euthanasia pasif
Euthanasia pasif adalah perbuatan menghentikan atau mencabut segala tindakan atau
pengobatan yang sedang berlangsung untuk mempertahankan hidup pasien. Tindakan pada
euthanasia pasif ini dilakukan secara sengaja dengan tidak lagi memberikan bantuan medis
yang dapat memperpanjang hidup pasien, seperti tidak memberikan alat-alat bantu hidup
atau obat-obat penahan rasa sakit, dan sebagainya.
Penyalahgunaan euthanasia pasif biasa dilakukan oleh tenaga medis maupun keluarga
pasien sendiri. Keluarga pasien bisa saja menghendaki kematian anggota keluarga mereka
dengan berbagai alasan, misalnya untuk mengurangi penderitaan pasien itu sendiri atau
karena sudah tidak mampu membayar biaya pengobatan.
b) Euthanasia aktif atau euthanasia agresif
Euthanasia aktif atau euthanasia agresif adalah perbuatan yang dilakukan secara medik
melalui intervensi aktif oleh seorang dokter dengan tujuan untuk mengakhiri hidup
manusia. Dengan kata lain, Euthanasia agresif atau euthanasia aktif adalah suatu tindakan
secara sengaja yang dilakukan oleh dokter atau tenaga kesehatan lain untuk mempersingkat
atau mengakhiri hidup si pasien. Euthanasia aktif menjabarkan kasus ketika suatu tindakan
dilakukan dengan tujuan untuk menimbulkan kematian dengan secara sengaja melalui obat-
obatan atau dengan cara lain sehingga pasien tersebut meninggal.

Euthanasia aktif ini dapat pula dibedakan atas :


 Euthanasia aktif langsung (direct)

5
Euthanasia aktif langsung adalah dilakukannnya tindakan medis secara terarah yang
diperhitungkan akan mengakhiri hidup pasien, atau memperpendek hidup pasien. Jenis
euthanasia ini juga dikenal sebagai mercy killing.
 Euthanasia aktif tidak langsung (indirect)
Euthanasia aktif tidak langsung adalah saat dokter atau tenaga kesehatan melakukan tindakan
medis untuk meringankan penderitaan pasien, namun mengetahui adanya risiko tersebut
dapat memperpendek atau mengakhiri hidup pasien.
2) Ditinjau dari permintaan atau pemberian izin, euthanasia dibedakan atas :
a) Euthanasia Sukarela (Voluntir)
Euthanasia yang dilakukan oleh tenaga medis atas permintaan pasien itu sendiri.
Permintaan pasien ini dilakukan dengan sadar atau dengan kata lain permintaa pasien
secara sadar dn berulang-ulang, tanpa tekanan dari siapapun juga
b) Euthanasia Tidak Sukarela (Involuntir)
Euthanasia yang dilakukan pada pasien yang sudah tidak sadar. Permintaan biasanya
dilakukan oleh keluarga pasien.Ini terjadi ketika individu tidak mampu untuk menyetujui
karena faktor umur, ketidak mampuan fisik dan mental, kekurangan biaya, kasihan kepada
penderitaan pasien, dan lain sebagainya.
Sebagai contoh dari kasus ini adalah menghentikan bantuan makanan dan minuman untuk
pasien yang berada dalam keadaan vegetatif (koma). Euthanasia ini seringkali menjadi bahan
perdebatan dan dianggap sebagai suatu tindakan yang keliru oleh siapapun juga. Hal ini terjadi
apabila seseorang yang tidak berkompeten atau tidak berhak untuk mengambil suatu keputusan,
misalnya hanya seorang wali dari pasien dan mengaku memiliki hak untuk mengambil keputusan
bagi pasien tersebut.
2. Aborsi
a. Pengertian
Aborsi adalah pengakhiran kehamilan sebelum gestasi (28 minggu) atau sebelum bayi
mencapai berat 1000 gram
b. Penyebab Aborsi
Karakteristik ibu hamil dengan aborsi yaitu:
1) Umur

6
Dalam kurun reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan dan persalinan
adalah 20-30 tahun. Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada usia di
bawah 20 tahun ternyata 2-5 kali lebih tinggi daripada kematian maternal yang terjadi pada
usia 20-29 tahun. Kematian maternal meningkat kembali sesudah usia 30-35 tahun. Ibu-ibu
yang terlalu muda seringkali secara emosional dan fisik belum matang, selain pendidikan
pada umumnya rendah, ibu yang masih muda masih tergantung pada orang lain. Keguguran
sebagian dilakukan dengan sengaja untuk menghilangkan kehamilan remaja yang tidak
dikehendaki.Keguguran sengaja yang dilakukan oleh tenaga nonprofessional dapat
menimbulkan akibat samping yang serius seperti tingginya angka kematian dan infeksi alat
reproduksi yang pada akhirnya dapat menimbulkan kemandulan. Abortus yang terjadi pada
remaja terjadi karena mereka belum matur dan mereka belum memiliki sistem transfer
plasenta seefisien wanita dewasa. Abortus dapat terjadi juga pada ibu yang tua meskipun
mereka telah berpengalaman, tetapi kondisi badannya serta kesehatannya sudah mulai
menurun sehingga dapat mempengaruhi janin intra uterine.
2) Jarak hamil dan bersalin terlalu dekat
Jarak kehamilan kurang dari 2 tahun dapat menimbulkan pertumbuhan janin kurang baik,
persalinan lama dan perdarahan pada saat persalinan karena keadaan rahim belum pulih
dengan baik. Ibu yang melahirkan anak dengan jarak yang sangat berdekatan (di bawah dua
tahun) akan mengalami peningkatan resiko terhadap terjadinya perdarahan pada trimester
III, termasuk karena alasan plasenta previa, anemia dan ketuban pecah dini serta dapat
melahirkan bayi dengan berat lahir rendah.
3) Paritas ibu
Anak lebih dari 4 dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan janin dan perdarahan saat
persalinan karena keadaan rahim biasanya sudah lemah. Paritas 2-3 merupakan paritas
paling aman ditinjau dari sudut kematian maternal.Paritas 1 dan paritas tinggi (lebih dari 3)
mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi.Lebih tinggi paritas, lebih tinggi kematian
maternal. Risiko pada paritas 1 dapat ditangani dengan asuhan obstetrik lebih baik,
sedangkan risiko pada paritas tinggi dapat dikurangi atau dicegah dengan keluarga
berencana. Sebagian kehamilan pada paritas tinggi adalah tidak direncanakan.
4) Riwayat Kehamilan yang lalu

7
Menurut Malpas dan Eastman kemungkinan terjadinya abortus lagi pada seorang wanita
ialah 73% dan 83,6%. Sedangkan, Warton dan Fraser dan Llewellyn - Jones memberi
prognosis yang lebih baik, yaitu 25,9% dan 39% (Wiknjosastro, 2007).
Menjalani kehamilan itu berat, apalagi kehamilan yang tidak dikehendaki. Terlepas dari
alasan apa yang menyebabkan kehamilan, aborsi pada umumnya dilakukan karena terjadi
kehamilan yang tidak diinginkan. Apakah dikarenakan kontrasepsi yang gagal, perkosaan,
ekonomi, jenis kelamin atau hamil di luar nikah..
Jika aborsi untuk alasan medis, aborsi adalah legal, untuk korban perkosaan, aborsi masih
diperbolehkan walaupun tidak semua dokter mau melakukannya. Kasus perkosaan
merupakan pilihan yang sulit. Meskipun bisa saja kita mengusulkan untuk memelihara
anaknya hingga lahir, lalu diadopsikan ke orang lain, itu semua tergantung kematangan si
ibu dan dukungan masyarakat agar anak yang dilahirkan tidak dilecehkan oleh masyarakat.
c. Jenis-Jenis Aborsi

1) Aborsi Alamiah atau Spontan


Aborsi alamiah / spontan berlangsung tanpa tindakan apapun (keguguran). Pada umumnya
aborsi ini dikarenakan kurang baiknya kualitas sel telur maupun sel sperma.
2) Aborsi Medisinalis
Aborsi medisinalis adalah aborsi yang terjadi karena berbagai alasan yang bersifat medis.
Aborsi ini dilakukan karena berbagai macam indikasi :
 Abortus yang mengancam (threatened abortion) disertai dengan pendarahan yang terus
menerus, atau jika janin telah meninggal (missed abortion).
 Hidatidosa atau hindramnion akut. Infeksi uterus akibat tindakan abortus kriminalis. Penyakit
keganasan pada saluran jalan lahir, misalnya kanker serviks atau jika dengan adanya
kehamilan akan menghalangi pengobatan untuk penyakit keganasan lainnya pada tubuh
seperti kanker payudara , prolaps uterus yang tidak bisa diatasi. Telah berulang kali
mengalami operasi caesar. Penyakit-penyakit dari ibu yang sedang mengandung,
misalnya penyakit jantung organik dengan kegagalan jantung, hipertensi, nephritis,
tuberkolosis, paru aktif yang berat.Penyakit-penyakit metabolik misalnya diabetes yang tidak
terkontrol. Epilepsi yang luas dan berat, gangguan jiwa , disertai dengan kecenderungan
untuk bunuh diri. Pada kasus seperti ini, sebelum melakukan tindakan abortus harus
dikonsultasikan dengan psikiater.
8
3) Aborsi Kriminalis
Pada umumnya aborsi ini terjadi karena janin yang dikandung tidak dikehendaki oleh karena
berbagai macam alasan.
Seperti berkut ini :
 Alasan psikososial, di mana ibu sendiri sudah enggan/tidak mau untuk punya anak lagi.
 Kehamilan di luar nikah.
 Masalah ekonomi, menambah anak berarti akan menambah beban ekonomi keluarga.
 Masalah social misalnya khawatir adanya penyakit turunan, janin cacat.
 Kehamilan yang terjadi akibat perkosaan atau akibat incest (hubungan antar keluarga).
 Selain itu tidak bisa dilupakan juga bahwa kegagalan kontrasepsi juga termasuk tindakan
kehamilan yang tidak diinginkan.
3. Transplantasi organ
a. Pengertian
Transplantasi adalah pemindahan suatu jaringan atau organ manusia tertentu dari suatu
tempat ke tempat lain pada tubuhnya sendiri atau tubuh orang lain dengan persyaratan dan
kondisi tertentu. Transplantasi organ dan jaringan tubuh manusia merupakan tindakan medik
yang sangat bermanfaat bagi pasien dengan ganguan fungsi organ tubuh yang berat. Ini
adalah terapi pengganti (alternatif) yang merupakan upaya terbaik untuk menolong
penderita/pasien dengan kegagalan organnya, karena hasilnya lebih memuaskan
dibandingkan dengan pengobatan biasa atau dengan cara terapi. Hingga dewasa ini
transplantasi terus berkembang dalam dunia kedokteran, namun tindakan medik ini tidak
dapat dilakukan begitu saja, karena masih harus dipertimbangkan dari segi non medik, yaitu
dari segi agama, hukum, budaya, etika dan moral. Kendala lain yang dihadapi Indonesia
dewasa ini dalam menetapkan terapi transplatasi, adalah terbatasnya jumlah donor keluarga
(Living Related Donor, LRD) dan donasi organ jenazah. Karena itu diperlukan kerjasama
yang saling mendukung antara para pakar terkait (hukum, kedokteran, sosiologi, pemuka
agama, pemuka masyarakat), pemerintah dan swasta.
b. Jenis – jenis Transplantasi Organ
1) Autograf (Autotransplatasi).
Autograf (Autotransplatasi) yaitu pemindahan suatu jaringan atau organ ke tempat lain
dalam tubuh orang itu sendiri. Misalnya operasi bibir sumbung, dimana jaringan atau organ
9
yang diambil untuk menutup bagian yang sumbing diambil dari jaringan tubuh pasien itu
sendiri.
2) Allograft (Homotransplantasi).
Allograft (Homotransplantasi) yaitu pemindahan suatu jaringan atau organ dari tubuh
seseorang ke tubuh yang lan yang sama spesiesnya, yakni manusia dengan manusia.
Homotransplantasi yang sering terjadi dan tingkat keberhasilannya tinggi, antara lain :
transplantasi ginjal dan kornea mata. Disamping itu terdapat juga transplantasi hati,
walaupun tingkat keberhasilannya belum tinggi. Transfusi darah sebenarnya merupakan
bagian dari transplntasi ini, karena melalui transfusi darah, bagian dari tubuh manusia
(darah) dari seseorang (donor) dipindahkan ke orang lain (recipient).
3) Xenograft (Heterotransplatasi).
Xenograft (Heterotransplatasi) yaitu pemindahan suatu jaringan atau organ dari tubuh yang
satu ke tubuh yang lain yang berbeda spesiesnya. Misalnya antara species manusia dengan
binatang. Yang sudah terjadi contohnya daah pencangkokan hati manusia dengan hati dari
baboon (sejenis kera), meskipun tingkat keberhasilannya masih sangat kecil.
4) Isograft (Transplantasi Singenik)
Transplantasi Singenik yaitu pempindahan suatu jaringan atau organ dari seseorang ke
tubuh orang lain yang identik. Misalnya masih memiliki hubungan secara genetik.
c. Komponen Yang Mendasari Transplantasi
Ada dua komponen penting yang mendasari tindakan transplantasi, yaitu:
1) Eksplantasi yaitu usaha mengambil jaringan atau organ manusia yang hidup atau yang
sudah meninggal.
2) Implantasi yaitu usaha menempatkan jaringan atau organ tubuh tersebut kepada bagian
tubuh sendiri atau tubuh orang lain
Komponen Yang Menunjang Transplantasi
 Adaptasi Donasi yaitu usaha dan kemampuan menyesuaikan diri orang hidup yang diambil
jaringan atau organ tubuhnya, secara biologis dan psikis, untuk hidup dengan
kekurangan jaringan atau organ.
 Adaptasi Resepien yaitu usaha dan kemampuan diri dari penerima jaringan atau organ tubuh
baru sehingga tubuhnya dapat menerima atau menolak jaringan atau organ tersebut, untuk
berfungsi baik, mengganti yang sudah tidak dapat befungsi lagi.

10
 Organ atau jaringan tubuh yang akan dipindahkan dapat diambil dari donor yang hidup atau
dari jenazah orang yang baru meninggal dimana meninggal sendiri didefinisikan kematian
batang otak.
 Organ-organ yang diambil dari donor hidup seperti : kulit ginjal sumsum tulang dan darah
(transfusi darah). Organ-organ yang diambil dari jenazah adalah jantung, hati, ginjal, kornea,
pancreas, paru-paru dan sel otak.

D. Prinsip-prinsip legal dalam praktik keperawatan


Praktik keperawatan yang aman memerlukan pemahaman tentang batasan legal yang
ada dalam praktik perawat. Sama dengan semua aspek keperawatan, pemahaman tentang
implikasi hukum dapat mendukung pemikiran kristis perawat. Perawat perlu memahami
hukum untuk melindungi hak kliennya dan dirinya sendiri dari masalah. Perawat tidak perlu
takut hukum, tetapi lebih melihat hukum sebagai dasar pemahaman terhadap apa yang
masyarakat harapkan dari penyelenggara pelayanan keperawatan yang professional

Tort adalah kesalahan yang dibuat kepeda seseorang atau hak miliknya.
1. Tort intesional
Merupakan tindakan terencana yang melanggar hak orang lain, seperti kekerasan, ancaman
dan kesalahpahaman.
a. Ancaman adalah intesional yang mengandung maksud melakukan kontak menyerang dan
membahayakan. Contoh : perawat mengancam akan tetap melakukan tindakan x-ray
walaupun pasien tidak menyetujui hal itu.
b. Kekerasan adalah segala sentuhan yang disengaja dilakukan tanpa ijin. Contoh: perawat
mengancam untuk melakukan injeksi tanpa persetujuan klien, jika perawat tetap
memberikan injeksi maka itu disebut kekerasan.
c. Kesalahpahaman adalah terjadi jika seorang ditahan tanpa adanya surat resmi. Contoh : hal
ini terjadi ketika perawat menahan klien dalam area terbatas yang mengganggu kebebasan
klien tersebut.
2. Tort Kuasi-Intensional
Merupakan tindakan yang direncanakan, tidak akan menimbulkan hal yang tidak
diinginkan jika tindakan tersebut dilakukan, seperti pelanggaran privasi dan pencemaran
nama baik.

11
a. Pelanggaran privasi.
Pelanggaran privasi adalah melindungi hak klien untuk bebas dari gangguan terhadap
masalah pribadinya.
Ada 4 tipe pelanggaran pribadi :
 Gangguan terhadap privas
 Peniruan nama
 Penderitaan tentang fakta pribadi/fakta yang memalukan
 Publikasi palsu tentang seseorang
Contoh: pemberian informasi medis klien kepada pihak tidak berwenang seperti wartawan
atau atasan klien.
b. Pencemaran nama baik
Pencemaran nama baik adalah publikasi pernyataan palsu yang merusak reputasi seseorang.
Niat buruk berarti pihak yang mengeluarkan pernyataan tersebut mengetahui bahwa
pernyataan tersebut adalah palsu dan tetap melakukaknnya. Contohnya seorang perawat
memberitahukan kepada orang lain bahwa seorang klien menderita penyakit menular
seksual dan hal itu mempengaruhi karir bisnis klien.
3. Tort Nonintensional
a. Malpraktik
Malpraktik adalah praktek kedokteran yang salah atau tidak sesuai dengan standar profesi
atau standar prosedur oprasional. Untuk malpraktek kedokteran juga dapat dikenai hukum
kriminal. Malpraktek kriminal terjadi ketika seorang dokter yang menangani sebuah kasus
telah melanggar undang-undang hukum pidana. Perbuatan ini termasuk ketidakjujuran,
kesalahan dalam rekam medis, penggunaan ilegal obat-obatan, pelanggaran dalam sumpah
dokter, perawatan yang lalai, dan tindakan pelecehan seksual pada pasien.
Ellis dan Hartley (1998) mengungkapkan bahwa malpraktik merupakan batasan yang
spesifik dari kelalaian (negligence) yang ditujukan kepada seseorang yang telah terlatih
atau berpendidikan yang menunjukkan kinerjanya sesuai bidang tugas/pekejaannya.
Terhadap malpraktek dalam keperawatan maka malpraktik adalah suatu batasan yang
digunakan untuk menggambarkan kelalaian perawat dalammelakukan kewajibannya.
Tindakan yang termasuk dalam malpraktek :
 Kesalahan diagnosa
12
 Penyuapan
 Penyalahan alat
 Pemberian dosis obat yang salah
 Alat-alat yang tidak memenuhi standar kesehatan atau tidak steril.
Dampak yang terjadi akibat malpraktek :
 Merugikan pasien terutama pada fisiknya bisa menimbulkan cacat yang
permanen.
 Bagi petugas kesehatan mengalami gangguan psikologisnya, karena merasa
bersalah.
 Dari segi hukum dapat dijerat hukum pidana.
 Dari segi sosial dapat dikucilkan oleh masyarakat.
 Dari segi agama mendapat dosa.
 Dari etika keperawatan melanggar etika keperawatan bukan tindakan
professional
b. Kelalaian
Kelalaian bukanlah suatu kejahatan. Seorang dokter dikatakan lalai jika ia bertindak tak
acuh, tidak memperhatikan kepentingan orang lain sebagaimana lazimnya. Akan
tetapi,jika kelalaian itu telah mencapai suatu tingkat tertentu sehingga tidak
memperdulikan jiwa orang lain maka hal ini akan membawa akibat hukum, apalagi jika
sampai merenggut nyawa, maka hal ini dapat digolongkan sebagai kelalaian berat (culpa
lata).
Kelalaian adalah kegagalan untuk bersikap hati - hati yang pada umumnya wajar
dilakukan oleh seseorang dengan hati - hati, dalam keadaan tersebut itu merupakan suatu
tindakan seseorang yang hati - hati dan wajar tidak akan melakukan didalam keadaan
yang sama atau kegagalan untuk melakukan apa orang lain dengan hati - hati yang wajar
justru akan melakukan di dalam keadaan yang sama.
Dari pengertian diatas dapat diartikan bahwa kelalaian dapat bersifat
ketidaksengajaan, kurang teliti, kurang hati - hati, acuh tak acuh, sembrono, tidak peduli
terhadap kepentingan orang lain tetapi akibat tindakan bukanlah tujuannya. Kelalaian
bukan suatu pelanggaran hukum atau kejahatan. Jika kelalaian itu tidak sampai membawa
kerugian atau cedera kepada orang lain dan orang itu dapat menerimannya, namun jika
13
kelalaian itu mengakibatkan kerugian materi, mencelakakan atau bahkan merenggut
nyawa orang lain ini diklasifikasikan sebagai kelalaian berat, serius dan criminal.
c. Pertanggunggugatan dan Pertanggungjawaban
1. Pertanggunggugatan
Yaitu suatu tindak gugatan apabila terjadi suatu kasus tertentu.
Contoh:
Ketika dokter memberi instruksi kepada perawat untuk memberikan obat kepada
pasien tapi ternyata obat yang diberikan itu salah, dan mengakibatkan penyakit pasien
menjadi tambah parah dan dapat merenggut nyawanya. Maka, pihak keluarga pasien
berhak menggugat dokter atau perawat tersebut.
2. Pertanggungjawaban
Yaitu suatu konsekuensi yang harus diterima seseorang atas perbuatannya.
Contoh:
Jika ada kesalahan atau kelalaian yang dilakukan oleh dokter dan pihak keluarga
pasien tidak terima karena kondisi pasien semakin parah maka, dokter akan bertanggung
jawab atas kesalahan atau kelalaiannya.

E. Perlindungan hukum dalam praktik keperawatan


1. Masalah Dalam Praktek Keperawatan
Masalah kesehatan di Indonesia sangat memprihatinkan mulai dari munculnya penyakit –
penyakit degenaratif, bencana alam dan kemiskinan yang semuanya itu membuat masyarakat
harus dikelilingi oleh kondisi kesehatan yang kurang baik. Kondisi ini diperburuk oleh
kurangnya tenaga kesehatan perawat yang tersebar didaerah – daerah terpencil akibat tidak
rasionalnya penempatan tenaga kesehatan didaerah – daerah terpencil maupun daerah –
daerah sangat terpencil. Selain itu masalah – masalah sosial, ekonomi, politik dan keamanan
yang mempengaruhi penduduk, khususnya keluarga miskin untuk dapat menjangkau
pelayanan kesehatan khususnya pelayanan keperawatan.
2. Alasan Perlunya Perlidungan Hukum Dalam Praktek Keperawata
Ada beberapa alasan mengapa Undang-Undang Praktik Keperawatan dibutuhkan.
Pertama, alasan filosofi. Perawat telah memberikan konstribusi besar dalam peningkatan
derajat kesehatan. Perawat berperan dalam memberikan pelayanan kesehatan mulai dari
pelayanan pemerintah dan swasta, dari perkotaan hingga pelosok desa terpencil dan
perbatasan. Tetapi pengabdian tersebut pada kenyataannya belum diimbangi dengan
14
pemberian perlindungan hukum, bahkan cenderung menjadi objek hukum. Perawat juga
memiliki kompetensi keilmuan, sikap rasional, etis dan profesional, semangat pengabdian
yang tinggi, berdisiplin, kreatif, terampil, berbudi luhur dan dapat memegang teguh etika
profesi. Disamping itu, Undang-Undang ini memiliki tujuan, lingkup profesi yang jelas,
kemutlakan profesi, kepentingan bersama berbagai pihak (masyarakat, profesi, pemerintah
dan pihak terkait lainnya), keterwakilan yang seimbang, optimalisasi profesi, fleksibilitas,
efisiensi dan keselarasan.
3. Fungsi Hukum Dalam Pelayanan Keperawatan
Adapun fungsi hukum dalam pelayanan keperawatan yaitu, sebagai berikut :
 Memberikan kerangka untuk menentukan tindakan keperawatan
 Membedakan tanggungjawab dengan profesi yang lain
 Membantu mempertahankan standar praktik keperawatan dengan meletakan posisi
perawat memiliki akuntabilitas dibawah hukum.
4. Undang – Undang Dalam Praktik Keperawatan
Berikut beberapa undang – undang tentang praktek keperawatan :
a. UU No. 6 tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan.
UU ini merupakan penjabaran dari UU No. 9 tahun 1960. Undang- undang ini membedakan
tenaga kesehatan sarjana dan bukan sarjana. Tenaga sarjana meliputi dokter, apoteker, dan
dokter gigi. Tenaga perawat termasuk tenaga yang bukan sarjana atau tenaga kesehatan
dengan pendidikan rendah. UU ini boleh dikatan sudah usang, karena dalam UU ini juga
tercantum berbagai jenis tenaga sarjan keperawatan seperti sekarang ini.
b. UU Kesehatan No. 18 tahun 1964 mengatur tentang Wajib Kerja Paramedis.
Pada pasal 2, ayat (3) dijelaskan bahwa tenaga kesehatan sarjana muda, menengah, dan
rendah wajib menjalankan wajib kerja pada pemerintah selama 3 tahun. Dalam UU ini, lagi-
lagi posisi perawat dinyatakan sebagai tenaga kerja pembantu bagi tenaga kesehatan
akademis termasuk dokter.
c. Dalam SK Menkes No. 262/Per/Vll/1979 tahun 1979 yang membedakan paramedis menjadi
dua golongan yaitu golongan medis keperawatan (termasuk bidan) dan paramdis non
keperawatan. Dari aspek hukum, suatu hal yang perlu dicatat di sini bahwa tenaga bidan
tidak terpisah tetapi juga termasuk katagori keperawatan.
d. Permenkes No. 363/Menkes/Per/XX/1980 tahun 1980, pemerintah membuat suatu
peryataan yang jelas perbedaan antara tenaga keperawatan dan bidan.
e. Surat Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 94/Menpan/1986,
tangal 4 nopenber 1986 menjelaskan jabatan fungsional tenaga keperawatan dan system
kredit poin. Sistem ini menguntungan perawat, karena dapat naik pangkatnya dan tidak
tergantung kepada pangkat/golongan atasannya.
15
f. UU Kesehatan No. 23 tahun 1992 merupakan UU yang banyak memberi kesempatan bagi
perkembangan keperawatan termasuk praktik keperawatan profesional, kerena dalam UU ini
dinyatakan tentang standar praktik, hak- hak pasien, kewenagan, maupun perlindungan
hukum bagi profesi kesehatan termasuk keperawatan.
Beberapa peryataan UU Kesehatan No. 23 tahun 1992 yang dapat dipakai sebagai acuan
pembuatan UU Praktik Keperawatan adalah:
 Pasal 53 ayat 1 mengatakan ; Tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan
hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.
 Pasal 53 ayat 4 menyebutkan bahwa ketentuan mengenai standar profesi dan hak-
hak pasien ditetepkan dengan peraturan pemerintah.
 Pasal 50 ayat 1 menyatakan bahwa tenaga kesehatan bertugas menyelengarakan atau
melaksakan kegiatan sesuai dengan bidang keahlian dan kewenagannya.
 Sedangkan pada pasal 53 ayat 3 menyatakan bahwa ; Tenaga kesehatan, untuk
kepentingan pembuktian, dapat melakukan tindakan medis terhadap seseorang
dengan memperhatikan kesehatan dan keselamatan yang bersangkutan.

g. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1239/MENKES/SK/XI/2001 Tentang


Registrasi dan Praktek Perawat (sebagai revisi dari SK No. 647/MENKES/SK/IV/2000)
1) BAB I Ketentuan Umum Pasal I:
Dalam ketentuan menteri ini yang dimaksud dengan :

 Perawat adalah orang yang telah lulus pendidikan perawat baik didalam maupun diluar
negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
 Surat Izin Perawat selanjutnya disebut SIP adalah bukti tertulis pemberian kewenangan
untuk menjalankan pekerjaan keperawatan diseluruh Indonesia .
 Surat Izin Kerja selanjutnya disebut SIK adalah bukti tertulis untuk menjalankan pekerjaan
keperawatan diseluruh wilayah Indonesia.
2) Pasal 8 Ayat 1,2,3 yang menyatakan seorang perawat dalam praktik keperawatan baik
praktik perorangan maupun kelompok harus memiliki SIK dan SIPP
3) Pasal 10 yang menyatakan bahwa SIK hanya berlaku pada 1 (satu) sarana pelayanan
kesehatan.
4) Pasal 13 yang menyatakan bahwa rekomendasi untuk mendapatkan SIK dan atau SIP
dilakukan melalui penilaian kemampuan keilmuan dan keterampilan bidang keperawatan,
kepatuhan terhadap kode etik profesi serta kesanggupan melakukan pratek keperawatan.
16
5) Pasal 15 yang menyatakan tentang wewenang perawat dalam praktik keperawatan
6) Pasal 21 yang menyatakan bahwa perawat yang menjalankan pratek perorangan harus
mencantumkan SIPP diruang pratiknya
7) Pasal 31 yang menyatakan bahwa perawat yang telah mendapatkan SIK atau SIPP dilarang
menjalankan pratik selain ketentuan yang tercantum dalam izin tersebut dan melakukan
perbuatan bertentangan dengan standar profesi.
h. Bab V Undang-undang no 38 tahun 2014 tentang praktik keperawatan
1) Pasal 28
 Praktik Keperawatan dilaksanakan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan tempat lainnya
sesuai dengan Klien sasarannya.
 Praktik Keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a) Praktik Keperawatan mandiri
b) Praktik Keperawatan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Praktik Keperawatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didasarkan pada kode etik, standar
pelayanan, standar profesi, dan standar prosedur operasional.
2) Pasal 29 ayat 1,2 yang menyatakan tentang dalam penyelenggaraan praktik keperawatan
perawat bertugas memberikan asuhan keperawatan,penyuluh dan konselor, pengelola
pelayanan keperawatan, peneliti, pelaksana tugas dan tugas tersebut dapat dilakukan secara
bersama maupun sendiri serta harus dilaksanakan secara bertanggung jawab dan akuntabel
3) Pasal 30 yang menyatakan tentang wewenang perawat yaitu melakukan pengkajian
keperawatan yang holistic, menetapkan diagnose keperawatan, merencanakan tindakan
keperawatan, melakukan tindakan keperawatan, mengevaluasi hasil tindakan, melakukan
rujukan, ,elakukan tindakan pada keadaan darurat sesuai kompetensi, memberikan konsultasi
keperawatan, berkolaborasi demham dokter, memberikan penyuluhan dan melakukan
penatalaksanaan pemberian obat serta memberikan asuhan keperawatan dalam upaya
kesehatan masyarakat
4) Pasal 31 yang menyatakan bahwa dalam menjalankan tugas sebagai penyuluh dan konselor
bagi Klien, Perawat berwenang melakukan asuhan keperawatan yang holistik:
5) Pasal 32 menyatakan tentang pelaksanaan tugas berdasarkan pelimpahan wewenang

17
a) Pelaksanaan tugas berdasarkan pelimpahan wewenang sebagaimana hanya dapat diberikan
secara tertulis oleh tenaga medis kepada Perawat untuk melakukan sesuatu tindakan medis
dan melakukan evaluasi pelaksanaannya.
b) Pelimpahan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara delegatif
atau mandat.
c) Pelimpahan wewenang secara delegatif untuk melakukan sesuatu tindakan medis diberikan
oleh tenaga medis kepada Perawat dengan disertai ,pelimpahan tanggung jawab.
d) Pelimpahan wewenang secara delegatif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya dapat
diberikan kepada Perawat profesi atau Perawat vokasi terlatih yang memiliki kompetensi
yang diperlukan.
e) Pelimpahan wewenang secara mandat diberikan oleh tenaga medis kepada Perawat untuk
melakukan sesuatu tindakan medis di bawah pengawasan. Tanggung jawab atas tindakan
medis pada pelimpahan wewenang mandat sebagaimana dimaksud pada ayat (5) berada pada
pemberi pelimpahan wewenang.
6) Pasal 35 tentang pertolongan pertama
a) Dalam keadaan darurat untuk memberikan pertolongan pertama, Perawat dapat melakukan
tindakan medis dan pemberian obat sesuai dengan kompetensinya.
b) Pertolongan pertama sebagaimana dimaksud pada ayat ( I ) bertujuan untuk menyelamatkan
nyawa Klien dan mencegah kecacatan lebih lanjut.
c) Keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan keadaan yang
mengancam nyawa atau kecacatan Klien.
d) Keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Perawat sesuai
dengan hasil evaluasi berdasarkan keilmuannya.
5. Subtansi RUU Praktik Keperwatan
Secara garis besar hal-hal substansial yang dimuat dan ditampung dalam rancangan Undang-
Undang Praktik Keperawatan ini antara lain menyangkut:
a. Pengaturan kompetensi seorang tenaga keperawatan dalam memberikan pelayanan
kesehatan.
b. Pengaturan ijin praktik kaitannya dengan sertifikasi, registrasi dan lisensi.
c. Akreditasi tempat praktik dan orang-orang yang bertangung jawab terhadap praktik.
d. Pengaturan tentang keterkaitan antarapraktik dengan penelitian.
e. Pengaturan penetapan kebijakan yang sekarang ini ada pada departemen kesehatan.
f. Ketatalaksanaan hubungan antara pasien dengan perawat
g. Penerapan ilmu kaitannya dengan penapisan ilmu pengetahuan dan tehnologi.
18
h. Pemberian sanksi disiplin

F. Pengambilan keputusan legal-etik keperawatan


1. Kedudukan Etika Dalam Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan etik merupakan salah satu proses dari pengambilan keputusan,
yang didalamnya terdapat ilmu, kedudukan, dan etika. Proses ini mencakup arah pemecahan
masalah, situasi dari permasalahan dan/ dilema yang dapat dicapai.
Prinsip Etik sebagai Panduan Pengambilan Keputusan, Dalam Sumijatun (2009)
dikatakan bahwa praktik keperawatan melibatkan interaksi yang kompleks antara nilai
individu, sosial dan politik, serta hubungannya dengan masyarakat tertentu. Sebagai
dampaknya perawat sering mengalami situasi yang berlawanan dengan hati nuraninya.
Meskipun demikian, perawat tetap akan menjaga kewajibannya sebagai pemberi pelayanan
yang lebih bersifat kemanusiaan. Dalam membuat keputusan, perawat akan berpegang teguh
pada pola pikir rasional serta tanggung jawab moral dengan menetapkan prinsip etik dan
hukum yang berlaku.
2. Tahap- Tahap Pengambilan Keputusan
a. Mengidentifikasi masalah.
b. Mengumpulkan data masalah.
c. Mengidentifikasi semua pilihan/ alternative
d. Memikirkan masalah etis secara berkesinambungan.
e. Membuat keputusan
f. Melakukan tindakan dan mengkaji keputusan dan hasil evaluasi tindakan
3. Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Dalam Pengambilan Keputusan Etis
a. Tingkat Pendidikan
Rhodes (1985) berpendapat bahwa semakin tinggi latar belakang pendidikan perawat
akan membantu perawat untuk membuat suatu keputusan etis. Salah satu tujuan dan
program pendidikan tinggi bagi perawat adalah meningkatkan keahlian kognitif dan
kemampuan membuat keputusan. (Pardue,1987).
b. Pengalaman
Perawat yang sedang menjalani studi tingkat sarjana menunjukkan bahwa pengalaman
yang lalu dalam menangani masalah-masalah etika atau dilema etik dalam asuhan
keperawatan dapat membantu proses pembuatan keputusan yang beretika. Oleh karena
itu, penggalian pengalaman lalu yang lain dari pengalaman keperawatan secara umum
memungkinkan pendekatan yang lebih relevan.
c. Faktor Agama Dan Adat Istiadat
Agama serta latar belakang adat istiadat merupakan faktor utama dalam membuat
keputusan etis. Setiap perawat disarankan memahami nilai yang diyakini maupun kaidah

19
agama yang dianutnya. Untuk memahami ini dibutuhkan proses. Semakin tua seseorang
akan semakin banyak pengalaman dan belajar, mereka akan lebih mengennal siapa
dirinya dan nilai yang dimilikinya.
d. Komisi Etik
Komisi Etik Keperawatan memberi forum bagi perawat untuk berbagi perhatian dan
mencari solusi pada saat mereka mengalami dilema etik yang tidak dijelaskan oleh dewan
etik kelembagaan. Komisi etik tidak hanya memberi pendidikan dan menawarkan nasehat
melainkan pula mendukung rekan-rekan perawat dalam mengatasi dilema etik yang
ditemukkan dalam praktik sehari-hari. Dengan adanya komisi etik, perawat mempunyai
kesempatan yang lebih besar untuk semakin terlibat secara formal dalam pengambilan
keputusan yang etis dalam organisasi perawat kesehatan.
e. Faktor Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi
Kemajuan di bidang kesehatan telah mampu meningkatkan kualitas hidup serta
mampu memperpanjang usia manusia dengan ditemukkannya berbagai mesin mekanik
kesehatan, cara prosedur baru, dan bahan/obat baru. Misalnya klien dengan gangguan
ginjal yang dapat diperpanjang usiannya berkat adanya mesin hemodialisis. Wanita yang
mengalami kesulitan hamil dapat dibantu dengan inseminasi. Kemajuan ini menimbulkan
pertanyaan yang berhubungan dengan etika
f. Faktor Legislasi Dan Keputusan Yuridis
Perubahan sosial dan legislasi secara konstan saling berkaitan. Setiap perubahan
sosial atau legislasi menyebabkan timbulnya suatu tindakan yang merupakan reaksi
perubahan tersebut. Legislasi merupakan jaminan tindakan menuntut hukum sehingga
orang yang bertindak tidak sesuai hukum dapat menimbulkan suatu konflik.
5. Teori Dasar Pembuatan Keputusan Etis
a. Teleologi: (berasal dari bahasa Yunani telos, berarti akhir)
Merupakan suatu doktrin yang menjelaskan fonomena berdasarkan akibat yang
dihasilkan atau konsekuensi yang dapat terjadi. Teori ini menekankan pada pencapaian
hasil akhir yang terjadi pencapaian hasil dengan kebaikan maksimal dan ketidak baiakan
sekecil mungkin bagi manusia.
b. Deontologi : (berasal dari bahasa Yunani deon, berarti tugas)
Prinsip teori ini pada suatu aksi atau tindakan dan menekan pada nilai moralnya serta
tindakan secara moral benar atau salah Perinsip moral atau yang terkait dengan tugasnya
harus bersifat univesal dan tidak kondisional. Teori ini dikembangkan menjadi 5 perinsip:
Kemurahan hati, Keadilan, Otonomi, Kejujuran dan Ketaatan.
6. Berdasarkan kebutuhan, jenis keputusan yang dipakai

20
a. Keputusan strategis, keputusan yang dibuat oleh eksekutif tertinggi.
b. Keputusan administratif, yaitu keputusan yang dibuat manajer tingkat menengah dalam
menyelesaikan masalah yang tidak biasa dan mengembangkan teknik inovatif untuk
perbaikan jalannya kelembagaan.
c. Keputusan operasional, yaitu keputusan rutin yang mengatur peristiwa harian yang dibuat
sesuai dengan aturan kelembagaan, dan peraturan-peraturan lainnya.

BAB III

PENUTUP

21
A. Simpulan
Etika keperawatan merujuk pada standar etik yang menentukan dan menuntun perawat
dalam praktik keperawatan sehari-hari seperti jujur pada pasien, menghargai pasien dan
beradvokasi atas nama pasien. (Fry,1994) Prinsip-prinsip etika keperawatanyaitu
otonomi (Autonomy), beneficience (Berbuat baik), nonmaleficience (Tidak merugikan),
justice (Keadilan), kejujuran (Veracity, menepati janji (Fidelity), kerahasiaan (Confidentiality),
akuntabilitas (Accountability).
Ethical Issue dalam Praktik Keperawatan : Euthanasia, Aborsi, Transplantasi Organ
Prinsip-prinsip legal dalam praktik keperawatan : Tort intesional (Ancaman, kekerasan,
kesalahpahaman), Tort Kuasi-Intensional (pelanggaran privasi, pencemaran nama baik), Tort
Nonintensional (Malpraktik, Kelalaian, tanggungjawab dan tanggunggugat)
Perlindungan hukum dalam praktik keperawatan :
1. Masalah Dalam Praktek Keperawatan
2. Fungsi Hukum Dalam Pelayanan Keperawatan
3. Undang – Undang Dalam Praktik Keperawatan
Berikut beberapa undang – undang tentang praktek keperawatan :
a. UU No. 6 tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan.
b. UU Kesehatan No. 18 tahun 1964 mengatur tentang Wajib Kerja Paramedis.
c. Dalam SK Menkes No. 262/Per/Vll/1979 tahun 1979
d. Permenkes No. 363/Menkes/Per/XX/1980 tahun 1980
e. Surat Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
94/Menpan/1986, tangal 4 nopenber 1986
f. UU Kesehatan No. 23 tahun 1992

g. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1239/MENKES/SK/XI/2001


Tentang Registrasi dan Praktek Perawat (sebagai revisi dari SK No.
647/MENKES/SK/IV/2000)
h. Bab V UU no 38 tahun 2014 tentang praktik keperawatan
4. Subtansi RUU Praktik Keperawatan
Pengambilan keputusan legal-etik keperawatan: kedudukan etika dalam pengambilan
keputusan, tahap- tahap pengambilan keputusan, faktor-faktor yang berpengaruh dalam
pengambilan eputusan etis, teori dasar pembuatan keputusan etis, berdasarkan kebutuhan,
jenis keputusan yang dipakai

22
B. Saran
Mahasiswa seharusnya mampu memahami tentang aspek etik dan legal dalam pelayanan
keperawatan agar dapat memberikan pelayanan sesuai dengan etika keperawatan

DAFTAR PUSTAKA

Admosudirjo, P., 1970. Beberapa Pandangan Umum Tentang Pengambilan Keputusan. Seri
Pustaka Ilmu Administrasi, Jakarta.

23
Gilles Dee Ann, 1996. Manajemen Keperawatan. Jakarta: FKUI

Handayani, rifka. 2014. Prinsip legal praktik keperawatan. https://www.slideshare.net/zzikok


/prinsip-prinsip-legal-praktik-keperawatan. Diakses tanggal 16 Oktober 2017

Kusnanto. 2004. Pengantar Profesi & Praktik Keperawatan Profesional. Jakarta :EGC

Petter dan Perry. 2005. Fundamental Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Priharjo. 1995. Pengantar Etika Keperawatan. Yogyakarat: Kanisius

Putra, Brian. 2017 https://www.scribd.com/document/359906841/Prinsip-legal-dalam-praktik-


perawat . Diakses tanggal 16 Oktober 2017

Wulan, kencana dan Hastuti. 2011. Pengantar Etika Keperawatan. Jakarta: Prestasi Pustaka
Publisher.

24

Anda mungkin juga menyukai