Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

IJTIHAD SEBAGAI MEKANISME UNTUK MENGIMPLEMENTASIKAN


AL QUR’AN DAN SUNNAH DALAM KONTEKS KERAGAMAN

Disusun Oleh Kelompok : V


Bayu Triadi (202213004)

Vicram Adi Putra (202213010)

PROGRAM STUDI GEOLOGI

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SULAWESI TENGGARA

KENDARI

2022

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji dan syukur kehadirat Allah Swt, Tuhan Yang Maha Kuasa, yang mana berkat rahmat

dan karunia-Nyalah kami dapat menyusun dan menyelesaikan makalah mata kuliah Sejara

Peradaban Islam yang berjudul “Nabi Muhammad SAW Berhalwat di Guaa HIra”. Dalam

penyusunan makalah ini penulis menyadari sepenuhnya, apa yang penulis buat masih banyak

kekurangan dan kelemahan, baik menyangkut isi maupun yang berhubungan dengan

penulisannya. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran yang sifatnya

membangun guna untuk menyempurnakan isi makalah ini. Selain itu, makalah ini merupakan

tugas kelompok yang diajukan sebagai tugas dari mata kuliah Sejarah Peradaban Islam

Demikian yang dapat penulis sampaikan, Semoga makalah ini dapat berguna dalam

proses perkuliahan pada mata kuliah Sejarah Peradaban Islam. penulis berharap semoga makalah

ini bisa bermanfaat bagi seluruh pembaca.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

DAFTAR ISI
SAMPUL

KATA PENGANTAR.............................................................................................................

DAFTAR ISI............................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................

A. Latar Belakang .....................................................................................................................

B. Rumusan Masalah ................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................

A. pengertian ijtihad sebagai mekanisme dalam konteks keragaman.........................................

B. Al quran dan sunnah dalam konteks keragaman …………………………..........................

BAB III PENUTUP.................................................................................................................

A. Kesimpulan ..........................................................................................................................

B. Saran ....................................................................................................................................

BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ijtihad adalah sebuah usaha yang sungguh-sungguh, yang sebenarnya bisa
dilaksanakan oleh siapa saja yang sudah berusaha mencari ilmu untuk memutuskan suatu
perkara yang tidak dibahas dalam Al Quran maupun hadis dengan syarat menggunakan
akal sehat dan pertimbangan matang.
Ijtihad adalah pengerahan segenap daya upaya untuk menemukan hokum sesuatu
secara rinci. Hal ini diupayakan oleh ulama untuk menjawab segala persoalan yang
muncul ketika dalam sumber utama agama Islam tidak ditemukan dalil atau ketentuan
hokum yang jelas.

B. Rumusan Masalah
1. Pengertian ijtihad sebagai mekanisme dalam konteks keragaman
2. Al-Qur’an dan sunnah dalam konteks keragaman

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian ijtihad
Pengertian ijtihad sendiri dapat dilihat dari dua sisi, yakni pengertian ijtihad secara
etimologi dan pengertian ijtihad secara terminologi. Pengertian ijtihad secara etimologi
memiliki pengertian: “pengerahan segala kemampuan untuk mengerjakan sesuatu yang
sulit”. Sedangkan pengertian ijtihad secara terminologi adalah penelitian dan pemikiran
untuk mendapatkan sesuatu yang terdekat pada kitabullah (syara) dan sunnah rasul atau
yang lainnya untuk memperoleh nash yang ma’qu; agar maksud dan tujuan umum dari
hikmah syariah yang terkenal dengan maslahat.
Kemudian Imam al-Amidi menjelaskan pengertian ijtihad yaitu mencurahkan semua
kemampuan untuk mencari hukum syara yang bersifat dhanni, sampai merasa dirinya
tidak mampu untuk mencari tambahan kemampuannya itu.Sedangkan menurut mayoritas
ulama ushul fiqh, pengertian ijtihad adalah pencurahan segenap kesanggupan (secara
maksimal) seorang ahli fikih untuk mendapatkan pengertian tingkat dhanni terhadap
hukum syariat. Ijtihad adalah bagian penting dalam hukum Islam. Melalui proses ijtihad,
bertujuan terciptanya solusi untuk pertanyaan hukum yang belum dijelaskan dengan di
dalam Al-Qur'an dan hadis. Jadi, Ijtihad bisa diartikan sebagai konsep yang bisa
memperkuat Al Qur'an dan hadis.

1. Ijtihad Dalam Hukum Islam


Makna hukum ijtihad memiliki beberapa definisi menurut para ahli teori hukum Islam.
Beberapa mendefinisikannya sebagai tindakan dan aktivitas ahli hukum untuk mencapai
solusi. Ijtihad pada dasarnya terdiri dari kesimpulan (istinbaṭ) yang meluas ke probabilitas.
Dengan demikian, tidak termasuk ekstraksi putusan dari teks yang jelas serta putusan yang
dibuat tanpa bantuan penalaran hukum independen. Orang yang memenuhi syarat untuk
latihan ijtihad disebut mujtahid (laki-laki) dan mujtahida (perempuan). Secara umum,
mujtahid harus memiliki pengetahuan yang luas tentang bahasa Arab, Al-Qur'an, As-
Sunnah, dan teori hukum.
2. Al-Quran dan Sunnah
Dalam tulisan sebelumnya dijelaskan mengapa ijtihad dibutuhkan dalam menentukan
syariat atau hukum dari suatu perkara. Padahal sudah ada Alquran dan sunnah sebagai
pedoman. Jangan dikira tindakan berijtihad itu sekadar ulah orang-orang kurang kerjaan
yang niatnya mau menambah-nambahi agama. Justru berijtihad itu adalah sebuah ibadah
yang diperintahkan oleh Alquran dan sunnah, Melakukan ijtihad adalah salah satu di antara
sekian banyak perintah Allah dan Rasul-Nya kepada umat Islam, bukan semata-mata
inisiatif dan keinginan hawa nafsu. Di dalam Alquran, Allah SWT memerintahkan manusia
untuk menggunakan nalar, logika dan akalnya dalam memahami perintah-perintah Allah
SWT.

B. Al-qur’an dan Sunnah Dalam Konteks Keragaman


Namun kalau kita teliti detail-detail sirah nabawiyah, seringkali kita temui bahwa beliau
terpaksa harus berijtihad, lantaran wahyu tidak turun tepat pada saat dibutuhkan," jelas Ustadz
Sarwat. 

‫ب ِم ْن ٰهَ َذا َر َشدًا‬


َ ‫ن َربِّي َأِل ْق َر‬mِ َ‫ك ِإ َذا نَ ِسيتَ َوقُلْ َع َس ٰى َأ ْن يَ ْه ِدي‬ َ ِ‫اَل تَقُولَ َّن لِ َش ْي ٍء ِإنِّي فَا ِع ٌل ٰ َذل‬
َ َّ‫ِإاَّل َأ ْن يَ َشا َء هَّللا ُ ۚ َو ْاذ ُكرْ َرب‬ ‫ك َغدًا‬

“Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan tentang sesuatu, "Sesungguhnya aku akan
mengerjakan ini besok pagi, kecuali "Insya Allah." Dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu
lupa dan katakanlah, "Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih
dekat kebenarannya dari pada ini." (QS Al Kahfi 23-24)

Sebab turun ayat ini karena Rasulullah SAW menjanjikan untuk menjawab pertanyaan
orang-orang Yahudi besok hari. Namun jawaban wahyu yang ditunggu-tunggu tidak kunjung
datang. Entah kemana Malaikat Jibril yang biasanya rajin datang membawa wahyu. Ayat ini
menegaskan bahwa ada kalanya begitu dibutuhkan, wahyu menjadi tidak turun. 

Rasulullah SAW berijtihad dalam kasus perbedaan pendapat tentang menghentikan perang
Badar atau meneruskannya hingga semua lawan mati. Rasulullah SAW menggelar syura dengan
para shahabat, lantaran wahyu tidak kunjung turun. Rasulullah SAW meminta pandangan dari
para shahabat, kemudian berijtihad untuk menghentikan perang dan menjadikan musuh sebagai
tawanan. "Namun setelah itu ijtihad beliau (Nabi Muhammad SAW) dianulir oleh turunnya
wahyu, yang melarang beliau (Nabi Muhammad SAW) menghentikan perang dan mengambil
musuh sebagai tawanan,

kedudukan ijtihad dalam sumber hukum islam adalah sebagai penentu hukum setelah Al


Quran dan hadist apabila dalam al quran dan hadist tidak ditemukan secara jelas dan rinci
mengenai hukum yang dimaksud. Ijtihad adalah hasil pemikiran para ulama ahli fikih. Fungsi
ijtihad sendiri di antaranya adalah: fungsi ijtihad al-ruju' (kembali) mengembalikan ajaran-
ajaran Islam kepada al-Qur'an dan sunnah dari segala interpretasi yang kurang relevan. Al
quran dan hadits adalah pokok dari sumber hukum dalam islam sudah tentu kita mutlak harus
menggunakan keduanya sebagai dasar hukum, dan ijtihad adalah sebagai hukum tambahan untuk
meyesuaikan dengan qiyas sehingga lebih kondisional pada masa tertentu.

1. Macam macam ijtihad


Jenis atau macam ijtihad tidak hanya satu, melainkan ada beberapa. Berikut ini adalah
macam-macam ijtihad yang dilakukan untuk menemukan satu hukum untuk masalah tertentu:

 Ijma’ merupakan kesepakatan yang diambil oleh ulama dalam mengambil suatu hukum.
Tentu saja, pengambilan hukum tersebut sudah melalui proses panjang dan mengambil
referensi Quran-hadits. Ijma’ ini sering juga disebut dengan fatwa.
 Qiyas. Qiyas adalah menyamakan. Artinya, satu masalah baru dikaitkan dan disamakan
dengan masalah lama yang memiliki kemiripan sebab serta efeknya. Hukum masalah
lama itu lantas dijadikan hukum untuk masalah baru tersebut.
 Istihsan. Ihtisan bisa juga disebut dengan mengambil yang baik. Artinya, ihtisan ini
semacam fatwa yang dikeluarkan oleh seorang ahli fiqih yang cenderung menganggap
hukum tertentu lebih baik untuk masalah tertentu. Karena itu sifat hukum yang diambil
dengan ihtisan ini bersifat argumentatif.
 Maslahah Murshalah. Ijtihad ini adalah mengambil satu hukum dengan pertimbangan
efek negatif-positif suatu masalah. Prinsip dasarnya adalah bagaimana agar suatu masalah
memberi manfaat dan terhindar dari bahaya atau mudlorot.
 Sududz Dzariah. Ini adalah jenis ijtihad yang mengambil hukum lebih keras untuk
berhati-hati. Misalnya, hal yang dihukumi mubah dimakruhkan atau malah diharamkan.
Dan berkaitan untuk agar masyarakat berhati-hati.
 Istishab. Ijtihad ini adalah memutuskan satu hukum dengan menunggu ketetapan suatu
perkara. Hal ini seperti seorang perempuan yang ditinggalkan suaminya ke perantauan
tanpa kabar. Tidak serta merta perempuan itu boleh menikah lagi jika belum ada
kepastian apakah suaminya sudah meninggal atau telah menceraikannya. Jika hal itu
sudah dipastikan, barulah perempuan itu boleh menikah lagi.
 ‘Urf. Ijtihad ini merupakan pengambilan hukum berdasar kebiasaan atau adat. Selama
suatu masalah tidak bertentangan dengan Quran-hadits, masalah tersebut tetap
dibolehkan.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
kedudukan ijtihad dalam sumber hukum islam adalah sebagai penentu hukum
setelah Al Quran dan hadist apabila dalam al quran dan hadist tidak ditemukan secara
jelas dan rinci mengenai hukum yang dimaksud. 

B. SARAN
Kita harus belajar daripada sifat Nabi Muhammad , agar kita dapat mempraktekkannya
atau melakukannya dalam kehidupan kita sehari hari.

Anda mungkin juga menyukai