PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hadits, oleh umat islam diyakini sebagai sumber pokok ajaran islam
sesudah Al-Qur’an. Dalam tataran aplikasinya, hadits dapat dijadikan hujjah
keagamaan dalam kehidupan dan menempati posisi yang sangat penting dalam
kajian keislaman. Secara struktural hadits merupakan sumber ajaran islam setelah
Al-Qur’an yang bersifat global. Ditinjau dari segi hadis yang dapat diterima
sebagai dalil (maqbul) terbagi menjadi dua yaitu hadits Shahih dan Hasan,
Semuanya memiliki ciri dan kriteria yang berbeda. Kualitas keshahihan suatu
hadits merupakan hal yang sangat penting, terutama hadits-hadits yang
bertentangan dengan hadits, atau dalil lain yang lebih kuat. Dalam hal ini, maka
kajian makalah ini diperlukan untuk mengetahui apakah suatu hadits dapat
dijadikan hujjah syar’iyyah atau tidak.
Hadits adalah pedoman umat Islam setelah Al-Quran, namun terlepas dari
itu masih banyak umat Islam yang sedikit sekali pemahamannya tentang hadits.
Oleh karena itu, pemakalah akan mencoba membahas ilmu hadits seputar hadits
hasan, definisi, syarat, contoh, dan permasalahan-permasalahan yang mencakup
hadits hasan. Namun sudah barang tentu makalah ini jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, pemakalah sangat mengharapkan masukan, kritik, atau saran
yang membangun untuk melengkapi kekurangan yang ada di makalah ini.
A. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dan contoh Hadis Hasan?
2. Bagaimana Klasifikasi hadis hasan?
3. Bagaimana kedudukan hadis hasan?
B. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian dan contoh hadis hasan.
2. Untuk mengetahui klasifikasi hadis hasan.
1
3. Untuk mengetahui kedudukan hadis hasan.BAB II
PEMBAHASAN
1
Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Study Ilmu Hadits, Penerjemah: Mifdhol
Abdurrahman, Lc, (Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar, 2005), hal. 121.
2
kedlobithannya kuarang dari hadits shahih, tidak ada syudzudz dan
illat.
Pada dasarnya, hadits hasan dengan hadits shahih tidak ada perbedaan,
kecuali hanya dibidang hafalannya. Pada hadits hasan, hafalan perawinya ada
yang kurang meskipun sedikit. Adapun untuk syarat-syarat lainnya, antara hadits
hasan dengan hadits shahih adalah sama.
ع ْن أ َ ِبي َب ْك ِر ب ِْن أَبِي َ ان ْال َج ْونِيِ ع ْن أ َ ِب ْي ِع ْم َر َ ض َب ِعي ُ حدَّثَنَا قُت َ ْيبَةُ َحدَّثَنَا َج ْعفَ ُر ب ُْن
ُّ سلَ ْي َمانَ ال
اب ْال َجنَّ ِة
َ إِ َّن أَب َْو: ِس ْو ُل للاُ قَا َل َر: س ِم ْعتُ أ َ ِبي بِ َحض َْر ِة ال َعدُ ِّ ِو َيقُ ْو ُل
َ : ي قَا َل ْ سي ْاْل َ ْش َع ِر َ ُم ْو
الحديث.....سي ُْوف ُّ تَحْ تَ ِظالَ ِل ال
Syarat untuk hadis hasan adalah sebagaimana syarat untuk hadis shahih,
kecuali bahwa para perawinya hanya termasuk kecuali bahwa para perawinya
2
Subhi ash-shalih, ulum al-hadis wa musthalahuhu, penterjemah: , (jakarta :
3
hanya termasuk kelompok keempat (shaduq) atau istilah lain yang setaraf atau
sama dengan tingkatan tersebut3.
Adapun syarat hadits hasan sama dengan syarat hadits shahih, yaitu ada lima
namun tingkat kedhabitannya berbeda, yaitu:
a. Sanadnya bersambung,
c. Dhabith,
Sebagaimana hadis shahih, hadis hasan pun terbagi menjadi dua, yaitu:
hasan li dzatih dan hasan li ghairih. Adapun pengertian hadis hasan li-dzatihi dan
hadis hasan lighairih yaitu sebagai berikut:
Contoh hadits Hasan lidzatihi adalah sabda Nabi Shollallohu alaihi wa Salaam :
من رحم و لو ذبيحة عصفور رحمه للا يوم القيامة
3
Solahudin dan agus suyadi, ulumul hadis (Bandung : pustaka setia, 2008), hal. 146.
4
حدثنا محمود قال حدثنا يزيد قال أخبرنا الوليد بن جميل الكندي عن القاسم بن عبد الرحمن
. عن أبى أمامة قال قال رسول للا صلى للا عليه و سلم
Hadits yang pada sanadnya ada perawi yang tidak diketahui keahliannya,
tetapi dia bukanlah orang yang terlalu benyak kesalahan dalam meriwayatkan
hadits, kemudian ada riwayat dengan sanad lain yang bersesuaian dengan
maknanya. Jumhur ulama muhaddisin memberikan definisi tentang haditst hasan
li-Ghairihi sebagai berikut:
Artinya : “Yaitu hadits hasan yang sanadnya tidak sepi dari seorang
mastur (tak nyata keahliannya), bukan pelupa yang banyak salahnya, tidak tampak
4
Ibid, hal. 147.
5
adanya sebab yang menjadikan fasik dan matan haditsnya adalah baik berdasarkan
periwayatan yang semisal dan semakna dari sesuatu segi yang lain”.
Di antara contoh hadits ini adalah hadits tentang Nabi saw membolehkan
wanita menerima mahar berupa sepasang sandal:
Artinya : "Apakah kamu rela menyerahkan diri dan hartamu dengan hanya
sepasang sandal ini?" Perempuan itu menjawab, "Ya." Maka nabi saw pun
membolehkannya.
Hadits ini asalnya dhaif (lemah), karena diriwayatkan oleh Turmuzy dari
'Ashim bin Ubaidillah dari Abdullah bin Amr. As-Suyuti mengatakan bahwa
'Ashim ini dhaif lantaran lemah hafalannya. Namun karena ada jalur lain yang
lebih kuat, maka posisi hadits ini menjadi hasan li ghairihi.
Kedudukan Hadits Hasan adalah berdasarkan tinggi rendahnya ketsiqahan dan
keadilan para rawinya, yang paling tinggi kedudukannya ialah yang bersanad
ahsanu’l-asanid.
6
rendah adalah hadis hasan5. Semua ahli fiqih, ahli hadis, dan ahli ushul fiqih
menggunakan hadis hasan ini sebagai hujjah.
Kemudian yang termasuk hadis mardud adalah segala macam hadis dhaif.
Hadis mardud tidak dapat diterima sebagai hujjah karena terdapat sifat-sifat
tercela pada rawi-rawinya atau pada sanadnya.
Para ulama belum menyusun kitab khusus tentang hadis-hadis hasan secara
terpisah sebagaomana mereka melakukannya dalam hadis shahih, tetapi hadis
hasan banyak kita dapatkan pada sebagian kitab, diantaranya :
3. Sunan Ad-Daruquthi.
5
Ibid, hal. 147
7
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
8
DAFTAR PUSTAKA