Anda di halaman 1dari 13

Hukum perkawinan

dalam BW/
KUHPerdata
KELOMPOK 1
Kelompok 1: Nurul Aulia Salsabilla
Nim 221102020008

Diana syarifah
Nim 221102020037

Syawarikil Anwar
Nim 221102020010

Muhammad Alfan Rosidhi


Nim 221102020019
Sejarah pemberlakuan BW pasca
kemerdekaan
Setelah Indonesia merdeka, hukum Perdata yang berlaku di Indonesia di dasarkan pada pasal II
aturan peralihan UUD 1945, yang pada pokoknya menentukan bahwa segala peraturan di nyatakan
masih berlaku sebelum di adakan peraturan baru menurut UUD termasuk di dalamnya hukum
perdata Belanda yang berlaku di Indonesia. Hal ini untuk mencegah terjadinya kekosongan hukum
(rechtvacuum) di bidang hukum perdata. Namun, secara keseluruhan hukum perdata Indonesia
dalam perjalanan sejarahnya mengalami beberapa proses pertumbuhan atau perubahan yang mana
perubahan tersebut di sesuaikan dengan kondisi bangsa Indonesia sendiri
Pluralitas hukum perkawinan pada masa
awal kemerdekaan
PADA AWAL KEMERDEKAAN, UPAYA PEMBANGUNAN DI BIDANG HUKUM MULAI

dirintis. Uniknya justru hukum di bidamg perkawinanlah yaitu UU NO 22/1946

Tentang Nikah Talak dan Rujuk (NTR) yang pertama kali dibuat oleh bangsa

Indonesia walau hanya berlaku untuk wilayah Jawa dan Madura saja. Setelah itu

diundangkan melalui UU No 32 Tahun 1954 sehingga UU NTR berlaku di seluruh

Indonesia.

Pada tanggal 6 Mei 1961, Menteri Kehakiman membentuk Lembaga


Penggolongan penduduk ps 131 IS
Menurut pasal 131 IS (Indische Staatsregeling) penggolongan penduduk terbagi menjadi 3
yakni golongan Eropa Golongan Bumiputera dan golongan Timur Asing Berdasarkan
pengelompokan tersebut maka adanya pembagian hukum sebagai berikut:
1. Berdasarkan pasal 131 ayat (2a) Is untuk golongan Eropa berlaku hukum perdata dan hukum
dagang Eropa seluruhnya tanpa terkecuali, baik ter- cantumdalam burgerlick wetbook (KUHP)
dan wet book Van kophandel (kitab undang undang hukum dagan) maupun dalam undang
undang tersendiri diluar kodifikasi.
2. Berdasarkan pasal 131 ayat (2b) Is untuk golongan bumi putra berlaku hukum perdata adat
yg sinonim dengan hukum tidak tertulis.
3. Berdasarkan pasal 131 ayat (2b) Is Jo. Stb 1917-129, hukum perdata bagi golongan timur
asing Tionghoa adalah hukum perdata Eropa, kecuali mengenai kongsi dan adopsi diberlakukan
hukum adatnya.
Pengetahuan hukum perkawinan
dalam buku 1 BW/ KUHPerdata:
1. PENGERTIAN DAN TUJUAN PERKAWINAN.
2. ASAS PERKAWINAN.
3. SYARAT PERKAWINAN (MATERIIL DAN FORMIL).
4. AKIBAT PERKAWINAN (HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI,
HARTA KEKAYAAN, HUBUNGAN ORANG TUA DAN ANAK).
5.PERJANJIAN PERKAWINAN.
6. PERKEMBANGAN HUKUM PERKAWINAN DI BELANDA (NBW).
1. Pengertian & tujuan perkawinan
Pasal 26 KUHPerdata menyatakan bahwa: “Undang-undang memandang soal
perkawinan hanya dalam hubungan perdata”. Artinya, perkawinan yang sah
berdasarkan KUHPerdata hanyalah perkawinan yang memenuhi syarat-syarat
yang ditetapkan dalam KUHPerdata.
Undang–Undang Nomor 1 Tahun 1974, bahwa tujuan perkawinan adalah
membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Untuk suami isteri perlu saling
membantu dan melengkapi, agar masing– masing dapat mengembangkan
kepribadiannya membantu dan mencapai kesejahteraan spiritual dan materiil.
2. Asas perkawinan
Asas asas perkawinan yg terkandung dalam KUHPerdata:
1.Asas monogami, asas yg bersifat absolute / mutlak, TDK dapat dilanggar.
2. Perkawinan adalah perkawinan perdata sehingga harus dilakukan didepan pegawai
catatan sipil.
3. Perkawinan merupakan persetujuan antara seorang laki laki dan seorang perempuan
dibidang hukum keluarga.
4. Supaya perkawinan sah maka harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan undang
undang.
5. Perkawinan mempunyai akibat terhadap hak dan kewajiban suami istri.
6. perkaeinan menyebabkan pertanian darah.
7. Perkaeinan mempunyai akibat terhadap kekayaan suami dan istri.
________________________________________
3. Syarat perkawinan (Materiil &Formil)

Keabsahan & Syarat syarat perkawinan menurut KUHP supaya sah, perkawinan harus memenuhi 2 syarat, yaitu: 1). Syaratateriil 2). Syarat formil,
syarat ialah yg berkaitan dgn inti/ pokok dalam melangsungkan perkawinan. Syarat materiil dibagi menjadi 2,yaitu:
a. Syarat materiil mutlak:
1. Monogami (pria hanya boleh mempunyai seorang istri, seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami (pasal 27 KUHP).
2 .Persetujuan antar suami istri ( pasal 28 KUHP).
3. Terpenuhi batas umur minimal bagi laki laki adalah 18 tahun dan wanita minimal adalah 15 tahun ( pasal 29 KUHP).
4. Seorang wanita pernah kawin dan hendak kawin lagi harus mengindahkan waktu 300 hari setelah perkawinan terlebih dahulu dibubarkan (pasal
34 KUHP).
5. Harus ada izin dari orang tuanya/ walinya bagi anak anak yg blum dewasa dan belum pernah kawin ( pasal 34 KUHP).
b. Syarat materiil relatif:
1. Larangan kawin dengan orang yg sangat dekat dalam kekeluargaan sedarah dan arena perkawinan.
2. Larangan kawin karna zina.
3. Larangan kawin untuk memperbarui perkawinan setelah adanya perceraian, jika belum lewat waktunya.
4. Akibat perkawinan (Hak & kewajiban suami istri, harta
kekayaan, hubungan orang tua & anak).
Akibat hukum yang bersifat moral, yaitu:
1. Suami memiliki kewajiban untuk menegakkan rumah tangga yang menjadi dasar dari susunan masyarakat.
2. Suami istri wajib saling mencintai, hormat menghormati, setia dan memberi bantuan lahir dan batin kepada yang lain.
3. Hak dan kedudukan istri seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bermasyarakat.
Suami istri sama sama berhak untuk melakukan perbuatan hukum.
5. Suami adalah kepala rumah tangga. Suami wajib melindungi istrinya dan memberi segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai
kemampuannya dan istri wajib mengurus rumah tangga dengan sebaik baiknya.
6. Suami istri saling memiliki rumah tetap yg ditentukan secara bersama.
5. Perjanjian
perkawinan
Perjanjian perkawinan diatur pada bab VII KUH Perdata (BW) pasal 139 sampai dengan 154 dan secara
garis besar perjanjian perkawinan berlaku mengikat para pihak atau mempelai apabila terjadi perkawinan
Perjanjian tersebut tidak boleh menyalahi ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
1. Tidak boleh mengurangi hak suami
2. Suami tidak boleh memindahkan barang-barang tak bergerak tanpa persetujuan istri
3. Dibuat dengan akta notaris
4. Tidak berlaku terhadap pihak ketiga sebelum didaftar di pengadilan negeri di daerah perkawinan
berlangsung
6. Perkembangan hukum perkawinan di
Belanda (NBW)
Di Belanda, pengaturan mengenai hukum keluarga berpusat pada NBw yang pada tahun
1942 pertama kali diundangkan dan menggantikan seluruh cicil code lama yang telah ada
sejak tahun 1838. Perubahan-perubahan pada hukum keluarga di Belanda banyak
terpengaruh oleh konvensi-konvensi hak asasi manusia, khususnya Europan Convention
on Human Right anfd Fundamental Freedoms (EHCR),EHCR adalah Konvensi Eropa
tentang Hak Asasi Manusia, diadopsi di bawah naungan Majelis Eropa pada 1950 untuk
melindungi hak asasi manusia dan kebebasan fundamental. Semua anggota Dewan Eropa
yang menyatakan pihak untuk Konvensi dan anggota baru diharapkan untuk meratifikasi
konvensi yang pada kesempatan paling awal.
Syukron katsiron!
Kurang lebihnya mohon maaf atas segala kekurangan

Anda mungkin juga menyukai