PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka dapat kami rumuskan
masalah seperti berikut ini.
1. Apa pengertian filsafat, monoisme,dualisme, dan
pluralisme?
2. Siapa sajakah tokoh-tokoh yang berperan dalam aliran-
aliran tersebut?
3. Apa saja pembagian jenis-jenis dari masing-masing
aliran filsafat tersebut?
2
BAB II
PEMBAHASAN
2
Putra Suharto Taat, Filsafat Umum (Yogyakarta : Pustaka Pelajar 2010) hlm. 36
3
Menurut Aristoteles, filsafat adalah ilmu (pengetahuan) yang meliputi
kebenaran yang di dalamnya terkandung ilmu-ilmu metafisika, logika,
retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika (filsafat keindahan Menurut
Rene Descartes, filsafat adalah kumpulan semua pengetahuan di mana
Tuhan, alam, dan manusia menjadi pokok penyelidikan. Menurut Imanuel
Kant, filsafat adalah ilmu atau pengetahuan yang menjadi pangkal dari
semua pengetahuan yang di dalamnya tercakup masalah epistemologi
(filsafat pengetahuan) yang menjawab persoalan apa yang dapat kita
ketahui. Menurut Notonagoro, Guru Besar UGM, filsafat menelaah hal-
hal yang menjadi objeknya dari sudut intinya yang mutlak dan yang
terdalam, yang tetap, dan yang tidak berubah yang disebut hakikat.
Sedangkan menurut Ali Mudhofir, filsafat diartikan sebagai satu sikap,
suatu metode, kelompok persoalan, kelompok teori atau sistem pemikiran,
analis logis tentang bahasa dan penjelasan makna istilah \, dan usaha
untuk mendapatkan pandangan yang menyeluruh. Harold H. Titus,
mengemukakan pengertian filsafat dalam arti sempit dan dalam arti luas.
Dalam arti sempit, filsafat diartikan sebagai ilmu yang berhubungan
dengan metode logis atau analisis logika bahasa dan makna-makna.
Dalam arti luas, filsafat mencoba mengintegrasikan pengetahuan manusia
dari berbagai pengalaman manusia yang berbeda-beda dan menjadikan
suatu pandangan yang komprehensif tentang alam semesta, hidup, dan
makna hidup.Ibnu Sina, mengemukakan bahwa filsafat adalah
pengetahuan otonom yang perlu ditimba ooleh manusia sebab ia
dikaruniai akal oleh Allah.Driyarkara, mengemukakan bahwa filsafat
adalah pikiran manusia yang radikal, artinya dengan mengesampingkan
pendirian dan pendapat “yang diterima saja” mencoba memperlihatkan
pandangan yang merupakan akar dari lain-lain pandangan dan sikap
praktis.3
3
Putra Suharto Taat, Filsafat Umum (Yogyakarta : Pustaka Pelajar 2010) hlm. 37-39
4
2.2 Monoisme
Adapun para filsuf yang menjadi tokoh dalam aliran ini antara lain :
Thales (625-545 SM), yang menyatakan bahwa kenyataan yang terdalam
adalah satu substansi yaitu air. Pendapa ini yang disimpulkan oleh
Aristoteles (384-322 SM), yang mengatakan bahwa semuanya itu air. Air
yang cair itu merupakan pangkal, pokok dan dasar (prinsiple) segala-
galanya. Semua barang terjadi dari air dan semuanya kembali kepada air
pula. Bahkan bumi yang menjadi tempa tinggal manusia di dunia,
sebagian besar terdiri dari air yang terbentang luas di lautan dan di
sungai-sungai. Bahkan dalam diri manusia pun, menurut dr. Sagiran,
unsur penyusunya sebagann besar berasal dari air. Tidak heran jika
Thales, berkonklusi bahwa segala sesuatu adalah air, karena memang
semua makhluk hidup membutuhkan air dan jika tidak ada air maka tidak
ada kehidupan.
5
disebutnya sebagai Apeiron yaitu suatu zat yang tak terhingga dan tak
terbatas dan tidak dapat dirupakan dan tidak ada persamaannya dengan
suatu apapun. Berbeda dengan gurunya Thales, Anaximandros,
menyatakan bahwa dasar alam memang satu akan tetapi prinsip dasar
tersebut bukanlah dari jenis benda alam seperti air. Arena menurutnya
segala yang tampak (benda) terasa dibatasi oleh lawannya seperti panas
dibatasi oleh yang dingin. Aperion yang dimaksud Anaximandros, oleh
orang islam disebutnya sebagai Allah. Jadi bisa dikatakan bahwa
pendapat Anaximandros yang mengatakan bahwa terbentuknya alam dari
jenis yang tak terbatas dan tak terhitung, dibentuk oleh Tuhan Yang Maha
Esa. Hal ini pula yang dkatakan Ahmad Syadali dan Mudzakir (1997)
bahwa yang dimaksud Aperion adalah Tuhan.
2.3 Dualisme
Dualisme (dualism) berasal dari kata latin yaitu duo (dua). Dualisme
adalah ajaran yang menyatakan realias itu sendiri dari dua substansi yang
berlainan dan bertolak belakang. Masing-masing substansi bersifat unik
dan tidak dapat direduksi. Misalnya substansi adi kodrati dengan kodrati,
Tuhan dengan alam semesta, roh dengan materi, jiwa dengan badan dll.
6
Ada pula yang mengatakan bahwa dualisme adalah ajaran yang
menggabungkan antara idealisme dan materialisme, dengan mengatakan
bahwa alam wujud ini terdiri dari dua hakikat sebagai sumber yaitu hakikat
materi dan rohani.
7
Dapat dimengerti bahwa dia membedakan antara substansi pikiran
dan substansi keluasan (badan). Maka menurutnya yang bersifat nyata
adalah pikiran. Sebab dengan berpikirlah sesuatu lantas ada, Cogito Ergo
Stom! (saya berpirik maka saya ada). Leibniz (1646-1716) yang
membedakan antara dunia yang sesungguhnya dan dunia yang mungkin.
Immanuel Kant (1724-1804) yang membedakan antara dunia gejala
(fenomina) dan dunia hakiki (noumena).
2.4 Pluralisme
8
entitas itu dipandang eksis (Ewing, 1962 : 221). Para filsuf yang termasuk
pluralisme diantaranya : Empedokles (490-430 SM) yang menyatakan
bahwa hakikat kenyataan erdiri dari empat unsur yaitu : udara, api, air,
dan tanah. Anaxagoras (500-428 SM) yang menyatakan bahwa hakikat
kenyataan terdiri dari unsur-unsur yang tak terhitung banyaknya,
sebanyak jumlah sifat benda dan semuanya itu dikuasai oleh suatutenaga
yang dinamakan nous. Dikatakannya bahwa nous adalah suatu zat yang
paling halus yang memiliki sifat pandai bergerak dan mengatur. Tokoh
pluralisme yang akan dibicarakan secara rinci dalam makalah ini adalah
Leibniz dan filsuf Postmodernisme, J. F. Lyotard.4
a. Leibniz (1646-1716).
Ia menyatakan bahwahakikat kenyataan terdiri dari monade-
monade yang tidak terhingga banyaknya. Monade adalah substansi yang
tidak berluas, selalu bergerak, tidak terbagi dan tidak dapat rusak. Setiap
monade saling berhubungan dalam suatu sistem yang sebelumnya telah
diselaraskan harmonia prestabilia. Leibniz mendasarkan pandangan
filsafatnya pada monade-monade. Leibniz memandang bahwa kenyataan
pada dasarnya terdiri dari pusat-pusat berdaya dan titik-titik kesadaran
(monadisme ; monas berarti pusat tertutup). Monade-monade itu tidak
berkeluasan ; mereka tidak terbagikan ; tidak termusnakan atau abadi.
Mereka tidak saling mempengaruhi, melainkan merupakan pusat-pusat
tertutup dengan daya berkembang sendiri. Setiap monade mencerminkan
alam semesta, masing-masingmenurut caranya pribadi. Semua substansi
terbentuk oleh penggabungan monade-monade itu. Kesan hubungan
antara substansi-substansi muncul dari suatu kesesuaian dan kecocokan
(harmonie prestablie) yang diberikan oleh Tuhan (bakker, 1992 : 32).
Pemikiran Leibniz mengenai monade ini sedikit banyak
dipengaruhi oleh doktrin atau mistik, yang biasanya dinamakan juga
filsafat mekanistik (Whait, 1987 : 63). Sistem metafisika Leibniz berpusat
pada atom-atom materi yang nyata, yang merupakan komponen-
4
Mustansyir Rizal, Aliran-aliran Metafisika Studi Kritis Filsafat Ilmu (Juli 1997 ) hlm. 10
9
komponen sesuatu. Atom-atom itu sederhana dan tanpa bagian-bagian.
Mereka tidak mempunya bagian, tidak dapat musnah, melainkan hanya
ciptaan seketika. Monade-monade itu tidak memiliki jendela-jendela, temat
datang dan perginya segala sesuatu. Kualtas setiap monade berbeda satu
sama lain dan abadi. Setiap monade adalah cermin kehidupan atau
sebuah cermin yang diberkati dengan aktivitas batiniah, mewakili alam
semesta sesuai dengan petunjuk yang telah digariskan (White, 1987 ; 65-
66).
Sistem metafisika Leibniz bersumber pada dua prinsip logis,
yaitu Identity of Indiscernibles dan Law of Continuity. Menurut prinsip
Identity of Indiscernibles, tidak ada dua pengada mutlak riel yang tak
dapat dibedakan, atau tidak ada dua substansi yang persis sama atau
berbeda (solo numero). Leibniz menyebut hal ini sebagai keniscayaan
metafisika (necessary metaphysically). Ia mengajukan empat alasan, dua
alasan pertama bersifat kebetulan sedangkan dua berikutnya bersifat
niscaya. Pertama, mengandaikan dua hal yang tak dapat dibedakan
dalam hal mengada adalah bertentangan dengan prinsip alasan yang
memadai (Reason Sufficiet), karena itu sama halnya dengan mengakui
adanya sesuatu tanpa alasan. Jika ada hal yang tidak dapat dibedaan,
maka Tuhan tidak punya alasan untu memilih yang satu lebih dahulu
daripada yang lain. Kedua, terdapat dalam suatu pertimbangan untuk
mengalami, apakah tidak mungkin seseorang menemukan secara nyata,
misalnya: dua lembar daun yang identik atau seorang yang ahli mikroskop
menemukan dua tetes air hujan yang tampak identik kalau dilihat dengan
mata telanjang menjadi berbeda manakala dilihat dengan mikroskop.
Ketiga, predikat itu terkandung di dalam subjek keempat, jika A lain
daripada A, kemudian A yang menurut dugaan yang tidak dapat
dibedakan dari A, juga harus menjadi lain daripada A, yaitu lain daripada
A itu sendiri, jelas ini hal yang tidak masuk akal (absurd) berdasarkan
principles of indiscernibles ini Leibniz menyimpulkan bahwa dunia akan
tersusun dari serangkaian substansi, setiap substansi berbeda satu sama
10
lain, dan penampakan dunia satu sama lain, dan penampakan dunia dari
suatu sudut yang berbeda, karena itu mengandung persepsi yang
berbeda (Whait, 1987: 67).
Asumsi Leibniz mengenai Law of Continuity didasarkan atas
minatnya pada bidang matematik dan kalkulus. Di dalam matematik
misalnya, rangkaian fraksi antara bilangan nol dan satu, bentuk-bentuk
item merupakan suatu kontinuum. Leibniz menyimpulkan bahwa hukum
keberlangsungan itu didasarkan pada ketidakterbatasan, yakni
keniscayaan mutlak dalam bidang Geometri, yang juga berhasil
diterapkan dalam bidang Fisika, sebab kebijaksanaan itu bersumber dari
segala sesuatu, tindakan-tindakan yang merupakan suatu geometer
sempurna. Sebanyak variasi yang mungkin, sepanjang ketertiban yang
tinggi. Berdasarkan penggabungan kedua prinsip itu, maka kita akan
mendapat sebuah gambaran alam semesta, dimana setiap monade
merefleksikan keseluruhan dari setiap sudut yang monade pada setiap
bentuk terkecil dari kehadiran yang diberikan oleh monade yang lain,
sehingga keseluruhan alam merupakan sistem monade-monade yang
tidak terbatas yang menghadirkan alam semesta dari setiap sudut
5
pandang yang mungkin (White, 1987: 67).
b. Jean-Francois Lyotards
11
termasuk lyotard- melihat kenyataan sebagai suatu pluralitas atau
keberagaman yang tidak berkait satu sama lain. Dalam keberagaman
yang irasional itu manusia kehilangan optimismenya untuk menentukan,
merencanakan, dan menegaskan kepribadiannya ( Hardono Hadi, 1993:
3-4).
12
Ketiga, ucapan atau kata-kata dianjurkan agar mengikuti ketentuan
yang harus senantiasa dikatakan: “setiap tuturan sebaiknya mengandung
pemikiran sebagaimana halnya gerak dalam sebuah permainan (Lyotard,
1989: 122-123).
6
Mustansyir Rizal, Aliran-aliran Metafisika Studi Kritis Filsafat Ilmu (Juli 1997 ) hlm. 12
13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
14
suatu persoalan. Beberapa peran metafisika dalam ilmu pengetahuan
yaitu:
15