Di susun oleh :
Ernawati
(202006109)
Mengetahui,
Ernawati
(202006109)
LAPORAN PENDAHULUAN
1. Definisi
Serangan otak merupakan istilah kontemporer untuk stroke atau cedera
serebrovaskuler yang mengacu kepada gangguan suplai darah otak secara
mendadak sebagai akibat dari oklusi pembuluh darah parsial atau total, atau akibat
pecahnya pembuluh darah otak (Chang, 2010).
Stroke merupakan gangguan mendadak pada sirkulasi serebral di satu
pembuluh darah atau lebih yang mensuplai otak.Stroke menginterupsi atau
mengurangi suplai oksigen dan umumnya menyebabkan kerusakan serius atau
nekrosis di jaringan otak (Williams, 2008).
Stroke diklasifikasikan menjadi dua, yaitu stroke hemoragik (primary
hemorrhagic strokes) dan stroke non hemoragik (ischemic strokes) .
Menurut Price, (2006) stroke non hemoragik (SNH) merupakan gangguan
sirkulasi cerebri yang dapat timbul sekunder dari proses patologis pada pembuluh
misalnya trombus, embolus atau penyakit vaskuler dasar seperti artero sklerosis dan
arteritis yang mengganggu aliran darah cerebral sehingga suplai nutrisi dan oksigen
ke otak menurun yang menyebabkan terjadinya infark.
Sedangkan menurut Padila, (2012) Stroke Non Haemoragik adalah cedera
otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak terjadi akibat pembentukan
trombus di arteri cerebrum atau embolis yang mengalir ke otak dan tempat lain di
tubuh.
Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat emboli
dan trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur
atau di pagi hari dan tidak terjadi perdarahan. Namun terjadi iskemia yang
menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. (Arif
Muttaqin, 2008).
2. Klasifikasi
Klasifikasi Stroke Non Haemoragik menurut Padila, (2012) adalah :
1) Transient Ischemic Attack (TIA)
TIA adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otak
sepintas dan menghilang lagi tanpa sisa dengan cepat dalam waktu tidak lebih
dari 24 jam.
2) Reversible Iscemic Neurological Deficit (RIND)
RIND adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otak
berlangsung lebih dari 24 jam dan menghilang tanpa sisa dalam waktu 1-3
minggu.
spesifik seperti perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari
2) Lumbal pungsi: Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada
henatoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan posisinya
Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan infark
sistem karotis).
6) EEG: Pemeriksaan ini berturuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam
jaringan otak.
7) Pemeriksaan Laboratorium:
sendiri.
7. Penatalaksanaan
1) Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan:
a. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan
lendir yang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi,
membantu pernafasan
b. Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk usaha
memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
2) Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung.
3) Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter.
4) Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat
mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan
gerak pasif
5) Pengobatan Konservatif
a. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara
percobaan, tetapi maknanya pada tubuh manusia belum dapat
dibuktikan
b. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra
arterial
c. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat
reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi
alteroma.
6) Pengobatan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral:
a. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan
membuka arteri karotis di leher
b. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan
manfaatnya paling dirasakan oleh pasien TIA.
c. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut.
d. Ligasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.
8. Komplikasi
Setelah mengalami stroke pasien mungkin akan mengalmi komplikasi, komplikasi
ini dapat dikelompokan berdasarkan:
1) Berhubungan dengan immobilisasi, infeksi pernafasan, nyeri pada daerah
tertekan, konstipasi dan thromboflebitis.
2) Berhubungan dengan paralisis, nyeri pada daerah punggung, dislokasi sendi,
deformitas dan terjatuh
3) Berhubungan dengan kerusakan otak, epilepsi dan sakit kepala.
4) Hidrocephalus
Individu yang menderita stroke berat pada bagian otak yang mengontrol respon
pernapasan atau kardiovaskuler dapat meninggal.
b) B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok
hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke.Tekanan darah
biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif
(tekanan darah >200 mmHg).
c) B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada
lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area
yang perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral
(sekunder atau aksesori).Lesi otak yang rusak tidak dapat
membaik sepenuhnya.Pengkajian B3 (Brain) merupakan
pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian
pada sistem lainnya.
d) B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine
sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan
kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung
kemih karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang
kontrol sfingter urine eksternal hilang atau berkurang.Selama
periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik
steril.Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan
neurologis luas.
e) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan
menurun, mual muntah pada fase akut.Mual sampai muntah
disebabkan oleh peningkatan produksi asam lambung sehingga
menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi.Pola defekasi biasanya
terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.Adanya
inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan
neurologis luas.
f) B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan kehilangan
kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron
motor atas menyilang, gangguan kontrol motor volunter pada
salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada neuron
motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi motorik
paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi)
karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau
kelemahan salah satu sisi tubuh, adalah tanda yang lain. Pada
kulit, jika klien kekurangan 02 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain itu, perlu
juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang
menonjol karena klien stroke mengalami masalah mobilitas fisik.
Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, serta mudah lelah
menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.
j. Status Mental
Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi
wajah, dan aktivitas motorik klien. Pada klien stroke tahap lanjut
biasanya status mental klien mengalami perubahan.
k. Fungsi Intelektual
Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka
pendek maupun jangka panjang.Penurunan kemampuan berhitung dan
kalkulasi.Pada beberapa kasus klien mengalami brain damage yaitu
kesulitan untuk mengenal persamaan dan perbedaan yang tidak begitu
nyata.
l. Kemampuan Bahasa
Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang
memengaruhi fungsi dari serebral.Lesi pada daerah hemisfer yang
dominan pada bagian posterior dari girus temporalis superior (area
Wernicke) didapatkan disfasia reseptif, yaitu klien tidak dapat
memahami bahasa lisan atau bahasa tertulis.Sedangkan lesi pada bagian
posterior dari girus frontalis inferior (area Broca) didapatkan disfagia
ekspresif, yaitu klien dapat mengerti, tetapi tidak dapat menjawab
dengan tepat dan bicaranya tidak lancar.Disartria (kesulitan berbicara),
ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh
paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan
bicara.Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang
dipelajari sebelumnya), seperti terlihat ketika klien mengambil sisir dan
berusaha untuk menyisir rambutnya.
a) Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi
penciuman.
b) Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori
primer di antara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan
visual-spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam
area spasial) sering terlihat pada Mien dengan hemiplegia kiri.
Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan
karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian
tubuh.
c) Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis,
pada
d) Satu sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan
gerakan konjugat unilateral di sisi yang sakit.
e) Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis
saraf trigenimus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan
mengunyah, penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta
kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus dan eksternus.
f) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah
asimetris, dan otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
g) Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi.
h) Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan
membuka mulut.
i) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius.
j) Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan
fasikulasi, serta indra pengecapan normal.
n. Pengkajian Sistem Motorik
Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan
mengakibatkan kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik.
Oleh karena UMN bersilangan, gangguan kontrol motor volunter pada
salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada UMN di sisi
ng berlawanan dari otak.
2. Terapeutik
Gunakan metode Komunikasi alternative
(mis: menulis, berkedip, papan
Komunikasi dengan gambar dan huruf,
isyarat tangan, dan computer)
Sesuaikan gaya Komunikasi dengan
kebutuhan (mis: berdiri di depan pasien,
dengarkan dengan seksama, tunjukkan
satu gagasan atau pemikiran sekaligus,
bicaralah dengan perlahan sambil
menghindari teriakan, gunakan
Komunikasi tertulis, atau meminta
bantuan keluarga untuk memahami
ucapan pasien.
Modifikasi lingkungan untuk
meminimalkan bantuan
Ulangi apa yang disampaikan pasien
Berikan dukungan psikologis
Gunakan juru bicara, jika perlu
3. Edukasi
Anjurkan berbicara perlahan
Ajarkan pasien dan keluarga proses
kognitif, anatomis dan fisiologis yang
berhubungan dengan kemampuan
berbicara
4. Kolaborasi
Rujuk ke ahli patologi bicara atau terapis
3 Ketidakefektifan 1. Observasi
perfusi jaringan Periksa sirkulasi perifer(mis. Nadi
(D.0009) perifer, edema, pengisian kalpiler,
warna, suhu, angkle brachial index)
Identifikasi faktor resiko gangguan
sirkulasi (mis. Diabetes, perokok, orang
tua, hipertensi dan kadar kolesterol
tinggi)
Monitor panas, kemerahan, nyeri,
atau bengkak pada ekstremitas
2. Terapeutik
Hindari pemasangan infus atau
pengambilan darah di area keterbatasan
perfusi
Hindari pengukuran tekanan darah
pada ekstremitas pada keterbatasan
perfusi
Hindari penekanan dan
pemasangan torniquet pada area yang
cidera
Lakukan pencegahan infeksi
Lakukan perawatan kaki dan kuku
Lakukan hidrasi
3. Edukasi
Anjurkan berhenti merokok
Anjurkan berolahraga rutin
Anjurkan mengecek air mandi
untuk menghindari kulit terbakar
Anjurkan menggunakan obat
penurun tekanan darah, antikoagulan,
dan penurun kolesterol, jika perlu
Anjurkan minum obat pengontrol
tekakan darah secara teratur
Anjurkan menghindari penggunaan
obat penyekat beta
Ajurkan melahkukan perawatan
kulit yang tepat(mis. Melembabkan kulit
kering pada kaki)
Anjurkan program rehabilitasi
vaskuler
Anjurkan program diet untuk
memperbaiki sirkulasi( mis. Rendah
lemak jenuh, minyak ikan, omega3)
Informasikan tanda dan gejala
darurat yang harus dilaporkan( mis. Rasa
sakit yang tidak hilang saat istirahat,
luka tidak sembuh, hilangnya rasa)
ASUHAN KEPERAWATAN
K A
A
R Y
PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN A H U SA
D
Jl. Soekarno Hatta, Kotak Pos 153, Telp/Fax. (0354) 395203 Pare Kediri
Website: www.stikes-khkediri.ac.id
FORMAT PENGKAJIAN
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
I. DATA UMUM
Nama : Tn.S
Ruang : Teratai
No. Register : 332xxx
Umur : 57 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa
Bahasa : Jawa, Indonesia
Alamat : Sumber Bendo
Pekerjaan : Tani
Penghasilan : Tidak terkaji
Status : Menikah
Pendidikan Terakhir : SD
Golongan Darah : Tidak terkaji
Tanggal MRS : 13 September 2020
Tanggal Pengkajian : 17 September 2020
Diagnosa Medis : SNH
5. Pola Eliminasi
Eliminasi Uri
KETERANGAN SEBELUM SAKIT SAAT SAKIT
Frekuensi 3-4 kali per hari 3-4 kali per hari
Pancaran Kuat Kuat
Jumlah + 400 cc / 8 jam + 400 cc / 8 jam
Bau Khas urin Khas urin
Warna Kekuningan Kekuningan
Perasaan setelah BAK Lega Lega
Total Produksi Urin + 1.200 cc per 24 jam + 1.200 cc per 24 jam
Eliminasi Alvi
KETERANGAN SEBELUM SAKIT SAAT SAKIT
Frekuensi 1x per hari 1x perhari
Konsistensi Padat Padat
Bau Khas Feses Khas feses
Warna Kuning kecoklatan Kuning kecoklatan
Pemeriksaan Diagnostik
1. Laboratorium
Tanggal 13 September 2020
DARAH LENGKAP
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Gula Darah
Acak 151 mg/dl <130 mg/dl
Hematologi
Leukosit DL 10.460 L 4300 – 10.300
P 4.300 – 11.300
Hemoglobin DL 13.4 gr/d L 13,4 – 17,7 gr/d
P 11,4 – 15,1 gr/d
Hematokrit DL 39.4 % L 45 – 50%
P 35 – 45%
Trombosit 176.000 sel/Lp 150.000 – 450.000 sel/LP
2. Radiologi
Terapi
1. Oral
Clobazam 2x10 mg
Antasida syr 3x10 cc
2. Parenteral
Inf RL 20 tpm
Inj Piracetam 4x3
Inj Antrain 3x1
3. Lain - lain
-
OBSERVASI DAN PEMERIKSAAN FISIK {dengan per sistem)
1. Tanda-tanda vital
S: 36,5 ºC N : 73 x/mnt TD : 140/90 mmHg
RR : 20 x/mnt
2. Sistem Pernafasan (B1)
a. Bentuk dada simetris asimetris barrel chest
Funnel chest Pigeons chest
b. Keluhan sesak batuk nyeri waktu napas tidak ada
c. Irama napas teratur tidak teratur
d. Suara napas vesiculer ronchi D/S wheezing D/S rales D/S
3 3
3 3
8. Sistem Endokrin
a. Pembesaran kelenjar tyroid ya tidak
b. Pembesaran kelenjar getah bening ya tidak
Lain-lain :
V. ANALISA DATA
No Data Etiologi Masalah
1 DS : Pasien mengeluh pusing Embolisme Resiko Perfusi Serebral
DO : Tidak Efektif (D.0017)
TTV
TD : 140/90 mmHg
N : 78x/menit
RR : 20x/menit
S : 36,5 C
KU lemah
Hemiparese pada
ektremitas
2 DS : keluarga mengatakan Gangguan Gangguan mobilitas fisik
tangan dan kaki lemas neuromuskular (D.0054)
DO :
TTV
TD : 140/90 mmHg
N : 78x/menit
RR : 20x/menit
S : 36,5 C
Pasien tampak cemas
Pasien tampak lemas
Kebutuhan sehari hari
dibantu keluarga
Gerakan terbatas
Kekuatan otot
5 5
3 3
Minimalkan stimulus
dengan menyediakan
lingkungan yang tenang
Berikan posisi semi fowle
Pertahankan suhu tubuh
normal
3. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
sedasi dan antikonvulsa
2 Gangguan Setelah dilakukan tindakan Dukuangan Ambulasi (I.06171)
mobilitas fisik 3x24 jam mobilitas fisik
1. Observasi
(D.0054) meningkat dengan KH :
Identifikasi adanya nyeri
Pergerakan ektremitas,
kekuatan otot, rentang gerak atau keluhan fisik lainnya
(ROM) : Identifikasi toleransi fisik
- Menurun 1 melakukan ambulasi
- Cukup Menurun 2 Monitor frekuensi jantung
- Sedang 3 dan tekanan darah sebelum
3
- Cukup Meningkat 4 memulai ambulasi
- Meningkat 5 Monitor kondisi umum
selama melakukan ambulasi
2. Terapeutik
Fasilitasi aktivitas
ambulasi dengan alat bantu
(mis. tongkat, kruk)
Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan ambulasi
3. Edukasi
Jelaskan tujuan dan
prosedur ambulasi
Anjurkan melakukan
ambulasi dini
Ajarkan ambulasi
sederhana yang harus dilakukan
(mis. berjalan dari tempat tidur
ke kursi roda, berjalan dari
tempat tidur ke kamar mandi,
berjalan sesuai toleransi)
2. Terapeutik
Gunakan metode Komunikasi
alternative (mis: menulis,
berkedip, papan Komunikasi
dengan gambar dan huruf,
isyarat tangan, dan computer)
Sesuaikan gaya Komunikasi
dengan kebutuhan (mis: berdiri
di depan pasien, dengarkan
dengan seksama, tunjukkan satu
gagasan atau pemikiran
sekaligus, bicaralah dengan
perlahan sambil menghindari
teriakan, gunakan Komunikasi
tertulis, atau meminta bantuan
keluarga untuk memahami
ucapan pasien.
Modifikasi lingkungan untuk
meminimalkan bantuan
Ulangi apa yang disampaikan
pasien
Berikan dukungan psikologis
Gunakan juru bicara, jika perlu
3. Edukasi
Anjurkan berbicara perlahan
Ajarkan pasien dan keluarga
proses kognitif, anatomis dan
fisiologis yang berhubungan
dengan kemampuan berbicara
4. Kolaborasi
Rujuk ke ahli patologi bicara atau
terapis
VII. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
No Tanggal dan Dx kep Implementasi Hasil TTD Perawat
waktu
1 17 September Resiko Perfusi 1. Observasi Ernawati
2020 Serebral Tidak Mengidentifikasi penyebab Penyebab TIK adanya
Efektif (D.0017) peningkatan TIK (mis. Lesi, gangguan metabolism
gangguan metabolisme, edema
serebral)
memonitor tanda/gejala TTV
peningkatan TIK (mis. Tekanan TD : 140/90 mmHg
darah meningkat, tekanan nadi N : 78x/menit
melebar, bradikardia, pola napas RR : 20x/menit
ireguler, kesadaran menurun) S : 36,5 C
2. Terapeutik
Meminimalkan stimulus Menginformasikan pada
dengan menyediakan lingkungan keluarga untuk menjaga suasan tenang
yang tenang
Memberikan posisi semi fowle Meninggikan bagian kepala
bed pasien
Mempertahankan suhu tubuh Menginformasikan keluarga
normal untuk melapor pada perawat jika suhu
tubuh pasien meningkat
3. Kolaborasi
Inf Rl 20 tpm
Berkolaborasi pemberian
Inj. Piracetam
sedasi dan antikonvulsa
Inj. Antrain
2 17 September Gangguan 1. Observasi Ernawati
2020 mobilitas fisik Mengidentifikasi adanya nyeri Ekteremitas atas dan bawah
(D.0054) atau keluhan fisik lainnya lemas dan tidak bisa digerakkan
Memonitor frekuensi jantung TD : 140/90 mmHg, N :
dan tekanan darah sebelum 78x/menit
memulai ambulasi
Memonitor kondisi umum
selama melakukan ambulasi TD : 140/80 mmHg, N :
2. Terapeutik 86x/menit
Memfasilitasi aktivitas
ambulasi dengan alat bantu (mis.
tongkat, kruk) Pasien melakukan ambulasi
Melibatkan keluarga untuk dibantu dengan bed pasien
membantu pasien dalam
meningkatkan ambulasi Pasien melakukan ambulasi
3. Edukasi dibantu dan didampingi oleh kelurga
Menjelaskan tujuan dan
prosedur ambulasi
Pasien dan keluarga
mengerti tujuan ambulasi yaitu untuk
memenuhi kebutuhan aktivitas,
melancarkan peredaran darah,
Mengajarkan ambulasi mempertahankan toleransi terhadap
sederhana yang harus dilakukan aktivitas, latihan ROM.
(mis. berjalan dari tempat tidur ke Mengajarkan pasien
kursi roda, berjalan dari tempat ambulasi bergerak sedikit demi sedikit
tidur ke kamar mandi, berjalan diatas bed pasien
sesuai toleransi)
3. Edukasi
Menganjurkan berbicara perlahan Perawat menganjurkan bicara perlahan
dan memberikan motivasi pada pasien
untuk berlatih bicara
Mengajarkan pasien dan keluarga Perawat menjelaskan alasan pasien
proses kognitif, anatomis dan berbicara pelo dan terjadi perubahan
fisiologis yang berhubungan dengan pada struktur mulut pasien.
kemampuan berbicara
5 5
3 3
5 5
3 3