Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN TN.S DENGAN DIAGNOSA MEDIS SNH


(STROKE NON HEMORAGIK)
DI RUANG TERATAI RS AMELIA PARE

Di susun oleh :
Ernawati
(202006109)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN
KARYA HUSADA KEDIRI
2020
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN


PADA PASIEN TN.S DENGAN DIAGNOSA MEDIS SNH
(STROKE NON HEMORAGIK)
DI RUANG TERATAI RS AMELIA PARE

Mengetahui,

Ernawati
(202006109)

Pembimbing Klinik, Pembimbing Akademik

(Mardiani, S.Kep., Ns) (Ns. Widyasih., S.Kp., M.Kep)

LAPORAN PENDAHULUAN
1. Definisi
Serangan otak merupakan istilah kontemporer untuk stroke atau cedera
serebrovaskuler yang mengacu kepada gangguan suplai darah otak secara
mendadak sebagai akibat dari oklusi pembuluh darah parsial atau total, atau akibat
pecahnya pembuluh darah otak (Chang, 2010).
Stroke merupakan gangguan mendadak pada sirkulasi serebral di satu
pembuluh darah atau lebih yang mensuplai otak.Stroke menginterupsi atau
mengurangi suplai oksigen dan umumnya menyebabkan kerusakan serius atau
nekrosis di jaringan otak (Williams, 2008).
Stroke diklasifikasikan menjadi dua, yaitu stroke hemoragik (primary
hemorrhagic strokes) dan stroke non hemoragik (ischemic strokes) .
Menurut Price, (2006) stroke non hemoragik (SNH) merupakan gangguan
sirkulasi cerebri yang dapat timbul sekunder dari proses patologis pada pembuluh
misalnya trombus, embolus atau penyakit vaskuler dasar seperti artero sklerosis dan
arteritis yang mengganggu aliran darah cerebral sehingga suplai nutrisi dan oksigen
ke otak menurun yang menyebabkan terjadinya infark.
Sedangkan menurut Padila, (2012) Stroke Non Haemoragik adalah cedera
otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak terjadi akibat pembentukan
trombus di arteri cerebrum atau embolis yang mengalir ke otak dan tempat lain di
tubuh.
Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat emboli
dan trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur
atau di pagi hari dan tidak terjadi perdarahan. Namun terjadi iskemia yang
menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. (Arif
Muttaqin, 2008).
2. Klasifikasi
Klasifikasi Stroke Non Haemoragik menurut Padila, (2012) adalah :
1) Transient Ischemic Attack (TIA)
TIA adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otak
sepintas dan menghilang lagi tanpa sisa dengan cepat dalam waktu tidak lebih
dari 24 jam.
2) Reversible Iscemic Neurological Deficit (RIND)
RIND adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otak
berlangsung lebih dari 24 jam dan menghilang tanpa sisa dalam waktu 1-3
minggu.

3) Stroke in Evolution (Progressing Stroke)


Stroke in evolution adalah deficit neurologik fokal akut karena gangguan
peredaran darah otak yang berlangsung progresif dan mencapai maksimal
dalam beberapa jam sampe bbrpa hari
4) Stroke in Resolution
Stroke in resolution adalah deficit neurologik fokal akut karena gangguan
peredaran darah otak yang memperlihatkan perbaikan dan mencapai
maksimal dalam beberapa jam sampai bebrapa hari
5) Completed Stroke (infark serebri)
Completed stroke adalah defisit neurologi fokal akut karena oklusi atau
gangguan peredaran darah otak yang secara cepat menjadi stabil tanpa
memburuk lagi.
Sedangkan secara patogenitas menurut Tarwoto dkk, (2007) Stroke iskemik
(Stroke Non Hemoragik) dapat dibagi menjadi :
1) Stroke trombotik, yaitu stroke iskemik yang disebabkan oleh karena
trombosis di arteri karotis interna secara langsung masuk ke arteri serebri
media. Permulaan gejala sering terjadi pada waktu tidur,atau sedang istrirahat
kemudian berkembang dengan cepat,lambat laun atau secara bertahap sampai
mencapai gejala maksimal dalam beberapa jam, kadang-kadang dalam
beberapa hari (2-3 hari), kesadaran biasanya tidak terganggu dan ada
kecendrungan untuk membaik dalam beberapa hari,minggu atau bulan.
2) Stroke embolik, yaitu stroke iskemik yang disebabkan oleh karena emboli
yang pada umunya berasal dari jantung. Permulaan gejala terlihat sangat
mendadak berkembang sangat cepat, kesadaran biasanya tidak terganggu,
kemungkinan juga disertai emboli pada organ dan ada kecenderungan untuk
membaik dalam beberapa hari, minggu atau bulan.
3. Etiologi
1) Trombosis (bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher)
Stroke terjadi saat trombus menutup pembuluh darah, menghentikan aliran
darah ke jaringan otak yang disediakan oleh pembuluh dan menyebabkan
kongesti dan radang. Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang
mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemia jaringan otak yang dapat
menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya. Trombosis biasanya terjadi
pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur.Hal ini dapat terjadi
karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat
menyebabkan iskemia serebral.Tanda dan gejala neurologis seringkali
memburuk pada 48 jam setelah trombosis.
2) Embolisme cerebral
Emboli serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari
bagian tubuh yang lain) merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh
bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus
di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli
tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik
3) Iskemia
Suplai darah ke jaringan tubuh berkurang karena penyempitan atau
penyumbatan pembuluh darah
4. Manisfestasi Klinis
Gejala yang paling sering dijumpai pada penderita umumnya dikelompokan atas 4
macam :
1) Dystensia ( gangguan fungsi motorik ) berupa :
a. Kelumpuhan ( hemiplegi atau paraplegi )
b. Paralisis ( kehilangan total dari gangguan kekuatan motoriknya )
c. Paresis ( kehilangan sebagian kekuatan otot motoriknya )
2) Disnestasia ( gangguan fungsi sensorik ) berupa :
a. Hipoarasthesia dan Arasthesia.
b. Gangguan penciuman, penglihatan dan gangguan rasa pada lidah
3) Dyspasia ( gangguan berbicara )
4) Dymentia ( gangguan mental ) dengan manifestasi :
a. Gangguan neurologis.
b. Gangguan psikologis.
c. Keadaan kebingungan.
d. Reaksi depresif.
5. WOC
Patofisiologi
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak.Luasnya
infark hergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh
daralidan adekdatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh
darah yang tersumbat.Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat)
pada gangguan lokal (trombus, emboli, perdarahan, dan spasme vaskular) atau
karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan pant dan jantung).
Aterosklerosis sering sebagai faktor penyebab infark pad-a otak. Trombus dapat
berasal dari plak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang stenosis,
tempat aliran darah mengalami pelambatan atau terjadi turbulensi (Muttaqin, 2008).
Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam
aliran darah.Trombus mengakihatkan iskemia jaringan otak yang disuplai oleh
pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti di sekitar area.Area
edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu sendiri.
Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa
hari. Dengan berkurangnya edema klien mulai menunjukkan perbaikan.Oleh karena
trombosis biasanya tidak fatal„ jika tidak terjadi perdarahan masif.Oklusi pada
pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti
trombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding pembuluh darah
maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada
pembuluh darah yang tersumbat .menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah.
Hal ini akan menyebabkan perdarahan serebral, jika aneurisma pecah atau ruptur
(Muttaqin, 2008).
Perdarahan pada otak disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik clan hipertensi
pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan lebih sering
menyebabkan kematian di bandingkan keseluruhan penyakit serebro vaskulai;
karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan
intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falk serebri
atau lewat foramen magnum (Muttaqin, 2008).
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hernisfer otak, dan
perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak.
Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di
nukleus kaudatus, talamus, dan pons (Muttaqin, 2008).
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia serebral: Perubahan
yang disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk waktu 4-6 menit.
Perubahan ireversibel jika anoksia lebih dari 10 menit.Anoksia serebral dapat
terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung (Muttaqin,
2008).
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak
akan mengakihatkan peningkatan tekanan intrakranial dan penurunan tekanan
perfusi otak serta gangguan drainase otak. Elernen-elemen vasoaktif darah yang
keluar dan kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan saraf
di area yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi (Muttaqin, 2008).
Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Jika volume darah lebih dari 60
cc maka risiko kematian sebesar 93% pada perdarahan dalam dan 71% pada
perdarahan lobar. Sedangkan jika terjadi perdarahan serebelar dengan volume
antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75%, namun volume
darah 5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal (Misbach, 1999 dalam
Muttaqin, 2008).
6. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Muttaqin, (2008), pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan

ialah sebagai berikut :

1) Angiografi serebral: Membantu menentukan penyebab dari stroke secara

spesifik seperti perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari

sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskular.

2) Lumbal pungsi: Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada

carran lumbal menunjukkan adanya hernoragi pada subaraknoid atau

perdarahan pada intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukkan

adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai

pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya

warna likuor masih normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.

3) CT scan.: Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi

henatoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan posisinya

secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang

pemadatan terlihat di ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.

4) MRI: MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan gelombang

magnetik untuk menentukan posisi dan besar/luas terjadinya perdarahan otak.

Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan infark

akibat dari hemoragik.

5) USG Doppler: Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah

sistem karotis).
6) EEG: Pemeriksaan ini berturuan untuk melihat masalah yang timbul dan

dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam

jaringan otak.

7) Pemeriksaan Laboratorium:

a. Lumbal pungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada

perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya

warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.

b. Pemeriksaan darah rutin.

c. Pemeriksaan kimia darah: pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia.

Gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian

berangsur-angsur turun kembali.

d. Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu

sendiri.
7. Penatalaksanaan
1) Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan:
a.  Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan
lendir yang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi,
membantu pernafasan
b. Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk usaha
memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
2) Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung.
3) Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter.
4) Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat
mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan
gerak pasif
5) Pengobatan Konservatif
a. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara
percobaan, tetapi maknanya pada tubuh manusia belum dapat
dibuktikan
b. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra
arterial
c. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat
reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi
alteroma.
6) Pengobatan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral:
a. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan
membuka arteri karotis di leher
b. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan
manfaatnya paling dirasakan oleh pasien TIA.
c. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut.
d. Ligasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.

8. Komplikasi
Setelah mengalami stroke pasien mungkin akan mengalmi komplikasi, komplikasi
ini dapat dikelompokan berdasarkan:
1) Berhubungan dengan immobilisasi, infeksi pernafasan, nyeri pada daerah
tertekan, konstipasi dan thromboflebitis.
2) Berhubungan dengan paralisis, nyeri pada daerah punggung, dislokasi sendi,
deformitas dan terjatuh
3) Berhubungan dengan kerusakan otak, epilepsi dan sakit kepala.
4) Hidrocephalus
Individu yang menderita stroke berat pada bagian otak yang mengontrol respon
pernapasan atau kardiovaskuler dapat meninggal.

9. Konsep Asuhan Keperawatan


1) Pengkajian
a. Identitas
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam
MRS, nomor register, dan diagnosis medis.
b. Keluahan Utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongau kesehatan
adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat
berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak,
pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri
kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, selain gejala
kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan
perubahan di dalam intrakranial.Keluhari perubahan perilaku juga
umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi,
tidak responsif, dan konia.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes
melitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi
oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin,
vasodilator, obat-obat adiktif, dan kegemukan.Pengkajian pemakaian
obat-obat yang sering digunakan klien, seperti pemakaian obat
antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta, dan lainnya.Adanya
riwayat merokok, penggunaan alkohol dan penggunaan obat kontrasepsi
oral.Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari riwayat
penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh
dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes
melitus, atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
f. Pengkajian psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi bebera pa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk rnemperoleh persepsi yang jelas
mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku klien.Pengkajian
mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk menilai
respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan
peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik dalam keluarga
ataupun dalam masyarakat.
g. Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan
klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari
pengkajian anamnesis.Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara per
sistem (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3
(Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari
klien.
a) (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi
sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan
peningkatan frekuensi pernapasan. Auskultasi bunyi napas
tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi
sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering
didapatkan pada klien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran
koma.
Pada klien dengan tingkat kesadaran compos mends, pengkajian
inspeksi pernapasannya tidak ada kelainan. Palpasi toraks
didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri.Auskultasi
tidak didapatkan bunyi napas tambahan.

b) B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok
hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke.Tekanan darah
biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif
(tekanan darah >200 mmHg).

c) B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada
lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area
yang perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral
(sekunder atau aksesori).Lesi otak yang rusak tidak dapat
membaik sepenuhnya.Pengkajian B3 (Brain) merupakan
pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian
pada sistem lainnya.

d) B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine
sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan
kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung
kemih karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang
kontrol sfingter urine eksternal hilang atau berkurang.Selama
periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik
steril.Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan
neurologis luas.

e) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan
menurun, mual muntah pada fase akut.Mual sampai muntah
disebabkan oleh peningkatan produksi asam lambung sehingga
menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi.Pola defekasi biasanya
terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.Adanya
inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan
neurologis luas.

f) B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan kehilangan
kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron
motor atas menyilang, gangguan kontrol motor volunter pada
salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada neuron
motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi motorik
paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi)
karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau
kelemahan salah satu sisi tubuh, adalah tanda yang lain. Pada
kulit, jika klien kekurangan 02 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain itu, perlu
juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang
menonjol karena klien stroke mengalami masalah mobilitas fisik.
Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, serta mudah lelah
menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.

h. Pengkajian Tingkat Kesadaran


Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling
mendasar dan parameter yang paling penting yang membutuhkan
pengkajian.Tingkat keterjagaan klien dan respons terhadap lingkungan
adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem persarafan.
Beberapa sistem digunakan untuk membuat peringkat perubahan dalam
kewaspadaan dan keterjagaan.
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien stroke biasanya
berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa.Jika klien sudah
mengalami koma maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai
tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan
pemberian asuhan.

i. Pengkajian Fungsi Serebral


Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual,
kemampuan bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.

j. Status Mental
Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi
wajah, dan aktivitas motorik klien. Pada klien stroke tahap lanjut
biasanya status mental klien mengalami perubahan.

k. Fungsi Intelektual
Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka
pendek maupun jangka panjang.Penurunan kemampuan berhitung dan
kalkulasi.Pada beberapa kasus klien mengalami brain damage yaitu
kesulitan untuk mengenal persamaan dan perbedaan yang tidak begitu
nyata.

l. Kemampuan Bahasa
Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang
memengaruhi fungsi dari serebral.Lesi pada daerah hemisfer yang
dominan pada bagian posterior dari girus temporalis superior (area
Wernicke) didapatkan disfasia reseptif, yaitu klien tidak dapat
memahami bahasa lisan atau bahasa tertulis.Sedangkan lesi pada bagian
posterior dari girus frontalis inferior (area Broca) didapatkan disfagia
ekspresif, yaitu klien dapat mengerti, tetapi tidak dapat menjawab
dengan tepat dan bicaranya tidak lancar.Disartria (kesulitan berbicara),
ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh
paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan
bicara.Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang
dipelajari sebelumnya), seperti terlihat ketika klien mengambil sisir dan
berusaha untuk menyisir rambutnya.

m. Pengkajian Saraf Kranial


Menurut Muttaqin, (2008) Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf
kranial I-X11.

a) Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi
penciuman.
b) Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori
primer di antara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan
visual-spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam
area spasial) sering terlihat pada Mien dengan hemiplegia kiri.
Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan
karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian
tubuh.
c) Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis,
pada
d) Satu sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan
gerakan konjugat unilateral di sisi yang sakit.
e) Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis
saraf trigenimus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan
mengunyah, penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta
kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus dan eksternus.
f) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah
asimetris, dan otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
g) Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi.
h) Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan
membuka mulut.
i) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius.
j) Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan
fasikulasi, serta indra pengecapan normal.
n. Pengkajian Sistem Motorik
Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan
mengakibatkan kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik.
Oleh karena UMN bersilangan, gangguan kontrol motor volunter pada
salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada UMN di sisi
ng berlawanan dari otak.

a) Inspeksi Umum. Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu


sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau
kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda yang lain.
b) Fasikulasi. Didapatkan pada otot-otot ekstremitas.
c) Tonus Otot. Didapatkan meningkat.
10. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan mobilitas fisik
b. Gagguan komunikasi verbal
c. Ketidakefektifan perfusi cerebral
d. Defisit Perawatan Diri
e. Gangguan persepsi sensori penglihatan
f. Gangguan persepsi sensori pendengaran
g. Gangguan menelan
11. Intervensi Keperawatan
No Dx Kep Intervensi
1 Gangguan mobilitas Dukuangan Ambulasi  (I.06171)
fisik (D.0054) 1. Observasi
 Identifikasi adanya nyeri atau
keluhan fisik lainnya
 Identifikasi toleransi fisik
melakukan ambulasi
 Monitor frekuensi jantung dan
tekanan darah sebelum memulai
ambulasi
 Monitor kondisi umum selama
melakukan ambulasi
2. Terapeutik
 Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan
alat bantu (mis. tongkat, kruk)
 Fasilitasi melakukan mobilisasi
fisik, jika perlu
 Libatkan keluarga untuk membantu
pasien dalam meningkatkan ambulasi
3. Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur
ambulasi
 Anjurkan melakukan ambulasi dini
 Ajarkan ambulasi sederhana yang
harus dilakukan (mis. berjalan dari
tempat tidur ke kursi roda, berjalan dari
tempat tidur ke kamar mandi, berjalan
sesuai toleransi)

2 Gagguan komunikasi 1. Observasi


verbal (D.0119)  Monitor kecepatan, tekanan, kuantitas,
volume dasn diksi bicara
 Monitor proses kognitif, anatomis, dan
fisiologis yang berkaitan dengan bicara
 Monitor frustrasi, marah, depresi atau hal
lain yang menganggu bicara
 Identifikasi prilaku emosional dan fisik
sebagai bentuk komunikasi

2. Terapeutik
 Gunakan metode Komunikasi alternative
(mis: menulis, berkedip, papan
Komunikasi dengan gambar dan huruf,
isyarat tangan, dan computer)
 Sesuaikan gaya Komunikasi dengan
kebutuhan (mis: berdiri di depan pasien,
dengarkan dengan seksama, tunjukkan
satu gagasan atau pemikiran sekaligus,
bicaralah dengan perlahan sambil
menghindari teriakan, gunakan
Komunikasi tertulis, atau meminta
bantuan keluarga untuk memahami
ucapan pasien.
 Modifikasi lingkungan untuk
meminimalkan bantuan
 Ulangi apa yang disampaikan pasien
 Berikan dukungan psikologis
 Gunakan juru bicara, jika perlu

3. Edukasi
 Anjurkan berbicara perlahan
 Ajarkan pasien dan keluarga proses
kognitif, anatomis dan fisiologis yang
berhubungan dengan kemampuan
berbicara
4. Kolaborasi
 Rujuk ke ahli patologi bicara atau terapis
3 Ketidakefektifan 1. Observasi
perfusi jaringan  Periksa sirkulasi perifer(mis. Nadi
(D.0009) perifer, edema, pengisian kalpiler,
warna, suhu, angkle brachial index)
 Identifikasi faktor resiko gangguan
sirkulasi (mis. Diabetes, perokok, orang
tua, hipertensi dan kadar kolesterol
tinggi)
 Monitor panas, kemerahan, nyeri,
atau bengkak pada ekstremitas
2. Terapeutik
 Hindari pemasangan infus atau
pengambilan darah di area keterbatasan
perfusi
 Hindari pengukuran tekanan darah
pada ekstremitas pada keterbatasan
perfusi
 Hindari penekanan dan
pemasangan torniquet pada area yang
cidera
 Lakukan pencegahan infeksi
 Lakukan perawatan kaki dan kuku
 Lakukan hidrasi
3. Edukasi
 Anjurkan berhenti merokok
 Anjurkan berolahraga rutin
 Anjurkan mengecek air mandi
untuk menghindari kulit terbakar
 Anjurkan menggunakan obat
penurun tekanan darah, antikoagulan,
dan penurun kolesterol, jika perlu
 Anjurkan minum obat pengontrol
tekakan darah secara teratur
 Anjurkan menghindari penggunaan
obat penyekat beta
 Ajurkan melahkukan perawatan
kulit yang tepat(mis. Melembabkan kulit
kering pada kaki)
 Anjurkan program rehabilitasi
vaskuler
 Anjurkan program diet untuk
memperbaiki sirkulasi( mis. Rendah
lemak jenuh, minyak ikan, omega3)
 Informasikan tanda dan gejala
darurat yang harus dilaporkan( mis. Rasa
sakit yang tidak hilang saat istirahat,
luka tidak sembuh, hilangnya rasa)
ASUHAN KEPERAWATAN

YAYASAN KARYA HUSADA KEDIRI AS


Y A YE D I R A N
K I
STIKES KARYA HUSADA KEDIRI
Ijin Mendiknas RI No. 164/D/O/2005 Rekomendasi Depkes RI No. HK.03.2.4.1.03862

K A

A
R Y
PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN A H U SA

D
Jl. Soekarno Hatta, Kotak Pos 153, Telp/Fax. (0354) 395203 Pare Kediri
Website: www.stikes-khkediri.ac.id

FORMAT PENGKAJIAN
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
I. DATA UMUM
Nama : Tn.S
Ruang : Teratai
No. Register : 332xxx
Umur : 57 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa
Bahasa : Jawa, Indonesia
Alamat : Sumber Bendo
Pekerjaan : Tani
Penghasilan : Tidak terkaji
Status : Menikah
Pendidikan Terakhir : SD
Golongan Darah : Tidak terkaji
Tanggal MRS : 13 September 2020
Tanggal Pengkajian : 17 September 2020
Diagnosa Medis : SNH

II. DATA DASAR


Keluhan Utama :
Tangan dan kaki lemas

Alasan Masuk Rumah Sakit :


Tangan dan kaki tiba-tiba lemas. Bicara pelo dan pasien merasa pusing
Riwayat Penyakit Sekarang :
Kurang lebih 7 jam sebelum masuk rumah sakit, sewaktu bangun tidur pagi hari
pasien mengeluh kelemahan anggota gerak dua duanya, sehingga pasien terjatuh dari
tempat tidurnya. Pasien sebelumnya merasa kesemutan pada tangan dan kaki. Pasien
tidak mengeluh mual, muntah, kejang, demam, sesak, nyeri kepala, pusing dan tidak
ada penurunan kesadaran.
Kemudian langsung dibawa ke IGD RS Amelia lalu pasien disarankan opname.
Setelah jatuh, pasien tidak mengeluh nyeri kepala, sesak, mual, kejang dan
penglihatan kabur. Anggota gerak berat untuk digerakkan. Bicara pelo tidak jelas dan
mulut sedikit perot. Tidak disertai dengan keluhan kejang, pilek, batuk, demam,
gangguan pendengaran, kesemutan, pandangan ganda dan riwayat kepala terbentur
sebelum kejadian.

Upaya yang telah dilakukan:


Oleh keluarga dilakukan langsung dibawa ke RS Amelia Pare.

Terapi yang telah diberikan:


Terapi yang diberikan di UGD :
Inf RL 20 tpm
Inj Piracetam 4x3
Inj Antrain 3x1

Riwayat Kesehatan Dahulu :


Keluarga mengatakan sebelumnya pernah mengalami penyakit hipertensi

Riwayat Kesehatan Keluarga :


Menurut keluarga, dikeluarganya yaitu ibunya ada yang menderita penyakit yang
sama dengan klien yaitu hipertensi dan stroke.

III.POLA FUNGSI KESEHATAN

1. Persepsi terhadap Kesehatan – Manajemen Kesehatan


Sebelum dirawat di RS Amelia, pasien dan keluarga sudah mengira penyakit yang
diderita oleh pasien ketika sakit yaitu stroke sehingga pasien langsung dibawa ke
RS
2. Pola Aktivitas dan Latihan
 Kemampuan Perawatan Diri
Skor 0 : mandiri, 1 : dibantu sebagian, 2 : perlu bantuan orang lain, 3 : perlu
bantuan orang lain dan alat, 4 : tergantung pada orang lain / tidak mampu.
Aktivitas 0 1 2 3 4
Mandi √
Berpakaian √
Eleminasi √
Mobilisasi di tempat tidur √
Pindah √
Ambulasi √
Naik tangga √
Makan dan minum √
Gosok gigi √

Keterangan : Sesuai tabel diatas dapat disimpulkan bahwa seluruh kegiatan


pasien dibantu oleh orang lain
3. Pola Istirahat dan Tidur :
KETERANGAN SEBELUM SAKIT SAAT SAKIT
Jumlah Jam Tidur Siang + 2 jam + 1 jam
Jumlah Jam Tidur Malam + 8 jam + 4 jam
Pengantar Tidur Suasana tenang Suasana tenang
Gangguan Tidur Tidak ada Pusing
Perasaan Waktu Bangun Segar Lemas

4. Pola Nutrisi – Metabolik


KETERANGAN SEBELUM SAKIT SAAT SAKIT
Frekuensi 3-4 kali sehari 3 kali sehari
Jenis Nasi, lauk, pauk, sayur TKTP RG
Porsi 1 porsi habis 2 sendok makan
Total Konsumsi 3 porsi per hari 1 porsi per hari
Keluhan Tidak ada Perubahan struktur
mulut

5. Pola Eliminasi
Eliminasi Uri
KETERANGAN SEBELUM SAKIT SAAT SAKIT
Frekuensi 3-4 kali per hari 3-4 kali per hari
Pancaran Kuat Kuat
Jumlah + 400 cc / 8 jam + 400 cc / 8 jam
Bau Khas urin Khas urin
Warna Kekuningan Kekuningan
Perasaan setelah BAK Lega Lega
Total Produksi Urin + 1.200 cc per 24 jam + 1.200 cc per 24 jam

Eliminasi Alvi
KETERANGAN SEBELUM SAKIT SAAT SAKIT
Frekuensi 1x per hari 1x perhari
Konsistensi Padat Padat
Bau Khas Feses Khas feses
Warna Kuning kecoklatan Kuning kecoklatan

6. Pola Kognitif dan Persepsi Sensori


Pasien kooperatif ketika berkomunikasi namun bicara pelo. Pendengaran,
perabaan, penciuman dan pengecapan normal

7. Pola Konsep Diri


Pasien ingin cepat pulang dan berasumsi bahwa dirinya dapat kembali sehat
seperti sedia kala. Pasien mengatakan ingin segera pulang ke rumah dan
berkumpul dengan keluarga.

8. Pola Mekanisme Koping


Setiap tindakan keperawatan yang akan dilakukan, diputuskan dan disetujui oleh
anaknya. Pasien dan keluarga mempunyai pola koping yang baik dengan mencari
pertolongan dan obat ketika sakit. Pasien dan keluarga kooperatif terhadap
tindakan keperawatan yang akan diberikan sesuai asuhan keperawatan.

9. Pola Fungsi Seksual – Reproduksi


Tidak terkaji

10. Pola Hubungan – Peran


Pasien mampu berkomunikasi dengan baik meskipun pelo dengan siapapun baik
perawat, dokter dan keluarga. Namun peran terganggu karena kondisi sakit yang
dialami.

11. Pola Nilai dan Kepercayaan


KETERANGAN SEBELUM SAKIT SAAT SAKIT
Nilai Khusus Tidak ada Tidak ada
Praktik Ibadah Sholat lima waktu Tidak solat 5 waktu
tetapi bedoa dan
berdzikir
Pengetahuan tentang Pasien mengerti praktek Pasien mengerti tetapi
Praktik Ibadah selama ibadah saat salat tidak dilakukan
sakit

IV. PEMERIKSAAN FISIK (DATA OBYEKTIF)


1. Status Kesehatan Umum
Keadaan/ penampilan umum: pasien tampak meringis kesakitan
Kesadaran : composmentsi GCS: 4-3-6
BB sebelum sakit : 60 kg TB: 155 cm
BB saat ini : 60 kg
BB ideal : 58 kg
Perkembangan BB : Menurun
Status Gizi : BB tidak ideal
Status Hidrasi : normal
Tanda – tanda vital :
TD : 140/90 mmHg
N : 73 kali/menit
Suhu : 36,5 C
RR : 20 kali/menit

Pemeriksaan Diagnostik
1. Laboratorium
Tanggal 13 September 2020
DARAH LENGKAP
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Gula Darah
Acak 151 mg/dl <130 mg/dl
Hematologi
Leukosit DL 10.460 L 4300 – 10.300
P 4.300 – 11.300
Hemoglobin DL 13.4 gr/d L 13,4 – 17,7 gr/d
P 11,4 – 15,1 gr/d
Hematokrit DL 39.4 % L 45 – 50%
P 35 – 45%
Trombosit 176.000 sel/Lp 150.000 – 450.000 sel/LP

2. Radiologi

Terapi
1. Oral
Clobazam 2x10 mg
Antasida syr 3x10 cc
2. Parenteral
Inf RL 20 tpm
Inj Piracetam 4x3
Inj Antrain 3x1
3. Lain - lain
-
OBSERVASI DAN PEMERIKSAAN FISIK {dengan per sistem)
1. Tanda-tanda vital
S: 36,5 ºC N : 73 x/mnt TD : 140/90 mmHg
RR : 20 x/mnt
2. Sistem Pernafasan (B1)
a. Bentuk dada simetris asimetris barrel chest
Funnel chest Pigeons chest
b. Keluhan sesak batuk nyeri waktu napas tidak ada
c. Irama napas teratur tidak teratur
d. Suara napas vesiculer ronchi D/S wheezing D/S rales D/S

3. Sistem Kardiovakuler (B2)


a. Keluhan nyeri dada ya tidak
b. Irama jantung teratur tidak teratur
c. CRT < 3 detik > 3 detik
d. Konjungtiva pucat ya tidak
e. JVP normal meningkat menurun
Lain-lain :

4. Sistem Persarafan (B3)


a. Kesadaran composmentis apatis somnolen sopor koma
GCS : 4-3-6
b. Keluhan pusing ya tidak
c. Pupil isokor anisokor
d. Nyeri tidak ya, skala nyeri : lokasi :
Lain-lain :

5. Sistem Perkemihan (B4)


a. Keluhan : kencing menetes inkontinensia retensi
gross hematuri disuria poliuri
oliguri anuri
b. Alat bantu (kateter, dll) ya tidak
c. Kandung kencing : membesar tidak
nyeri tekan ya tidak
d. Produksi urine : + 1.200ml/hari warna : kuning bau : khas urin
e. Intake cairan : oral : 1.500 cc/hr parenteral : 1.000 cc/hr
Lain-lain :

6. Sistem Pencernaan (B5)


a. TB : 155 cm BB : 50 kg
b. Mukosa mulut : lembab kering merah stomatitis
c. Tenggorokan nyeri telan sulit menelan
d. Abdomen supel tegang nyeri tekan, lokasi :
Luka operasi jejas lokasi :
Pembesaran hepar ya tidak
Pembesaran lien ya tidak
Ascites ya tidak
Mual ya tidak
Muntah ya tidak
Terpasang NGT ya tidak
Bising usus : 20x/mnt
e. BAB : 1x/hr, konsistensi : lunak cair lendir/darah
konstipasi inkontinensia kolostomi
f. Diet padat lunak cair
Frekuensi : 3x/hari jumlah: 2 sendok jenis : RG TKTP

7. Sistem Muskuloskeletal dan Integumen (B6)


a. Pergerakan sendi bebas terbatas
b. Kelainan ekstremitas ya tidak
c. Kelainan tl. belakang ya tidak
d. Fraktur ya tidak
e. Traksi/spalk/gips ya tidak
f. Kompartemen sindrom ya tidak
g. Kulit ikterik sianosis kemerahan hiperpigmentasi
h. Akral hangat panas dingin kering basah
i. Turgor baik kurang jelek
j. Luka : jenis :tidak ada luas : ............... bersih kotor
Lain-lain :
Kekuatan otot :

3 3

3 3
8. Sistem Endokrin
a. Pembesaran kelenjar tyroid ya tidak
b. Pembesaran kelenjar getah bening ya tidak
Lain-lain :

V. ANALISA DATA
No Data Etiologi Masalah
1 DS : Pasien mengeluh pusing Embolisme Resiko Perfusi Serebral
DO : Tidak Efektif (D.0017)
 TTV
TD : 140/90 mmHg
N : 78x/menit
RR : 20x/menit
S : 36,5 C
 KU lemah
 Hemiparese pada
ektremitas
2 DS : keluarga mengatakan Gangguan Gangguan mobilitas fisik
tangan dan kaki lemas neuromuskular (D.0054)
DO :
 TTV
TD : 140/90 mmHg
N : 78x/menit
RR : 20x/menit
S : 36,5 C
 Pasien tampak cemas
 Pasien tampak lemas
 Kebutuhan sehari hari
dibantu keluarga
 Gerakan terbatas
 Kekuatan otot

5 5

3 3

3 DS : Kelurga mengatakan Gangguan Gagguan komunikasi


pasien bicara pelo neuromuskuler verbal (D.0119)
DO :
 Pasien nampak pelo
 Kesulitan bicara
 Mulut tampak penyok
 Sulit menggunakan
ekspresi wajah atau
tubuh
 Afasia

VI. INTERVENSI KEPERAWATAN


No Diagnosa Outcome Intervensi
Keperawatan
1 Resiko Setelah dilakukan tindakan Menejemen Peningkatan Tekanan
Perfusi keperawatan selama 1x24 Intrakranial
Serebral jam diharapkan cerebral (I. 06198)
Tidak Efektif meningkat dengan KH : 1. Observasi
(D.0017)  TIK menurun
 Identifikasi penyebab
 Pusing
peningkatan TIK (mis. Lesi,
menurun
gangguan metabolisme, edema
 Gelisah
serebral)
menurun
 Monitor tanda/gejala
 Nilai rata-
peningkatan TIK (mis. Tekanan
rata TD membaik
darah meningkat, tekanan nadi
melebar, bradikardia, pola napas
ireguler, kesadaran menurun)
2. Terapeutik

 Minimalkan stimulus
dengan menyediakan
lingkungan yang tenang
 Berikan posisi semi fowle
 Pertahankan suhu tubuh
normal
3. Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian
sedasi dan antikonvulsa
2 Gangguan Setelah dilakukan tindakan Dukuangan Ambulasi  (I.06171)
mobilitas fisik 3x24 jam mobilitas fisik
1. Observasi
(D.0054) meningkat dengan KH :
 Identifikasi adanya nyeri
Pergerakan ektremitas,
kekuatan otot, rentang gerak atau keluhan fisik lainnya
(ROM) :  Identifikasi toleransi fisik
- Menurun 1 melakukan ambulasi
- Cukup Menurun 2  Monitor frekuensi jantung
- Sedang 3 dan tekanan darah sebelum
3
- Cukup Meningkat 4 memulai ambulasi
- Meningkat 5  Monitor kondisi umum
selama melakukan ambulasi
2. Terapeutik
 Fasilitasi aktivitas
ambulasi dengan alat bantu
(mis. tongkat, kruk)
 Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan ambulasi
3. Edukasi
 Jelaskan tujuan dan
prosedur ambulasi
 Anjurkan melakukan
ambulasi dini
 Ajarkan ambulasi
sederhana yang harus dilakukan
(mis. berjalan dari tempat tidur
ke kursi roda, berjalan dari
tempat tidur ke kamar mandi,
berjalan sesuai toleransi)

3 Gagguan Setelah dilakukan tindakan Promosi Komunikasi:


komunikasi 3x24 jam komunikasi Devisit Bicara (I.13492)
verbal pasien dengan KH : 1. Observasi
(D.0119) - Tampak  Monitor kecepatan, tekanan,
peningkatan kuantitas, volume dasn diksi
kemampuan bicara
berkomunikasi  Monitor proses kognitif,
- Tidak frutasi anatomis, dan fisiologis yang
berkaitan dengan bicara
 Monitor frustrasi, marah, depresi
atau hal lain yang menganggu
bicara
 Identifikasi prilaku emosional dan
fisik sebagai bentuk komunikasi

2. Terapeutik
 Gunakan metode Komunikasi
alternative (mis: menulis,
berkedip, papan Komunikasi
dengan gambar dan huruf,
isyarat tangan, dan computer)
 Sesuaikan gaya Komunikasi
dengan kebutuhan (mis: berdiri
di depan pasien, dengarkan
dengan seksama, tunjukkan satu
gagasan atau pemikiran
sekaligus, bicaralah dengan
perlahan sambil menghindari
teriakan, gunakan Komunikasi
tertulis, atau meminta bantuan
keluarga untuk memahami
ucapan pasien.
 Modifikasi lingkungan untuk
meminimalkan bantuan
 Ulangi apa yang disampaikan
pasien
 Berikan dukungan psikologis
 Gunakan juru bicara, jika perlu

3. Edukasi
 Anjurkan berbicara perlahan
 Ajarkan pasien dan keluarga
proses kognitif, anatomis dan
fisiologis yang berhubungan
dengan kemampuan berbicara
4. Kolaborasi
 Rujuk ke ahli patologi bicara atau
terapis
VII. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
No Tanggal dan Dx kep Implementasi Hasil TTD Perawat
waktu
1 17 September Resiko Perfusi 1. Observasi Ernawati
2020 Serebral Tidak  Mengidentifikasi penyebab  Penyebab TIK adanya
Efektif (D.0017) peningkatan TIK (mis. Lesi, gangguan metabolism
gangguan metabolisme, edema
serebral)
 memonitor tanda/gejala  TTV
peningkatan TIK (mis. Tekanan TD : 140/90 mmHg
darah meningkat, tekanan nadi N : 78x/menit
melebar, bradikardia, pola napas RR : 20x/menit
ireguler, kesadaran menurun) S : 36,5 C

2. Terapeutik
 Meminimalkan stimulus  Menginformasikan pada
dengan menyediakan lingkungan keluarga untuk menjaga suasan tenang
yang tenang
 Memberikan posisi semi fowle  Meninggikan bagian kepala
bed pasien
 Mempertahankan suhu tubuh  Menginformasikan keluarga
normal untuk melapor pada perawat jika suhu
tubuh pasien meningkat
3. Kolaborasi
 Inf Rl 20 tpm
 Berkolaborasi pemberian
Inj. Piracetam
sedasi dan antikonvulsa
Inj. Antrain
2 17 September Gangguan 1. Observasi Ernawati
2020 mobilitas fisik  Mengidentifikasi adanya nyeri  Ekteremitas atas dan bawah
(D.0054) atau keluhan fisik lainnya lemas dan tidak bisa digerakkan
 Memonitor frekuensi jantung  TD : 140/90 mmHg, N :
dan tekanan darah sebelum 78x/menit
memulai ambulasi
 Memonitor kondisi umum
selama melakukan ambulasi  TD : 140/80 mmHg, N :
2. Terapeutik 86x/menit
 Memfasilitasi aktivitas
ambulasi dengan alat bantu (mis.
tongkat, kruk)  Pasien melakukan ambulasi
 Melibatkan keluarga untuk dibantu dengan bed pasien
membantu pasien dalam
meningkatkan ambulasi  Pasien melakukan ambulasi
3. Edukasi dibantu dan didampingi oleh kelurga
 Menjelaskan tujuan dan
prosedur ambulasi
 Pasien dan keluarga
mengerti tujuan ambulasi yaitu untuk
memenuhi kebutuhan aktivitas,
melancarkan peredaran darah,
 Mengajarkan ambulasi mempertahankan toleransi terhadap
sederhana yang harus dilakukan aktivitas, latihan ROM.
(mis. berjalan dari tempat tidur ke  Mengajarkan pasien
kursi roda, berjalan dari tempat ambulasi bergerak sedikit demi sedikit
tidur ke kamar mandi, berjalan diatas bed pasien
sesuai toleransi)

3 17 September Gagguan 1. Observasi


2020 komunikasi verbal  Memonitor kecepatan, tekanan,  Pasien bicara lambat, tidak jelas diksi
(D.0119) kuantitas, volume dasn diksi bicara yang digunakan, pelo, volume rendah
 Memonitor proses kognitif, anatomis,  Kognitif tidak terganggu, anatomis :
dan fisiologis yang berkaitan mulut pasien pencor, fisiologis : terjadi
dengan bicara gangguan pada nervus V, VI, VII, VIII,
 IX
 Mengidentifikasi prilaku emosional  Pasien nampak sedih dan putus asa
dan fisik sebagai bentuk komunikasi
2. Terapeutik
 Menggunakan metode Komunikasi  Pasien, keluarga dan tenaga kesehatan
alternative (mis: menulis, berkedip, menggunakan metode berkedip dan
papan Komunikasi dengan gambar menganggukkan serta menggelengkan
dan huruf, isyarat tangan, dan kepala saat meminta persetujuan atau
computer) berkomunikasi
 Menyesuaikan gaya Komunikasi  Perawat mendengarkan dengan
dengan kebutuhan (mis: berdiri di seksama perkataan pasien, mengulangi
depan pasien, dengarkan dengan perkataan pasien dan meminta bantuan
seksama, tunjukkan satu gagasan keluarga
atau pemikiran sekaligus, bicaralah
dengan perlahan sambil
menghindari teriakan, gunakan
Komunikasi tertulis, atau meminta
bantuan keluarga untuk memahami
ucapan pasien.
 Memodifikasi lingkungan untuk  Mendekatkan barang barang yang biasa
meminimalkan bantuan digunakan oleh pasien
 Mengulangi apa yang disampaikan  Selalu mengulangi perkataan pasien
pasien
 Memberikan dukungan psikologis  Menyarankan keluaraga memberi
dukungan psikilogis setiap ada
kesempatan

3. Edukasi
 Menganjurkan berbicara perlahan  Perawat menganjurkan bicara perlahan
dan memberikan motivasi pada pasien
untuk berlatih bicara
 Mengajarkan pasien dan keluarga  Perawat menjelaskan alasan pasien
proses kognitif, anatomis dan berbicara pelo dan terjadi perubahan
fisiologis yang berhubungan dengan pada struktur mulut pasien.
kemampuan berbicara

VIII. EVALUASI KEPERAWATAN


No Tanggal dan Dx kep Evaluasi TTD Perawat
waktu
1 17 September Resiko Perfusi S = Pasien mengatakan pusing Ernawati
2020 Serebral Tidak O = TTV TD : 150/80 mmHg N : 90x/menit RR : 20x/menit S : 36,5 C, KU
Efektif (D.0017) lemah, Hemiparese pada ektremitas, terpasang infus di tangan kiri.
A = masalah belum teratasi
P = lanjutkan intervensi
17 September Gangguan S = Pasien mengatakan tangan dan kaki masih lemas Ernawati
2020 mobilitas fisik O = Gerakan terbatas, pasien terlihat lemah, aktivitas dibantu keluarga
(D.0054) , kekuatan otot :

5 5

3 3

A = Masalah belum teratasi


P = Lanjutkan Intervensi
17 September Gagguan S = Keluarga mengatakan pasien masih sulit bicara Ernawati
2020 komunikasi verbal O = Pasien kesulitan bicara , Pasien nampak pelo, Mulut tampak penyok, Sulit
(D.0119) menggunakan ekspresi wajah atau tubuh, Afasia
A = masalah belum teratasi
P = lanjutkan intervensi
2 18 September Resiko Perfusi S = Pasien mengatakan pusing sedikit Ernawati
2020
Serebral Tidak O = TTV TD : 130/80 mmHg N : 80x/menit RR : 20x/menit S : 36,5 C, KU
Efektif (D.0017) lemah, Hemiparese pada ektremitas, terpasang infus di tangan kiri.
A = dihentikan pasien dipulangkan
P = Dilakukan discharge planing
18 September Gangguan S = Pasien mengatakan tangan dan kaki masih lemas Ernawati
2020
mobilitas fisik O = Gerakan terbatas, KU baik , aktivitas dibantu keluarga
(D.0054) , kekuatan otot :

5 5

3 3

Anda mungkin juga menyukai