Anda di halaman 1dari 3

UAS STUDI HADITS

1. Adakah nash al-Qur’an yang menunjukkan bahwa hadits merupakan sumber hukum
Islam yang ke-dua, tuliskan teks ayatnya serta penjelasannya..?
2. Uraikan dengan jelas Bagaimana pembagian hadits, ditinjau dari segi kwalitas SANAD
dan Kwalitas MATAN. Bagaimana SANAD dan MATAN dapat disebut berkwalitas,
tuliskan satu contoh satu hadits kemudian tunjukkan mana yang disebut SANAD,
MATAN dan Rowi Hadits ..?
3. Apa yang saudara ketahui tentang Hadits Dloif, bagaimana ciri cirinya, bagaimana
pendapat ulama’ tentang penggunaannya dalam penetapan Hukum Islam, berikan satu
Contoh haditsnya dan sebab ke-dloifannya..…?
4. Selain hadits dloif kita mengenal juga hadits maudlu’, apa yang disebut dengan Hadits
Maudlu’, mengapa Maudlu’, Bagaimana hadits Maudlu’ dapat terjadi dan bagaimana
pendapat ulama’ tentang penerapan hukum dengan hadits Maudlu’ ini…?
5. Tuliskankan contoh, masing masing satu Hadits tentang ;
a. Hadits Shohih dan alasan ke-Shohihannya…?
b. Hadits Hasan dan alasan kehasananya…?
c. Hadits Dloif dengan alasan ke-Dloifannya..?
JAWABAN

1. Tidak ada spesifik didalam Al-Quran yang menyebutkan bahwa hadits itu sumber
hukum kedua namun disebutkan bahwa segala perbuatan,, ucapan Rasullullah SAW
itu dapat dijadikan pedoman hidup oleh kita kaumnya. Sumber hukum utama tetap
berada dikitab kita yaitu Al-Quran dan hadits ini dapat dijadikan sumber sekunder
atau sumber pendukung ajaran Al-Quran. Ada pada Q.S Al-Imran 31 yang isinya :

‫ُقْل ِإن ُك نُتْم ُتِح ُّبوَن َهَّللا َفاَّتِبُعوِني ُيْح ِبْبُك ُم ُهَّللا َو َيْغ ِفْر َلُك ْم ُذ ُنوَبُك ْم َو ُهَّللا َغ ُفوٌر َّر ِح يٌم‬

Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah
mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.

Ayat ini menegaskan pentingnya mengikuti ajaran Rasulullah sebagai tanda cinta
kepada Allah. Meskipun tidak secara langsung menyebutkan hadits, konsep ini
menjadi dasar bagi pengakuan hadits sebagai sumber hukum Islam yang penting.
2. Suatu hadits dikatakan shahih tidaknya salah satunya dapat dilihat dari segi kualitas
sanad dan matan. Ditinjau dari segi kualitas sanad dan matannya, hadits terbagi
menjadi empat. Yakni hadits sahih, hadits hasan, hadits dha'if dan hadits mawdu'.
Dari ke-empat hadits tersebut, tentunya memiliki pendefinisian yang berbeda. Adapun
pengertian atau definisi dari ke-empat hadits tersebut, yakni sebagai berikut.

a. Sahih: Hadits yang sanad dan matannya kuat dan terpercaya. Sanadnya
berkesinambungan (muttasil), naratornya adalah orang-orang yang dikenal jujur,
dan tidak ada kesalahan yang dapat merusak taraf waralaba.
b. Hasan : Hadits yang sanadnya kuat, meski tidak sekuat hadis shahih. Namun
narator tidak boleh memiliki cacat yang serius dan matanya juga harus bagus.
c. Dha’if : Hadits yang mempunyai cacat sanad atau matannya, sehingga tingkat
kehandalannya rendah. Ada berbagai tingkat kelemahan dan hadis-hadis ini
seringkali memerlukan verifikasi lebih lanjut sebelum diterima
d. Mawdu' : Sesuatu yang disandarkan kepada rasul saw secara mengada-ada dan
dusta tentang apa yang tidak dikatakan, diperbuat dan tidak dipersetujui oleh
beliau. Kaum muslimin bersepakat mengharamkan pemalsuan hadist

3. Hadits dhaif yaitu hadits yang kehilangan salah satu syaratnya sebagai hadits shahih
dan hasan. Dengan demikian, hadits dhaif itu bukan tidak memenuhi syarat-syarat
hadits shahih, juga tidak memenuhi persyaratan hadits-hadits hasan. Para hadits dhaif
terdapat hal-hal yang menyebabkan lebih besarnya dugaan untuk menetapkan hadits
tersebut bukan berasal dari Rasulullah SAW.

Kehati-hatian dari para ahli hadits dalam menerima hadits sehingga mereka
menjadikan tidak adanya petunjuk keaslian hadits itu sebagai alas an yang cukup
untuk menolak hadits dan menghukuminya sebagai hadits dhaif. Padahal tidak adanya
petunjuk atas keaslian hadits itu bukan suatu bukti yang pasti atas adanya kesalahan
atau kedustaan dalam periwayatan hadits, seperti kedhaifan hadits yang disebabkan
rendahnya daya hafal rawinya atau kesalahan yang dilakukan dalam meriwayatkan
suatu hadits. Padahal sebetulnya ia jujur dan dapat dipercaya. Hal ini tidak
memastikan bahwa rawi itu salah pula dalam meriwayatkan hadits yang dimaksud,
bahkan mungkin sekali ia benar. Akan tetapi, karena ada kekhawatiran yang cukup
kuat terhadap kemungkinan terjadinya kesalahan dalam periwayatan hadits yang
dimaksud, maka mereka menetapkan untuk menolaknya.

Contoh : Diriwayatkan oleh Umar bin Rasyid dari Yahya bin Abi Katsir, dari Abu
Salamah, dari Abu Hurairah menyatakan bahwa Rasulullah bersabda, “Barangsiapa
yang sholat 6 rakaat setelah sholat maghrib dan tidak berbicara sedikit pun di antara
sholat tersebut, maka baginya sebanding dengan pahala ibadah selama 12 tahun.”
Imam ahmad dan Yahya bin Main mengatakan bahwa hadits dari Umar tersebut
adalah dhaif dan tidak bernilai sama sekali. Ini sependapat dengan Imam Bukhari
bahwa hadits tersebut termasuk dalam hadits munkar di mana urutan sanadnya sangat
lemah.
Tak hanya itu, Ibnu Hibban menjelaskan bahwa tidak halal menyebut hadits di
atas kecuali untuk maksud mencatatnya. Sebab, dalam suatu riwayat dikisahkan,
Umar pernah memalsukan hadits atas nama Malik dan Ibn Abi Dzib.

4. Hadits Mauldhu itu adalah hadits palsu atau karangan dari orang orang yang tidak
bertanggung jawab, adanya hadits ini itu untuk membingungkan kaum muslim yang
kurang terhadap ajaran agama islam.

Menurut Ulama’ setuju hadits maudlu’ tidak dapat dijadikan dasar penentuan hukum
Islam. Kebanyakan ulama sepakat bahwa hadis palsu tidak boleh diterima dalam
agama atau digunakan sebagai bukti. Rasulullah ‫ صلى هللا عليه وسلم‬sendiri
memperingatkan umatnya terhadap hadis palsu dan mengeluarkan peringatan keras
terhadap pencipta dan penyebar hadis palsu. Oleh karena itu, dalam konteks hukum
Islam, hadis tersebut adalah maudlu’ tidak dapat digunakan sebagai dasar pembuatan
undang-undang atau praktik keagamaan. Keputusan hukum Islam harus didasarkan
pada dalil-dalil yang sahih dan dapat dibuktikan secara ilmiah dan metodologis.
5.

Anda mungkin juga menyukai