Anda di halaman 1dari 7

PEMBAGIAN HADITS MAQBUL DARI SEGI KUALITASNYA

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Ujian Akhir Semester Pendek

Ulumul Hadits I

Dosen Pengampu:

Lutfhil Haqim S.H

Disusun Oleh:

Fakhrudin Indra Jaya NIM :2016.01.01.457

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR'AN DAN TAFSIR

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) AL ANWAR

TAHUN AJARAN 2018/2019


I. Pendahuluan
Bicara mengenai pembagian hadits dilihat dari segi kualitasnya, tidak terlepas dari
pembahasan hadits ditunjau dari segi kualitasnya, yang telah dibagi menjadi dua, yaitu
hadits mutawatir dan hadits ahad. Hadits mutawatir mempunyai pengertian bahwa hadits
tersebut yaqin bin al-qath’I, artinya Nabi Muhammad S.A.W. betul-betul bersabda,
berbuat dan menyetujuinya di hadapan parasahabat. Dengan demikian maka dapat
dikatakan hadits ini mempunyai sumber yang kuat, disepakati dan keberadaannya dapat
dipercaya serta meyakinkan. Sehingga ia harus diterima dan diamalkan dengan tanpa
adanya penelitian ataupun penyelidikan baik terhadap sanad atau matanya.
Sebaliknya yang kedua adalah hadits ahad, dimana faedah yang diberikan bersifat
dzhony, prasangka yang kuat akan kebenaran. Dengan demikian maka mengharuskan
kepada kita untuk mengadakan pengkajian penyelidikan terhadap hadits tersebut baik
pada sanadn,a atau+un matanya. Sehingga kejelasan status hadits ini menjadi nyata,
untuk dipergunakan sebagai hujjah atau tidak. Oleh karena itu, dengan melihat persoalan
ini maka para ulama ahli haditsmembagi hadits, ditinjau dari segi kualitasnya, menjadi
dua bagian hadits maqbul dan hadits mardud.
II. Hadits Maqbul
A. Pengertian Hadits Maqbul
Hadits maqbul yaitu “ segala hadits yang di terima, dapat dijadikan hujjah”
hadits maqbul didalamnya termasuk Hadits Mutawatir yaitu “ suatu hadits hasil
tanggapan panca indra, yang diriwayatkan oleh sejumlah besar para rawi, yang
menurut adat kebiasaan mustahil mereka berkumpul dan bersepakat dusta.” 1 Mereka
menyampaikan berita itu kepada orang ramai, orang ramai ini menyampaikan kepada
orang lain pula, yang sampai npada pembukuan.
Hadits ahad dan marfu lagi musnad dan sahih, yaitu “segala hadits yang diterima
oleh dua, tiga orang saja dan disampaikan kepada dua, tiga orang saja.” Mereka
menyampaikan hadits ini dengan menyandarkan kepada Nabi serta menerangkan
kepada sanad-sanandnya yang bersambung-sambung, tiada putus-putus, tidak
berlmpat lompat dan segala yang menjadi sanad hadits tersebut. Adil lagi teguh
ingatannya juga terlepas dari pada syudzudz, atau keganjilan (melayani orang ramai)

1
M.Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah Pengantar Ulumul Hadits, (Jakarta: Bulan Bintang, 1991), 217.
dan terlepas dari segala macam illat (cacat). Sedangkan untuk Hasan tidak kuat
ingatannya bila disbanding rawi yang tergolong shahih.2
B. Pembagiannya dalam kualitas hadits Shahih
Pengertian hadits shahih menurut para muhaditsin yaitu “ hadits yang dinukil
(diriwaayatkan) oleh rawi yang adil, sempurna ingatan sanadnya bersambung-
sambung, tidak berilat dan tidak janggal.” Seperti hadits muslim yang bersanadkan
Ismail, malik, Tsaur bin Zaid, Abi’l-Ghais dan Abu Hurairah r.a.:

‫قال نيب صلى اهلل عليه وسلم‬

‫ وكالصائم اليفطر‬،‫رالساعى على االرملة واملسكني كاجملاهد ىف سبيل اهلل وأحسبه كالقائم اليفرت‬.
“ orang yang memelihara janda dan orang miskin itu bagaikan pejuang
sabilillah atau orang yang berpuasa di siang hari dan bertahajud di malam
hari.”
1. Syarat-syarat hadits shahih
Menurut ta’rif tersebut bahwasannya hadits dapat di nilai shahih, apa bila
memenuhi lima syarat:
a. Rawi bersifat adil,
Keadilan rawi menurut ibn as-Sham’any harus memenuhi empat syarat:
Pertama, selalu memelihara perbuatan taat dan menjauhi perbuatan maksiat.
Kedua, menjauhi dosa-dosa kecil yang dapat menodai agama dan sopan
santun.
Ketiga, tidak melakukan perkara perkara mubah yang dapat menggugurkan
iman kepada kadar dan mengakibatkan menyesal.
Keempat, tidak mengikuti pendapat salah satu madzhab yang bertentangan
dengan dasar syara’.
b. Dhabid atau Sempurna ingatan,
Yang dimaksut dengan dhabid adalah yang kuat inngatannya yaitu ingat lebih
banyak daripada lupanya, dan kebenaran lebih banyak daripada salahnya. Bila
seseorang mempunyai ingatan yang kuat, dari menerima samapai

2
Factuh Rahman, Ikhtisar Musthalahul Hadits, (Bandung: Al-Ma’arif, 1974), 130.
menyampaikan kepada orang lain dan ingatan itu sanggupp dikeluarkan kapan
dan dimana sajadi kehendaki, disebut dhabithu ash-shadari.3
c. Sanadnya tidak putus,
Yaitu selamat dari keguguran dimana bahwa tiap-tiap rawi dapat saling
bertemu dan menerima langsung dari guru yang memberinya.
d. Hadits itu tidak ber’illat,
Ilat hadits adalah sesuatu yang samar-samar, yang dapat menodai suatu ke
shahihan hadits. Misalnya meriwayatkan hadits yang mustahil terhadap hadits
mursalatau terhadap hadits munqathi’ dan sebaliknnya. Dapat diangagap illat
hadits, yaitu suatu sisipan yang terdapat pada matan hadits.
e. Tiada janggal.
Kejanggalan hadits yaitu yaitu terletak pada adanya perlawanan antara suatu
hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang maqbul dengan rawi lebih rajah
(kuat) daripadanya. Disebabkan denggan adanya kelebihan jumlah sanad atau
kelebihan dalam kedhabitan rawinya atau ada segi-segi tarjih yang lain.4

Ibnu shalah berpendapat, bahwa hadits shahih seperti disebut di atas, telah
disepakati para muhaditsin. Hanya saja kalaupun mereka berselisih tentang
keshahihansuatu hadits, bukanlah dengan syarat-syarat itu sendiri. Melainkan
karena ada perselisihan dalam menetapkan terwujud atau tidak sifat-sifat tersebut.
Misalnya Abi Zinad mensyaratkan tentang hadits sahih itu tidak cukup
diriwayatkan oleh rawinya mempunyai ketenaran dan keahlian dalam berusaha
dan menyampaikan hadits.

2. Pembagian Hadits Sahih


Hadits sahih terbagi menjadi dua bagian yaitu:
a. Shahih li-dzati
b. Sahih li-ghairihi
Hadits yang memenuhi syarat diatas dapat digolongkan kedalam hadits hasan
li-dzati, kedhabitan seorang rawi yang kurang sempurna, menjadikan shahih
3
Factuh Rahman, Ikhtisar Musthalahul Hadits, (Bandung: Al-Ma’arif, 1974), 81.
4
Factuh Rahman, Ikhtisar Musthalahul Hadits, (Bandung: Al-Ma’arif, 1974), 133.
li-dzati menjadi hasan li-dzati. Akan tetapi jika kekurangsempurnaan rawi
tentang kedhabitan itu ditutup dengan hadits hasan li-dzati yang mempunyai
sanad lain yang lebih dhabit maka naik hadits ini menjadi hadits sahih li-
ghairihi,
Sahih li-ghairihi secara istilah yaitu “ hadits yang keadaan rawi-rawinya
kurang hafidz dan kurang dhabid tetapi mereka masih terkenal orang yang
jujur, hingga karenanya berderajad hasan, kemudian didapati dari jalan lain
yang serupa atau lebih kuat, hal-hal yang dapat menutupi kekurangan yang
menimpanya.”5 Hukum hadits sahih dapat dijadikan hujah dan hukum.6

C. Pengertian Hadits Hasan


Banyak perbedaan diantara para ulama dalam mendefisikan tentang hadits hasan,
diantaranya At-Turmudzy “ialah hadits yang pada sanadnya tertuduh dusta, tiada
terdapat kejanggalan pada matanya dan hadits itu diriwayatkan tidak hanya pada
satu jurusan (mempunyai banyak jalan) yang sepadan maknanaya.”
Definisi yang dikemukakan oleh jumhur ulama al-Muhaditsin sebagai berikut:
“hadits yang di nukil dari seorang adil, tapi tak begitu kokoh ingatannya,
bersambung-sambung sanadnya dan tidakk terdapat ‘illat serta kejanggalan pada
matannya.” Dengan begini dapat maka tampaklah perbedaan antara hadits sahih,
dhaif dengan hadits hasan. Demikian juga segala macam hadits ahad (masyhur, aziz
dan gharib) dapat bernilai hasanasal syudah memenuhi sarat-sarat hadits hasan.
Contoh hadits hasan yang diriwayatkan At-Turmudzy:

‫حق على للمسلمني أن يغتسلوا يوم اجلمعتة واليمس احدهم من طيب أهله فإن مل جيد فاملاء له طيب‬.

“ Adalah hak bagi orang-orang muslim mandi di hari jumat, hendaklah


mengusap salah seorang dari mereka dari wangi-wangian keluarga. Jika ia tidak
memperoleh, airpun cukup menjadi wangi-wangian.”
1. Pembagian hadits Hasan
5
Ibid,
6
Ibid
Sebagai mana pembagian hadits sahih maka hadits hasanpun terbagi
menjadi hadits hasan li-dzati dan hasan li-ghoirihi. Hasan li-dzati adalah hadits
yang memenuhi syarat hadits hasan. Yang terletak pada kedhabitan rawinya.
Sedangkan hadits hasan li-ghoirihi adalah “hadits yang sanadnya tidak sepia dari
seorang mastur tak nyata keahliannya, bukan pelupa yang banyak salahnya,
tidak tampak banyaknya sebab yang menjadikannya fasikdan matan haditsnya
adalah baik berdasarkan periwayatan yang semisal dan semakna dari suatu segi
yang lain.”7
Menurut ta’rif tersebut bahwasanya hadits li-ghairihi itu iyalah hadits daif, yang
dikarenakan bukan karena pelupa, banyak salah atau fasik, yang mempunyai
mutabi’ atau syaid, melainkan buruk hafalanya (su’ul hifdhi), tidak dikenal
identitasnya (mastur) dan mudallis (menyembunyyikan cacat) dapat naik semisal
hadits tersebut banyak yang meriwayatkannya.

III. Kesimpulan
Hadits maqbul adalah hadits yang dapat dijadikan hujjah. Hadits maqbul dibagi menjadi
dua derajad yaitu hadits shahih dan hadits hasan pembedanya hanyalah di dalam segi
kedhabitan rawinya.

7
Ibid
Daftar Pustaka

M.Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah Pengantar Ulumul Hadits, (Jakarta:


Bulan Bintang, 1991)
Factuh Rahman, Ikhtisar Musthalahul Hadits, (Bandung: Al-Ma’arif,
1974)

Anda mungkin juga menyukai