Hukum Islam
Secara bahasa, ijtihad berarti mencurahkan pikiran dengan bersungguh-
sungguh. Umumnya ijtihad dikenal dengan proses hukum syariat dengan
cara mencurahkan seluruh pikiran dan tenaganya dengan sungguh-
sungguh. Jadi, dapat disimpulkan jika ijtihad adalah penetapan dari salah
satu sumber hukum islam yang digunakan.
Kedudukan ijtihad dalam sumber hukum Islam memang tidak dapat
dikesampingkan. Karena ijtihad membantu para ulama dan umat muslim
di zaman sekarang untuk memutuskan hukum pada suatu perkara yang
tidak ada pada zaman Rasulullah SAW. Dengan begitu, dapat dikatakan
bahwa kedudukan ijtihad setara dengan hukum islam lainnya.
Dasar Hukum Ijtihad
Para fuqaha boleh melakukan ijtihad apabila dalam suatu masalah tidak ada dasar
hukum yang terdapat dalam nas. Kebolehan ini di isyaratkan antara lain (Q.S. Al-Baqarah:
149)
َو ِم ْن َح ْيُث َخ َر ْج َت َفَو ِّل َو ْج َهَك َش ْطَر اْلَم ْس ِج ِد اْلَحَر اِم َو ِإَّنُه َلْلَح ُّق ِم ن َّر ِّبَك َو َم ا ُهّللا ِبَغاِف ٍل َع َّم ا
َتْع َم ُلوَن
Artinya: Dan dari mana saja kamu keluar (datang), Maka palingkanlah wajahmu ke arah
Masjidil Haram. (Q.S. Al-Baqarah: 149)
Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa orang yang berada jauh dari masjidil
haram, apabila akan shalat, dapat mencari dan menentukan arah itu melalui ijtihad dengan
mencurahkan akal pikirannya berdasarkan indikasi atau tanda-tanda yang ada. Secara kodrati
manusia mempunyai badan jasmani dan rohani. Badan rohani berfungsi untuk memhami apa
yang dilihat oleh manusia dan dialami oleh akal pikiran sekaligus berfungsi untuk memahami
segala sesuatu yang ada dialam raya ini. Walaupun tidak ada petunjuk dari agama, maka
dengan akal itu manusia dapat memperoleh kebahagiaan hidup dan dapat berusaha
menghindari bahaya.
Hadis lain juga yang mendukung akan persolan ini yaitu hadis nabi yang ketika
mengutus Muadz bin Jabal menjadi Guburnur di Yaman, hadis ini tidak asing lagi bagi kita
semua, “ Ketika itu Muads ditanya oleh Rasulullah : dengan apa engkau menentukan hukum,
Muazd menjawab dengan kitab Allah, jawab Muadz, Rasulullah bertanya lagi kalau engakau
tidak mendapat keterangan dari Al-Qur’an, Muadz menjawab saya mengambilnya dari
sunnah Rasul, Rasulullah berkata lagi, kalau engakau tidak mendapi dari keterangan sunah
Rasululah SAW, Muadz menjawab saya akan berijtihad dengan akal saya dan tidak akan
berputus asa, Rasulullah menepuk Muadz bin Jabal menandakan persetujuannya.
Nabi sendiri memberikan kelonggaran dalam persolan agama, dengan cara ijtihad
bahkan Nabi membrikan dorongan kepad mereka, jika ijtihad itu mengenai sasaran, maka
orang yang berijtihad mendapat dua kebaikan dan apabila tidak, dia mendapat satu kebaikan.
C. Kedudukan Ijtihad
Dalam sejarah pemikiran islam, Ijtihad telah banyak digunakan. Ajaran Al-Qur’an dan hadis
memang menghendaki digunakannya ijtihad, dari ayat Al-Qur’an yang jumlahnya lebih kurang 500
ayat. Menurut perkiraan ulama yang berhubungan dengan akidah, ibadah, muamalah. Ayat-ayat
tersebut, pada umumnya terbentuk teks-teks dasar tanpa menjelaskan lebih lanjut mengenai maksud,
rincian, cara pelaksanaannya. Untuk itu ayat tersebut perlu dijelaskan oleh orang-orang yang
mengetahui Al-Qur’an dan hadits yaitu para sahabat Nabi dan kemudian para ulama penjelasan oleh
para sahabat dan para ulama tersebut diberikan melalui ijtihad. Jadi kedudukan ijtihad adalah sumber
ke 3 sesudah al-Qur’an dan Hadits.