Anda di halaman 1dari 3

BAGAIMANA CARA ANDA MEMANDANG ONTOLOGI?

Oleh: Ksatriawan Zaenuddin

A. Pengantar

Dalam dunia ini, terdapat sesuatu hal yang dikatakan benar dan bersifat objektif
ternyata merupakan ilusi yang membutakan setiap manusia. Hal itu, maka dibutuhkan upaya
bagi setiap manusia dalam mengamati dan melihat berbagai petunjuk secara objektif, tidak
terjebak apalagi tersesat melihat masalah yang ada. Manusia dituntut untuk mempertajam
dalam memandang, menentukan secara akurat dan melihat secara komprehensif. Upaya ini
dapat ditempuh oleh setiap manusia dengan berpikir kritis, untuk menemukan dan
mengetahui sesuatu yang bersifat objektif.
Cabang ilmu yang berusaha membangkitkan daya kritis manusia adalah Filsafat.
Filsafat sebagai refleksi rasional, berpikir kritis dan radikal mengenai hal yang mendasar
dalam kehidupan ini. Filsafat mengajak setiap manusia untuk mempergunakan akal atau
rasionnya sebagaimestinya. Filsafat berisi penjelasan yang bersifat substansial dan radikal
terhadap masalah yang ada. Filsafar juga disebut sebagai tumpuan berbagai persoalan yang
tidak dapat dijawab oleh disiplin ilmu. Filsafat juga disebut sebagai induk dari segala ilmu
pengetahuan baik yang semakin terspesialisasi dan bersifat mandiri.
Secara etimologi, Filsafat berasal dari kata Yunani yang disebut Philosphia yang
terbagi atas dua kata Philos yaitu “Cinta” dan Spohia yaitu “Kebijaksanaan”. Diksi dari kata
cinta menunjukkan ketertarikan yang mendalam, memiliki unsur kekaguman yang begitu
dasyat terhadap suatu objek tertentu dan membuat terhanyut ke dalamnya. Ibarat dua sejoli
yang rela mati demi ketertarikan atau ibarat cinta Rabiah kepada Tuhan yang beribadah tanpa
mengharapkan surga dan neraka, sekalipun dirinya berada di neraka tak mengapa asal tetap
berada dalam keridhaan-Nya.
Sedangkan kata Kebijaksanaan erat kaitannya dengan kata Hikmah, yang merujuk
agar bertindak sesuai dengan akal dan pikirannya, menghasilkan perilaku yang tepat,
pengetahuan yang luas dalam memutuskan berbagai hal. Filsafat tidak hanya melihat pada
tataran fenomena atau gejala di permukaan melainkan jauh dari pada hal itu, filsafat melihat
hakikat dari fenomena tersebut baik yang bersifat materi maupun immateri. Seperti kata Al
Farabi bahwa “al-ilmu bilmaujudaat bima hiya al-maujudaat” artinya suatu ilmu yang
menyelidiki hakikat sebenarnya dari segala yang ada ini.
Hal itulah terkadang filsafat bisa bersifat kongkret dan juga praktis, namun juga
terkadang filsafat disebut bersifat abstrak. Abstrak karena sulit dipahami dan sangat jauh
berbeda dari cara pandang manusia pada umumnya. Filsafat sebagai ilmu esensinya berusaha
memahami hakikat sesuatu yang “ada” (being), sebagai objek sasaran, maka filsafat ilmu
adalah ilmu yang berusaha memaknai yang menjadi hakikat pengetahuan itu sendiri,
perenungan secara mendasar dan berbagai implikasinya ke berbagai bidang kajian.

B. Bagaimana Cara Anda Memandang Ontologi


Berbicara tentang filsafat ilmu, maka terlebih dahulu harus memahami tiga aspek atau
landasan berpikir filsafat. Ketiga aspek berfilsafat diantaranya ada ontologi, epistemologi dan
aksiologi. Setiap jenis ilmu pengetahuan pastinya memiliki ciri-ciri yang spesifik untuk
menjawab apa (ontologi), bagaimana (epistemologi), dan untuk apa (aksiologi) suatu ilmu
pengetahuan itu disusun.
Pada kali ini penulis mencoba untuk membahas mengenai Ontologi, membahas
mengenai apa, mengenai keberadaan dari sesuatu itu. Secara etimologi, kata Ontologi berasal
dari Bahasa Yunani yang artinya on, ontos (ada, keberadaan) dan logos (ilmu tentang) dengan
demikian maka ontology merupakan pengetauan tentang ada. Istilah ini diperkenalkan oleh
Cluaberg pada tahun 1647, Mircraelius tahun 1653, dan Du Hamel tahun 1663 dan dibakukan
dan diterima oleh Gottfried Wilhelm Leibniz (164701716), Christian Wolff (1679=1762),
dan Alexander Gottlieb Baumgarten (1714-1762). Ontologi juga identik dengan metafisika
dan bahkan dijadikan sinonim.
Ilmu yang mempelajari hakikat “yang ada”, perlu dibedakan kajian antara filsafat dan
ranah kajian Ilmu. Secara ontologi, berbicara pada persoalan ada dalam filsafat maka
berkaitan dengan dunia universal, kosmologi, alam semesta dan teologi. Berkedudukan antara
ranah abstraksi dan bersifat abstrak atau dapat disebut objek material “yang ada” dan
“mungkin ada” bukan pada ranah empiris. Lalu untuk ontology dalam ilmu, hakikat tentang
ada pada tataran yang dapat diindrai atau bersifat empiris. Sehingga dapat didengar, dilihat
dan dirasakan. Contohnya ilmu sains, ilmu eksak, ilmu politik, sosial, budaya dan psikologi.
Hal itulah sehingga dalam aspek Ontologi filsafat, para filsuf Yunani kuno seperti
Thales menyampaikan bahwa hakikat dari segala sesuatu adalah Air, bagi Anaximandros
adalah define metter, boundless, aperion atau sesuatu yang tak terbatas, sementara bagi
Anaximenes bahwa hakikat segala sesuatu adalah udara dan seterusnya. Lalu, untuk Ontologi
keilmuan mengkaji hakikat “yang ada” yang menelaah “materi atau benda” yang bisa
diindrai. Hal itu adalah manusia dan alam. Maka disebutlah ontologi atau hakikat manusia
dan ontologi/hakikat alam. Kedua hal ini kemudian akan menjadi ilmu-ilmu alam dan ilmu-
ilmu sosial.
Manusia memiliki unsur (materi) kealaman seperti kulit, kerangka, atau aspek tubuh
dan anatomi. Mengkaji manusia secara objek, manusia dapat dilihat dari duall hal yaitu,
materi dan atau material fisik. Wujud fisik manusia mengalami perubahan hingga mati. Dan
jiwa adalah sesuatu yang tetap dan disebut terus hidup dan hanya berpindah dari alam ke
alam yang tidak bisa diindrai. Sekalipun jiwa juga bersifat immateri, namun yang dapat
diamati dari jiwa secara empiris adalah bentuk perilaku dan sikap.
Bertolak dari pemahaman ini, lahirlah ilmu psikologi dan berbagai ilmu seperti
sosiologi manusia sebagai makhluk sosial dan Antropologi sebagai manusia yang senantiasa
memproduk kebudayaan. Perdebatan dalam kajian ontology keilmuan melahirkan ragam
pemikiran sebagaimana dalam kajian filsafat. Perdebatan itu terjadi akibat dari lahirnya
berbagai aliran pemikiran yakni monoisme, dualism, pluralism, agnotisisme dan nihilisme.
Walau dari banyaknya aliran dalam ontology, terdapat hal yang bisa kita ambil sebagai
kesimpulan. Objek kajian dalam ontologi paling tidak terdapat dua hal yaitu segala yang ada
dan mungkin ada. Maksud dari segala yang ada adalah realitas fisik, dan yang mungkin
adalah adalah realitas metafisika.
Ontologi ini perlu bagi setiap manusia yang ingin mempelajari secara menyeluruh
tentang alam semesta ini dan berguna bagi bidang studi ilmu empiris seperti fisika, sosiologi,
antropologi, ilmu kedokteran, ilmu budaya, ilmu teknik dan lainnya). Ontologi merupakan
hakikat apa yang dikaji atau ilmunya itu sendiri. Ontologi merupakan suatu teori tentang
makna dari suatu objek pengetahuan. Ontologi merupakan spesifikasi dari sebuah konseptual,
dengan kata lain ontologi merupakan penjelasan dari suatu konsep dan keterhubungannya
dari ilmu tersebut.

Daftar Pustaka
Rokhmah, D. 2021. Ilmu Dalam Tinjauan Filsafat: Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi.
Jurnal Volume 7 No.2. Cendekia: Jurnal Studi Keislaman
Azwar, Welhendri dan Muliono. 2020. Filsafat Ilmu: Cara Mudah Memahami FIlsafat Ilmu.
Cet 2. Jakarta: Prenadamedia Group.
Junaedi M dan Wijaya, MM. 2019. Pengembangan Paradigma Keilmuan Persepktif
Epistemologi Islam: Dari Perenialisme hingga Islamisme, Integrasi-Interkoneksi dan
Unity of Sciences. Jakarta: Prenadamedia Group.

Anda mungkin juga menyukai