Anda di halaman 1dari 11

Hadist hasan

Makalah ini dibuat untuk memenuhi Tugas pada Mata Kuliah Studi Hadist

Dosen Pengampu : ABD. MUQIT, M.Ag.

Disusun oleh

Kelas/ Kelompok: PGMI.C/ 6


Selvia Diah Patrisya (204230061)

Vanisa Eka Fadhila (204230161)

Vida Rizki Agustina (204230028)

JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO

2023
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Hadits merupakan sumber ajaran Islam yang kedua telah dibukukan pada masa
pemerintahan Umar bin Abdul Aziz, khilafah kelima Bani Umayyah. Sedangkan
sebelumnya hadits– hadits Nabi SAW masih terdengar dalam ingatan para sahabat untuk
kepentingan dan pegangan mereka sendiri.

Hadis merupakan sumber hukum kedua setelah kalamullah (al-Qur’an), oleh karena
itu hadis sangat diperlukan dalam kehidupan manusia. Untuk melihat hukum mengenai
perkara yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Karena hukum tidak bisa dibuat
semena-mena dan sesuai keinginan. Hukum telah ditetapkan oleh Allah dalam al-Qur’an
dan Rasul SAW dalam Hadis. Salah satu fungsi hadis terhadap alQur’an adalah untuk
menjelaskan hukum-hukum dalam al-Qur’an, dan menguatkan hukum-hukum al-Qur’an
(bayan). Oleh sebab itu Hadis dengan al-Qur’an mempunyai hubungan yang erat. Dalam
kondisi faktualnya terdapat hadis-hadis yang dalam periwatannya telah memenuhi syarat-
syarat tertentu untuk diterimanya sebagai sebuah hadis atau yang dikenal dengan hadis
maqbul (diterima); Shahih dan hasan. Namun disisi lain terdapat hadis-hadis yang dalam
periwayatannya tidak memenuhi kriteria-kriteria tertentu atau lebih dikenal dengan istilah
hadis mardud (ditolak); dhaif atau bahkan ada yang palsu (maudhu’), hal ini dihasilkan
setelah adanya upaya penelitian kritik Sanad maupun Matan oleh para ulama untuk yang
memiliki komitmen tinggi terhadap sunnah.

Hadis Rasul merupakan pedoman hidup dan sumber hukum yang utama setelah Al-
Qur’an. Dengan demikian beliau memerintahkan para sahabat dan umat Islam yang
datang sesudahnya untuk menyebarluaskan dan menyampaikan Hadishadis beliau kepada
orang yang tidak mendengarkan Hadis-hadis tersebut. Para perawi merupakan orang yang
menerima dan meriwayatkan Hadis dan sebagai kodratnya, mereka adalah makhluk Allah
yang tidak luput dari kesalahan dan kelupaan. Sifat tersebut adakalanya disengaja dan
adakalanya terlupa.
B. Rumusan Masalah

1. Definisi Hadist Hasan

2. Syarat – syarat Hadist Hasan

3. Macam – macam Hadist Hasan

4. Kehujjahan Hadist Hasan

C. Tujuan Pembahasan

1. Untuk mengetahui definisi dari hadist hasan

2. Untuk mengetahui syarat – syarat hadist hasan

3. Untuk mengetahui macam – macam hadist hasan

4. Untuk mengetahui kehujjahan hadist hasan


BAB 2
PEMBAHASAN
1. Desinisi hadist hasan

Pengertian Hadist Hasan Menurut pendapat Ibnu Hajar, ”Hadist hasan adalah
hadist yang dinukilkan oleh orang yang adil, yang kurang kuat ingatannya, yang muttasil
sanadnya, tidak cacat dan tidak ganjil.”
Menurut Imam Tirmidzi mengartikan hadist hasan sebagai berikut : “Tiap-tiap
hadist yang pada sanadnya tidak terdapat perawi yang tertuduh dusta (pada matan-nya)
tidak ada kejanggalan (syadz) dan (hadist tersebut) diriwayatkan pula melalui jalan lain”.
Dari uraian di atas maka dapat difahami bahwa hadist Hasan tidak
memperlihatkan kelemahan dalam sanadnya kurang kesempurnaan hafalannya.
Disamping itu pula hadist hasan hampir sama dengan hadist shahih, perbedaannya hanya
mengenai hafalan, di mana hadist hasan rawinya tidak kuat hafalannya.
Hasan secara etimologi adalah merupakan sifat musyabbahah, yang berarti al-
jamal, yaitu “indah”, “bagus”. Dengan demikian, Hadis Hasan berarti baik atau yang
bagus.
Secara Terminologi Ibn Hajar al-Asqalani mendefenisikannya dengan: (Hadis yang
diriwayatkan oleh perawi adil, kurang sempurna hafalanya, bersambung sanadnya, tidak
mengandung ‘illat dan tidak Syadz)
Sedangkan pengertian Hadis Hasan menurut istilah Ilmu Hadis tercakup dalam
beberapa definisi sebagai berikut:
1. Menurut At-Turmudzy menta’rifkan Hadis Hasan adalah sebagai berikut dengan
sebuah dalil yang Artinya :“Ialah Hadis yang pada sanadnya tiada terdapat orang
yang tertuduh dusta, tiada terdapat kejanggalan pada matannya dan Hadis itu
diriwayatkan tidak dari satu jurusan (mempunyai banyak jalan) yang sepadan
ma’nanya”.
2. Menurut Al-Thahhan definisi yang dianggap baik juga dikemukakan oleh Ibnu Hajar,
sebagai berikut dengan sebuah dalil yang memiliki arti:“Yaitu Hadis yang
bersambung sanad-nya dengan periwayatan perawi yang adil, ringan (kurang) ke-
dhabit-annya dari perawi yang sama (kualitas) dengannya sampai keakhir sanad, tidak
syadz dan tidak berillat.”
3. Adapun Hadis Hasan yang dikemukakan oleh Jumhuru’l-Muhadditsin sebagai berikut
yaitu sebuah dalil yang Artinya : “Hadis yang dinukilkan oleh orang adil, (tapi) tak
begitu kokoh ingatannya, bersambung-sambung sanadnya dan tidak terdapat ‘illat
serta kejanggalan pada matannya”.
Berdasarkan definisi-definisi yang dikemukakan di atas, para Ulama Hadis merumuskan
bahwa kriteria Hadis Hasan terdapat perawi yang tingkat ke-dhabithannya-, atau lebih
rendah, dari yang dimiliki oleh perawi Hadis Sahih. Oleh karenanya, Ibnu Hajar
menegaskan bahwa Hadis Hasan adalah Hadis Shahih yang perawinya memiliki sifat
dhabith lebih rendah dari yang dimiliki oleh perawi Hadis Shahih.
Dengan demikian, dapat disimpulkan yang tergolong kepada kriteria Hadis Hasan ada
lima, yaitu:
a. Sanad Hadis tersabut harus bersambung,
b. Perawinya adalah adil,
c. Perawinya mempunyai sifat dhabith, namun kualitasnya lebih rendah (kurang)
dari yang dimiliki oleh perawi Hadis Shahih.
d. Bahwa Hadis yang diriwayatkan tersebut tidak syadz. Artinya, Hadis tersebut
tidak menyalahi riwayat perawi yang lebih tsiqat dari padanya.
e. Bahwa Hadis yang riwayatkan tersebut selamat dari ‘illat yang rusak.

2. Syarat – syarat hadist hasan

Sebuah Hadist dapat disebut sebagai Hadist Hasan apabila memenuhi beberapa syarat
diantaranya;

A. Sanad Hadist tersebut harus bersambung.

Sanad bersambung yaitu dengan kata lain, tiap-tiap rawi atau periwayatnya dapat saling
bertemu dan menerima secara langsung dari guru yang memberi. Keadaan bersambung sanad ini
berlaku diawal sanad, thabaqat pertama(yakni sahabat) hingga kepada periwayat terakhir yang
menuliskan hadist tersebut kedalam kitabnya dengan menyebutkan nama-nama periwayat
sebelumnya dari thabaqat ke thabaqat tanpa tertinggal satupun walaupun seorang periwayat
(tidak terputus).

B. Perawinya(orang yang meriwayatkan hadist) adalah orang yang adil

Dimana mengenai masalah keadilan periwayat ini, menurut Syuhudi Ismail (Mubaligh,
Tokoh masyarakat dan Ilmuan Islam) perawinya dapat diakumulasikan dengan empat kriteria
diantaranya; Beragama Islam, Muallaf, Melaksanakan ketentuan agama, dan memelihara
muru’ah.

C. Perawi hadist harus memiliki sifat dhabith akan tetapi kedhabitannya dibawah kedhabitan
hadist shahih.

Dhabit ialah orang yang kuat hafalannya tentang apa yang telah didengarnya dan mampu
menyampaikan hafalannya kapan saja jika ia menghendakinya.tetapi perawi hadist Hasan ini
kualitasnya lebih rendah atau kurang dari yang dimiliki Hadist Sahih.

D. Hadist yang diriwayatkan tidak syadz.

tidak syadz artinya riwayat itu tidak menyelisihi riwayat lain yang perawinya lebih tsiqoh atau
lebih banyak.

E. Hadist yang diriwayatkan selamat dari ‘illat(cacat) yang merusak ‘illat hadist.
sebagaimana juga syadz hadis dapat terjadi pada matan, sanad, atau pada matan dan
sanad sekaligus. Akan tetapi yang terbanyak, ‘illat hadist terjadi pada sanad. Jadi,
disamping terhindar dari syadz, maka hadist Hasan juga terhindar dari ‘illat. sebagaimana
juga syadz hadis dapat terjadi pada matan, sanad, atau pada matan dan sanad sekaligus.
Akan tetapi yang terbanyak, ‘illat hadist terjadi pada sanad. Jadi, disamping terhindar dari
syadz, maka hadist Hasan juga terhindar dari ‘illat.

3. Macam-macam hadist Hasan

Para ulama hadist membagi Hasan menjadi dua bagian yaitu:


1. Hadist Hasan Li-Dzatih

Hadist Hasan Li-Dzatih adalah hadist Hasan dengan sendirinya,yaitu hadist yang telah
memenuhi persyaratan hadist Hasan yang kelima. Menurut Ibnu ash- shalah,pada hadist
Hasan Li-Dzatih para perawinya terkenal kebaikannya,akan tetapi daya ingatnya atau daya
kekuatan hafalannya belum sampai kepada derajat hafalan para perawi yang shahih.Contoh
Hadist Hasan Li-Dzatih adalah sebagai berikut :“Dari Ibnu Umar dari Muhammad bin al-
Mutsannaa dari Muhammad bin Abi Adiy dari Muhammad bin ‘Amr dari Ibnu Syihab dari
Urwah bin az-Zubair dari Fathimah binti Abi Hubaisy bahwasanya ia mengalami istihadhah,
kemudian Nabi SAW bersabda: 'Darah haid itu kehitaman sudah dikenal. Jika darahnya
seperti itu janganlah melakukan sholat. Jika ciri darahnya tidak seperti itu, berwudhu’lah dan
sholatlah karena itu adalah urat (yang terluka).’” (HR. Abu Dawud).

2. Hadist Hasan Li- Ghairih

Hadist Hasan Li- Ghairih adalah hadist yang sanadnya tidak sepi dari seorang mastur-tak
nyata keahliannya,bukan pelupa yang banyak salahnya,tidak tampak adanya sebab yang
menjadikannya fasik dan matan haditsnya adalah baik berdasarkan pernyataan yang semisal
dan semakna dari sesuatu segi yang lain. Hadist Hasan Li-Ghairih adalah hadist Hasan yang
bukan dengan sendirinya,artinya dibantu oleh keterangan hadist lainya yang sanadnya
hasan.jadi hadist yang pertama itu terangkat derajatnya oleh hadist yang kedua,dan yang
pertama itu disebut hadist Hasan .Contohnya: Rasulullah SAW, bersabda: Gak bagi seorang
Muslim mandi di hari Jumat,hendak mengusap salah seorang dari mereka wangi-wangian
keluarganya,jika ia tidak memperoleh air pun cukup dengan wangi-wangian.( H.R Ahmad).
Hadist dapat menjadi hadist Hasan Li-Ghairih,karena dibantu oleh hadist yang lain semakna
dengannya atau karena banyak yang meriwayatkannya.

4. Kehujjahan hadist hasan

Sebagaimana hadits shahih,menurut para ulama ahli hadist( As Suyuthi 1409H/1988M),


bahwa hadist Hasan,baik hadist Hasan Li-Dzatih maupun hadist Hasan Li-Ghairih,juga dapat
dijadikan hujah untuk menetapkan suatu kepastian hukum, yang harus diamalkan. Hanya saja
terdapat perbedaan pandangan di antara mereka dalam soal penempatan rutbah atau
urutannya, yang disebabkan oleh kualitasnya masing-masing.
Ada ulama yang tetap membedakan kualitas kehujahan, baik antara shahih li-dzatih
dengan shahih li-gairih dan hasan lidzatih dengan hasan li-gairih, maupun antara hadits sahih
dengan hadis hasan itu sendiri. Tetapi ada juga ulama yang memasukkannya kedalam satu
kelompok, dengan tanpa membedakan antara satu dengan lainnya, yakni hadishadis tersebut
dikelompokkan ke dalam hadis shahih.

Pendapat yang disebut kedua ini dianut oleh al-Hakim, Ibn Hibban dan Ibn
Huzaimah.Berbeda dengan hadis shahih yang dikumpulkan dalam kitab tersendiri seperti
kitab shahih Bukhari dan Muslim, para ulama tidak membukukan hadis hasan secara khusus.
Walaupun demikian kitab – kitab yang banyak memuat hadis hasan adalah sebagai berikut
(Arifin 2014) :

a) Kitab Jami’ al-Tirmidzi yang terkenal dengan sunan al Tarmidzi. Kitab ini merupakan
kitab yang paling banyak memuat hadis hasan

b) Kitab sunan Abu Daud.

c) Kitab sunan al-Dar al-Quthni

Para ulama yang berusaha membedakan kehujjahan hadist berdasarkan perbedaan


kualitas, sebagaimana dianut oleh kelompok pertama,mereka lebih jauh membedakan rutbah
hadits-hadits berdasarkan kualitas para perawinya:

1.pada urutan pertama,mereka menempatkan hadits-hadits riwayat mutafaq alaih(hadist yang


disepakati oleh Bukhari dan Muslim)

2. Pada urutan kedua hadits-hadits yang diriwayatkan Bukhari

3. hadits-hadits yang diriwayatkan oleh Muslim

4. hadits yang diriwayatkan menurut syarat-syarat Bukhari dan Muslim ( Shahi ' ala syarat Al
Bukhari wa Muslim)

5. hadits yang diriwayatkan menurut syarat Bukhari (Sahih 'ala sayrt Al Bukhari) sedang
iasendiri tidak meriwayatkan
6. hadist diriwayatkan menurut syarat Muslim ( sahih 'ala syart muslim) dan ia sendiri tidak
meriwayatkan

7. hadist yang diriwayatkan tidak berdasarkan kepada salah satu syarat dari Bukhari dan
Muslim

Penempatan hadist tersebut berdasarkan urutan diatas akan terlihat kegunaannya ketika
adanya pertentangan(ta'arud) Antara dua hadist.hadits yang menempati urutan pertama dinilai
lebih kuat dari pada hadits-hadits yang menempati urutan kedua atau ketiga,begitu juga
hadist hadist pada urutan ke tiga dinilai lebih kuat dari pada hadits-hadits pada urutan
keempat atau kelima.
KESIMPULAN

Definisi Hasan secara etimologi adalah merupakan sifat musyabbahah, yang berarti
al-jamal, yaitu “indah”, “bagus”. Dengan demikian, Hadis Hasan berarti baik atau yang
bagus. Sedangkan definisi secara terminologi adalah Hadis yang diriwayatkan oleh
perawi adil, kurang sempurna hafalanya, bersambung sanadnya, tidak mengandung ‘illat
dan tidak Syadz
ada beberapa ulama yang mendefinisikan Hadist Hasan yaitu : At-Turmudzy,
Jumhuru’l-Muhadditsin, dan Al-Thahhan
Dari semua definisi yang di kemukakan para Ulama Hadis, dapat di simpulkan bahwa
kriteria Hadis Hasan adalah terdapat pada perawi yang tingkat ke-dhabithannya-, atau
lebih rendah, dari yang dimiliki oleh perawi Hadis Sahih.
Berikut merupakan kriteria Hadis Hasan ada lima, yaitu:
a. Sanad Hadis tersabut harus bersambung,
b. Perawinya adalah adil,
c. Perawinya mempunyai sifat dhabith, namun kualitasnya lebih rendah (kurang)
dari yang dimiliki oleh perawi Hadis Shahih.
d. Bahwa Hadis yang diriwayatkan tersebut tidak syadz. Artinya, Hadis tersebut
tidak menyalahi riwayat perawi yang lebih tsiqat dari padanya.
e. Bahwa Hadis yang riwayatkan tersebut selamat dari ‘illat yang rusak.

Dibawah ini merupakan Syarat – syarat hadist hasan :

1. Sanad Hadist tersebut harus bersambung.


2. Perawinya ( orang yang meriwayatkan Hadist ) adalah orang yang adil
3. Perawinya harus memiliki sifat dhabith, yang ke dhabithannya berada di bawah
hadist shahih
4. Hadist yang di riwayatkan tidak syadz
5. Hadist yang diriwayatkan bebas dari ‘illat atau cacat
Hadist Hasan ada 2 macam yaitu hadist Hasan Li – Dzatih dan hadist Hasan Li –
Ghairih. Dari kedua macam jenis hadist tersebut dapat dijadikan hujjah untuk menetapkan
suatu kepastian hokum. Para ulama berusaha membedakan kehujjahan hadist berdasarkan
perbedaan kualitas.
DAFTAR PUSTAKA

Sarbanun A , “ Macam – macam hadist dari segi kualitasnya “, Rumah Jurnal IAIN
Metro, 2020

Sonia Purba T, Khairani , “ Kualitas Kehujjahan Hadist ( sahih , hasan , dhaif ) , Journal
Of Islamic Education Studies , 2023 , Vol : 3 ( 1 )

Nurliana D , “ Shahih “ , Jurnal Ilmu Kewahyuan , 2019 , Vol : 2 ( 2 )

Salihima S , “ Historiografi hadis hasan dan dhaif “ , Jurnal Adabiyah , 2010 , Vol : x (2)

Anda mungkin juga menyukai