Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

KASUS KORUPSI GUBERNUR SULAWESI SELATAN, DENGAN


TERSANGKA NURDIN ABDULLAH DAN KAWAN-KAWAN TAHUN
2021

MATA KULIAH PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI


KELAS D22

KELOMPOK
DI SUSUN OLEH:

RIANSYAH (202203201)
ROSWANDA (202203202)
ROSMIANTI (202203203)

PROGRAM STUDI S1 ADMINISTRASI RUMAH SAKIT

INSTITUT ILMU KESEHATAN PELAMONIA MAKASSAR


TAHUN AJARAN 2022/2023

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadiran Tuhan yang Maha Esa karena kesempatan dan
Kesehatan sehingga makalah kami dapat selesai tepat waktunya. Adapun tujuan dari
penyusunan makalah ini adalah memenuhi tuga mata kuliah “PENDIDIKAN BUDAYA
ANTI KORUPSI” dengan judul “KASUS KORUPSI NURDIN ABDULLAH
GUBERNUR SULAWESI SELATAN”. Kami mengucapkan terimah kasih kepada semuaa
pihak yang telah membantu dan mendukung dalam penyusunan makalah ini. Kami menyadari
bahwa makalah ini belum sempurna dan memerlukan berbagai perbaikan, oleh karna itu
kritik dan saran yang dapat meningkatkan kesempurnaan makalah ini sangat kami butuhkan.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan semua pihak.

Makassar, 28 November 2022

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
A. Latar belakang.............................................................................................................1
B. Rumusan masalah........................................................................................................2
C. Tujuan..........................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN KORUPSI.........................................................................................3
A. Definisi korupsi...........................................................................................................3
B. Latar belakang penyebab terjadinya korupsi...............................................................3
C. Dampak-dampak korupsi.............................................................................................6
BAB III PEMBAHASAN KASUS KORUPSI........................................................................10
A. Kasus yang di bahas..................................................................................................10
B. Kronologi KPK..........................................................................................................10
C. Kronologi penangkapan.............................................................................................10
BAB IV PENUTUP.................................................................................................................12
A. Kesimpulan................................................................................................................12
B. Saran..........................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................13

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Kemajuan suatu negara sangat di tentukan oleh kemampuan dan keberhasilannya
dalam melaksanakan pembagunan. Pembangunan sebagai suatu proses perubahan yang
direncanakan mencakup semua aspek kehidupan masyarakat. Efektifitas dan keberhasialan
pembangunan terutama di tentukan oleh dua faktor, yaitu sumber daya manusia, yakni
(orang-orang yang terlibat dari sejak perencanaan sampai pada pelaksaan) dan pembiayaan.
Di antara dua faktor tersebut yang paling dominan adalah faktor manusianya. Indonesia
merupakan salah satu negara terkaya di asia dilihat dari keanekaragaman kekayaan sumber
daya alamnya. Tetapi ironisnya, negara tercinta ini di bandingkan dengan negara lain di
kawasan Asia bukanlah merupakan sebuah negara yang kaya malahan termasuik negara yang
miskin. Mengapa demikian? Salah satu penyebab adalah rendahnya kualitas sumberdaya
manusianya. Kualitas tersebut bukan hanya dari segi pengetahuan atau intelektualnya tetapi
juga menyangkut kualitas moral dan kepribadiannya. Rapuhnya moral dan rendahnya tingkat
kejujuran dari apparat penyelenggara negara menyebabkan terjadinya korupsi.

Korupsi di Indonesia sudah merupakan patologi sosial (penyakit sosial) yang sangat
berbahaya yang mengancam semua aspek kehidupan bermasyarakat, bangsa dan negara.
Korupsi telah mengakibatkan kerugian materil keuangan negara yang sangat besar. Namun
yang lebih memperhatinkan lagi adalah terjadinya perampasan dan pengurusan keuangan
negara yang dilakun dengan cara kolektif oleh kalangan pejabat negara yaitu gubernur
Sulawesi selatan dengan tersangka Nurdin Abdullah. Bentuk perampasan dan pengurasaan
keuangan negara demikian terjadi hampir seluruh terjadi diseluruh tanah air. Hal itu
merupakan cerminan rendahnya moralitas dan rasa malu, sehingga yang menonjol sikap
kerakusan dan sikap tamak. Jika melihat perjalanan pemberantasan tindak pidana korupsi saat
ini, maka tidak dapat kita pisahkan dari peran penting lembaga peradilan dalam menugakan
hukum mempunyai tugas pokok di bidang yudisial, yaitu menerima, memeriksa, memutuskan
dan memyelesaikan setiap perkara yang ditujukan kepadanya, tugas seperti itu dapat
dinyatakan bahwa hakim merupakan pelaksaan inti yang secara fungsional melaksanakan
kekuasaan kehakiman sebagaimana diamanatkan udang-undang nomor 48 tahun 2008
kekuasaan kehakiman.

1
B. Rumusan masalah
1. Definisi korupsi
2. Latar belakang penyebab terjadinya korupsi
3. Dampak-dampak korupsi

C. Tujuan
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Budaya Anti Korupsi
2. Untuk mengetahui definisi atau pengertian korupsi
3. Untuk mengetahui latar belakang penyebab terjadinya korupsi
4. Mengetahui dampak-dampak korupsi

2
BAB II
PEMBAHASAN KORUPSI

A. Definisi korupsi
Kata korupsi berasal dari kata latin corruption atau corruption memiliki arti beragam
yakni tindakan merusak atau menghancurkan. Kata koruptio masuk dalam Bahasa inggris
corruption atau dalam bahsa belanda corruptie. Kata corruptive dalam Bahasa belanda
masuk kedalam perbendaharaan Indonesia menjadi korupsi. Menurur kamus besar Bahasa
Indonesia (KBBI) korupsi adalah penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara
(perusahaan, organisasi, yayasan, dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain.

Menurut World Bank pada tahun 2000 korupsi adalah penyalahgunaan kekuasan
publik untuk keuntungan pribadi. Definisi World Bank ini menjadi standar internasional
dalam merumuskan korupsi.

Pengertian korupsi juga disampaikan oleh Asian Development Bank (ADB), yaitu
kegiatan yang melibatkan perilaku yang tidak pantas dan melawan hukum dari pegawai
sector publik dan swasta untuk memperkaya diri sendiri dan orang-orang disekitar mereka.

Dari berbagai pengertian diatas, korupsi pada dasarnya memiliki lima komponen,
dianataranya:

1. Korupsi adalah suatu perilaku.


2. Adanya penyalahngunaan wewenang dan kekuasaan.
3. Melanggar hukum dan penyimpang dari norma dan moral.
4. Dilakukan untuk mendapatkan keuntungan pribadi tau kelompok.
5. Terjadi tau dilakukan di Lembaga pemerintah dan swasta.

B. Latar belakang penyebab terjadinya korupsi


Pemberitaan tentang korupsi seakan tak pernah berhenti mewarnai layar kaca. Para
pelaku korupsi adalah para pegawai atau pejabat pemerintahan yang menempati posisi
strategis. Lantas kita jadi bertanya, hidup mereka sudah enak, gaji pastilah besar, semuanya
sudah dimiliki, lalu kenapa masih saja korupsi?

3
Alasan seseorang korupsi bisa beragam, namun secara singkat dikenal teori GONE
untuk menjelaskan faktor penyebab korupsi. Teori GONE yang dikemukakan oleh penulis
Jack Bologna adalah singkatan dari Greedy (Keserakahan), Opportunity (kesempatan), Need
(Kebutuhan) dan Exposure (pengungkapan). 

Teori GONE mengungkapkan bahwa seseorang yang korupsi pada dasarnya serakah
dan tak pernah puas. Tidak pernah ada kata cukup dalam diri koruptor yang serakah.
Keserakahan ditimpali dengan kesempatan, maka akan menjadi katalisator terjadinya tindak
pidana korupsi. Setelah serakah dan adanya kesempatan, seseorang berisiko melakukan
korupsi jika ada gaya hidup yang berlebihan serta pengungkapan atau penindakan atas pelaku
yang tidak mampu menimbulkan efek jera.

Jika dijabarkan lagi, faktor penyebab korupsi meliputi dua faktor, yaitu internal dan
eksternal. faktor internal merupakan penyebab korupsi dari diri pribadi, sedang faktor
eksternal karena sebab-sebab dari luar. 

1. Faktor penyebab internal


1) Sifat serakah/tamak/rakus manusia

Keserakahan dan tamak adalah sifat yang membuat seseorang selalu tidak merasa
cukup atas apa yang dimiliki, selalu ingin lebih. Dengan sifat tamak, seseorang menjadi
berlebihan mencintai harta. Padahal bisa jadi hartanya sudah banyak atau jabatannya sudah
tinggi. Dominannya sifat tamak membuat seseorang tidak lagi memperhitungkan halal dan
haram dalam mencari rezeki. Sifat ini menjadikan korupsi adalah kejahatan yang dilakukan
para profesional, berjabatan tinggi, dan hidup berkecukupan. 

2) Gaya hidup komsumtif

Sifat serakah ditambah gaya hidup yang konsumtif menjadi faktor pendorong internal
korupsi. Gaya hidup konsumtif misalnya membeli barang-barang mewah dan mahal atau
mengikuti tren kehidupan perkotaan yang serba glamor. Korupsi bisa terjadi jika seseorang
melakukan gaya hidup konsumtif namun tidak diimbangi dengan pendapatan yang memadai.

3) Moral yang lemah

Seseorang dengan moral yang lemah mudah tergoda untuk melakukan korupsi. Aspek
lemah moral misalnya lemahnya keimanan, kejujuran, atau rasa malu melakukan tindakan
korupsi. Jika moral seseorang lemah, maka godaan korupsi yang datang akan sulit ditepis.

4
Godaan korupsi bisa berasal dari atasan, teman setingkat, bawahan, atau pihak lain yang
memberi kesempatan untuk melakukannya. 

2. Faktor penyebab eksternal


1) Aspek sosial

Kehidupan sosial seseorang berpengaruh dalam mendorong terjadinya korupsi,


terutama keluarga. Bukannya mengingatkan atau memberi hukuman, keluarga malah justru
mendukung seseorang korupsi untuk memenuhi keserakahan mereka. Aspek sosial lainnya
adalah nilai dan budaya di masyarakat yang mendukung korupsi. Misalnya, masyarakat
hanya menghargai seseorang karena kekayaan yang dimilikinya atau terbiasa memberikan
gratifikasi kepada pejabat. 

2) Aspek politik

Keyakinan bahwa politik untuk memperoleh keuntungan yang besar menjadi faktor
eksternal penyebab korupsi. Tujuan politik untuk memperkaya diri pada akhirnya
menciptakan money politics. Dengan money politics, seseorang bisa memenangkan
kontestasi dengan membeli suara atau menyogok para pemilih atau anggota-anggota partai
politiknya.

Pejabat yang berkuasa dengan politik uang hanya ingin mendapatkan harta,
menggerus kewajiban utamanya yaitu mengabdi kepada rakyat. Melalui perhitungan untung-
rugi, pemimpin hasil money politics tidak akan peduli nasib rakyat yang memilihnya, yang
terpenting baginya adalah bagaimana ongkos politiknya bisa kembali dan berlipat ganda.

3) Aspek hukum

Hukum sebagai faktor penyebab korupsi bisa dilihat dari dua sisi, sisi perundang-
undangan dan lemahnya penegakan hukum. Koruptor akan mencari celah di perundang-
undangan untuk bisa melakukan aksinya. Selain itu, penegakan hukum yang tidak bisa
menimbulkan efek jera akan membuat koruptor semakin berani dan korupsi terus terjadi.  

Hukum menjadi faktor penyebab korupsi jika banyak produk hukum yang tidak jelas
aturannya, pasal-pasalnya multitafsir, dan ada kecenderungan hukum dibuat
untuk menguntungkan pihak-pihak tertentu. Sanksi yang tidak sebanding terhadap pelaku
korupsi, terlalu ringan atau tidak tepat sasaran, juga membuat para pelaku korupsi tidak
segan-segan menilap uang negara.

5
4) Aspek ekonomi

Faktor ekonomi sering dianggap sebagai penyebab utama korupsi. Di antaranya


tingkat pendapatan atau gaji yang tak cukup untuk memenuhi kebutuhan. Fakta juga
menunjukkan bahwa korupsi tidak dilakukan oleh mereka yang gajinya pas-pasan. Korupsi
dalam jumlah besar justru dilakukan oleh orang-orang kaya dan berpendidikan tinggi. Banyak
kita lihat pemimpin daerah atau anggota DPR yang ditangkap karena korupsi. Mereka
korupsi bukan karena kekurangan harta, tapi karena sifat serakah dan moral yang buruk.

Di negara dengan sistem ekonomi monopolistik, kekuasaan negara dirangkai


sedemikian rupa agar menciptakan kesempatan-kesempatan ekonomi bagi pegawai
pemerintah untuk meningkatkan kepentingan mereka dan sekutunya. Kebijakan ekonomi
dikembangkan dengan cara yang tidak partisipatif, tidak transparan dan tidak akuntabel. 

5) Aspek organisasi

Faktor eksternal penyebab korupsi lainnya adalah organisasi tempat koruptor berada.
Biasanya, organisasi ini memberi andil terjadinya korupsi, karena membuka peluang atau
kesempatan. Misalnya tidak adanya teladan integritas dari pemimpin, kultur yang benar,
kurang memadainya sistem akuntabilitas, atau lemahnya sistem pengendalian manajemen.

Mengutip buku Pendidikan Antikorupsi oleh Eko Handoyo, organisasi bisa


mendapatkan keuntungan dari korupsi para anggotanya yang menjadi birokrat dan bermain di
antara celah-celah peraturan. Partai politik misalnya, menggunakan cara ini untuk membiayai
organisasi mereka. Pencalonan pejabat daerah juga menjadi sarana bagi partai politik untuk
mencari dana bagi kelancaran roda organisasi, pada akhirnya terjadi money politics dan
lingkaran korupsi kembali terjadi.

C. Dampak-dampak korupsi
Korupsi dianggap sebuah kejahatan luar biasa karena memiliki dampak yang masif
dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Tidak hanya merugikan negara, korupsi
menyengsarakan rakyat di dalamnya. Berbagai dampak korupsi di berbagai bidang bisa
dirasakan sendiri oleh kita semua.

Cerminan dampak korupsi bisa dilihat dari mahalnya harga jasa dan pelayanan publik,
masyarakat yang semakin miskin, atau terbatasnya fasilitas pendidikan dan kesehatan.

6
Perkembangan ekonomi mandek dan berbagai rencana pembangunan terhambat akibat
korupsi. Belum lagi dari sisi budaya, korupsi semakin menggerus kearifan lokal dan
menggantinya dengan tabiat yang buruk.

Semangat melawan korupsi akan semakin kuat jika kita memahami dampak-dampak
tersebut. Berikut adalah dampak-dampak korupsi di berbagai bidang, agar bisa kita kenali dan
cegah:

1) Dampak dibidang ekonomi

Korupsi berdampak buruk pada perekonomian sebuah negara. Salah satunya


pertumbuhan ekonomi yang lambat akibat dari multiplier effect rendahnya tingkat investasi.
Hal ini terjadi akibat investor enggan masuk ke negara dengan tingkat korupsi yang tinggi.
Ada banyak cara orang untuk tahu tingkat korupsi sebuah negara, salah satunya lewat Indeks
Persepsi Korupsi (IPK).

korupsi juga menambah beban dalan transaksi ekonomi dan menciptakan sistem
kelembagaan yang buruk. Adanya suap dan pungli dalam sebuah perekonomian
menyebabkan biaya transaksi ekonomi menjadi semakin tinggi. Hal ini menyebabkan
inefisiensi dalam perekonomian. Melambatnya perekonomian membuat kesenjangan sosial
semakin lebar. Orang kaya dengan kekuasaan, mampu melakukan suap, akan semakin kaya.
Sementara orang miskin akan semakin terpuruk dalam kemelaratan. 

Tindakan korupsi juga mampu memindahkan sumber daya publik ke tangan para
koruptor, akibatnya uang pembelanjaan pemerintah menjadi lebih sedikit. Ujung-ujungnya
rakyat miskin tidak akan mendapatkan kehidupan yang layak, pendidikan yang baik, atau
fasilitas kesehatan yang mencukupi.

2) Dampak dibidang Kesehatan

Di masa pandemi COVID-19 seperti sekarang, korupsi di bidang kesehatan akan


semakin terasa dampaknya. Korupsi proyek dan anggaran kesehatan kerap terjadi di antara
pejabat pemerintah, bahkan menteri. Sudah dua mantan dua mantan menteri kesehatan
Indonesia yang ditahan karena korupsi, yaitu Achmad Suyudi dan Siti Fadilah Supari. 

Menurut catatan Indonesia Corruption Watch (ICW), korupsi jadi biang keladi buruknya
pelayanan kesehatan, dua masalah utama adalah peralatan yang tidak memadai dan
kekurangan obat. Korupsi juga membuat masyarakat sulit mengakses pelayanan kesehatan

7
yang berkualitas. Dampak dari korupsi bidang kesehatan adalah secara langsung mengancam
nyawa masyarakat. ICW mencatat, pengadaan alat kesehatan dan obat merupakan dua sektor
paling rawan korupsi.  Perangkat medis yang dibeli dalam proses korupsi berkualitas buruk,
pelayanan purnajualnya juga jelek, serta tidak presisi. Begitu juga dengan obat yang
pembeliannya mengandung unsur korupsi, pasti keampuhannya dipertanyakan.

3) Dampak dibidang pembangunan

Salah satu sektor yang paling banyak dikorupsi adalah pembangunan dan
infrastruktur. Salah satu modus korupsi di sektor ini, menurut Studi World Bank, adalah mark
up yang sangat tinggi mencapai 40 persen. KPK mencatat, dalam sebuah kasus korupsi
infrastruktur, dari nilai kontrak 100 persen, ternyata nilai riil infrastruktur hanya tinggal 50
persen, karena sisanya dibagi-bagi dalam proyek bancakan para koruptor.

Dampak dari korupsi ini tentu saja kualitas bangunan yang buruk sehingga dapat mengancam
keselamatan publik. Proyek infrastruktur yang sarat korupsi juga tidak akan bertahan lama,
cepat rusak, sehingga harus dibuka proyek baru yang sama untuk dikorupsi lagi. KPK
mencatat, korupsi di sektor ini terjadi dari tahapan perencanaan, proses pengadaan, hingga
pelaksanaan. Di tahap perencanaan, koruptor sudah mencari celah terkait kepastian anggaran,
fee proyek, atau cara mengatur pemenang tender. Pada pelaksanaan, terjadi manipulasi
laporan pekerjaan atau pekerjaan fiktif, menggerogoti uang negara.

4) Korupsi menambah kemiskinan

Kemiskinan berdasarkan klasifikasi Badan Pusat Statistik dibagi menjadi empat


kategori, yaitu:

a. Kemiskinan absolut

Warga dengan pendapatan di bawah garis kemiskinan atau tidak cukup memenuhi
kebutuhan pangan, sandang, papan, kesehatan, perumahan dan pendidikan yang dibutuhkan
untuk dapat hidup dan bekerja dengan layak.

b. Kemiskinan relatif
Merupakan kemiskinan yang terjadi karena pengaruh kebijakan yang dapat
menyebabkan ketimpangan pendapatan. Standar kemiskinan relatif ditentukan dan ditetapkan
secara subyektif oleh masyarakat.

c. Kemiskinan kultural

8
Merupakan kemiskinan yang disebabkan oleh faktor adat atau budaya yang
membelenggu sehingga tetap berada dalam kondisi miskin. 

d. Kemiskinan struktural

Merupakan kemiskinan yang terjadi akibat ketidakberdayaan seseorang atau


sekelompok masyarakat tertentu terhadap sistem yang tidak adil sehingga mereka tetap
terjebak dalam kemiskinan.

Korupsi yang berdampak pada perekonomian menyumbang banyak untuk


meningkatnya kemiskinan masyarakat di sebuah negara. Dampak korupsi melalui
pertumbuhan ekonomi adalah kemiskinan absolut. Sementara dampak korupsi terhadap
ketimpangan pendapatan memunculkan kemiskinan relatif. 

Alur korupsi yang terus menerus akan semakin memunculkan kemiskinan masyarakat.
Korupsi akan membuat masyarakat miskin semakin menderita, dengan mahalnya harga
pelayanan publik dan kesehatan. Pendidikan yang buruk akibat korupsi juga tidak akan
mampu membawa masyarakat miskin lepas dari jerat korupsi.

5) Dampak korupsi terhadap budaya

Korupsi juga berdampak buruk terhadap budaya dan norma masyarakat. Ketika
korupsi telah menjadi kebiasaan, maka masyarakat akan menganggapnya sebagai hal lumrah
dan bukan sesuatu yang berbahaya. Hal ini akan membuat korupsi mengakar di tengah
masyarakat sehingga menjadi norma dan budaya. 

Sementara hasil penelitian Barr dan Serra (2010) menunjukkan bahwa data di Inggris
memberikan hasil serupa yaitu adanya hubungan positif antara tingkat korupsi di negara asal
dengan kecenderungan para imigran melakukan penyogokan. Ketika masyarakat permisif
terhadap korupsi, maka semakin banyak individu yang melanggar norma antikorupsi atau
melakukan korupsi dan semakin rendah rasa bersalah. 

9
BAB III
PEMBAHASAN KASUS KORUPSI

A. Kasus yang di bahas


kasus korupsi gubernur Sulawesi selatan dengan tersangka Nurdin Abdullah.
Gubernur Sulawesi selatan Nurdin Abdullah terbukti menerima suap Rp 13,8 miliar dari
sejumlah pihak. Pengadilan tipokor makassar menjatuhkan vonis 5 tahun penjara dan denda
hingga Rp 500 juta kepada gubernur Sulawesi selatan Nurdin Abdullah.

B. Kronologi KPK
Pemberantasan Korupsi (KPK), pada Minggu dini hari (28/2/2021) secara resmi
menetapkan Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) Nurdin Abdullah sebagai tersangka kasus
dugaan suap infrastruktur di lingkungan pemerintah provinsi (Pemprov) Sulawesi Selatan.

Ketua KPK Firli Bahuri menjelaskan dalam kegiatan tangkap tangan, Tim KPK telah
mengamankan 6 orang pada Jumat (26/2/2021) sekitar jam 23.00 WITA di tiga tempat
berbeda di Sulawesi Selatan, yaitu rumah di Rumah Dinas ER di kawasan Hertasning, Jalan
Poros Bulukumba dan Rumah jabatan Gubernur Sulawesi Selatan.

Keenam orang yang dimaksud Firli yakni NA (Nurdin Abdullah) Gubernur Sulsel, AS
(Agung Sucipto) yang merupakan seorang kontraktor atau Direktur PT Agung Perdana
Bulukumba.

Ada pula NY (Nuryadi) merupakan supir AS. Ada pula SB (Samsul Bahri) yang
merupakan ajudan NA. Kemudian ada ER (Edy Rahmat) yang merupakan Sekretaris Dinas
PUPR Provinsi Sulsel, dan IF (Irfan) yang merupakan supir keluarga ER.

C. Kronologi penangkapan
Firli menjelaskan pada Jumat (26/2/2021), Tim KPK menerima informasi dari
masyarakat akan adanya dugaan terjadinya penerimaan sejumlah uang oleh penyelenggara
negara yang diberikan Agung Sucipto selaku kontraktor kepada Nurdin Abdullah, Gubernur
Sulsel melalui perantara Edy Rahmat yang merupakan Sekretaris Dinas PUPR Provinsi
Sulsel yang juga sekaligus orang kepercayaan Nurdin.

Kemudian pada pukul 20.204 WIB, Agung bersama Irfan menuju ke salah satu rumah
makan di Makassar dan setiba di rumah makan tersebut telah ada Edy Rahmat yang telah
menunggu.

10
"Dengan beriringan mobil, IF mengemudikan mobil milik ER sedangkan AS dan ER
bersama dalam satu mobil milik AS menuju ke Jalan Hasanuddin Makassar," jelas Firli
dalam konferensi pers, Minggu (28/2/2021).

Dalam perjalanan tersebut, Agung Sucipto menyerahkan proposal terkait beberapa


proyek pekerjaan infrastruktur di Kabupaten Sinjai Sulawesi Selatan Tahun Anggaran 2021
kepada Edy Rahmat.

Kemudian sekira pukul 21.00 WIB, Irfan kemudian mengambil koper yang diduga
berisi uang dari dalam mobil milik Agung Sucipto untuk dipindahkan ke bagasi mobil milik
Edy Rahmat di Jalan Hasanuddin.

Selanjutnya sekitar pukul 23.00 WITA, Agung Sucipto diamankan saat dalam
perjalanan menuju ke Bulukumba. Kemudian sekira pukul 00.00 WITA, Edy Rahmat beserta
uang dalam koper sejumlah sekitar Rp 2 miliar turut diamankan di rumah dinasnya.

Lalu pada pertengahan Februari 2021, Nurdin menerima uang Rp 1 miliar. Awal
februari 2021, Nurdin juga menerima uang sebesar Rp 2,2 miliar. Jika dijumlahkan,
keseluruhan hasil suap dan gratifikasi yang diterima Nurdin sebanyak Rp 5,4 miliar.

Pada sekitar Pukul 02.00 WITA, Nurdin Abdullah juga diamankan di rumah jabatan
dinas Gubernur Sulsel.

Nurdin Abdullah dan Edy Rahman disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau
Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Sementara itu Agung Sucipto sebagai pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat
(1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

11
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Korupsi adalah tidakan pejabat publik bail politisi maupun pengawai negri serta pihak
lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal, menyalah
gunakan kepercayaan publik yang di kuasakan kepada mereka untuk mendapatkan
keuntunhan sepihak. Saat ini banyak kasus-kasus korupsi di Indonesia. Hal tersebut
menyebabkan Indonesia menjadi salah satu negara paling banyak korupsi di dunia. Latar
belakang terjadinya korupsi karena lemahnya tertib hukum, profesi hukum, masih rendahnya
gaji pegawai, kampanye-kampanye yang mengeluarkan uang berlebihan sehingga timbul rasa
untuk mengembalikan uang tersebut dengan jalan korupsi. Kasus Nurdin Abdullah
merupakan kasus korupsi yang ada di Sulawesi selatan. Kedudukan Nurdin Abdullah sebagai
gubernur Sulawesi selatan yang korupsi mencerminkan seorang pemimpin yang tidak amanah
dan bertanggung jawab. Pemimpin ideal seharusnya memiliki beberapa sifat yaitu
diantaranya jujur, cerdas, amanah, dan komunikatif. Berbagai kasus korupsi melemahkan
Indonesia dalam berbagai bidang yaitu demokrasi, ekonomi, dan kesejahteraan umum negara.
Oleh karena itu perlu adanya peran peran pemerintah yang lebih maksimal dalam menangani
kasus-kasus di Indonesia.

B. Saran
Demikianlah makalah yang kami buat, semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca
lebih khusus bagi teman-teman mahasiswa yang mempelajari mata kuliah budaya anti
korupsi terutama mengenai kasus korupsi.

Adapun mengingat keterbatasan penulis dan menyusun makalah ini, jika ada
kekeliruan atau kesalahan dalam penyusunan maka sebagai penulis mohon kritik dan saran
dari teman-teman atau pembaca.

12
DAFTAR PUSTAKA

https://aclc.kpk.go.id/action-information/lorem-ipsum/20220407-null
https://aclc.kpk.go.id/aksi-informasi/Eksplorasi/20220520-kenali-bahayanya-dampak-
korupsi-di-berbagai-bidang-ini
https://amp.kontan.co.id/news/gubernur-sulsel-nurdin-abdullah-terima-rp-54-miliar-
ini-kronologis-kasusnya
https://www.cnbcindonesia.com/news/20210228081544-4-226664/detik-demi-detik-
begini-kronologi-kpk-ciduk-nurdin-abdullah/2
https://katadata.co.id/rezzaaji/berita/61a5ad7860e27/gubernur-nurdin-abdullah-
divonis-5-tahun-penjara-terkait-kasus-suap

13

Anda mungkin juga menyukai