Anda di halaman 1dari 17

KEPERAWATAN JIWA

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN JIWA


PADA Nn. A DENGAN DIAGNOSA HALUSINASI
DI DESA DARUNGAN PARE KEDIRI

Disusun oleh :
Ernawati
NIM. 202006109

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


STIKES KARYA HUSADA KEDIRI
2020/2021
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan jiwa pada Nn. A dengan diagnosa
halusinasi di Desa Darunga Pare Kediri, disusun oleh :
Nama : Ernawati
NIM : 202006109
Sebagai salah satu syarat dalam pemenuhan Tugas Praktik Keperawatan Pendidikan
Profesi Ners dengan Departemen Keperawatan Jiwa.

Mengetahui,

Mahasiswa Pembimbing

(Ernawati) (Dwi Setyorini, S.Kep., Ns., M. Biomed )


LAPORAN PENDAHULUAN

1. Konsep Halusinasi
1) Definisi Halusinasi
Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari panca indera tanpa
adanya rangsangan (stimulus) eksternal (Stuart, 2016). Halusinasi
merupakan suatu kondisi individu menganggap jumlah serta pola stimulus
yang datang (baik dari dalam maupun dari luar) tidak sesuai dengan
kenyataan, disertai distorsi dan gangguan respons terhadap stimulus tersebut
baik respons yang berlebihan maupun yang kurang memadai (Townsend,
2018). Halusinasi adalah satu gejala gangguan jiwa pada individu yang
ditandai dengan perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa
suara, penglihatan, pengecapan perabaan atau penghiduan. Pasien
merasakan stimulus yang sebenarnya tidak ada (Keliat & Akemat, 2010).
Hausinasi adalah salah satu tanda gejala utama psikosis, gejala halusinasi ini
minimal terjadi selama kurun waktu satu bulan atau lebih (Maslim, 2013).
Individu dalam keadaan psikosis tidak menyadari bahwa oranglain tidak
memiliki pengalaman yang sama dengan dirinya terkait dengan stimulus dan
cara meresponnya. Kondisi psikis dpat diartikan sebagai kondisi mental
seseorang yang tidak mampu menyesuaikan diri dengan realita (Stuart,
2013).
Halusinasi merupakan suatu gejala gangguan jiwa dimana klien
merasakan suatu stimulus yang sebenarnya tidak ada. Klien mengalami
perubahan sensori persepsi ; merasakan sensori palsu berupa suara,
penglihatan, pengecapan, perabaan atau penciuman. Salah satu manisfestasi
yang muncul adalah halusinasi membuat klien tidak dapat memenuhi
kehidupannya sehari-hari. Secara fenomenologis, halusinasi adalah
gangguan yang paling umum dan paling penting. Selain itu halusinasi
dianggap sebagai karakteristik psikosis.
2) Etiologi Halusinasi
Proses terjadinya halusinasi dijelaskan dengan menggunakan konsep
stress adaptasi Stuart yang meliputi stressor dari faktor predisposisi dan
presipitasi.
a. Faktor predisposisi
Menurut Stuart (2016) factor predisposisi terjadinya halusinasi antara
lain :
a) Faktor biologis : factor herediter, resiko bunuh diri, riwayat
penyakit atau trauma kepala, riwayat penggunaan NAPZA.
b) Faktor psikologis : kegagalan yang berulang, korban kekerasan,
kurang kasih saying dan overprotektif
c) Sosial budaya dan lingkungan : ekonomi rendah, riwayat
penolakan lingkungan pada usia perkembangan anak, tingkat
pendidikan rendah, kegagalan dalam hubungan social
(perceraian, hidup sendiri) dan tidak bekerja.
b. Faktor presipitasi
Menurut hasil Workshop Keperawatan Jiwa ke-X FK UI (2016) :
a) Nature
 Faktor biologis : Kurang nutrisi, ada gangguan kesehatan
secara umum (menderita penyakit jantung, kanker,
mengalami trauma kepala atau sakit panas hingga kejang-
kejang), sensitivitas biologi (terpapar obat halusinogen
atau racun, asbesotis, CO)
 Faktor psikologis : Mengalami hambatan atau gangguan
dalam ketrampilan komunikasi verbal, ada kepribadian
menutup diri, ada pengalaman masa lalu tidak
menyenangkan (misalnya: menjadi korban aniaya fisik,
saksi aniaya fisik maupun sebagai pelaku), konsep diri
yang negatif (harga diri rendah, gambaran citra tubuh,
kerancuan identitas, ideal diri tidak realistis dan gangguan
peran), kurangnya penghargaaan, pertahanan psikologis
rendah (ambang toleransi terhadap stress rendah), self
control (ada riwayat terpapar stimulus suara, rabaan,
penglihatan, penciuman dan pengecapan, gerakan yang
berlebihan dan klien tidak bisa mengontrolnya).
 Faktor sosial budaya : Usia, gender, pendidikan
rendah/putus atau gagal sekolah, pendapatan rendah,
pekerjaan tidak punya, status social jelek (tidak terlibat
dalam kegiatan masyarakat), latar belakang budaya, tidak
dapat menjalankan agama dan keyakinan, keikutsertaan
dalam politik tidak dapat dilakukan, pengalaman social
buruk, dan tidak dapat menjalankan peran sosial.
b) Origin
 Internal : Persepsi individu yang tidak baik tentang
dirinya, orang lain, dan lingkungannya
 Eksternal : Kurangnya dukungan keluarga, masyarakat,
dan kurang dukungan kelompok atau teman sebaya
c) Timing : Stress terjadi dalam waktu dekat, stresss terjadi secara
berulang-ulang atau terus-menerus.
d) Number : Sumber stress lebih dari satu dan stress dirasakan
sebagai masalah yang sangat berat.
3) Klasifikasi Halusinasi
Selain factor predisposisi dan prespitasi, perawat perlu mengkaji jenis
halusinasi, waktu halusinasi dan respon halusinasi.
a. Jenis halusinasi
Menurut Sutejo (2018), halusinasi dibagi menjadi 5 yaitu :
Jenis Halusinasi DO DS
Halusinasi  Mengarahkan suara  Mendengar suara atau
Dengar pada sumber suara bunyi gaduh
 Marah tanpa sebab  Mendengar suara yang
yang jelas menyuruh untuk
 Bicara atau tertawa melakukan suatu yg
sendiri berbahaya
 Menutup telinga  Mendengar suara yang
mengajak bercakap-
cakap
 Mendengar suara
orang yang sudah
meninggal
Halusinasi  Ketakutan pada  Melihat makhluk
Penglihatan sesuatu atau objek tertentu, bayangan,
yang dilihat seseorang yang sudah
 Tatapan mata menuju meninggal, sesuatu
tempat tertentu yang menakutkan atau
 Menunjuk kea rah hantu, cahaya
tertentu
Halusinasi  Adanya tindakan  Klien seperti sedang
pengecapan mengecap sesuatu, merasakan makanan
gerakan mengunyah, atau rasa tertentu, atau
sering meludah atau mengunyah sesuatu
muntah
Halusinasi  Adanya gerakan  Mencium bau dari bau-
Penghidung cuping hidung karena bau tertentu, seperti
mencium seuatu atau bau mayat, masakan,
mengarahkan hidung feses, bayi atau parfum
pada tempat tertentu  Klien sering
mengatakan bahwa ia
mencium suatu bau
 Halusinasi penciuman
sering menyertai klien
dimensia, atau penyalit
serebrovaskular
Halusinasi  Menggaruk-garuk  Klien mengatakan ada
perabaan permukaan kulit sesutau yang
 Klien terlihat menatap menggerayangi tubuh,
tubuhnya dan terlihat seperti tangan,serangga
merasakan sesuatu atau makhluk halus
yang aneh seputar  Merasakan sesuatu
tubuhnya dipermukaan kulit,
seperti rasa yang
sangat panas dan
dingin, atau tersengat
aliran lisrik
b. Mengkaji Waktu
Hal ini dilakukan untuk memberikan intervensi khusus pada saat
terjadinya halusinasi dan juga menghindari situasi munculnya
halusinasi. Pengetahuan tentang frekuensi terjadinya halusinasi dapat
dijadikan landasan perencanaan frekuensi tindakan untuk mencegah
terjadinya halusinasi. (Sutejo, 2018)
c. Mengkaji respon terhadap Halusinasi
Tujuannya untuk mengetahui dampak halusinasi pada klien dan
respon klien ketika halusinasi muncul. Perawat dapat menanyakan hal
yang dirasakan atau dilakukan saat halusinasi muncul pada pasien,
keluarga atau orang tedekat. Selain itu perawat dapat mengobservasi
dampak halusinasi terhadap klien jika gangguan tersebut muncul
(Sutejo, 2018).
4) Penilaian Terhadap Stresor
Menurut hasil Workshop Keperawatan Jiwa ke-X FK UI (2016) :
a. Kognitif : tidak dapat memfokuskan pikiran, mudah lupa, tidak
mampu mengambil keputusan, tidak mampu memecahkan masalah,
tidak dapat berfikir logis, inkoheren, disorientasi, blocking, daya tilik
diri jelek, mendengar suara-suara, melihat bayangan atau sinar,
mendengar suara hati, menghidu bau-bauan, merasakan rasa pahit,
asam, asin di lidah, merasakan sensasi tidak nyaman dikulit,
ambivalen, sirkumstansial, flight of idea, tidak mampu mengontrol
PK, punya pikiran negatif terhadap stressor, mendominasi
pembicaraan
b. Afektif : senang, sedih, merasa terganggu, marah, ketakutan, khawatir,
merasa terbelenggu, afek datar/ tumpul, afek labil, marah, kecewa,
kesal, curiga, mudah tersinggung
c. Fisiologis : sulit tidur, kewaspadaan meningkat, tekanan darah
meningkat, denyut nadi meningkat, frekuensi pernafasan meningkat,
muka tegang, keringat dingin, pusing, kelelahan/keletihan
d. Perilaku : Berbicara dan tertawa sendiri, Berperilaku aneh sesuai
dengan isi halusinasi, menggerakkan bibir/komat kamit, menyeringai,
diam sambil menikmati halusinasinya, perilaku menyerang, kurang
mampu merawat diri, memalingkan muka ke arah suara, menarik diri
e. Sosial : tidak tertarik dengan kegiatan sehari-hari, tidak mampu
komunikasi secara spontan, acuh terhadap lingkungan, tidak dapat
memulai pembicaraan, tidak dapat mempertahankan kontak mata,
menarik diri
5) Tahap Halusinasi
Tahap Karakteristik Halusinasi Perilaku Klien
Tahap I  Mengalami ansietas  Tersenyum
Comforting kesepian, rasa bersalah  Menggerakkan
 Memberi rasa dan ketakutan bibir
nyaman  Mencoba berfokus pada  Menggerakkan
 Tingkat ansietas pikiran yang dapat mata dengan cepat
sedang menghilangkan ansietas  Respons verbal
 Halusinasi  Pikiran dan pengalaman yang lambat
merupakan suatu sensori masih ada dalam  Diam dan
kesenangan control kesadaran (jika konsentrasi
ansietas dikontrol)
Tahap II  Pengalaman sensori  Peningkatan
Condeming menakutkan system saraf otak,
 Menyalahkan  Mulai merasa kehilangan tanda-tanda
 Tingkat ansietas control ansietas, seperti
berat  Merasa dilecehkan oleh peningkatan
 Halusinasi pengalaman sesnsori denyut jantung,
menyebabkan tersebut pernapasan dan
antisipasi  Menarik diri tekanan darah
NON PSIKOTIK  Rentang perhatian
meyempit
 Konsentrasi
dengan
pengalaman
sensori
 Kehilangan
kemampuan
membedakan
halusinasi dan
realita
Tahap III  Klien menyerah dan  Perintah halusinasi
Controling menerima pengalaman ditaati
 Mengontrol sensorinya  Sulit berhubungan
tingkat ansietas  Isi halusinasi menjadi dengan orang lain
berat pengalaman atraktif  Rentang perhatian
sensori tidak  Kesepian bila hanya beberapa
dapat ditolak pengalaman sensori detik atau menit
berakhir  Gejala fisik
ansietas berat,
berkeringat, tremor
PSIKOTIK dan tidak mampu
mengikuti perintah
Tahap IV  Pengalaman sensori  Perilaku panic
Conquering mejadi ancaman  Berpotensi untuk
Menguasai tingkat  Halusinasi dapat membunuh atau
ansietas panic yang berlangsung selama bunuh diri
datur dan beberapa jam atau hari  Tindakan
dipengaruhi oleh kekerasan agitasi,
waham PSIKOTIK menarik diri, atau
katatonia
 Tidak mampu
merespons perintah
yang kompleks
 Tidak mampu
merespons
terhadap lebih dari
satu orang

6) Komplikasi Halusinasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien halusinasi resiko menciderai diri
sendiri, orang lain dan lingkungan
7) Penatalaksanaan Halusinasi
Penatalaksanaan pasien skizofrenia adalah dengan pemberian obat-obatan
dan tindakan lain, yaitu :
a. Psikofarmakologis
Obat-obatan yang lazim digunakan pada gejala halusinasi
pendengaran yang merupakan gejala psikosis pada pasien skizofrenia
adalah obatobatan anti-psikosis.
b. Terapi kejang listrik atau Elektro Compulcive Therapy (ECT)
Terapi kejang listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang
grand mall secara artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui
electrode yang dipasang pada satu atau dua temples, terapi kejang
listrik dapat diberikan pada skizofrenia yang tidak mempan dengan
terapi neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5
joule/detik.
c. Penatalaksanaan lain :
a) Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan
pasien akibat halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan
di lakukan secara individual dan usahakan agar terjadi knntak
mata, kalau bisa pasien di sentuh atau di pegang. Pasien jangan
di isolasi baik secara fisik atau emosional. Setiap perawat masuk
ke kamar atau mendekati pasien, bicaralah dengan pasien.
Begitu juga bila akan meninggalkannya hendaknya pasien di
beritahu. Pasien di beritahu tindakan yang akan di lakukan.
Di ruangan itu hendaknya di sediakan sarana yang dapat
merangsang perhatian dan mendorong pasien untuk
berhubungan dengan realitas, misalnya jam dinding, gambar
atau hiasan dinding, majalah dan permainan.
b) Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan
dengan rangsangan halusinasi yang di terimanya. Pendekatan
sebaiknya secara persuatif tapi instruktif. Perawat harus
mengamati agar obat yang di berikan betul di telannya, serta
reaksi obat yang di berikan.
c) Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi
masalah yang ada.
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat
menggali masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya
halusinasi serta membantu mengatasi masalah yang ada.
Pengumpulan data ini juga dapat melalui keterangan keluarga
pasien atau orang lain yang dekat dengan pasien.
d) Memberi aktivitas pada pasien
Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik,
misalnya berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan.
Kegiatan ini dapatmembantu mengarahkan pasien ke kehidupan
nyata dan memupuk hubungan dengan orang lain. Pasien di ajak
menyusun jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai.
e) Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan
Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang
data pasien agar ada kesatuan pendapat dan kesinambungan
dalam proses keperawatan, misalny dari percakapan dengan
pasien di ketahui bila sedang sendirian ia sering mendengar laki-
laki yang mengejek. Tapi bila ada orang lain di dekatnya suara-
suara itu tidak terdengar jelas. Perawat menyarankan agar pasien
jangan menyendiri dan menyibukkan diri dalam permainan atau
aktivitas yang ada. Percakapan ini hendaknya di beritahukan
pada keluarga pasien dan petugaslain agar tidak membiarkan
pasien sendirian dan saran yang di berikan tidak bertentangan.
2. Konsep Asuhan Keperawatan Jiwa
1) Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses
keperawatan. Kegiatan perawatan dalam melakukan pengkajian
keperawatan ini adalah dengan mengkaji pasien dan keluarga pasien tentang
tanda gejala serta faktor penyebab, memfalidasi data dari pasien
(Kusumawati & Hartono, 2010). Sedangkan menurut Keliat (2009), tahap
pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan, atau
masalah psien. Data yang di kumpulkan meliputi biologis, psikologis, sosial
dan spiritual.
a. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi merupakan sifat dasar dan faktor resiko yang akan
memperngaruhi jenis dan jumlah sumber yang dibangkitkan oleh
individu dalam menghadapi kecemasan. Faktor-faktor tersebut dibagi
dalam 3 aspek yaitu biologis, psikologis dan sosial budaya. Berikut
penjabaran masing-masing aspek tersebut.
a) Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan
dengan respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai
dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang
berikut:

 Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan


keterlibatan otak yang lebih luas dalam perkembangan
skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik
berhubungan dengan perilaku psikotik.

 Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin


neurotransmitter yang berlebihan dan masalah-masalah
pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya
skizofrenia.

 Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal


menunjukkan terjadinya atropi yang signifikan pada otak
manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia
kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi
korteks bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum).
Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh
otopsi (post-mortem)

 Gangguan tumbang prenatal, perinatal, neonatal dan anak-


anak.

 Kembar 1 telur lebih beresiko dari pada kembar 2 telur.

 Factor biokimia mempunyai pengaruh terhadap terjadinya


gangguan jiwa. Adanya stress yang berlebihan dialami
seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan suatu zat
yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti
Buffofenon dan Dimetytranferase (DMP). Akibat stress
berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya
neurotransmitter otak. Misalnya terjadi ketidakseimbangan
acetylcholine dan dopamine.
b) Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi
respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau
keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas
adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup
klien.
 Ibu/ pengasuh yang cemas/overprotektif, dingin, tidak
sensitive
 Hubungana dengan ayah yang tidak dekat/perhatian yang
berlebihan.
 Konflik pernikahan
 Komunikasi “double bind”
 Koping dalam menghadapi stress tidak konstruktif atau
tidak adaptif
 Gangguan identitas
 Ketidakmampuan menggapai cinta
c) Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita
seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan,
bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress,
tinggal di ibukota.
b. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi merupakan penyebab langsung yang dapat memicu
munculnya halusinasi:.
a) Sifat halusinasi
Terdiri dari 4 aspek yaitu biologis, psikologis, sosial dan
spiritual.
 Biologis
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik
seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan,
demam hingga delirium,intoksikasi alcohol dan kesulitan
untuk tidur dalam waktu yang lama.
 Psikologis
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang
tidak dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu
terjadi. Isi dari halusinasi dapat berupa perintah memaksa
dan menakutkan. Klien tidak sanggup lagi menentang
perintah tersebut hingga dengan kondisi tersebut klien
berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
 Social
Klien mengalami gangguan interaksi sosial dalam fase
awal dan conforting, klien menganggap bahwa hidup
bersosialisasi di alam nyata sangat membahayakan.

 Spiritual
Secara spiritual klien halusinasi mulai dengan kehampaan
hidup, rutinitas tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah
dan jarang berupaya secara spiritual untuk menyucikan
diri. Irama sirkardiannya terganggu, karena ia sering tidur
larut malam dan bangun sangat siang. Saat terbangun
merasa hampa dan tidak jelas tujuan hidupnya. Ia sering
memaki takdir tetapi lemah dalam upaya menjemput
rejeki, menyalahkan lingkungan dan orang lain yang
menyebabkan takdirnya memburuk
b) Asal halusinasi
 Eksternal : stimulus eksternal
 Internal: pikiran, perasaan, sensasi somatik dengan impuls
c) Waktu
Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada klien kapan
pengalaman halusinasi muncul, berapa kali sehari, seminggu,
atau sebulan pengalaman halusinasi itu muncul. Informasi ini
sangat penting untuk mengidentifikasi pencetus halusinasi dan
menentukan bilamana klien perlu perhatian saat mengalami
halusinasi.
d) Jumlah
Pengkajian mengenai kuantitas halusinasi yang dialami klien
dalam satu periode.
2) Diagnosa Keperawatan
Resiko mencederai diri sendiri, orang lain
dan lingkungan

Perubahan persepsi sensori : halusinasi

Gangguan konsep diri : harga diri rendah kronis

3) Intervensi Keperawatan
Rencana keperawatan berdasarkan (Fitria,2009) adalah sebagai berikut:
Intervensi pada pasien
a. Tujuan tindakan untuk klien adalah sebagai berikut:
a) Klien mengenali halusinasi yang dialaminya.
b) Klien dapat mengontrol halusinasinya.
c) Klien mengikuti program pengobatan secara optimal.
b. Tindakan keperawatan:
a) Membantu Klien Mengenali Masalah
Diskusi adalah salah satu cara yang dapat dilakukan untuk
membantu klien mengenali halusinasinya. Perawat dapat
berdiskusi dengan klien terkait isi halusinasi (apa yang didengar
atau dilihat), waktu terjadi halusinasi, frekuensi terjadinya
halusinasi, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang
menyebabakan halusinasi muncul, dan perasaan klien saat
halusinasi muncul (komunikasinya sama dengan yang diatas).
b) Melatih klien mengontrol halusinasi
Perawat dapat melatih empat cara dalam mengendalikan
halusinasi pada klien. Keempat cara tersebut sudah terbukti
mampu mengontrol halusinasi seseorang. Keempat cara tersebut
adalah menghardik halusinasi, bercakap-cakap dengan orang
lain, melakukan aktivitas yang terjadwal, dan patuh minum obat
dengan enam benar secara teratur.
Intervensi pada keluarga :
a. Rencana Tindakan keperawatan untuk keluarga pasien dengan tujuan :
a) Mengenal tentang halusinasi
b) Mengambil keputusan untuk merawat halusinasi
c) Merawat anggota keluarga yang mengalami halusinasi
d) Memodifikasi lingkungan yang mendukung pasien mengatasi
halusinasi
e) Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan untuk anggota keluarga yang
mengalami halusinasi
b. Tindakan keperawatan
a) Mendiskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat pasien
b) Menjelaskan tentang halusinasi: pengertian, tanda dan gejala,
penyebab terjadinya halusinasi, dan akibat jika halusinasi tidak
diatasi.
c) Membantu keluarga mengambil keputusan merawat pasien
d) Melatih keluarga cara merawat halusinasi
e) Membimbing keluarga merawat halusinasi
f) Melatih keluarga menciptakan suasana keluarga dan lingkungan
yang mendukung pasien mengatasi halusinasi
g) Mendiskusikan tanda dan gejala kekambuhan yang memerlukan
rujukan segera ke fasilitas pelayanan kesehatan
h) Menganjurkan follow up ke fasilitas pelayanan kesehatan secara
teratur.
4) Evaluasi Keperawatan
Klien mampu menerapkan 4 cara mengontrol halusinasi:
a. Menghardik halusinasi
b. Mematuhi program pengobatan
c. Mengajak orang lain bercakap-cakap dengan bila timbul halusinasi.
d. Menyusun jadwal kegiatan harian untuk mengurangi waktu luang dan
melaksanakan jadwal kegiatan tersebut secara mandiri.
e. Menilai manfaat cara mengontrol halusinasi dalam mengendalikan
halusinasi.
Evaluasi keperawatan untuk keluarga, Keluarga dapat:
a. Menjelaskan halusinasi yang dialami oleh pasien
b. Menjelaskan cara merawat pasien halusinasi
c. Mendemonstrasikan cara merawat pasien halusinasi
d. Memodifikasi lingkungan untuk membantu pasien mengatasi
masalahnya
e. Menjelaskan fasilitas kesehatan yang dapat digunakan untuk
mengatasi masalah halusinasi.

Anda mungkin juga menyukai