Anda di halaman 1dari 16

HADITS-HADITS YANG

TIDAK MEMENUHI
QA’IDAH KESHAHIHAN
FAZRIANSYAH : 3120210007
NURFADHILAH PUTRI : 3120210019
HADITS-HADITS YANG TIDAK MEMENUHI
QA’IDAH KESHAHIHAN

• Hadits yang tidak memenuhi sebagian atau seluruh unsur dari qa’idah keshahihan sanad,
sebagaimana yang telah dikemukakan dalam pembahasan terdahulu, tidak termasuk
Hadits yang berkualitas shahih sanad-nya. Hadits yang tidak shahih sanadnya, di
antaranya ada yang disebut sebagai Hadits hasan dan ada yang disebut sebagai Hadits
dha’if. Hadits yang sanad-nya hasan, menurut mayoritas ‘Ulama’ Hadits, ialah Hadits
yang sanad-nya bersambung, para periwayatnya bersifat adil, tapi kurang sedikit sifat ke
dhabith-annya (khafif al-dhabth), tidak terdapat syudzudz dan illat.”Dalam hal ini,
perbedaan pokok antara Hadits yang sanad-nyashahih dan yang hasan terletak pada ke
dhabith-an periwayat.
• Selain itu, ada pula Hadits yang kualitasnya disebut sebagai Hadits hasan li ghayrih,
yakni, Hadits yang tadinya berkualitas dha’if, tapi ke-dha’if-annya tidak terlalu berat,
didukung oleh Hadits lain yang semakna dari berbagai sanad, atau oleh dalil-dalil umum
Al-Qur’an. Jadi, ke-hasan-nya bukan karena dirinya sendiri, tapi karena dukungan dari
dalil lain.
• Hadits hasan li dzatih dapat juga meningkat menjadi Hadits shahih, bila ternyata ada
Hadits
Adapun yang lain yang
dimaksud semakna
dengan dengan
Hadits sanad
dha’if ialahyang berbeda,
Hadits atau dalil
yang tidak lain yang
memenuhi salah satu
mendukungnya
atau seluruh syarat Hadits shahih ataupun hasan, Karena qa’idah keshahihan sanad Hadits
memiliki lima unsur qa’idah mayor, demikian yang diikuti oleh mayoritas ‘Ulama’ Hadits,
dan unsur-unsur qa’idah mayor memiliki unsur-unsur qa’idah minor, maka kemungkinan
tidak terpenuhinya qa’idah keshahihan sanad Hadits akan cukup banyak. Menurut Ibn
Hibban al-Bustiy (w.35411/965M), jumlah Hadits dha’if ada empat puluh sembilan(49)
macam.” Menurut al-Mannawiy (w.1031 H), secara teoritis Hadits dha’if dapat mencapai
seratus duapuluh sembilan (129) macam, tapi yang dimungkinkan terwujudnya, ada delapan
puluh satu (81) macam. Sebagian ‘Ulama’ lagi menyebut jumlah yang berbeda dari jumlah
yang telah disebut sebelumnya.”
Macam-macam Hadits yang Terputus
1. Hadits mu’allaq Yang dimaksud dengan Hadits
mu’allaq ialah Hadits yang rawi di awal sanad-nya
Sanad-nya (rawi yang disandari oleh penghirapun Hadits)
gugur (terputus), seorang atau lebih secara berurut:
Jadi, yang menjadi patokan dalam hal ini adalah
keterputusan rawi di awal sanad.

2. Hadits mursal Yang dimaksud dengan Hadits mursal, menurut mayoritas ‘Ulama’ Hadits, ialah Hadits yang disandarkan
langsung kepada Nabi oleh Tabi’iy, baik Tabi’iy besar maupun Tabi’iy kecil, tanpa terlebih dahulu Hadits itu disandarkan
kepada sahabat Menurut pendapat ini, Hadits dinyatakan mursal, bila Hadits itu marfu’ dan rawi yang berstatus Tabi’iy
tidak menyebut nama sahabat yang menerima langsung Hadits itu dari Nabi SAW. Menurut sebagian ‘Ulama’ figh dan
ushul al-figh, Hadits mursal adalah Hadits yang disandarkan langsung kepada Nabi oleh selain sahabat Nabi. Ini berarti,
rawi yang menggugurkan sahabat dalam sanad itu tidak dibatasi hanya Tabi’iy saja, tapi bisa juga selain Tabi’iy. Perbedaan
pengertian Hadits mursal tersebut membawa akibat terjadinya perbedaan pendapat mengenai status kehujahan Hadits
mursal sebagai dalil agama. Menurut mayoritas ‘Ulama’ Hadits, Hadits mursal termasuk Hadits dha’if.
2.> Selanjutnya, bila rawi yang menggugurkan sahabat Nabi dalam sanad adalah rawi yang berstatus
sahabat juga, maka Hadits dimaksud termasuk juga Hadits mursal dan diberi istilah sebagai Hadits
mursal shahabiy. sebagian ‘Ulama’ berpendapat, bahwa Hadits mursal shahabiy merupakan Hadits
yang bersambung sanad-nya, asalkan sanad sebelum sahabat dalam keadaan bersambung. Alasannya:
[1] rawi yang menggugurkan adalah sahabat Nabi juga, sedang sahabat Nabi bersifat adil; dan [2]
tidak banyak jumlah Hadits yang diterima oleh sahabat dari Tabi’iy, sehingga tidak perlu
dikhawatirkan rawi yang digugurkan oleh sahabat tersebut adalah Tabi’iy dan sahabat Nabi.
3. Hadits mu’dhal Yakni, Hadits yang terputus sanad-nya, dua orang rawi atau lebih
secara berurut. Menurut ‘Ulama’ Hadits, bila kalangan ‘Ulama’ fiqh, misalnya al-
Syafi’iy, menyatakan dalam kitabnya, Telah bersabda Rasul Allah SAW maka Hadits
tersebut adalah mu’dhal. Karena, ‘Ulama’ fiqh yang sezaman dengan al-Syafi’iy pada
umumnya hidup pada masa sesudah generasi al-tabi’in.
Dengan demikian mereka menerima riwayat Hadits Nabi melalui, sedikitnya, dua
generasi.
4. HADITS MUNGATHI Ulama’ berbeda pendapat dalam hal ini. Pendapat-pendapat ‘Ulama’
tersebut secara relatif beragam neyatakan bahwa hadits munqathi’ adalah:

a). Hadits yang sanad-nya terputus di bagian mana saja, baik di bagian rawi yang berstatus sahabat,
maupun rawi yang bukan sahabat;
b). Hadits yang sanad-nya terputus, karena rawi yang tidak berstatus al-tabi’in dan sahabat Nabi telah
menyatakan menerima Hadits dan sahabat Nabi;
c). Hadits yang putus bagian sanad-nya sebelum sahabat, jadi rawi sesudah sahabathilang atau tidak jelas
orangnya;
d). Hadits yang dalam sanad-nya ada rawi yang gugur seorang atau dua orang tidak secara berurutan:
e). Hadits yang dalam sanad-nya ada seorang rawi yang terputus atau tidak jelas;
f). Hadits yang sanad-nya di bagian sebelum sahabat, jadi rawi sesudah sahabat, terputus seorang atau
lebih tidak secara berurut dan tidak terjadi di awal sanad;
g). Hadits munqathi’ ialah pernyataan atau perbuatan al-tab’iin.”
5. Hadits mudallas Dikatakan, mudallas, karena dalam Hadits itu terdapat tadlis.
“Menurut 'Ulama' Hadits, jenis tadlis secara umum ada dua macam, tadlis al-isnad
dan tadlis al-syuyukin. Yang dimaksud dengan tadlis al-isnad ialah rawi Hadits
menyatakan telah menerima Hadits dan rawi tertentu yang sezaman dengannya, pada
hal mereka tidak pernah bertemu (diragukan pernah terjadi kegiatan penyampaian
dan penerimaan riwayat Hadits).
Jadi, dalam sanad Hadits terjadi persembunyian (pengguguran) periwayat. Rawi yang digugurkan itu
adalah rawi yang berkualitas lemah. Tujuan penyembunyian rawi di sini adalah agar sanad Hadits
tersebut dinilai berkualitas oleh orang lain. orang yang melakukan tadlis telah melakukan
pengelabuan kualitas Hadits kepada orang lain (Ulama sangat mencela perbuatan ini). Kualitas
Hadits yang cacat dilaporkan seolah-olah tidak cacat. Rawi yang telah diketahui pernah melakukan
tadlis, misalnya dia menggunakan kata-kata sami'tuy atau haddasaniy padahal dia tidak menerima
riwayat Hadits itu dengan al-sama seluruh Hadits yang disampaikan oleh rawi tersebut ditolak oleh
'Ulama' Hadits.
Yang dimaksud dengan tadlis al-syuyukh ialah rawi menyebut secara salah identitas guru atau
syaykh Hadits yang menyampaikan Hadits kepadanya. Bisa berkenan dengan nama, gelaran
(kun-yah) famili, sifat, atau nama negeri guru Hadits tersebut. Kesalahan itu mungkin saja
disengaja, agar dengan demikian riwayat Hadits nya tampak berkualitas lebih kuat atau
mungkin tidak sengaja, karena tidak diketahui dengan baik identitas guru Hadits tersebut.
Kesalahan penyebutan identitas peribadi guru sangat dimungkinkan, karena rawi hadits yang
memiliki nama mirip cukup banyak dengan kualitas pribadi yang berbeda.

Selain macam-macam Hadits yang telah dikemukakan di atas, masih ada lagi jenis Hadits yang termasuk terputus

sanad-nya. Yakni, Hadits-Hadits mawquf, maqthu’, syadz, dan mu’all (mu’allal). Dua macam Hadits yang disebut

pertama, sanad-nya tidak sampai kepada Nabi, yang kedua, bentuk ke terputus sanad-nya cukup beragam. Adapun

Hadits yang tidak memenuhi unsur-unsur rawi bersifat adil atau dhabit cukup banyak. Hal ini disebabkan karena

kualitas ketercelaan rawi Hadits cukup banyak macamnya.


Ibn Hajr al-‘Asqalaniy membagi rawi Hadits, dilihat dari sifat ketercelaan yang dimiliki oleh para
periwavat, kepada sepuluh macam peringkat. Urutan peringkat itu diberi istilah-istilah sebagai berikut:

1. Al-kadzib, maksudnya: dikenal suka berdusta; 8. Al-jahalah, maksudnya: tidak dikenal jelas pribadi
2. Al-tuhmat bi al-kadzib, maksudnya: tertuduh telah dan keadaan rawi itu;
berdusta. 9. Al-bid’ah, maksudnya: berbuat bid’ah yang
3. Fahusya ghalathuhu, maksudnya: riwayatnya yang mengarah ke fasik, tapi belum menjadikannya kafir;
salah lebih banyak daripada yang benar, dan
4. Al-ghaflat’an al-itqan, maksudnya: lebih menonjol sifat 10. Su’al-hifzh, maksudnya: hafalannya jelek
lupanya daripada hafalnya; sehingga riwayatnya banyak salah, tapi di samping itu
5. Al-fisq, maksudnya: berbuat atau berkata fasik tapi ada juga yang benar.
belum sampai menjadikannya kafir,
6. Al-wahm, maksudnya: riwayatnya diduga mengandung
kekeliruan.
7. Al-mukhalafahan al-tsiqqah, maksudnya: riwayatnya
berlawanan dengan riwayat orang orang yang tsiqqah.
Menurut Ibn Hajar, 5 macam sifat tercela tersebut merusak keadilan periwayat, sedangkan 5 macam
lainnya merusak ke dhabith-an periwayat. Ibn Hajar tidak menjelaskan secara terinci
‘Aliy al-Qariy (w.1014 H) menyatakan, sifat-sifat tercelaan yang dikemukakan oleh Ibn Hajar yang
merusak keadilan rawi ialah: A . Al-kadzib. B. Al-tuhmat bi al-kadzib. C. Al-fiqh. D. Al-jahalat, dan E.
Al-bid’at.
Sedang 5 macam selainnya merusak ke-dhabith-an periwayat.”
Hadits mubham dan mastur merupakan Hadits dha’if yang ketercelaan periwayatnya berperingkat kedelapan.
-Istilah mubham dipakai, bila diri rawi tidak dikenal oleh ‘Ulama’ Hadits. Rawi yang demikian itu disebut sebagai
majhul al-‘ayn.
-Istilah Hadits mastur dipakai, bila keutamaan dan kekurangan Rawi di bidang periwayatan Hadits, tidak diketahui
oleh ‘Ulama’ Hadits. Rawi yang begini disebut majhul al-hal. Peringkat yang paling “ringan” di bidang ketercelaan
periwayat, adalah sifat al-high.
Hadits dha’if yang disebabkan oleh rawi yang su’al-hifih ada dua macam. Yakni: a. Hadits syadz;
dan b. Hadits mukhtalith.
-Istilah Hadits syadz dipakai, bila kejelekan hafalan rawi bersifat tetap.
-istilah Hadits mukhtalith dipakai, bila kejelekan hafalan rawi terjadi karena rawi itu memasuki usia
lanjut, mengalami kebutaan, terbakar, atau hilang catatan Haditsnya, atau mengalami peristiwa
tertentu lainnya yang mengganggu daya hafalnya. Rawi tersebut tadinya memiliki sifat dhabith
kemudian mengalami peristiwa 384 yang menyebabkan dia tidak dhabith lagi.
Berbagai istilah Hadits dha’if yang dikemukakan oleh Ibn Hajar al’Asqalaniy di atas telah disusun kembali
peringkatnya oleh al-Suyuthiy, sebagai berikut:
a. Al-mawdhu’;
b. Al-matruk;
c. Al-munkar;
d. Al-mu’all;
e. Al-mudraj;
f. al-maqlub; dan
g. Al-mudhtharib.

Makin kecil angka peringkatnya, makin “berat” tingkat ke-dha’if-annya. Dalam susunan peringkat yang
dikemukakan oleh al-Suyuthiy ini tidak terlihat Hadits-Hadits al mubham, al-mastur, al-syadz dan al-
mukhtalith.
Peringkat yang disusun oleh al-Zarkasyiy ialah:
a. Al-mawdhu’;
b. Al-mudraj.
c. Al-maqlub.
d. Al-munkar.
e. Al-syadz. F. Matruk, dan
f. Al-mudhtharib.
Menurut al-Suyuthiy, peringkat kedua bukan al-mudraj, melainkan al-munkar kemudian al-mudraj
menempati urutan ketiga, dan al-maqlub menempati urutan keempat, dan seterusnya. Demikian dapat
dinyatakan, ‘Ulama’ tidak sependapat mengenai peringkat Hadits dha’if dilihat dan kualitas periwayatnya.
‘Ulama’ tampak sependapat dengan Ibn Hajar al ‘Asqalaniy, bahwa penyebab ketercelaan periwayat, baik
yang merusak sifat keadilan maupun ke-dhabith-an, tidak satu macam saja. Mereka juga sependapat,
bahwa karena penyebab ketercelaan rawi bermacam-macam, maka jenis Hadits dhaif-nya juga
bermacam-macam.
Kesimpulan

Dari uraian di atas ternyata, Hadits yang tidak memenuhi unsur-unsur qa’idah keshahihan
sanad Hadits cukup banyak macamnya. Unsur-unsur yang tidak terpenuhi itu, ada yang
berkaitan dengan persambungan sanad, ada yang berkaitan dengan kualitas periwayat, dan
ada yang berkaitan dengan kedua-duanya. Berbagai macam Hadits yang tidak memenuhi
unsur qa’idah keshahihan sanad itu telah diberi nama-nama atau istilah istilah tertentu oleh
‘Ulama’ Hadits. Istilah-istilah itu ada yang disepakati pengertiannya oleh ‘Ulama’ dan ada
yang tidak disepakati.

Anda mungkin juga menyukai