Kelompok 2:
JEMBER
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT. Yang telah melimpahkan beberapa
berkat dan rahmat-Nya kepada penulis sehingga penulis bisa menyelesaikan
makalah dengan topik “Hadits Ahad” tepat pada waktunya . Tak lupa pula Shalawat
serta salam tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Dan
juga penulis mengucapkan terimakasih kepada :
Makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi sempurnanya makalah
ini. Semoga makalah ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi
masyarakat dan dapat meningkatkan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengertian hadits yang paling komperhensif adalah:
Menurut jumhur ulama’ kata hadits ini memiliki persamaan makna dengan kata
sunnah, khabar, dan atsar. Walaupun sebagian menjelaskan perbedaan yang
utama dari 4 kata tersebut.
Hadits pada masa Rasulullah ﷺmerupakan suatu ilmu yang didengar dan
didapatkan langsung dari beliau, maka setelah beliau wafat, hadits disampaikan
sahabat kepada generasi berikutnya dengan penuh semangat dan perhatian
sesuai dengan daya hafal masing-masing. Kemudian hadits itu sendiri menjadi
ilmu yang diriwayatkan dan muncullah ilmu riwayat hadits. Para sahabt juga
telah menetapkan pedoman periwayatan hadits untuk memastikan keabsahan
suatu hadits. Mereka juga berbicara tentang rijalnya. Hal ini ditempuh supaya
dapat diketahui hadits maqbul dan hadits mardud. Dan muncullah ilmu
Musthalahah al-Hadits.
Berdasar dari ilmu tersebut, khususnya dari segi periwayatan hadits, ada dua
macam hadits yang diketahui, yaitu hadits mutawatir dan hadits ahad. Hadits
mutawatir adalah hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah rawi yang sudah
disepakati para ulama dalam setiap thabaqah. Sedangkan hadits ahad adalah
hadits yang dirirwayatkan oleh beberapa rawi dalam setiap thabaqah tetapi
tidak mencapai derajat hadits mutawatir. Diantara kedua hadits ini ada jenis
1
Dr. Nuruddin ‘Itr, Ulumul Hadits, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2017), hlm 15
1
hadits yang dinamakan hadits masyhur. Hadits masyhur adalah hadits yang
tidak mencapai derajat hadits mutawatir akan tetapi lebih tinggi derajatnya
dalam segi periwayatan daripada hadits ahad. Hadits ahad sendiri diketahui
dalam seluruh kitab hadits terbagi menjadi beberapa ketegori hadits,
diantaranyan hadits ‘aziz, hadits gharib, dan hadits fard, yang mana dalam
kesempatan makalah ini akan menjelaskan tentang 3 kategori hadits ini.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan hadits ‘aziz ?
2. Apa perbedaan hadits ‘aziz dengan hadits masyhur?
3. Bagaimana hukum hadits ‘aziz ?
4. Apa yang dimaksud dengan hadits gharib dan hadits fard?
5. Apa perbedaan hadits gharib dengan hadits fard?
6. Bagaimana hukum hadits gharib dan hadits fard?
C. Tujuan
1. Mengetahui dengan baik Hadits ‘Azis
2. Memahami perbedaan Hadits ‘Aziz dengan Hadits Masyhur
3. Memahami hukum Hadits ‘Aziz
4. Mengetahui dengan baik Hadits Gharib dan Hadits Fard
5. Memahami perbedaan hadits Gharib dan Hadits Fard
6. Memahami hukum Hadits Gharib dan Hadits fard
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hadits Azis
1. Pengertian
ّ
Menurut Bahasa, kata ‘Aziz berasal dari bahasa Arab dari kata – عز
‘( ي َع ّزazza-ya’azzu) yang bermakna kuat atau keras, berdasar firman Allah
pada surat Yasin ayat 14, atau juga yang berasal dari kata (azza-ya’izzu)
yang artinya sedikit atau jarang. Dan disebut demikian baik karena jarang
atau sedikit keberadaanya, atau karena kuat keberadaannya melalui jalan
lain.
2
Dr. Nuruddin ‘Itr, Ulumul Hadits, hlm 443
3
perawi. Sebab, yang dijadikan patokan adalah jumlah minimal perawai di
dalam thabaqah sanad.3
Ini adalah definisi yang paling kuat seperti yang ditetapkan oleh Al
Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani (w. 852 H).4 dan juga Sebagian ulama
berpendapat bahwa azis merupakan hadits yang diriwayatkan oleh dua
orang atau tiga orang perawi, dan mereka tidak membeda bedakan tentang
hadits masyhur dalam beberapa kasus.
“Hadits ‘Aziz adalah hadits yang diriwayatkan oleh dua orang atau
tiga orang rawi, sedangkan hadits masyhur adalah hadits yang diriwayatkan
oleh para rawi lebih dari tiga orang”.5
3
Dr. Mahmud Ath Thahhan, Taisir Musthalahul Hadits, hlm 26. Dan diterjemahkan oleh
Kamran As’ad, Simplifikasi Musthalahul Hadits, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2022), hlm 33
4
An Nukhbah dan Syarahnya hal 21 24
5
Syarh al-Manzhumah al-Baiquniyah, hlm. 90 dan 92
6
Dr. Nuruddin ‘Itr, Ulumul Hadits, hlm. 443-444
4
Al-Hafizh ibnu Hajar berkata : “Ibnu Hibban beranggpan bahwa
periwayatan oleh dua orang dari dua orang -dari awal hingga akhir sanad
– sama sekali tidak dapat kita jumpai. Maksudnya adalah misal terdapat
hadits yang di tingkatan sahabat hanya diriwayatkan oleh dua orang,
berlanjut ke tingkatan tabi’in hanya 2 orang, berlanjut hingga akhir sanad
di setiap tingkatan itu hanya ada dua orang yang meriwayatkan, maka itu
sama sekali tidak dijumpai.
7
Syarh al-Nukhbah, hlm. 8
8
Dr. Nuruddin ‘Itr, Ulumul Hadits, hlm. 444
9
Dr. Nuruddin ‘Itr, Ulumul Hadits, hlm. 445
10
Al-imam Al-Turmudzi, hlm. 60-61
5
Hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari hadits Anas bin
Malik, dan Al-Bukhari dari hadits Abu Hurairah bahwa Rasulullah ﷺ
bersabda,
Hadits tersebut diriwayatkan dari Anas bin Malik oleh Qatadah dan
Abdul Aziz bin Shuhaib, meriwayatkan dari Qatadah; Syu’bah dan Said,
serta meriwayatkan dari Abdul Aziz; Ismail bin Ulayyah dan Abdul Warits
dan sekelompok orang meriwayatkan dari masing masing. Sehingga
detailnya adalah; tingkatan sahabat terdapat dua orang (Anas bin Malik dan
Abu Hurairah), tingkatan Tabi’in terdapat dua orang (Qatadah dan Abdul
Aziz bin Shuhaib, dan tingkatan Tabi’ut tabi’in terdapat empat orang
(Syu’bah, Said, Ismail bin Ulayyah, dan Abdul Warits)12
B. Hadits Gharib
1. Pengertian Hadits gharib
11
HR. Al Bukahri dalam kitab Al-Iman, bab Hubb ar rasul min al iman, 1/85, hadits ke-15
dengan lafadz dari Anas bin Malik. Dan hadits ke-14 dari Abu Hurairah. Dan Muslim, Kitab al-
Iman, hadits nomor 69 dan 70. Keduanya dari Anas
12
Dr. Mahmud Ath Thahhan, Taisir Musthalahul Hadits, hlm 26. Dan diterjemahkan oleh
Kamran As’ad, hlm 33
13
Manna Khalil Al-Qathan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2018)
6
“Hadits gharib adalah hadits yang rawinya menyendiri dengannya
baik menyendiri karena jauh dari seorang imam yang telah disepakati
haditsnya, maupun menyendiri karena jauh dari rawi yang bukan imam
sekalipun”.14
Para ulama’ membagi hadits gharib secara garis besar menjadi dua
bagian dilihat dari aspek keghariban sanad dan matan:16
14
Syarh al-syarh, hlm. 47-48; Laqth al-Durar, hlm. 37
15
Manna Khalil Al-Qathan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an.
16
Dr. Nuruddin ‘Itr, Ulumul Hadits, hlm. 420
17
Dr. Nuruddin ‘Itr, Ulumul Hadits, hlm. 420
18
Al-Bukhari pada akhir shahihnya, Muslim, 8:80
7
Hadits ini di kalangan shabat hanya diriwayatkan oleh Abu
Hurairah, lalu diriwayatkan oleh Abu Zur’ah pada tingkat berikutnya,
selanjutnya diriwayatkan oleh ‘Umarah, dan selanjutnya diriwayatkan oleh
Muhammad bin Fudhail.19
Dalam kategori ini, Imam At-Turmudzi memberikan sebutan:
غريب َل نعرفه ّاَل من هذا الوجه
“Hadits ini gharib, tidak kami ketahui kecuali dari sanad ini.
b) Gharib isnadan la matan (hadits gharib dari segi sanad, bukan dari
matan)
Contoh hadits ini adalah hadits yang diriwayatkan oleh At- Turmudzi dalam
al-Ilal, dari Abu Musa Al-Asy’ari dari Nabi ﷺ, beliau bersabda:
الكافر يأكل في سبعة امعأ والمؤمن يأكل معى واحد
“Orang kafir itu makan sepenuh tujuh usus, sedangkan orang beriman maka
separuh satu usus.”
a) Gharib Muthlaq
19
Fathul Bari, pada bagian akhir
20
Dr. Nuruddin ‘Itr, Ulumul Hadits, hlm. 421
8
• Definisi: adalah hadits yang terdapat al gharabah (kesendirian)
pada asal sanad. Dengan kata lain, ia merupakan Hadits yang
diriwayatkan oleh seorang perawi saja pada asal sanadnya.21
• Contoh Hadits:
Dan juga;
ُ ع وال يُ ْو َه
)ب (أخرجه أحمد ُ ب ال يُبا َ َّالوال ُء لَ ْحمةٌ كلَحم ِة الن
ِ س َ
21
Mahmud Thahhan, Taisir Musthalahul Hadits, hlm 28. Dan diterjemahkan oleh Kamran
As’ad, hlm 37
9
علَى َرأْ ِس ِه ْال ِم ْغف َُر ِ ْسلَّ َم دَ َخ َل َم َّكةَ َي ْو َم ْالفَت
َ ح َو َ علَ ْي ِه َو ص َّل ه
َ ُّللا َّ أَ َّن النَّ ِب.
َ ي
“Bahwasanya Nabi ﷺmasuk Makkah pada hari penaklukannya
dengan memakai penutup kepala untuk perang” (HR. Bukhari dan
Muslim)
Kesendiriannya terletak pada Malik dari az zuhri
• Sebab penamaan
Bagian ini dinamakan dengan Gharib nisbi, karena posisi
kesendiriannya dinisbatkan kepada individu tertentu.
Kedua harits gharib terakhir ini (ba’dhul matni dan ba’dhus sanad) berkaitan
erat dengan pengetahuan tentang penambahan hadits oleh rawi tsiqat.
22
Dikeluarkan oleh At-Turmudzi dan dinali bercacat,2:31
10
Kitab yang memuat banyak hadits Gharib:
a. Musnad Al-Bazzar
b. Al-Mu’jam Al-Awsath, karya Ath thabarani
c. Gharaib Malik, Karya Ad Daraquthni
C. Hadits Fard
Pengertian hadits fard adalah
التفرد
ّ ي وجه من وجوه
ّ تفرد به راويه بأ
ّ الحديث الفرد هو ما
Artinya: “Hadits fard adalah hadits yang rawinya menyendiri dengannya dari
segi manapun”
Hadits fard lebih umum daripada gharib dan mencakup hadits yang tidak ada
dalam hadits gharib. Hadits fard dibagi menjadi 2:23
a) Hadits fard muthlaq:
الرواة لم يروه احد غيره
ّ تفرد به راويه عن جميع
ّ الفرد المطلق هو ما
23
Dr. Nuruddin ‘Itr, Ulumul Hadits, hlm. 424
24
Dr. Nuruddin ‘Itr, Ulumul Hadits, hlm. 424
11
• Menyendirinya penduduk suatu daerah dengan hadits yang tidak
diriwayatkan oleh penduduk daerah lain. Seperti hadits dari
Sayyidah Aisyah bahwa Rasulullah ﷺ, salat atas jenazah Suhail bin
Baidha’ di masjid.25 Al-Hakim berkata, “Sunah ini hanya
diriwayatkan oleh penduduk Madinah.”
25
Al-Risalah al-Mustahrafah, hlm.85-86
26
Syarh al-Nukhbah, hlm. 28; ‘Ulumu al-hadits, hlm. 244; Fath al-Mughits, hlm.343
27
Mahmud Ath Thahhan, hlm 27. Dan diterjemahkan oleh Kamran As’ad, hlm 37
12
D. Hukum Hadits Fard Dan Hadits Gharib
Hukum kedua hadits ini berdasarkan terepenuhinya kriteria hadits shaih dan
hadits hasan atau tidak. Karena itu dari segi diterima dan ditolaknya hadits,
kedua hadits ini dibagi menjadi 3:28
صحيح غريب
2. Gharib hasan dan fard hasan. Hadits ini banyak ditemui dalam Jami’ al-
Turmudzi, yang beliau menyatkan:
“Hadits ini hasan gharib dan tidak diketahui kecuali melalui jalur ini”
1. Al-Hafizh ibnu Rajab: “Ulama salaf sungguh memuji hadits masyhur dan
mencela hadits gharib secara global.”
2. Al-Imam Yusuf: “Barangsiapa mengikuti hadits gharib maka ia berdusta.”
28
Dr. Nuruddin ‘Itr, Ulumul Hadits, hlm. 426
13
3. Imam Ahmad: “Janganlah kamu tulis hadits-hadits gharib ini, karena
semuanya adalah hadits munkar dan secar umum berasal dari rawi yang
dhaif.”
4. Imam Malik: “Sejelek-jeleknya ilmu (hadits) adalah ilmu (hadits) gharib
dan sebaiknya-baiknya ilmu (hadits) adalah ilmu (hadits) yang jelas, yang
telah diriwayatkan oleh kebanyakn manusia.”29
5. Ibrahim al-Nakha’i: “Para ‘ulama membenci hadits gharib dan ucapan yang
asing.30
6. ‘Ali bin Utsman An-Nafili: Imam Ahmad berkata: “Sejelek-jeleknya hadits
adalah hadits gharib yang tidak bisa diamalkan dan diijadikan pegangan”
7. Imam Ahmad bin Yahya mendengar Imam Ahmad tidak sekali berkata:
“Janganlah tulis hadits-hadits gharib ini, karena hadits-hadits tersebut
dingkari (munkar) dan umumnya dhaif.”31
8. Dan masih banyak lagi pendapat ‘ulama terkait hadits gahrib.
Terlepas dari Hadits Gharib ini dianggap mungkar, asing, dhaif, jelek
dan negatif lainnya pada matannya. Kemungkinan yang mereka maksud adalah
Hadits Gharib dengan pengertian bahwa Hadits Gharib adalah Hadits yang
tidak jelas dan sulit dipahami, perlu beberapa penafsiran dan penakwilan dalam
memahami makna Hadits Gharib tersebut. Maka dari itu diperlukan ke-hati-
hatian dalam mencermati dan memeriksanya.
ص ِلى قَائِ ًما فَإِ ْن لَم تَ ْست َِطع فَقَا ِعدًا فَإِن لَم تَ ْست َِطع فَ َعلَى َجنب
َ
29
Dr. Nuruddin ‘Itr, Ulumul Hadits, hlm. 427
30
Al-Kifaya, hlm. 140-143 dan Syarh ‘Ilal at-Turmudzi, hlm. 406-409
31
Al-Jami’ li ‘ulum al-imam Ahmad, bab ‘Ulum al-hadits, hlm. 414
14
“Shalatlah kamu dengan berdiri, namun kalua kamu tidak bisa, maka dengan
duduk. Dan jika masih tidak sanggup, maka dengan berbaring.”
Kata ‘ala janbin (berbaring) telah ditafsirkan pada Hadits ali bin abi thalib
dengan redaksi:
15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hadits ‘Aziz adalah hadits yang diriwayatkan oleh dua orang rawi
walaupun hanya dalam satu tingkatan. Sedangkan Hadits Masyhur adalah hadits
yang diriwayatkan oleh tiga orang rawi meskipun dalam satu tingkatan. Jika
suatu hadits diriwayatkan oleh dua orang rawi dan pada tingkatan selanjutnya
diriwayatkan oleh rawi yang tidak kurang dari dua rawi, makahadits tersebut
masih dikatakan Hadits ‘Aziz. Karena jumlah rawi yang lebih sedikit itu
mempengaruhii rawi yang lebih banyak dan status hadits tersebut dilihat dari
jumlah minimal rawi dalam setiap tingkatan. Hadits Gharib adalah hadits yang
diriwayatkan oleh seorang rawi yang menyendiri, baik menyendiri dalam arti
sebenarnya maupun menyendiri karena dirinya tidak dikenal sebagai ahl al-
hadits. Sedangkan Hadits Fard menurut sebagian ‘ulama merupakan kategori
yang sama dengan hadits gharib. Kalaupun ada yang memberikan perbedaan,
maka perbedaan itu tidak mengubah pendapat yang pertama karena perbedaan
yang sangat tipis.
Terkait hukum hadits-hadits diatas dilihat dari segi kualitasnya apakah
shahih, hasan, atau bahkan dhaif. Khusus hadits gharib ada sebagian ‘ulama
yang tidak memperbolehkan menggunakan hadits gharib sebagai hujjah.
B. Saran
Sebagai manusia yang tidak luput dari kesalahan dan kelalaian maka
kami memohon kepada pembaca makalah ini, khususnya dosen dan para
mahasiswa, unutk memberikan masukan terkait kesalahan dalam menysusn
materi dalam makalah ini agar dapat mejadi lebih baik.
16
DAFTAR PUSTAKA
Ibnu Hajar Al-Asqhalani. 1379. Fathul Bari Syarah Shahih Bukhari. Beirut: Dar
Ma’rifat
Manna Khalil Al-Qathan. 2018. Studi Ilmu-Ilmu Qur’an. Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar
17