Disusun Oleh :
Fazriansyah (3120210007)
Kelas PAI(B)
1. Latar Belakang
Filsafat ilmu adalah bagian dari filsafat yang menjawab beberapa pertanyaan
mengenai hakikat ilmu. Bidang ini mempelajari dasar-dasar filsafat, asumsi, dan implikasi
dari ilmu, yang termasuk di dalamnya antara lain ilmu alam dan ilmu sosial. Di sini, filsafat
ilmu sangat berkaitan erat dengan ontologi, epistemologi, dan aksiologi.
Ontologi merupakan salah satu kajian filsafat. Studi tersebut membahas keberadaan
sesuatu yang bersifat konkrit. Ontologi membahas suatu yang realitas dan entitas dengan apa
adanya. Pembahasan mengenai ontologi berarti membahas kebenaran suatu fakta. Untuk
mendapat kebenaran itu, ontologi memerlukan proses bagaimana realitas tersebut dapat di
akui kebenarannya. Untuk itu proses tersebut memerlukan dasar pola berfikir, dan pola
berfikir didasarkan pada bagaimana ilmu pengetahuan di gunakan sebagai dasar pembahasan
realitas.
Ilmu merupakan kegiatan untuk mencari suatu pengetahuan dengan jalan melakukan
pengamatan atau pun penelitian, kemudian peneliti atau pengamat tersebut berusaha
membuat penjelasan mengenai hasil pengamatan atau penelitiannya tersebut. Dengan
demikian, ilmu merupakan suatu kegiatan yang sifatnya operasional. Jadi terdapat runtut
yang jelas dari mana suatu ilmu pengetahuan berasal. Karena sifat yang operasional tersebut,
ilmu pengetahuan tidak dapat menempatkan diri dengan mengambil bagian dalam
pengkajiannya. Maka dari pendahuluan ini saya akan merumuskan masalah apa saja yang ada
dalam penjelasan makalah ini.
2. Rumusan Masalah
1. Pengertian Ontologi ?
2. Apa yang dimaksud Monisme ?
3. Apa yang dimaksud Dualisme ?
4. Apa yang dimaksud Plurarisme ?
3. Tujuan
Mampu memahami dan menjelaskan landasan dasar Ontologis
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Ontologi
Ontologi merupakan salah satu kajian filsafat yang paling kuno dan berasal
dari Yunani. Berasal dari kata Yunani yaitu Ontos berarti berwujud dan Logos yang
berarti Ilmu/Pengetahuan. Studi tersebut membahas keberadaan sesuatu yang bersifat
konkret. Tokoh Yunani yang memiliki pandangan yang bersifat ontologis dikenal
seperti Thales, Plato, dan Aristoteles. Pada masanya, kebanyakan orang belum
membedakan antara penampakan dengan kenyataan. Thales terkenal sebagai filsuf
yang pernah sampai pada kesimpulan bahwa air merupakan substansi terdalam yang
merupakan asal mula segala sesuatu. Namun yang lebih penting ialah pendiriannya
bahwa mungkin sekali segala sesuatu itu berasal dari satu substansi belaka (sehingga
sesuatu itu tidak bisa dianggap ada berdiri sendiri).
a. Konsep Ontologi
Pemikiran Ontologi telah tercetuskan sejak abad sebelu masehi. Dalam Ontologi
terdapat tiga sudut pandang yang masing-masing menimbulkan aliran-aliran yang
berbeda, yaitu :
1) Pandangn dari segi jumlah (kuantitas) sehingga melahirkan beberapa
aliran sebagai jawabannya yaitu; monisme, dualisme, serta pluralisme.
2) Pandangan dari segi sifat (kualitas) yang menibulkan beberapa aliran
yaitu spiritualisme dan materialisme.
3) Pandangan dari segi proses, kejadian, atau perubahan. Dari segi ini
melahirkan aliran mekanisme, teologi (serba tuhan), dan vatalisme.
Dalam istilah lain yang berbeda, Lois O Kattsof membagi ontologi menjadi 3
bagian, yaitu:
1) Ontologi Bersahaja, di mana segala sesuatu dipandang dalam keadaan
sewajarnya dan apa adanya.
2) Ontologi Kuantitatif, akan dipertanyakan mengenai tunggal atau
jamaknya dan berangkat dari pertanyaan apakah yang merupakan jenis
kenyataan itu.
3) Ontologi Monistik, adalah jika dikatakan bahwa kenyataan itu tunggal
adanya. Ontologi Monistik inilah yang selanjutnya akan melahirkan
monisme atau idealisme dan materialisme.
Istilah Selain itu ada juga yang membagi ontologi berdasarkan jenis
pertanyaan yang diajukan yaitu:
1) What is being? (apakah yang ada itu) yang di jawab dengan aliran
monisme, dualisme, dan pluralisme.
2) Where is being? (dimanakah yang ada itu). Aliran ini berpendapat
bahwa yang ada itu berada di dalam ide, adi kodrati, universal, tetap
abadi dan abstrak. Aliran ini melahirkan aliran idealisme.
3) How is being? ( bagaimanakah yang ada itu?). apakah yang ada itu
menjadi sesuatu yang abadi atau berubah-ubah? Dalam hal ini Zeno
(490-430 SM) Berpendapat bahwa sesuatu itu sebenarnya khayalan
belaka. Pendapat ini dibantah oleh Bregson dan Russel, yang
mengatakan bahwa alam ini dinamis, terus bergerak dan merupakan
struktur peristiwa yang mengalir terus secara kreatif. Melahirkan
aliran Materialisme.
Namun pada kesempatan kali ini, kita akan membahas beberapa aliran dari segi
sudut pandang kuantitas yaitu monisme, dualisme, pluralisme.
Apa Yang Dimaksud Monisme?
Monisme pertama kali dicetuskan oleh Christian wolff (1679-1754). Kata ini
diambil dari bahasa Yunani yiatu monos yang berarti sendiri atau tunggal, dan
merupakan suatu paham yang menyatakan bahwa unsur inti atau dasar dari segala
sesuatu bersifat satu/tunggal. Unsur dasar yang tersebut bisa berupa berbagai macam
hal, antara lain materi yang diagungkan oleh kaum materialis, dapat pula ide yang
dicetuskan kaum idealis, serta dapat berupa roh atau Allah, dan lain sebaginya.
Dalam aliran ini tidak dibedakan antara pikiran dan dzat. Mereka hanya berbeda
dalam gejala disebabkan proses yang berlainan namun mempunyai substansi yang
sama. Ibarat za dan energi dalam teori relativitas einsten, energi hanyalah bentuk dari
zat. Atau dengan kata lain bahwa aliran monisme menyatakan bahwa hanya ada satu
kenyataan yang fundamental.
Beberapa tokoh-tokoh filsuf yang menganut aliran ini, antara lain:
Thales (625-545) menyatakan bahwa kenyataan yang terdalam adalah satu
substansi yaitu air
Aristoteles (384-322) menyatakan bahwa semuanya itu air. Air yang cair
merupakan pangkal, pokok dan dasar dari segala-galanya. Semua barang
terjadi dari air dan semuanya kembali pada air pula. Bahkan bumi yang
menjadi tempat tinggal manusia di dunia, sebagian besar terdiri dari air yang
terbentang luas di lautan dan di sungai-sungai.
Dr Sagiran, menyatakan bahwa tubuh manusia tersusun sebagian besar oleh
air. Semua makhluk hidup butuh air apabila tidak ada air maka tidak ada
kehidupan.
Anaximandros (610-547) menyatakan bahwa prinsip dasar alam itu haruslah
dari jenis yang tak terhitung dan tak terbatas yang disebutnya sebagai apeiron
yaitu zat yang tak terhingga dan tak terbatas dan tidak dapat dirupakan dan
tidak ada persamaannya oleh suatu apapun. Ia juga menyatakan bahwa dasar
dasar alam memang satu akan tetapi prinsip dasar tersebut bukanlah dari jenis
benda alam seperti air. Karena menurutnya suatu yang tampak (benda) terasa
dibatasi oleh lawannya seperti panas yang dibatasi oleh yang dingin. Apeiron
yang dimaksud Anaximandros, oleh orang Islam disebutnya sebagai Allah.
Jadi bisa dikatan bahwa pendapat Anaximandros mengatakan bahwa
terbentuknya alam dari jenis yang tak terbatas dan tak terhitug, dibentuk oleh
Tuhan Yang Maha Esa.
Hal yang sama juga dikatakan oleh Ahmad Syadali dan Mudzakir (1997)
bahwa yang dimaksud Apeiron adalah Tuhan.
Anaximenes (585-494 SM), menyatakan bahwa barang yang asal itu mestilah
satu yang ada dan tampak (yang dapat diindera). Barang yang asal itu yaitu
udara. Udara itu adalah yang satu dan tidak terhingga. Karena udara menjadi
sebab segala yang hidup. Jika tidak ada udara maka tidak ada yang hidup.
Pikiran kearah itu barang kali dipengaruhi oleh gurunya Anaximandros, yang
pernah menyatakan bahwa jiwa itu serupa dengan udara. Sebagai kesimpulan
ajarannya dikatakan bahwa sebagaimana jiwa kita yang tidak lain dari udara,
menyatukan tubuh kita. Demikian udara mengikat dunia ini menjadi satu
Spinoza,seorang filusuf modern berpendapat bahwa hanya ada satu substansi
yaitu Tuhan. Dalam hal ini Tuhan diidentikan dengan alam (naturans
naturata).
DAFTAR PUSTAKA
1. Sumarna C. Filsaft ilmu dari hakikat menuju nilai. Bandung: Pustaka Bani Quraisy.
2006: 47
2. Mouly JG. Perkembangan Ilmu. Yayasan Obor Indonesia. 2012: 114
3. Gazalba S. Sistimatika Filsafat pengantar kepada teori pengetahuan, Jakarta: Bulan
Bintang. 1973:106.
4. Suriasumantri J. Tentang hakikat ilmu: sebuah pengantar redaksi. Yayasan Obor
Indonesia. 2012: 1
5. Zainuddin M. Filsafat ilmu perspektif pemikiran Islam. Malang: Bayu Media. 2003:
30-2
6. Save M, Dagun. Jakarta: Kamus Besar llmu Pengetahuan Lembaga Pengkajian
Kebudayaan Nusantara. 1997: 189-861
7. Suriasumantri JS. Filsafat Ilmu: sebuah pengantar populer, Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan.1988:66-121
8. Surajiyo. Filsafat Ilmu suatu pengantar. Jakarta: PT Bumi Aksara. 2005: 118-21