KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan
kemudahan sehingga kami dapat menyelesaikan laporan ini tepat waktu. Laporan
ini berisi tentang implikasi teori keperawatan meta theory/philosophy theory,
grand theory and conseptual model, middle range theory dalam penerapan asuhan
keperawatan pada kasus pasien dengan risiko bunuh diri. Laporan ini disusun
untuk memenuhi tugas kelompok mahasiswa pada mata kuliah Sains
Keperawatan.
Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Tujuan penulisan laporan ini adalah untuk menganalisis implikasi teori teori
Chronic Sorrow yang dikembangkan oleh Eakes, Burke dan Hainsworth,
teori Adaptasi yang dikembangkan oleh Roy dan teori caring yang
dikembangkan oleh Jean Watson dalam penerapan asuhan keperawatan pada
kasus bunuh diri.
1.3 Manfaat
Manfaat penulisan laporan ini adalah mahasiswa magister keperawatan
dapat memahami aplikasi teori Chronic Sorrow yang dikembangkan oleh
Eakes, Burke dan Hainsworth, teori Adaptasi yang dikembangkan oleh Roy
dan teori caring yang dikembangkan oleh Jean Watson dalam penerapan
asuhan keperawatan pada kasus bunuh diri.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Bunuh Diri
2.1.1 Definisi Bunuh Diri
Bunuh diri didefinisikan oleh NANDA (2011) sebagai tindakan yang secara
sadar dilakukan oleh klien untuk mengakhiri kehidupannya. Serupa dengan
Nanda (2011), Videbeck (2011) menyatakan bunuh diri adalah tindakan
yang dilakukan dengan sengaja untuk membunuh diri sendiri, bunuh diri
melibatkan ambivalensi antara keinginan untuk hidup dan keinginan untuk
mati. Dari berbagai definisi bunuh diri dapat disimpulkan bahwa bunuh diri
merupakan kumpulan gejala/sindrom yang merupakan manfestasi dari
trauma psikologis dan berakhir pada tindakan yang dilakukan secara sadar
dan sengaja untuk membunuh diri sendiri.
Pikiran bunuh diri terjadi pada orang yang rentan terhadap stressor dan akan
terus menjadi gagasan untuk jangka waktu lama. Pada saat pikiran bunuh
diri menjadi sangat kuat maka yang timbul adalah upaya bunuh diri. Upaya
bunuh diri menurut Videbeck (2011) adalah suatu tindakan bunuh diri yang
gagal dilakukan atau tidak berhasil dilakukan sampai selesai. Perilaku
bunuh diri menurut Stuart (2016) adalah tindakan yang dilakukan secara
sengaja untuk membunuh diri sendiri. Tingkah laku bunuh diri adalah tanda
yang salah diartikan bahwa seseorang merasa putus asa atau putus harapan
(Stuart, 2016). Tingkah laku bunuh diri termasuk upaya untuk bunuh diri,
isyarat bunuh diri, dan benar- benar bunuh diri. Seseorang yang berisiko
melakukan tindakan bunuh diri adalah ketika mereka tidak mampu
mendapatkan solusi dari masalah dan penderitaan yang dialami dan tidak
mampu menolong dirinya sendiri atau suatu bentuk “jeritan minta tolong”
terhadap penderitaan yang dialami (Videbeck, 2011).
2.1.2 Tanda dan Gejala Bunuh Diri
Semua perilaku bunuh diri menurut Stuart (2016) adalah serius, apapun
tujuannya. Orang yang siap melakukan bunuh diri adalah orang yang
merencanakan kematian dengan tindak kekerasan, mempunyai rencana
spesifik dan mempunyai alat untuk melakukannya. Stuart (2016) membagi
perilaku bunuh diri menjadi 3 tingkatan, yaitu isyarat bunuh diri, ancaman
bunuh diri dan percobaan bunuh diri.
a. Isyarat Bunuh Diri
Peringatan verbal dan non verbal bahwa seseorang
mempertimbangkan untuk bunuh diri. Orang yang akan melakukan
bunuh diri mungkin akan mengungkapkan secara verbal bahwa dalam
waktu dekat dia tidak akan berada di sekitar orang-orang terdekatnya.
Atau secara non verbal memberikan isyarat dengan menitipkan barang
berharga yang dimilikinya kepada orang terdekat (Stuart, 2011).
Seseorang dengan gagasan bunuh diri mengirimkan isyarat atau sinyal
kepada orang lain tentang maksud mereka untuk mencelakakan diri
sendiri (Videbeck, 2011).
b. Ide Bunuh Diri
Fortinash dan Worret (2004) menyatakan bahwa ide bunuh diri atau
berpikir tentang bunuh diri yang disampaikan secara intens
mempunyai risiko yang tinggi untuk melakukan aksi bunuh diri.
Sementara Stuart (2016) menyatakan bahwa ide bunuh diri yang
disampaikan sangat bervariasi dan serius, hal ini dapat bersifat pasif
ketika hanya berpikir tentang bunuh diri tetapi tidak diikuti oleh aksi
bunuh diri. Sedangkan bersifat aktif ketika berpikir tentang rencana
bunuh diri dan membuat perencanaan sesuatu yang bisa membuatnya
mati.
c. Ancaman bunuh Diri
Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh klien, berisi keinginan
untuk mati disertai oleh rencana untuk mengakhiri kehidupan dan
persiapan alat untuk melaksanakan rencana tersebut. Secara aktif klien
telah memikirkan rencana bunuh diri, tetapi tidak disertai percobaan
bunuh diri (Stuart, 2016). Pada tahap ini perawat harus waspada dan
dilakukan pengawasan ketat. Kesempatan sekecil apapun dapat
digunakan klien untuk melaksanakan rencana bunuh dirinya (Stuart,
2016; Videbeck,2011).
d. Percobaan Bunuh Diri
Upaya percobaan bunuh diri menurut Stuart (2016) adalah semua
tindakan terhadap diri sendiri yang dilakukan oleh individu yang dapat
menyebabkan kematian jika tidak dicegah. Percobaan bunuh diri
adalah suatu tindakan bunuh diri yang gagal dilakukan atau tidak
berhasil dilakukan sampai selesai, seseorang yang tidak
menyelesaikan tindakan bunuh diri, karena berhasil ditolong oleh
orang lain (Roy, 2000 dalam Videbeck, 2011).
Bunuh diri terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan atau diabaikan.
Orang yang melakukan upaya bunuh diri dan yang tidak benar-benar
ingin mati mungkin akan mati, jika mereka tidak ditemukan tepat pada
waktunya. Stuart (2016) menyatakan bahwa bunuh diri terjadi setelah
tanda atau isyarat bunuh diri tidak diperhatikan atau terabaikan.
Seseorang yang melakukan tindakan bunuh diri sebelumnya
menyampaikan pesan atau isyarat akan melakukan bunuh diri. Satu
hal yang perlu diperhatikan adalah ketika seseorang menyampaikan
ide atau upaya bunuh diri secara serius, orang tersebut membutuhkan
bantuan untuk membangun komunikasi yang sehat, sehingga dia tidak
benar-benar mewujudkan keinginannya untuk mati (Stuart, 2016;
Videbeck, 2011).
2.1.3 Proses Terjadinya Bunuh Diri
Proses terjadinya bunuh diri untuk masalah keperawatan risiko bunuh diri,
bisa menggunakan pendekatan model Stuart (2016) melalui Psikodinamika
masalah keperawatan. Menurut Stuart (2016) psikodinamika masalah
keperawatan dimulai dengan menganalisa faktor predisposisi, presipitasi,
penilaian terhadap stressor, sumber koping dan mekanisme koping yang
digunakan oleh seorang individu sehingga menghasilkan respon baik yang
bersifat konstruktif maupun destruktif dalam rentang adaptif sampai
maladaptif. Fortaine (2009) menyatakan proses terjadinya perilaku bunuh
diri diuraikan melalui proses terjadinya gangguan jiwa yang dihubungkan
dengan perilaku bunuh diri. Menurut Stuart (2016) lebih dari 90% seseorang
yang mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri memiliki masalah
kejiwaan. Seseorang yang mengalami gangguan jiwa berisiko untuk
melakukan bunuh diri sehingga perlu mendapatkan penanganan terhadap
gangguan jiwanya. Pada klien skizofrenia insiden terjadinya bunuh diri
sangat tinggi yaitu 40% mempunyai ide bunuh diri, 20 – 40% pernah
melakukan percobaan bunuh diri dan 10 – 15% mengakhiri hidupnya
dengan bunuh diri (Hunt et,al, 2006 dalam Stuart, 2011). Pada awal
gangguan, risiko bunuh diri lebih tinggi karena memiliki energi dan
kapasitas untuk melakukan tindakan terhadap rencana bunuh dirinya
(Fortaine, 2009).
2.1.4 Rentang Respon Bunuh Diri
Perilaku destruktif diri menurut Stuart (2016) adalah setiap aktivitas yang
jika tidak dicegah dapat mengarah pada kematian. Menurut Stuart (2013)
harga diri yang rendah menyebabkan depresi yang selalu ditampilkan dalam
bentuk perilaku mencederai diri sendiri. Berikut rentang respon protektif
diri dari adaptif sampai maladaptif :
Pada awanya konsep adaptasi Roy termasuk dalam kerangka konsep Harry
Helson (seorang ahli fisiologis- psikologis). Teori adaptasi Roy
menggunakan pendekatan yang dinamis, dimana peran perawat memberikan
asuhan keperawatan dengan memfasilitasi kemampuan klien untuk
melakukan adaptasi dalam menghadapi perubahan kebutuhan dasarnya.
Proses adaptasi Roy memandang manusia secara holistik yang merupakan
suatu kesatuan. Untuk sejahtera harus tercipta keseimbangan antara bagian –
bagian dimensi menjadi satu kesatuan yang utuh. Hal tersebut dapat
diperoleh melalui proses adaptasi. Roy menjelaskan bahwa adaptasi
merupakan suatu proses dan hasil dimana pemikiran dan perasaan seseoran
sebagai individu atau kelompok yang sadar bahwa manusia dan lingkungan
adalah suatu kesatuan atau dengan kata lain adaptasi merupakan respons
positif terhadap perubahan lingkungan (Roy, 2009).
Menurut Roy sebagai sasaran asuhan keperawatan adalah individu,
keluarga, kelompok atau masyarakat yang dipandang sebagai suatu sistem
yang menyeluruh (holistic adaptif sistem) dalam segala aspek yang
merupakan suatu kesatuan. Sistem terdiri dari proses input, control
processes, effectors, output dengan penjelasan sebagai berikut :
a. Input
Roy mengidentifikasi bahwa input merupakan stimulus, kesatuan
informasi, bahan- bahan atau energi dari lingkungan yang dapat
menimbulkan respons atau tindakan, input dibagi menjadi tiga
tingkatan yaitu : stimulus fokal, kontekstual dan stumulus residual.
a) Stimulus fokal merupakan suatu respons stimulus yang
diberikan langsung terhadap input yang masuk.
b) Stimulus kontekstual merupakan semua stimulus lain yang
dialami seseorang baik internal maupun eksternal yang
mempengaruhi situasi dan dapat diobservasi, diukur dan secara
bersama dimana dapat menimbulkan respons negatif pada
stimulus fokal.
c) Stimulus residual merupakan ciri – ciri tambahan yang ada dan
relevan dengan situasi yang ada tetapi sukar untuk diobservasi.
Meliputi : kepercayaan seseorang terhadap sesuatu, sikap, sifat
individu yang berkembang sesuai pengalaman yang lalu, hal ini
akan memberikan proses belajar untuk bertoleransi.
b. Control Processes
Proses kontrol menurut Roy merupakan bentuk dari mekanisme
koping yang digunakan. Mekanisme kontrol ini dibagi atas regulator
dan kognator yang merupakan subsistem.
a) Subsistem Regulator
b. Simplicity (Kesederhanaan)
Dalam menunjang aplikasi, teori Roy yang sederhana sehingga dapat
digunakan perawat untuk mengkaji respons, prilaku pasien terhadap
stimulus. Meliputi : fungsi fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan
interdependensi, selain itu juga dapat mengkaji stressor yang dihadapi
oleh pasien yaitu stimulus fokal, kontekstual, dan residual, sehingga
diagnosis yang dilakukan oleh perawat dapat lebih lengkap dan
akurat(Aligood 2014).
c. Generally (Generalisasi)
Teori dan model adaptasi yang dikemukakan oleh Roy dapat dengan
medah diaplikasikan oleh perawat di berbagai tatanan. Dengan
penerapan dari teori adaptasi Roy, perawat sebagai pemberi asuhan
keperawatan dapat mengetahui dan memahami seseorang (pasien),
tentang faktor - faktor yang menimbulkan stres pada seseorang, proses
mekanisme koping dan effektor sebagai upaya individu untuk
mengatasi stress (Aligood 2014).
Tolak ukur pandangan Watson ini didasari pada unsur teori kemanusiaan.
Pandangan teori Jean Watson ini memahami bahwa manusia memiliki 4
bagian kebutuhan dasar manusia yang saling berhubungan antara kebutuhan
yang satu dengan kebutuhan yang lain. Berdasarkan dari empat kebutuhan
tersebut, Jean Watson memahami bahwa manusia adalah makhluk yang
sempurna dan memiliki berbagai ragam perbedaan, sehingga dalam upaya
mencapai kesehatan, manusia seharusnya dalam keadaan sejahtera baik
fisik, mental, sosial, serta spiritual.
3.1 Kasus
Tn. Green (57th) dengan diagnose kanker prostat agresif yang dirawat di
departemen onkologi di rumah sakit umum di Brisbane Australia. Tn. Green
didiagnosa kanker prostat sudah tujuh tahun yang lalu namun menolak
perawatan medis dan tindakan pembedahan. Tn. Green lebih memilih untuk
menjalani pengobatan alternative dan tidak melanjutkan pengobatannya ke
spesialis urologi selama 7 tahun tersebut. Saat ini Tn. Green sudah tidak
mempunyai pekerjaan, mengalami anemia dan hipoproteinemia.
Berdasarkan hasil pemeriksaan diagnostik saat ini ditemukan bahwa kanker
telah bermetastase ke tulang dan kelenjar getah bening, tumor di kandung
kemih dan ginjal. Kemudian dilakukan cystoscopy dan selanjutnya
direncanakan tndakan pembedahan namun medis menyatakan bahwa
tindakan pembedahan tidak akan menyembuhkan penyakit Tn. Green.
Menurut medis Tn. Green hanya dapat bertahan 4-6 minggu saja setelah
dugaan awal 6-12 bulan. Sehingga perawatan paliatif adalah perawatan yang
tepat untuk Tn. Green. Pada tahap ini Tn Green mengatakan kepada perawat
dia merasa sedih, putus asa, sudah menyerah karena dia akan mati. Tn.
Green berencana akan bunuh diri saja. Tn. Green mengeluh sakit di bagian
ginjalnya dan tidak bisa ditahan lagi, dan anak perempuannya tidak mau
berinteraksi dan kontak dengannya dalam waktu yang lama, keluarga juga
jarang yang mendampingi Tn. Green selama perawatan di rumah sakit.
3.2 Pembahasan
Implementasi
b. Analisa Data
DO:
e. Implementasi
Implementasi tindakan keperawatan yang diberikan pada pasien
dengan Resiko Bunuh Diri berdasarkan model teori Watson yaitu
caring dari perawat dan beberapa terapi untuk pasien seperti: kognitif,
terapi kognitif perilaku, terapi perilaku, logoterapi dan psikoedukasi.
Perilaku caring yang tampak adalah sikap mendengar aktif perawat
ketika pasien mengutarakan keluhannya. Perawat mendengarkan
dengan penuh empati sebagai sikap peduli terhadap masalah yang
dialami pasien. Hubungan terapeutik perawat pasien tidak akan
terjalin jika perawat tidak mampu menanamkan rasa percaya dan
memberikan perawatan dengan penuh kenyamanan (Stuart, 2013).
Perilaku caring perawat juga ditunjukkan pada setiap pasien tanpa
memandang status sosial ekonomi. Perawat yang berperilaku caring
dapat menghilangkan hambatan ini dengan cara meningkatkan
sensitifitas terhadap diri sendiri dan orang lain serta bersikap kredibel
(Alligood, 2014).
Perilaku caring perawat dilakukan dengan cara memberikan keamanan
dan kenyamanan untuk mengikuti perawatan. Perawat perlu
menyediakan lingkungan yang mendukung, melindungi, dan atau
memperbaiki mental, sosiokultural dan spiritual karena hal ini
berkaitan dengan lama sakit yang dialami pasien. Semakin lama
seorang mengalami sakit maka kemungkinan meraka akan bosan
dalam proses perawatan. Perawat perlu memberikan pemahaman
kepada pasien bahwa pengobatan yang dijalankan bertujuan
membawa pasien ke arah yang lebih baik, dengan cara-cara yang
dapat diterima pasien dengan menghadirkan lingkungan yang
kondusif. Hal ini merupakan bentuk caring perawat dari 10 carrative
factor yaitu provision for a supportive, protective, and/or corrective
mental, physical, societal, and spiritual environment. Alligood (2014)
menjelaskan lebih lanjut bahwa sangat perlu menyediakan lingkungan
eksternal dan internal yang dapat mempengaruhi kesehatan pasien,
seperti menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman serta
keleluasaan pribadi pasien.
Selanjutnya, perawat bersama pasien menetapkan masalah
keperawatan yang dihadapi pasien, menentukan tujuan yang akan
dicapai, mengidentifikasi cara atau rencana kegiatan, serta
melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Hal
ini merupakan wujud caring perawat dari 10 carrative factor yaitu
systematic use of a creative problem solving. Penyelesaian masalah
pasien dilakukan melalui pemberian tindakan keperawatan generalis
dan spesialis berupa terapi CBT.
Terapi CBT bertujuan mengidentifikasi dan mengubah distorsi pikiran
negatif atau uneralistic yang pada akhirnya dapat mempengaruhi
emosi dan tingah laku pasien. CBT adalah terapi kombinasi, aspek
perilaku membantu pasien mengidentifikasi reaksi kebiasaan terhadap
situasi yang merepotkan dan aspek kognitif berfokus pada pola
pemikiran menyimpang yang menyebaban perasaan tidak enak atau
gejala gangguan jiwa. CBT berorienntasi pada pemecahan masalah,
dengan pandangan pasien sebagai pembuat keputusan utama terkait
tujuan dan masalah yang akan ditangani selama pelaksanaan terapi.
CBT adalah terapi yang dapat membantu pasien membuat keputusan
dengan mengubah pikiran dan perilakunya dari negatif menjadi positif
dan berfokus pada keadaan atau masalah yang dihadapi pasien saat
ini. Perawat membantu mengembangkan potensi yang dimiliki pasien
dan membiarkan pasien memilih tindakan yang terbaik untuk dirinya
pada waktu yang telah ditentukan.
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Tidak hanya tingkatan teori saja, namun teori dari masing-masing tokoh
tingkatan teori keperawatan juga akan lebih baik jika dikombinasikan dalam
penerapannya. Seperti kasus diatas tentang terjadinya resiko bunuh diri,
dapat digunakan teori chronic sorroow, dalam teori ini membahas tentang
fenomena yang spesifik yaitu tentang masalah-masalah yang timbul akibat
dari penyakit kronis mencakup proses berduka, kehilangan, factor pencetus
dan metode manajemennya. Lalu dilengkapi dengan teori adaptasi yang
dikembangkan oleh Roy, dimana peran perawat memberikan asuhan
keperawatan dengan memfasilitasi kemampuan klien untuk melakukan
adaptasi dalam menghadapi perubahan kebutuhan dasarnya. Dan ditunjang
dengan teori watson tentang caring menggunakan 10 faktor carativ.
5.1 Saran
Alligood, M. R. (2014). Nursing Theorists And Their Work. (8th ed). St. Louis:
Elsevier Mosby.
Cam, O., & Yalciner, N. (2017). Mental illness and recovery. Journal Of
Psychiatric Nursing , 9 (1), 55-60.
Cara. (2003). A Pragmatic View of Jean Watson’s Caring Theory. Closing key
note conference. XVI Jornades Catalanes d’infermeria Intensiva,
Barcelone, Espagne.
Kompas. (2016). Setiap jam, satu orang bunuh diri. 8 September 2016.
Muhlisin dan Ichsan. (2008). Aplikasi Model Konseptual Caring dari Jean
Watson dalam Asuhan Keperawatan. Berita Ilmu Keperawatan, 1 (3),
September 2008 :147-150.
Stuart, Gail W. 2016. Prinsip dan Praktik Keperawatan Kesehatan Jiwa Stuart.
Edisi Indonesia: Elzevier
Sun, FK, Long, A, Ciang, CY, Chou, MH. (2019). A theory to guide nursing
students caring for patients with suicidal tendencies on psychiatric
clinical practicum. Nurse Education in Practice 38 (2019) 157–163.
https://doi.org/10.1016/j.nepr.2019.07.001.