Anda di halaman 1dari 20

Makalah Ulumul Hadits

Topik : Hadits Ahad

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Ulumul Hadits

Dosen Pengampu: Dr. H. Kasman, M.Fil.I

Kelompok 2:

1. Abdul Wahab Aladilissyafi (211104010040)


2. Baidowi Nur (211104010038)
3. Muhammad Aunan Lana (211104010042)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI KH AHMAD SIDDIQ

FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN HUMANIORA

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

JEMBER

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT. Yang telah melimpahkan beberapa
berkat dan rahmat-Nya kepada penulis sehingga penulis bisa menyelesaikan
makalah dengan topik “Hadits Ahad” tepat pada waktunya . Tak lupa pula Shalawat
serta salam tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Dan
juga penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Dr Dr. H. Kasman, M.Fil.I selaku dosen pembimbing mata kuliah Ulumul


Hadits yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis
sehingga terwujudnya makalah ini.
2. Semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan dan kelancaran
makalah ini.

Makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi sempurnanya makalah
ini. Semoga makalah ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi
masyarakat dan dapat meningkatkan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Jember, 19 September 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... ii


DAFTAR ISI..................................................................................................................... iii
BAB I .................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ...................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................ 2
C. Tujuan .................................................................................................................... 2
BAB II ................................................................................................................................ 3
PEMBAHASAN ................................................................................................................ 3
A. Hadits Azis ............................................................................................................. 3
B. Hadits Gharib ........................................................................................................ 6
C. Hadits Fard .......................................................................................................... 11
D. Hukum Hadits Fard Dan Hadits Gharib .......................................................... 13
BAB III............................................................................................................................. 16
PENUTUP ........................................................................................................................ 16
A. Kesimpulan .......................................................................................................... 16
B. Saran .................................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 17

iii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengertian hadits yang paling komperhensif adalah:

ّ ‫ي صلَى هللا عليه وسلّم من قول او فعل اوتقرير او وصف خلق‬


‫ي او‬ ّ ‫ما أضيف الى النب‬
‫ي او التا بعي‬
ّ ‫ي او أضيف الى الصحاب‬
ّ ‫قلخ‬
Ialah “Segala sesuatu yang dinisbatkan kepada Nabi ‫ ﷺ‬baik ucapan, perbuatan,
ketetapan, sifat pribadi, atau yang dinisbatkan kepada sahabat atau tabiin.”1

Menurut jumhur ulama’ kata hadits ini memiliki persamaan makna dengan kata
sunnah, khabar, dan atsar. Walaupun sebagian menjelaskan perbedaan yang
utama dari 4 kata tersebut.

Hadits pada masa Rasulullah ‫ ﷺ‬merupakan suatu ilmu yang didengar dan
didapatkan langsung dari beliau, maka setelah beliau wafat, hadits disampaikan
sahabat kepada generasi berikutnya dengan penuh semangat dan perhatian
sesuai dengan daya hafal masing-masing. Kemudian hadits itu sendiri menjadi
ilmu yang diriwayatkan dan muncullah ilmu riwayat hadits. Para sahabt juga
telah menetapkan pedoman periwayatan hadits untuk memastikan keabsahan
suatu hadits. Mereka juga berbicara tentang rijalnya. Hal ini ditempuh supaya
dapat diketahui hadits maqbul dan hadits mardud. Dan muncullah ilmu
Musthalahah al-Hadits.

Berdasar dari ilmu tersebut, khususnya dari segi periwayatan hadits, ada dua
macam hadits yang diketahui, yaitu hadits mutawatir dan hadits ahad. Hadits
mutawatir adalah hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah rawi yang sudah
disepakati para ulama dalam setiap thabaqah. Sedangkan hadits ahad adalah
hadits yang dirirwayatkan oleh beberapa rawi dalam setiap thabaqah tetapi
tidak mencapai derajat hadits mutawatir. Diantara kedua hadits ini ada jenis

1
Dr. Nuruddin ‘Itr, Ulumul Hadits, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2017), hlm 15

1
hadits yang dinamakan hadits masyhur. Hadits masyhur adalah hadits yang
tidak mencapai derajat hadits mutawatir akan tetapi lebih tinggi derajatnya
dalam segi periwayatan daripada hadits ahad. Hadits ahad sendiri diketahui
dalam seluruh kitab hadits terbagi menjadi beberapa ketegori hadits,
diantaranyan hadits ‘aziz, hadits gharib, dan hadits fard, yang mana dalam
kesempatan makalah ini akan menjelaskan tentang 3 kategori hadits ini.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan hadits ‘aziz ?
2. Apa perbedaan hadits ‘aziz dengan hadits masyhur?
3. Bagaimana hukum hadits ‘aziz ?
4. Apa yang dimaksud dengan hadits gharib dan hadits fard?
5. Apa perbedaan hadits gharib dengan hadits fard?
6. Bagaimana hukum hadits gharib dan hadits fard?

C. Tujuan
1. Mengetahui dengan baik Hadits ‘Azis
2. Memahami perbedaan Hadits ‘Aziz dengan Hadits Masyhur
3. Memahami hukum Hadits ‘Aziz
4. Mengetahui dengan baik Hadits Gharib dan Hadits Fard
5. Memahami perbedaan hadits Gharib dan Hadits Fard
6. Memahami hukum Hadits Gharib dan Hadits fard

2
BAB II

PEMBAHASAN
A. Hadits Azis
1. Pengertian
ّ
Menurut Bahasa, kata ‘Aziz berasal dari bahasa Arab dari kata – ‫عز‬
‫‘( ي َع ّز‬azza-ya’azzu) yang bermakna kuat atau keras, berdasar firman Allah
pada surat Yasin ayat 14, atau juga yang berasal dari kata (azza-ya’izzu)
yang artinya sedikit atau jarang. Dan disebut demikian baik karena jarang
atau sedikit keberadaanya, atau karena kuat keberadaannya melalui jalan
lain.

Sedangkan menurut istilah, al-Hafizh Abu Abdillah Bin Mandah


berkata: “hadits Gharib itu seperti hadits hadits Al-Zuhri dan Qatadah serta
imam lain yang telah disepakati haditsnya manakala ada seorang rawi
meriwayatkan suatu hadits dari mereka. Dan apabila yang meriwayatkan
tersebut dua orang atau tiga orang, maka hadits tersebut disebut hadits ‘aziz.
Dan apabila hadits tersebut diriwayatkan oleh sejumlah rawi maka disebut
hadits masyhur”.2 Pendapat ini senada dengan pendapat yang dikeluarkan
oleh imam Al-Nawawi dan yang lainnya.

Dr. Mahmud ath thahhan menjelaskan dalam karyanya, bahwa


definisi hadits azis secara istilah adalah hadits yang perawinya tidak kurang
dari dua orang di semua tingkatan sanad. Maksudnya adalah pada masing-
masing tingkatan (thabaqat) sanad tidak boleh kurang dari dua orang
perawi. Jika di sebagian thabaqat-nya dijumpai tiga orang atau lebih perawi,
hal itu tidak merusak (statusnya sebagai) hadits Aziz, asalkan di dalam
thabaqah lainnya –meskipun cuma satu thabaqah– terdapat dua orang

2
Dr. Nuruddin ‘Itr, Ulumul Hadits, hlm 443

3
perawi. Sebab, yang dijadikan patokan adalah jumlah minimal perawai di
dalam thabaqah sanad.3

Ini adalah definisi yang paling kuat seperti yang ditetapkan oleh Al
Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani (w. 852 H).4 dan juga Sebagian ulama
berpendapat bahwa azis merupakan hadits yang diriwayatkan oleh dua
orang atau tiga orang perawi, dan mereka tidak membeda bedakan tentang
hadits masyhur dalam beberapa kasus.

Sedangkan dalam nazham al-baiquniyah:

‫يز َم ْر ِوي اثْنَي ِْن ْأو ثَالَثَ ْه‬


ُ ‫ع ِز‬
َ
‫فوقَ َما ثَالث ْه‬ ُ ‫َم ْش ُه‬
ْ ‫ور َم ْر ِوي‬

“Hadits ‘Aziz adalah hadits yang diriwayatkan oleh dua orang atau
tiga orang rawi, sedangkan hadits masyhur adalah hadits yang diriwayatkan
oleh para rawi lebih dari tiga orang”.5

Hadits ‘aziz sendiri dari segi kualitas hadits dibagi menjadi 3;


shahih, hasan, dan dhoif. Hal ini didasarkan denga terpenuhi atau tidaknya
ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan hadits-hadits tersebut.

2. Perbedaan Hadits ‘Aziz dengan Hadits Masyhur


Ibnu Hajar dan Ulama’ lain juga berpendapat bahwa hadits ‘aziz
adalah hadits yang diriwayatkan oleh dua orang rawi. Mereka membedakan
antara hadits ‘aziz dan hadits masyhur dengan perbedaan yang sempurna.
Mereka menggunakan istilah masyhur, khusus untuk hadits yang
diriwayatkan oleh tiga orang rawi atau lebih dan kurang dari mutawatir.6

3
Dr. Mahmud Ath Thahhan, Taisir Musthalahul Hadits, hlm 26. Dan diterjemahkan oleh
Kamran As’ad, Simplifikasi Musthalahul Hadits, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2022), hlm 33
4
An Nukhbah dan Syarahnya hal 21 24
5
Syarh al-Manzhumah al-Baiquniyah, hlm. 90 dan 92
6
Dr. Nuruddin ‘Itr, Ulumul Hadits, hlm. 443-444

4
Al-Hafizh ibnu Hajar berkata : “Ibnu Hibban beranggpan bahwa
periwayatan oleh dua orang dari dua orang -dari awal hingga akhir sanad
– sama sekali tidak dapat kita jumpai. Maksudnya adalah misal terdapat
hadits yang di tingkatan sahabat hanya diriwayatkan oleh dua orang,
berlanjut ke tingkatan tabi’in hanya 2 orang, berlanjut hingga akhir sanad
di setiap tingkatan itu hanya ada dua orang yang meriwayatkan, maka itu
sama sekali tidak dijumpai.

Aku (al-hafizh) berkata : Apabila yang dikehendaki adalah bahwa


periwayatan oleh dua orang saja dan dua orang saja itu sama sekali tidak
dapat kita jumpai, itu dapat diterima. Namun gambaran hadits masyhur yang
kita bahas ini dapat dijumpai, yakni hadits yang tidak diriwayatkan oleh
orang yang kurang dari dua dari rawi lain yang kurang dari dua pula.7

Apabila hadits dalam suatu tingkat diriwayatkan oleh dua orang


rawi yang kemudian pada tingkat berikutnya diriwayatkan oleh rawi yang
lebih dari dua orang, maka hadits tersebut masih tetap termasuk hadits ‘aziz.
Karena jumlah rawi yang paling sedikit (2 orang) itu menentukan nasib
riwayat rawi yang lebih banyak.8

3. Hukum Hadits Azis

Hukum hadits ‘aziz sama dengan hukum hadits masyhur, yakni


bergantung kepada keadaan sanad dan matannya. Oleh karena itu apabila
pada kedua unsur itu telah terpenuhi kriteria hadits shahih meskipun dari
satu jalur, maka hadits yang bersangkutan adalah shahih.9 Sebagian ulama’
menisbatkan kepada al-Hakim bahwa ia mensyaratkan hadits shahih itu
harus minimal hadits ‘aziz, yakni tidak diriwayatkan oleh rawi yang kurang
dari dua orang.10

4. Contoh Hadits Azis

7
Syarh al-Nukhbah, hlm. 8
8
Dr. Nuruddin ‘Itr, Ulumul Hadits, hlm. 444
9
Dr. Nuruddin ‘Itr, Ulumul Hadits, hlm. 445
10
Al-imam Al-Turmudzi, hlm. 60-61

5
Hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari hadits Anas bin
Malik, dan Al-Bukhari dari hadits Abu Hurairah bahwa Rasulullah ‫ﷺ‬
bersabda,

َ‫اس أَجْ َم ِعيْن‬


ُ ‫ َو َولَ ِد ِه َوال َّن‬،ِ‫ََليُؤْ ِم ُن أ َ َحدُ ُك ْم َحتَّى أ َ ُك ْونَ أ َ َحبَّ ِإلَ ْي ِه ِم ْن َوا ِل ِده‬
“Tidak beriman salah seorang di antara kalian hingga aku lebih dia cintai
dari bapaknya, anaknya, dan manusia seluruhnya.”11

Hadits tersebut diriwayatkan dari Anas bin Malik oleh Qatadah dan
Abdul Aziz bin Shuhaib, meriwayatkan dari Qatadah; Syu’bah dan Said,
serta meriwayatkan dari Abdul Aziz; Ismail bin Ulayyah dan Abdul Warits
dan sekelompok orang meriwayatkan dari masing masing. Sehingga
detailnya adalah; tingkatan sahabat terdapat dua orang (Anas bin Malik dan
Abu Hurairah), tingkatan Tabi’in terdapat dua orang (Qatadah dan Abdul
Aziz bin Shuhaib, dan tingkatan Tabi’ut tabi’in terdapat empat orang
(Syu’bah, Said, Ismail bin Ulayyah, dan Abdul Warits)12

B. Hadits Gharib
1. Pengertian Hadits gharib

Kata Gharib berasal dari kata ٌ‫غربا فهو غ َِريْب‬


ْ ‫ب‬ُ ‫يغر‬
ُ ‫ب‬ َ ‫غر‬
َ yang
secara etimologi berarti sendirian (al-munfarid), terisolir jauh dari kerabat,
jauh dari keluarga, perantau, asing, aneh dan sulit dipahami.13 Menurut
ulma muhadditsin , yang dimaksud dengan hadits gharib adalah:

‫تفرد به عن امام يجمع حديثه‬ ّ ‫هو الحديث الّذي‬


ّ ‫تفرد به راويه سوأ‬

‫او عن راو غير امام‬

11
HR. Al Bukahri dalam kitab Al-Iman, bab Hubb ar rasul min al iman, 1/85, hadits ke-15
dengan lafadz dari Anas bin Malik. Dan hadits ke-14 dari Abu Hurairah. Dan Muslim, Kitab al-
Iman, hadits nomor 69 dan 70. Keduanya dari Anas
12
Dr. Mahmud Ath Thahhan, Taisir Musthalahul Hadits, hlm 26. Dan diterjemahkan oleh
Kamran As’ad, hlm 33
13
Manna Khalil Al-Qathan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2018)

6
“Hadits gharib adalah hadits yang rawinya menyendiri dengannya
baik menyendiri karena jauh dari seorang imam yang telah disepakati
haditsnya, maupun menyendiri karena jauh dari rawi yang bukan imam
sekalipun”.14

Mahmud ath thahhan menjelaskan bahwa hadits Gharib ialah hadits


yang diriwayatkan oleh seorang perawi sendirian. Maksudnya adalah Hadits
yang diriwayatkan oleh seorang perawi, sendirian. Bisa di setiap
thabaqatnya dari seluruh thabaqat sanadnya; atau di Sebagian thabaqat
sanad; malahan bisa pada satu thabaqat saja. Adanya jumlah perawi lebih
dari seorang pada thabaqat lainnya tidak merusak hadits Gharib, karena
yang dijadikan sebagai patokan adalah yang paling minimal.15

2. Pembagian Hadits Gharib

Para ulama’ membagi hadits gharib secara garis besar menjadi dua
bagian dilihat dari aspek keghariban sanad dan matan:16

a) Gharib matan wa isnadan (Gharib dari segi matan dan sanadnya)


‫هو الحديث الّذي َل يروى ّاَل من وجه واحد‬
“ Hadits gharib matnan wa isnadan adalah hadits yang diriwayatkan kecuali
melalui satu sanad”

Contoh hadits gharib matnan wa isnadan adalah:17

‫الرحمن خفيفتان على اللّسان ثقيلتان في الميزان‬


ّ ‫كلمتان حبيببتان الى‬:
‫ّللا العظيم‬
ّ ‫ّللا وبحمده سبحان‬
ّ ‫سبحان‬
“Ada dua kalimat yang dicintai Allah Yang Maha Pengasih dan ringan
diucapkan tetapi berat dalam mizan, yaitu subhanallah wa bihamdihi
subhanallahil-azhim. (HR. Muttafaqun ‘alaihi)”18

14
Syarh al-syarh, hlm. 47-48; Laqth al-Durar, hlm. 37
15
Manna Khalil Al-Qathan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an.
16
Dr. Nuruddin ‘Itr, Ulumul Hadits, hlm. 420
17
Dr. Nuruddin ‘Itr, Ulumul Hadits, hlm. 420
18
Al-Bukhari pada akhir shahihnya, Muslim, 8:80

7
Hadits ini di kalangan shabat hanya diriwayatkan oleh Abu
Hurairah, lalu diriwayatkan oleh Abu Zur’ah pada tingkat berikutnya,
selanjutnya diriwayatkan oleh ‘Umarah, dan selanjutnya diriwayatkan oleh
Muhammad bin Fudhail.19
Dalam kategori ini, Imam At-Turmudzi memberikan sebutan:
‫غريب َل نعرفه ّاَل من هذا الوجه‬
“Hadits ini gharib, tidak kami ketahui kecuali dari sanad ini.
b) Gharib isnadan la matan (hadits gharib dari segi sanad, bukan dari
matan)

ّ ‫هو الحديث الّذي اشتهر بورودهمن علّة طروق عن راو او عن صحاب‬


‫ي‬
ّ ‫او علّة رواة ث ّم‬
‫تفرد به راو فرواه من وجه اخر غير ما اشتهر به‬
‫الحديث‬
“hadits gharib isnadan la matnan adalah hadits yang masyhur
kedatangannya melalui beberapa jalur dan seorang rawi atau seorang
sahabat atau dari sejumlah rawi, lalu ada seorang rawi meriwayatkannya
dari jalur lain yang tidak masyhur.”20

Contoh hadits ini adalah hadits yang diriwayatkan oleh At- Turmudzi dalam
al-Ilal, dari Abu Musa Al-Asy’ari dari Nabi ‫ﷺ‬, beliau bersabda:
‫الكافر يأكل في سبعة امعأ والمؤمن يأكل معى واحد‬
“Orang kafir itu makan sepenuh tujuh usus, sedangkan orang beriman maka
separuh satu usus.”

Sedangkan Mahmud Ath thahhan juga membagi hadits Gharib menjadi


dua dilihat dari tempat menyendirinya perawi, Hadits Gharib dibagi
menjadi dua bagian, yakni Gharib muthlaq dan Gharib Nisbi

a) Gharib Muthlaq

19
Fathul Bari, pada bagian akhir
20
Dr. Nuruddin ‘Itr, Ulumul Hadits, hlm. 421

8
• Definisi: adalah hadits yang terdapat al gharabah (kesendirian)
pada asal sanad. Dengan kata lain, ia merupakan Hadits yang
diriwayatkan oleh seorang perawi saja pada asal sanadnya.21
• Contoh Hadits:

ِ ‫ِإنَّ َما األ َ ْع َمال ِبالنِ َيا‬


‫ت‬

(Sesungguhnya amal-amal itu hanyalah tergantung dengan niatnya).


Umar bin Khattab meriwayatkan hadits ini seorang diri. Kesendirian
Umar bin Al-Khattab terus berlanjut sampai akhir sanad. Dan, hadits
ini telah diriwayatkan kesendiriannya oleh beberapa orang perawi.

Dan juga;

ُ ‫ع وال يُ ْو َه‬
)‫ب (أخرجه أحمد‬ ُ ‫ب ال يُبا‬ َ َّ‫الوال ُء لَ ْحمةٌ كلَحم ِة الن‬
ِ ‫س‬ َ

“Hamba Wala’ (pewaris budak adalah yang memerdekakannya)


adalah daging bagaikan daging nasab tidak boleh dijual dan tidak
boleh dihibahkan.” (H.R Ahmad)
Hadits di atas Gharib Muthlak, karena periwayatannya hanya
berasal dari Abdullah bin Dinar dari Ibnu Umar sendirian.

b) Hadits Gharib nisbi


• Definisi: Hadits yang kesendirian perawinya terletak di tengah
tengah sanad hadits. Atau hadits tersebut diriwayatkan oleh lebih
dari satu orang perawi pada sanad aslinya, kemudian ada satu
orang perawi yang menyendiri dalam periwayatan haditsnya dari
para perawi yang lain.
• Contoh: Hadits Malik dari Az Zuhri dari Anas bin Malik.

21
Mahmud Thahhan, Taisir Musthalahul Hadits, hlm 28. Dan diterjemahkan oleh Kamran
As’ad, hlm 37

9
‫علَى َرأْ ِس ِه ْال ِم ْغف َُر‬ ِ ْ‫سلَّ َم دَ َخ َل َم َّكةَ َي ْو َم ْالفَت‬
َ ‫ح َو‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ ‫ص َّل ه‬
َ ُ‫ّللا‬ َّ ‫ أَ َّن النَّ ِب‬.
َ ‫ي‬
“Bahwasanya Nabi ‫ ﷺ‬masuk Makkah pada hari penaklukannya
dengan memakai penutup kepala untuk perang” (HR. Bukhari dan
Muslim)
Kesendiriannya terletak pada Malik dari az zuhri
• Sebab penamaan
Bagian ini dinamakan dengan Gharib nisbi, karena posisi
kesendiriannya dinisbatkan kepada individu tertentu.

Sedangkan menurut referensi lain, hadits gharib dibagi menjadi 3 bagian:

• Gharib matnan la isnadan: hadits yang pada awalnya tunggal (fard)


kemudian pada akhirnya menjadi masyhur. Hadits ini menjadi
cabang dari hadits gharib isnadan wa matnan.
• Gharib ba’dhul matni: hadits yang sebagian rawinya menyendiri
dengan tambahan redaksinya. Contoh hadits:
“Bumi ini dijadikan sebagai masjid dan sarana bersuci bagiku”
Periwayatan hadits ini dari 9 orang sahabat dengan redaksi sama.
Akan tetapi periwayatan ‘Amr bin yahya bin ‘Umarah al-mazini dari
bapaknya; Abu Said al-Khudri dengan redaksi:
“Seluruh bumi itu masjid kecuali kuburan dan kamar mandi.”22
Hadits yang kedua ini harus dikembalikan kepada hadits yang
pertama
• Gharib ba’dhus Sanad (hadits gharib sebagian sanadnya) hadits
gharib ini termasuk dalam bagian hadits gharib isnada la matnan.

Kedua harits gharib terakhir ini (ba’dhul matni dan ba’dhus sanad) berkaitan
erat dengan pengetahuan tentang penambahan hadits oleh rawi tsiqat.

22
Dikeluarkan oleh At-Turmudzi dan dinali bercacat,2:31

10
Kitab yang memuat banyak hadits Gharib:
a. Musnad Al-Bazzar
b. Al-Mu’jam Al-Awsath, karya Ath thabarani
c. Gharaib Malik, Karya Ad Daraquthni

C. Hadits Fard
Pengertian hadits fard adalah

‫التفرد‬
ّ ‫ي وجه من وجوه‬
ّ ‫تفرد به راويه بأ‬
ّ ‫الحديث الفرد هو ما‬
Artinya: “Hadits fard adalah hadits yang rawinya menyendiri dengannya dari
segi manapun”
Hadits fard lebih umum daripada gharib dan mencakup hadits yang tidak ada
dalam hadits gharib. Hadits fard dibagi menjadi 2:23
a) Hadits fard muthlaq:
‫الرواة لم يروه احد غيره‬
ّ ‫تفرد به راويه عن جميع‬
ّ ‫الفرد المطلق هو ما‬

“Hadits fard muthlaq adalah hadits yang rawinya menyendirinya


dengannya dan tidak seorang rawi lain pun meriwayatkan.”

b) Hadits fard nisbi, adalah hadits yang kesendirian (tafarrud)-nya


berkaitan dengan suatu segi tertentu. Hadits ini mencakup segala macam
hadits dalam hadits isnadan la matnan dan meliputi bentuk tafarrud yang
lain, diantaranya:24
• Tafarrud al-tsiqat an al-tsiqat (menyendirinya rawi yang tsiqat dari
rawi lain yang tsiqat), yaitu hadits yang tidak diriwayatkan oleh rawi
tsiqat yang lain kecuali rawi tsiqat tersebut.
• Tafarrud al-rawi bi al-hadits ‘an rawin, yaitu hadits seorang rawi
tidak diriwayatkan kecuali oleh seorang rawi lainnya, meskipun
hadits tersebut diriwayatkan melalui beberapa jalur dari rawi yang
lain.

23
Dr. Nuruddin ‘Itr, Ulumul Hadits, hlm. 424
24
Dr. Nuruddin ‘Itr, Ulumul Hadits, hlm. 424

11
• Menyendirinya penduduk suatu daerah dengan hadits yang tidak
diriwayatkan oleh penduduk daerah lain. Seperti hadits dari
Sayyidah Aisyah bahwa Rasulullah ‫ﷺ‬, salat atas jenazah Suhail bin
Baidha’ di masjid.25 Al-Hakim berkata, “Sunah ini hanya
diriwayatkan oleh penduduk Madinah.”

Dengan demikian tampaklah kedekatan antara dua jenis hadits ini,


gharib dan fard, sehingga para muhadditsin berbeda pendapat, apakah
keduanya itu sejenis atau memang merupakan jenis hadits yang
berbeda.26 Yang lebih utama adalah menjadikannya dua jenis hadits
berbeda. Karena hadits fard jenis ketiga diatas tidak termasuk hadits
gharib.
Namun, ada juga beberapa ulama yang menggunakan nama lain
untuk menyebut hadits Gharib, yakni al fard dimana keduanya
merupakan sinonim. Namun, Sebagian ulama juga membedakan
keduanya dan menjadikan keduanya macam tersendiri. Adapun al-
hafizh ibnu hajar, menganggap keduanya sama, baik secara Bahasa dan
maupun secara istilah. Beliau berpendapat bahwa para ahli hadits telah
membedakan keduanya berdasarkan banyak atau sedikitnya
penggunaan, dan al-fard lebih banyak digunakan untuk al-fard al
muthlaq, sedangkan hadits Gharib lebih banyak digunakan untuk hadits
al-fard an nisbi.27
Diantara kitab yang membahas dan mencakup hadits fard ini
diantaranya yang paling penting adalah
a. kitab al-Sunan allati Tafarrada bikulli Sunnah Minha Ahlu
baldah, karya Abu Dawud al- Sijistani.
b. kitab Al-Afrad karya al-Daraquthni.

25
Al-Risalah al-Mustahrafah, hlm.85-86
26
Syarh al-Nukhbah, hlm. 28; ‘Ulumu al-hadits, hlm. 244; Fath al-Mughits, hlm.343
27
Mahmud Ath Thahhan, hlm 27. Dan diterjemahkan oleh Kamran As’ad, hlm 37

12
D. Hukum Hadits Fard Dan Hadits Gharib
Hukum kedua hadits ini berdasarkan terepenuhinya kriteria hadits shaih dan
hadits hasan atau tidak. Karena itu dari segi diterima dan ditolaknya hadits,
kedua hadits ini dibagi menjadi 3:28

1. Gharib shahih dan fard shahih, contoh:


‫انّما األعمال بالنّيات‬
“Sesungguhnya amal itu bergantung pada niatnya.....”

At-Turmudzi memberi tingkatan bagi hadits jenis ini dengan sebutan:

‫صحيح غريب‬

“Hadits ini hadits shahih gharib”

2. Gharib hasan dan fard hasan. Hadits ini banyak ditemui dalam Jami’ al-
Turmudzi, yang beliau menyatkan:

“Hadits ini hasan gharib dan tidak diketahui kecuali melalui jalur ini”

3. Gharib dhaif dan fard dhaif

Karena menyendirinya rawi dengan suatu hadits maka kemungkinan akan


terjadi sebuah kesalahan dan kecurigaan. Karena itu para ulama sangat
berhati-hati terhadapnya dan melarang memperbanyak
periwayatannya,bahkan sebagian menyebut kedua hadits ini (gharib dan
fard) dengan nama hadits munkar.

Berikut beberapa pendapat ulama terkait hadits gharib:

1. Al-Hafizh ibnu Rajab: “Ulama salaf sungguh memuji hadits masyhur dan
mencela hadits gharib secara global.”
2. Al-Imam Yusuf: “Barangsiapa mengikuti hadits gharib maka ia berdusta.”

28
Dr. Nuruddin ‘Itr, Ulumul Hadits, hlm. 426

13
3. Imam Ahmad: “Janganlah kamu tulis hadits-hadits gharib ini, karena
semuanya adalah hadits munkar dan secar umum berasal dari rawi yang
dhaif.”
4. Imam Malik: “Sejelek-jeleknya ilmu (hadits) adalah ilmu (hadits) gharib
dan sebaiknya-baiknya ilmu (hadits) adalah ilmu (hadits) yang jelas, yang
telah diriwayatkan oleh kebanyakn manusia.”29
5. Ibrahim al-Nakha’i: “Para ‘ulama membenci hadits gharib dan ucapan yang
asing.30
6. ‘Ali bin Utsman An-Nafili: Imam Ahmad berkata: “Sejelek-jeleknya hadits
adalah hadits gharib yang tidak bisa diamalkan dan diijadikan pegangan”
7. Imam Ahmad bin Yahya mendengar Imam Ahmad tidak sekali berkata:
“Janganlah tulis hadits-hadits gharib ini, karena hadits-hadits tersebut
dingkari (munkar) dan umumnya dhaif.”31
8. Dan masih banyak lagi pendapat ‘ulama terkait hadits gahrib.

Terlepas dari Hadits Gharib ini dianggap mungkar, asing, dhaif, jelek
dan negatif lainnya pada matannya. Kemungkinan yang mereka maksud adalah
Hadits Gharib dengan pengertian bahwa Hadits Gharib adalah Hadits yang
tidak jelas dan sulit dipahami, perlu beberapa penafsiran dan penakwilan dalam
memahami makna Hadits Gharib tersebut. Maka dari itu diperlukan ke-hati-
hatian dalam mencermati dan memeriksanya.

Seperti Hadits Gharib yang di anggap mempunyai makna yang tidak


jelas atau samar atau sangat jarang digunakan, tetapi Hadits ini menjadi salah
satu penafsiran terbaik, yaitu

‫ص ِلى قَائِ ًما فَإِ ْن لَم تَ ْست َِطع فَقَا ِعدًا فَإِن لَم تَ ْست َِطع فَ َعلَى َجنب‬
َ

29
Dr. Nuruddin ‘Itr, Ulumul Hadits, hlm. 427
30
Al-Kifaya, hlm. 140-143 dan Syarh ‘Ilal at-Turmudzi, hlm. 406-409
31
Al-Jami’ li ‘ulum al-imam Ahmad, bab ‘Ulum al-hadits, hlm. 414

14
“Shalatlah kamu dengan berdiri, namun kalua kamu tidak bisa, maka dengan
duduk. Dan jika masih tidak sanggup, maka dengan berbaring.”

Kata ‘ala janbin (berbaring) telah ditafsirkan pada Hadits ali bin abi thalib
dengan redaksi:

‫علَى َج ْن ِب ِه األ َ ْي َم ِن ُم ْستَ ْق ِب َل ال ِق ْبلَ ِة ِب َوجْ ِه ِه‬


َ .

“Di atas pinggangnya sebelah kanan, menghadap kiblat dengan wajahnya”

15
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Hadits ‘Aziz adalah hadits yang diriwayatkan oleh dua orang rawi
walaupun hanya dalam satu tingkatan. Sedangkan Hadits Masyhur adalah hadits
yang diriwayatkan oleh tiga orang rawi meskipun dalam satu tingkatan. Jika
suatu hadits diriwayatkan oleh dua orang rawi dan pada tingkatan selanjutnya
diriwayatkan oleh rawi yang tidak kurang dari dua rawi, makahadits tersebut
masih dikatakan Hadits ‘Aziz. Karena jumlah rawi yang lebih sedikit itu
mempengaruhii rawi yang lebih banyak dan status hadits tersebut dilihat dari
jumlah minimal rawi dalam setiap tingkatan. Hadits Gharib adalah hadits yang
diriwayatkan oleh seorang rawi yang menyendiri, baik menyendiri dalam arti
sebenarnya maupun menyendiri karena dirinya tidak dikenal sebagai ahl al-
hadits. Sedangkan Hadits Fard menurut sebagian ‘ulama merupakan kategori
yang sama dengan hadits gharib. Kalaupun ada yang memberikan perbedaan,
maka perbedaan itu tidak mengubah pendapat yang pertama karena perbedaan
yang sangat tipis.
Terkait hukum hadits-hadits diatas dilihat dari segi kualitasnya apakah
shahih, hasan, atau bahkan dhaif. Khusus hadits gharib ada sebagian ‘ulama
yang tidak memperbolehkan menggunakan hadits gharib sebagai hujjah.

B. Saran
Sebagai manusia yang tidak luput dari kesalahan dan kelalaian maka
kami memohon kepada pembaca makalah ini, khususnya dosen dan para
mahasiswa, unutk memberikan masukan terkait kesalahan dalam menysusn
materi dalam makalah ini agar dapat mejadi lebih baik.

16
DAFTAR PUSTAKA

Al Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani. Nukhbat An-Nazhar Ma’a Syarhiha Nuzhat An


Nazhar. Madinah Munawaroh: Maktabah Ilmiyah.

Al Kattani. Ar Risalah Al Mustathraqah li Bayan Masyhur Kutub As-Sunnah Al-


Musyarrafah. Dar Al-Fikr.

Al Khathib Al-Baghdadi. Al Kifayah fi ilm Ar Riwayah. Dairat Al Ma’arif Al-


Utsmaniyah. India. 1357 H

Al-Fairuz Abadi. Al Qamus Al- Muhit. Mesir: Mathba’ah Al Maimaniyah.

Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani. Nuzhat An-Nazhar Syarh Nukhbat Al-Fikar.


Madinah Munawaroh; Maktabah Ilmiyah.

As’ad, Kamran. 2022. Musthalahul Hadits. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar

As-Sakhawi. Fath Al-Mughits Syarh Akfiyyat Al-Hadits, tahqiq: Abdurrahman


Muhammad Utsman. Madinah Munawaroh: Maktabah As-Salafiyah

Dr. Nuruddin ‘Itr. 2017. Ulumul Hadits. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Ibnu Hajar Al-Asqhalani. 1379. Fathul Bari Syarah Shahih Bukhari. Beirut: Dar
Ma’rifat

Kandar, Nor. 2016. Syarah Ringkas Manzhumah Al-Baiquniyyah, terjemah Syarh


Manzhumah Al-Baiquniyyah. Surabaya: Pustaka Syahab.

Khalid Arrobbath, dkk. Al-Jami’ li Ulumil Imami Ahmad. Darul Falah.

Manna Khalil Al-Qathan. 2018. Studi Ilmu-Ilmu Qur’an. Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar

Muhammad bin Ismail Al- Bukhari. Kitab Al-Iman Shahih Bukhari.

Syaikh Dr Mahmud Ath-Thahhan. 1431 H/2010 M. Taysir Musthalah Al-Hadits.


Riyadh: Al-Ma’arif li An Nasyr wa At-Tauzi’.

17

Anda mungkin juga menyukai