Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ilmu hadits adalah ilmu yang sangat rumit dan menyisakan banyak
problematika ditengah-tengah umat, juga merupakan bagian dari ilmu yang harus
diketahui dan dipelajari oleh segenap kaum muslim, karena dewasa ini banyak
kita temukan sekelompok orang yang tidak bisa dikatakan kredibel dalam bidang
ilmu ini dengan sangat yakin melontarkan hadits demi hadits untuk menjustifikasi
apa yang dia lihat tanpa memperhatikan aspek apa saja yang harus dilalui.
Hadits mempunyai fungsi dan kedudukan begitu besar namun hadits tidak
seperti Al-Qur’an yang secara resmi telah di tulis pada zaman Nabi dan
dibukukan pada masa khalifah Abu Bakar As Shidiq. Sedangkan hadits baru
ditulis dan dibukukan pada masa khalifah Umar Ibn Abd Al Azizi (abad ke-2).
Dengan seiring perkembangan zaman banyak sekali hadits-hadits yang muncul.
Sehingga kita perlu mempelajari ilmu tentang hadits dan pembagian hadits.
Diketahui bahwa macam-macam hadits yaitu shahih, hasan dan dho’if.
Dibuatnya makalah ini selain untuk pemenuhan tugas, juga untuk
menambah wawasan penulis karena pembuatan makalah ini sebagai media untuk
muthala’ah kembali bagi penulis. Karena kesadaran penulis akan ketidak lepasan
manusia dari kealpaan.
Semoga dapat memberi manfaat bagi penulis dan pembaca dan di
kemudian hari, sebagai penganut agama yang berpijak pada agama yang
menjunjung tinggi rahmatan lil ‘alamin, bisa lebih berlapang dada dalam
menerima perbedaan pandangan mengenai hadits dha’if pada khususnya dan
masalah furu’iyah pada umumnya.

1
Tugas Mata Kuliah Ulumul Hadist
B. Rumusan Masalah
1. Apa Definisi Hadits Dha’if?
2. Apa Saja Kriteria Hadits Dha’if?
3. Apa saja Hadist Dha’if yang disebabkan celanya seorang perawi
4. Apa Saja Perbuatan Perawi yang menyebabkan Hadist menjadi Dhoif
5. Bagaimana Kehujjahan Hadits Dha’if?
6. Bagaimana Hukum Mengamalkan Hadist Dhaif?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Definisi Hadits Dha’if
2. Untuk mengetahui Kriteria-kriteria Hadits Dha’if
3. Untuk mengetahui Hadist Dha’if yang disebabkan celanya seorang perawi
4. Untuk mengetahui Perbuatan Perawi yang menyebabkan Hadist menjadi
Dhoif
5. Untuk Mengetahui Kehujjahan Hadits Dha’if
6. Untuk Mengetahui Hukum Mengamalkan Hadist Dhaif?

2
Tugas Mata Kuliah Ulumul Hadist
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Hadits Dha’if


Kata dha’if menurut bahasa berasal dari kata dhuifun yang berarti lemah
lawan dari kata qawiy yang berarti kuat. Maka sebutan hadits dha’if, secara
bahasa berarti hadits yang lemah atau hadits yang tidak kuat.
Hadits dha’if ialah hadis yang tidak bersambung sanadnya dan
diriwayatkan oleh orang yang tidak adil dan tidak dhobit, syadz, dan cacat. Atau
menurut Imam Nawawi , yaitu hadis yang tidak memenuhi kualifikasi hadits
shahih maupun hadits hasan. Ke-dho’ifan suatu hadis akan berbeda-beda, seperti
halnya perbedaan pada tingkat ke-shahihan dalam sebuah hadis shahih. Diantara
kategori hadis dho’if ada hadis yang mempunyai “gelar khusus” seperti Hadits
Maudhu’, Hadits Syadz, dll.
Hadits sudah kita ketahui maknanya secara bahasa dan istilah. Sedangkan
dha’if secara bahasa diambil dari ُ‫ضعْف‬
َّ ‫ ال‬atau ُ‫ الضُّ عْف‬yang mempunyai kesamaan
makna dengan ‫ض ُّد ْالقُوَّة‬,
ِ yaitu sebaliknya kuat (lemah). Sedangkan menurut istilah,
hadits dha’if adalah hadits yang tidak terkumpul di dalamnya sifat-sifat
diterimanya hadits. Dapat dikatakan pula hadits dha’if termasuk hadits yang
mardud.
Menurut Imam an-Nawawi, hadits dha’if adalah hadits yang di dalamnya
tidak terdapat syarat-syarat hadits shahih dan syarat-syarat hadits hasan. Ada
pendapat lain yang lebih tegas dan jelas di dalam mendefinisikan hadits dha’if ini,
yaitu menurut pendapatnya Nur ad-Din ‘Atr. Beliau berpendapat hadits dha’if
adalah hadits yang hilang salah satu saja syaratnya dari syarat-syarat hadits
maqbul (hadits yang shahih atau hadits yang hasan).
Hadits dhaif adalah bagian dari hadits mardud. Dari segi bahasa dhaif
berarti lemah, lawan dari al-qawi yang berarti kuat. Kelemahan hadits dhaif ini

3
Tugas Mata Kuliah Ulumul Hadist
karena sanad dan matannya tidak memenuhi kriteria hadits kuat yang diterima
sebagian hujjah. Menurut istilah, hadits dhaif adalah hadits yang tidak
menghimpun sifat hadits shahih dan hasan. Jadi, hadits dhaif adalah hadits yang
tidak memuhi sebagian atau semua persyaratan hadits hasan atau shahih, misalnya
sanadnya tidak bersambung (muttasil) , para perawinya tidak adil dan tidak
dhabit, terjadi keganjilan, baik dalam sanad atau matan (syadz), dan terjadinya
cacat yang tersembunyi(‘illat) pada sanad atau matan.
Contoh hadits dhaif yaitu, hadits yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi
melalui jalan Hakim Al-Atsram dari Abu Tamimah Al-Hujaimi dari Abu
Hurairah dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “ Barang
siapa yang mendatangi pada seorang wanita menstruasi (haid) atau pada seorang
wanita dari jalan belakang (dubur) atau pada seorang dukun, maka ia telah
mengingkari apa yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa
sallam.”
Berdasarkan definisi rumusan di atas, dapat dipahami bahwa hadits yang
kehilangan salah satu syarat dari syarat-syarat Hadits Shahih atau Hadits Hasan,
maka hadis tersebut dapat dikategorikan sebagai Hadits Dhaif. Artinya jika salah
satu syarat saja hilang, disebut Hadits Dha`if. Lalu bagaimana jika yang hilang itu
dua atau tiga syarat? Seperti perawinya tidak adil, tidak dhabit, atau dapat
kejanggalan dalam matannya. Maka hadits yang demikian, tentu dapat dinyatakan
sebagai Hadits Dha`if yang sangat lemah sekali.

B. Kriteria-kriteria Hadits Dha’if


Kriteria hadits dhaif yaitu hadits yang kehilangan salah satu syaratnya
sebagai hadits shahih dan hasan. Dengan demikian, hadits dhaif itu bukan tidak
memenuhi syarat-syarat hadits shahih, juga tidak memenuhi persyaratan hadits-
hadits hasan. Para hadits dhaif terdapat hal-hal yang menyebabkan lebih besarnya
dugaan untuk menetapkan hadits tersebut bukan berasal dari Rasulullah SAW.

4
Tugas Mata Kuliah Ulumul Hadist
Kehati-hatian dari para ahli hadits dalam menerima hadits sehingga
mereka menjadikan tidak adanya petunjuk keaslian hadits itu sebagai alasan yang
cukup untuk menolak hadits dan menghukuminya sebagai hadits dhaif. Padahal
tidak adanya petunjuk atas keaslian hadits itu bukan suatu bukti yang pasti atas
adanya kesalahan atau kedustaan dalam periwayatan hadits, seperti kedhaifan
hadits yang disebabkan rendahnya daya hafal rawinya atau kesalahan yang
dilakukan dalam meriwayatkan suatu hadits. Padahal sebetulnya ia jujur dan
dapat dipercaya. Hal ini tidak memastikan bahwa rawi itu salah pula dalam
meriwayatkan hadits yang dimaksud, bahkan mungkin sekali ia benar. Akan
tetapi, karena ada kekhawatiran yang cukup kuat terhadap kemungkinan
terjadinya kesalahan dalam periwayatan hadits yang dimaksud, maka mereka
menetapkan untuk menolaknya.
Demikian pula kedhaifan suatu hadits karena tidak bersambungnya sanad.
Hadits yang demikian dihukumi dhaif karena identitas rawi yang tidak tercantum
itu tidak diketahui sehingga boleh jadi ia adalah rawi yang dhaif. Seandainya ia
rawi yang dhaif, maka boleh jadi ia melakukan kesalahan dalam meriwayatkan-
nya. Oleh karena itu, para muhadditsin menjadikan kemungkinan yang timbul
dari suatu kemungkinan itu sebagai suatu pertimbangan dan menganggapnya
sebagai penghalang dapat diterimanya suatu hadits. Hal ini merupakan puncak
kehati-hatian yang kritis dan ilmiah.
Dengan memandang definisi yang telah disebutkan, maka dapat diketahui
bahwa kriteria-kriteria hadits dha’if adalah sebagai berikut:
1. Sanadnya terputus.
2. Periwayatnya tidak adil.
3. Periwayat tidak dhabith.
4. Mengandung syadz (kejanggalan).
5. Mengandung illat (cacat).

5
Tugas Mata Kuliah Ulumul Hadist
C. Hadist Dha’if yang disebabkan celanya seorang perawi
Ada banyak sekali macam-macam hadits dha’if, sehingga harus diketahui
pengelompokannya. Pengelompokannya adalah sebagai berikut:
1. Dilihat Dari Segi Perawi Hadits
a. Hadits Matruk (‫) َم ْترُوْ ك‬, adalah hadits yang diriwayatkan oleh seorang rawi
yang disepakati atas kelemahannya, seperti dicurigai berdusta, dicurigai
kefasikannya, pelupa, banyak keragu-raguannya, atau suatu hadits hanya
diriwayatkan oleh satu orang, seperti riwayat Umar bin Syamr, dari Jabir,
dari Harits, dari ‘Ali RA. ‘Amr di sini terkena sifat matrukul hadits.
Para ulama memberikan batasan‫ع‬
ٙ hadits matruk adalah hadits yang
diriwayatkan oleh orang yang tertuduh pernah berdusta (baik berkenaan
dengan hadits atau mengenai urusan lain), atau tertuduh pernah
mengerjakan maksiat, atau lalai, atau banyak fahamnya.
Contoh :

‫ ل ﻗﺎ ﻋلي ﻋن‬: ‫ َﻣ ْن ل ﻗﺎ‬:‫صاَّل هللِ َعلَ ْي ِه َو َسلّ َم‬ َ ِ ‫َرسُوْ اُل هَلل‬
َ
‫ﺍﻷﺨ َﺮﺓ‬
ِ ‫ﻓﻰ‬ِ َ ‫ﻓﻰﺍﻟ ّﺪ ْﻧﻴﺎَﺍُ ْﻋ ِﻄﻳَﻬﺎ‬
ِ َ ‫ﻗَ َرٲاﻟﻗُرآنَ ﻓَﻟَﻪُ ِﻣﺌَﺗﺎ َ ِﺪﻴْﻧﺎ َ ٍرﻓﻟَ ْﻡﻳُ ْﻌﻄَﻬﺎ‬
Artinya:
“Dari Ali bin Abi Thalib ia berkata: Telah bersabda Rasulullah SAW:
Barang siapa yang mmembaca Al-Qur’an maka baginya balasan 200
dinar. Jika dia tidak di dunia dia akan diberi di akhirat”.
Yahya bin Ma’iin mengatakan dalam hadits ini ada rawi yang bernama
‘Amar bin Jumai’ yang termasuk salah seorang pendusta. Ibnu Hibban
juga mengatakan perawi tersebut sering meriwayatkan hadits-hsdits palsu.
b. Hadits Munkar (‫) ُم ْن َكر‬, adalah hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang
lemah yang bertentangan dengan rawi yang lebih kuat darinya dari sisi
ketsiqahannya. Perbandingannya adalah hadits ma’ruf (‫ رُوْ ف‬x‫ ) َم ْع‬adalah
hadits yang diriwayatkan oleh perawi tsiqah yang bertentangan dengan
perawi yang lemah, seperti hadits riwayat Ibnu Abi Hatim, dari jalurnya

6
Tugas Mata Kuliah Ulumul Hadist
Hubaib bin Habib, dari Abi Ishaq, dari al-‘Izar bin Huraits, dari Ibnu
Abbas, dari Rasulullah beliau bersabda:
َ‫الجنَّة‬ َ ‫صاَل ةَ َو َأتَى ال َّز َكاةَ َو َح َّج َو‬
َّ ‫صا َم َو قَ َرى ال‬
َ ‫ د ََخ َل‬, َ‫ضيْف‬ َّ ‫َمنْ َأقَا َم ال‬
Artinya:
“barang siapa mendirikan shalat, menunaikan zakat, melakukan haji,
berpuasa, dan menjamu tamu, maka dia masuk surga”.
Ibnu Abi Hatim berkata: Hadits ini munkar, karena terdapat rawi yang
kredibel yaitu Abi Ishaq dan rawi yang kurang kredibel yaitu Hubaib.
c. Hadits Mudraj (‫ ْد َرج‬xxx‫) ُم‬,adalah hadits yang dimasuki sisipan, yang
sebenarnya bukan bagian hadits itu. Contoh:

‫ والزعيم الحميل لمن أمن بي‬،‫انا زعيم‬ :‫قال رسولوهللا صلي هللا عليه وسلم‬
)‫واسلم وجاهدفي سبيل هللا يبيت في ريض الجنة (رواه النسائ‬
Artinya:
“Rasulullah Saw bersabda: saya itu adalah Zaim dan Zaim itu adalah
penanggungjawab dari orang yang beriman kepadaku, taat danberjuang
di jalan Allah, dia bertempat tinggal di dalam surge.” (HR. Nasai)
Dalam meriwayatkan hadits ini, Washil al-Ahdab tidak menyebutkan
Umar bin Surahbil, tetapi dia meriwayatkan dari Abi Wa’il yang
menerima langsung dari Ibnu Mas’ud. Jadi, penyebutan Umar bin
Syurahbil merupakan sisipan (tadrij) pada riwayat Manshur dan al-
A’masy.
d. Hadits Maqlub (‫) َم ْقلُوْ ب‬, adalah hadits yang terdapat didalamnya terdapat
perubahan, baik dalam sanad maupun matannya, baik yang disebabkan
pergantian lafaz lain atau disebabkan susunan kata yang terbalik, contoh:

‫إذا سجد احدكم فال يبرك كمايبرك البعير وليضع يديه قبل وكبته‬
Artinya:

7
Tugas Mata Kuliah Ulumul Hadist
“Apabila salah seorang kamu sujud, jangan menderum seperti
menderumnya seekor unta, melinkan hendaknya meletakkan kedua
tanggannya sebelum meletakan kedua lututnya,” (HR. Al- Turmudji, dan
mengatakakannya hadits ini gharib)
Hadits ini maqlub, karena Hammad mengganti Suhail bin Abi Shalih
dengan al-A’masy.
e. Hadits Mudltharib (‫) ُمضْ طَ ِرب‬, adalah hadits yang diriwayatkan oleh orang
yang berbeda-beda, akan tetapi syarat-syarat diterimanya dari beberapa
rawi tersebut sama di dalam kekuatannya, sekira ada pertentangan dari
segala arah, maka tidak bisa dijam’u, dinaskh, dan ditarjih, seperti hadits
riwayat at-Tirmidzi, dari jalur Abu Bakar, sesungguhnya ia bertanya
kepada Nabi saw demikian:
‫شيَّبَ ْتنِ ْي ه ُْو ٌد َو َأ َخ َواتُ َها‬ ِ َ‫س ْو َل هللاِ َأ َراك‬
َ :‫شبْتَ ؟ قَا َل‬ ُ ‫يَا َر‬
Menurut Daru Quthniy, hadits ini termasuk hadits mudltharib, sebab
hanya diriwayatkan dari satu jalur matarantai sanad, yaitu Abu Ishaq,
tetapi dari jalur ini pula banyak ditemukan kerancuan dalam matarantai
sanad yang jumlahnya lebih dari sepuluh redaksi, di antaranya ada yang
mengatakan bahwa:
1) Hadits tersebut diriwayatkan secara muttashil.
2) Hadits tersebut diriwayatkan secara mursal.
Bahkan para ulama mempertentangkan masalah yang berhubungan
dengan matarantai sanad, di antaranya ada yang mengatakan bahwa:
1) Hadits tersebut bersumber dari periwayatan Abu Bakar. Dan dari jalur
ini, bisa dilihat dari beberapa jalur yang berfariatif, di antaranya
adalah:
a) Dari Ikrimah, dari Abu Bakar.
b) Dari al-Barra’, dari Abu Bakar.
c) Dari Abu Yasrah, dari Abu Bakar.

8
Tugas Mata Kuliah Ulumul Hadist
d) Dari ‘Alqamah, dari Abu Bakar.
2) hadits tersebut bersumber dari musnad Sa’ad.
3) Hadits tersebut bersumber dari musnad Aisyah dan sebagainya.
Padahal semua rawi tersebut adalah tsiqah sehingga tidak memungkinkan
untuk dicarikan tarjihnya, bahkan untuk mengkompromikan saja dianggap
tidak beralasan (ma’dzur).
f. Hadits Mushahhaf (‫حَّف‬x ‫ص‬
َ ‫) ُم‬, hadits yang terjadi perubahan huruf atau
makna di dalamnya atau di dalam sanadnya, seperti contoh hadits:
‫صيَ ِام ال َّد ْه ِر‬ ِ ُ‫ضانَ َو َأ ْتبَ َعه‬
َ ْ‫ستًّا ِمن‬
ِ ‫ َكانَ َك‬,‫ش َّوا ٍل‬ َ ‫صا َم َر َم‬
َ ْ‫َمن‬
Kemudian hadits tersebut ditashhif oleh Abu Bakr ash-Shuuliyu pada
lafadz ‫ ِستًّا‬menjadi ‫ َش ْيًأ‬.
g. Hadits Muharraf (‫) ُم َحرَّف‬, adalah hadits yang terjadi perubahan syakl di
dalamnya atau di dalam sanadnya, maksudnya terjadi perubahan pada
harakat-harakatnya atau pada sukun-sukunnya, seperti pada hadits:
‫سلَّ َم‬
َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو‬
َ ِ‫س ْو ُل هللا‬ ِ ‫ُر ِم َي ُأبَ ٌّي يَ ْو َم اِإْل ْحزَا‬
ُ ‫ فَ َك َواهُ َر‬,‫ب َعلَى َأ ْك َحلِ ِه‬
Hadits tersebut ditahrif oleh Ghundar dengan melafalkan ‫ي‬ ٌّ َ‫ ُأب‬menjadi ‫َأبِ ْي‬

D. Perbuatan Perawi yang menyebabkan Hadist menjadi Dhoif


Karena cacatnya perawi yang meriwayatkan hadits tersebut, juga
memunculkan berbagai pembagian, yaitu Maudhu (palsu), Mungkar, Ma’ruf,
Syadz, Muallal, Mukhalafah li as-Siqqah, Mudraj, Muththarrib, Maqlub, dan
beberapa jenis yang lain. Ada beberapa sebab terjadinya daif dalam kategori
kedua ini:
Pertama, sering berbohong (muttaham bi al-kadzab): yakni rawi tersebut
diketahui sering berbohong dalam ucapannya sehari-hari tetapi tidak diketahui
apakah ia berbohong atau tidak dalam meriwayatkan hadits. Konsekuensi dari
sebab ini adalah menjadikan hadits yang diriwayatkan menjadi hadits matruk.

9
Tugas Mata Kuliah Ulumul Hadist
Kedua, fasiq: perawi tersebut pernah melakukan suatu dosa besar atau
terus-menerus melakukan dosa kecil.
Ketiga, pelaku bid’ah: rawi melakukan bid'ah, baik dalam keyakinan
maupun perbuatan.
Keempat, tidak dikenali (jahâlah al-ʽain): perawi tidak dikenal atau tidak
diketahui perilakunya. Empat sebab yang telah disebutkan di atas merupakan
sebab kecacatan rawi dalam segi ʽadalah (keadilan).
Sedangkan sebab berikut adalah sebab kecacatan rawi dalam segi
kedhabitan:
Pertama, sering melakukan kesalahan (fahsy al-ghalaṭ): Hafalan sangat
buruk, lebih banyak salah daripada benarnya dalam meriwayatkan hadits.
Kedua, sering lupa (ghaflah).
Ketiga, jelek hafalannya (sû’ al-ḥifdz): Jeleknya hafalan rawi sehingga ia
sering salah dalam dalam meriwayatkan hadits.
Keempat, ragu-ragu (wahm): Rawi sering salah sangka dalam
periwayatan, semisal mengira atsar yang mauquf menjadi hadits marfu', mengira
hadits munqathi' adalah muttasil.
Kelima, berbeda dengan riwayat orang-orang yang terpercaya Oleh
karena itu, karena hadits menjadi landasan hukum setelah Al-Qur’an maka ia
harus dipastikan kesahihannya, terlebih harus dipastikan siapa yang
meriwayatkan hadits tersebut, apakah periwayat tersebut memiliki sifat yang
sama sebagaimana sebab-sebab dalam kategori di atas. Jika benar, maka hadits
yang diriwayatkan bisa termasuk dalam kategori dhaif atau bahkan maudhu'
(palsu). Sebab dan kriteria di atas juga bisa kita gunakan untuk menilai suatu
berita yang dibawa oleh seseorang. Jika pembawa berita tersebut ternyata
memiliki sifat atau kriteria yang sesuai dengan kecacatan rawi di atas, maka perlu
juga kita pertanyakan keabsahan berita yang dibawanya. Wallahu A’lam.

10
Tugas Mata Kuliah Ulumul Hadist
E. Kehujjahan Hadits Dha’if
Hadits dha’if termasuk hadits yang dihukumi mardud (ditolaknya hujjah
darinya) memandang hukum aslinya. Setelah dikaji lebih mendalam terjadi
perbedaan pendapat di dalam menjadikan hadits ini sebagai hujjah sebagai
berikut:
1. Haram secara mutlak menurut sebagian kecil ulama, seperti al-Hafizh Ibn al-
Arabi al-Maliki, Ibn Hazm, Syihab al-Khafaji, Ahmad Syakir (penulis Syarkh
Nazhm Alfiyah as-Suyuthi), Nashiruddin al-Albani (Muhaddits Salafi
Wahabi) dan lain-lain.
2. Boleh secara mutlak menurut Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Abu Dawud
dan lain-lain. Bahkan menurut kesepakatan Hanafiyah lebih memprioritaskan
hadits dha’if daripada qiyas. Selain itu, Imam Malik juga memprioritaskan
hadits mursal, munqathi’, mu’allaq, dan ucapan sahabat daripada qiyas.
3. Kondisional (menurut mayoritas ulama); jika berkaitan dengan akidah dan
hukum (halal dan haram), maka tidak boleh. Sedangkan bila berkaitan dengan
keutamaan amal, menakut-nakuti, dan memotifasi amal, tafsir dan cerita,
maka boleh.

F. Hukum Mengamalkan Hadist Dhaif


Adapun hukum mengamalkan hadits dhaif, secara teori, imam
Syamsuddin bin Abdurrahman al-Sakhowi murid dari al-Hafid Ibnu Hajar al-
Asqalani menyebutkan ada 3 madzhab dalam mengamalkan hadits dhaif, antara
lain:
Pertama: Boleh mengamalkan hadits dhaif secara mutlak, baik dalam
fadhail a'mal, maupun dalam hukum syariat (halal, haram, wajib dan lain-lain)
dengan syarat dhaifnya tidak dhaif syadid (lemah sekali), dan juga tidak ada dalil
lain selain hadits tersebut, atau dalil lain yang bertentangan dengan hadits
tersebut. Prof. Dr. Nuruddin Itr mengatakan dalam manhaj al-naqd fi ulum al-

11
Tugas Mata Kuliah Ulumul Hadist
haditsnya bahwa ini adalah pendapat Imam Ahmad dan Imam Abu Dawud.
Imam Ahmad berkata: hadits dhaif lebih kami sukai dari pada pendapat ulama
(ra'yu), karena dia tidak mengambil dalil qiyas kecuali jika tidak ada nash lagi .
Imam Ibnu Mandah juga berkata: imam Abu Dawud meriwayatkan hadits
dengan sanad yag dhaif jika tidak ada dalil lain selain hadits tersebut, karena
menurut Abu Dawud hadits dhaif lebih kuat dari pada Prof. Dr. Khalil Mula al-
Khatir dalam salah satu kajiannnya yang berjudul "khuthurah Musawati al-Hadits
al-Dhaif Bil Maudhu '' menyatakan bahwa diantara para ulama hadits dan fuqoha
yang mengikuti madzhab ini adalah Imam Malik, Imam Abu Hanifah, Imam
Syafi'I, Imam Ibnu Hazm, Imam Abu hatim al-Razi, Imam al-Auzai, Imam
Sufyan al-Tsauri.
Kedua: Boleh dan sunnah mengamalkan hadits dhaif dalam hal fadhail
a'mal, zuhud, nasehat, kisah-kisah, selain hukum syariat dan akidah, selama
hadits tersebut bukan hadits maudu' (palsu). Ini adalah madzhab jumhur ulama
dari muhaditsin, fuqoha dan ulama yang lain. Diantara ulama yang berpendapat
madzhab ini adalah Imam Ibnu alMubarak, Imam Abdurahman bin al-Mahdi,
Imam Ibnu al-Shalah, Imam al-Nawawi, Imam al-Sakhawi, dan para ulama
hadits yang lain, bahkan Imam al-Nawawi menyatakan kesepakatan ulama
hadits, ulama fuqoha dan ulama-ulama yang lain dalam mengamalkan hadits
dhaif dalam hal fadhail a'mal, zuhud, kisah-kisah dan halhal yang lain selain
perkara yang berhubungan dengan hukum syariat dan akidah Dalam
mengamalkan hadits dhaif dalam hal fadhail a'mal, para ulama mensyaratkan 3
hal; yaitu:
1). Hadits tersebut tidak boleh syadid dhaif (lemah sekali).
2). Hadits tersebut masuk dalam salah satu kaidah syariat islam.
3). Ketika mengamalkannya kita tidak boleh menyakini kebenaran hadits
tersebut, supaya tidak menisbatkan sesuatu yang tidak diucapkan oleh
baginda nabi.

12
Tugas Mata Kuliah Ulumul Hadist
Ketiga: Tidak boleh mengamalkan hadits dhaif secara mutlak, baik dalam
hal fadahil a'mal maupun dalam hukum syariat. Ini adalah madzhab Imam Abu
Bakar Ibnu alArabi, al-Syihab al-Khafaji, dan al-Jalal al-Dawwani.
Sekarang kita akan menganalisa pengamalan hadits dhaif dari para ulama
hadits sekaligus ulama fiqih secara praktis. Imam Malik semisal, Imam Ibnu
Abdil Bar dalam Tamhidnya menyatakan ada 61 hadits dengan shigat balaghat
(disampaikan) dan hadits mursal, namun semuanya disambungkan sanadnya
oleh beliau.Dan hadist dengan bentuk balaghot dan hadist mursal termasuk
dalam kategori hadist dhaif. Contoh lain dalam masalah mengusap kaos kaki
dalam bersuci, Imam Malik tidak menentukan waktunya berdasarkan perkataan
sahabat dan tabi'in, padahal ada hadits nabi dengan sanad muttasil menentukan
waktunya, 3 hari untuk musafir, sehari semalam untuk muqim Imam Abu
hanifah berpendapat tertawa dalam shalat dapat membatalkan wudhu' dan
shalat sekaligus. itu didasarkan kepada hadist mursal yang diriwayatkan Imam
al-Hasan al-Basri, meskipun para ulama hadits mendhaifkan hadits tersebut.
Contoh lain, imam Abu Hanifah memperbolehkan wudhu' dengan air
anggur, dan mendahulukan hadits tentang wudhu' dengan air anggur dari pada
qiyas, meskipun hadits tersebut dhaif Imam Syafi'i memperbolehkan shalat di
Makkah di waktu terlarang untuk shalat, meskipun hadits tersebut dhaif. Beliau
juga mendahulukan hadits siapa yang muntah atau mimisan, maka hendaklah
berwudhu' dan meneruskan shalatnya, dari pada qiyas, meskipun hadits tersebut
dhaif Imam Ahmad mengambil hadits ( ‫اء‬xx‫انوانذجاو انذائك إل أكف‬x ‫)اض‬
ُ "manusia
sederajat, kecuali penganyam dan pembekam" dalam syarat pernikahan,
meskipun hadits tersebut dhaif. Dan banyak lagi contoh-contoh yang
menunjukkan bahwa para ulama hadits dan ulama fiqh mengamalkan hadits
dhaif dalam fadhail a'mal dengan 3 syarat dia atas, bahkan diamalkan dalam
hukum fiqih, dengan syarat hadits tersebut tidak maudhu' (palsu) dan tidak ada
dalil selain hadits tersebut. Wallahu a'lam.

13
Tugas Mata Kuliah Ulumul Hadist
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hadits dha’if adalah hadits yang tidak memenuhi syarat-syarat bias
diterima sebagai hadits shahih dan hadits hasan. Sebab kedha’ifan hadits karena
tiga hal yaitu, dha’if dari sudut sandaran matannya, dari segi sanadnya yang
terputus, dan dari sudut kecacatan rawinya. Hadits dha’if termasuk banyak
ragamnya dan mempunyai perbedaan derajat satu sama lain, disebabkan banyak
sedikitnya syarat-syarat hadits shahih atau hasan.
1. Hadis dhoif merupakan hadis yang di dalamnya tidak terdapat syarat-syarat
hadis shohih dan syarat-syarat hadis hasan. Hadis dhoif ini memilki penyebeb
mengapa bisa tertolak di antaranya dengan sebab-sebab dari segi sanad dan
juga dari segi matan.
2. Kriteria hadis dhoif adalah karena sanadnya ada yang tidak
bersambung,kurang adilnya perawi,kurang dhobiyhnya perawi dan Ada syadz
dalam hadis tersebut.
3. Hadis dhoif terbagi menjadi beberapa kelompok baik itu yang didasarkan
pada pembagian berdasarkan sanad hadis atau juga matan hadis.
4. Dalam menyikapi penerimaan dan pengamalan hadis dhoif ini terhadi
khilafiah di kalangan ulama,ada yang membolehkannya dan ada juga yang
secara mutlak tidak membolehkan beramal dengan hadis dhoif tersebut.untuk
fadlailul ‘amal dan naasehat kebajikan dengan syarat-syarat tertentu.

14
Tugas Mata Kuliah Ulumul Hadist
B. Saran
Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak terdapat
kekurangan dan kekhilafan oleh karena itu, kepada para pembaca kami
mengharapkan saran dan kritik ataupun tegur sapa yang sifatnya membangun
akan diterima dengan senang hati demi kesempurnaan makalah selanjutnya
Dari hasil pembuatan makalah ini, pembaca dapat memahami yang
disampaikan leh penulis, dan tidak salah lagi membedakan antara hadits shahih,
hadits hasan, dan hadits dha’if.

15
Tugas Mata Kuliah Ulumul Hadist
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Majid Khon, Ulumul Hadits, Jakarta: Amzah.2013.

H.M. Ahmad, dkk, Ulumul Hadits. Bandung: CV. Pustaka Setia, 2006.
Hadi Saeful. Ulumul Hadits. Kulon Progo: Sabda Media.2013
Hasan al-Mas’udi, Minhah al-Mughits, Surabaya: Andalas.
Idri, Studi Hadits, Jakarta: Kencana, 2013.
M. Ma’shum Zein, Ulumul Hadits & Musthalah Hadits. Cet. I, Jombang: Darul
Hikmah, 2008.

Mahmud ath-Thahhan, Taisir Musthalah al-Hadits, Cet. VII, Surabaya: al-Hidayah.

Mohammad Nor Ichwan. Studi Ilmu Hadits. Semarang Rasail, 2007.

Mudasir, Ilmu Hadis, Cet. V, Bandung: Pustaka Setia, 2010.

Muhammad Ahmad. M. Mudzakir, Ulumul Hadits. Bandung: CV. Pustaka Setia.


2000.
Muhammad ‘Alawi al-Maliki, al-Minhal al-Lathif.Dar ar-Rahmah.

Munzier  Suparto, Ilmu  Hadis. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2003.

Nur Hidayat Muhammad, Hujjah Nahdliyah. Cet.I.Surabaya: Khalista. 2012

Qosim Koho, Himpunan Hadits Lemah dan Palsu. Surabaya: PT Bina Ilmu, 2003.

Syarif Hade Masyah, Dasar-dasar Ilmu Hadis. Jakarta: Pustaka Firdaus, Cet. I, 2001.

https://islam.nu.or.id/ilmu-hadits/sebab-sebab-hadits-menjadi-dhaif-xdUVi

16
Tugas Mata Kuliah Ulumul Hadist
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya
Makalah Ulumul Hadits tentang Hadits Dhaif. Dengan adanya makalah ini kita
sebagai umat muslim diharapkan mengetahui bagaimana cara kita bersikap dalam
menghadapi hadits dhaif tersebut karena hal ini akan langsung berkaitan dengan
aqidah dan ibadah-ibadah kita kepada Allah SWT.
Penulisan makalah ini adalah salah satu tugas mata Kuliah Ulumul Hadits di
STAI Natuna. Dalam penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan
baik dalam teknis penulisan maupun materi, mengingat kemampuan yang dimiliki
kami. Serta kami mengucapkan banyak terima kasih untuk pihak-pihak yang telah
membantu kami. Semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal kepada mereka
yang telah memberikan bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung. Amin
Yaa Rabbal ‘Alamiin.

Natuna, 1 Nopember 2022

Penulis

i
17
Tugas Mata Kuliah Ulumul Hadist
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ...............................................................................
.....................................................................................................i
DAFTAR ISI ..............................................................................................
.....................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................
..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................
..............................................................................................2
C. Tujuan Penulisan..................................................................
..............................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Hadits Dha’if..........................................................
..............................................................................................3
B. Kriteria-kriteria Hadits Dha’if..............................................
..............................................................................................4
C. Hadist Dha’if yang disebabkan celanya seorang perawi ..... 6
D. Perbuatan Perawi yang menyebabkan Hadist
menjadi Dhoif ...................................................................... 9
E. Kehujjahan Hadits Dha’if.....................................................
..............................................................................................11
F. Hukum Mengamalkan Hadist Dha’if................................... 11
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan...........................................................................
..............................................................................................14

18
Tugas Mata Kuliah Ulumul Hadist
B. Saran.....................................................................................
..............................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA

MACAM-MACAM HADIS’T DHOIF YANG DISEBABKAN TERCELANYA


SEORANG PERAWI
ii Tugas Mata Kuliah
Disusun Guna Memenuhi
Ulumul Hadist
Dosen Pengampu :
Said Muhammad rahimin , S.AG.,MM

Disusun Oleh Kelompok 6 :


Azmi

19
Tugas Mata Kuliah Ulumul Hadist
1215.220.025
Agusnawati
1215.220.020
Julia
1215.220.042

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARI’AH ISLAM


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) NATUNA
Kampus STAI Natuna Kompleks Gerbang Utaraku - Ranai Natuna 2022 M. /
1444 H.

20
Tugas Mata Kuliah Ulumul Hadist

Anda mungkin juga menyukai