Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH STUDI HADITS

STRUKTUR DAN BENTUK HADIS

DI SUSUN OLEH :

1. Raidatul Wahdiah (12130222743)


2. Ramisih (12130221376)
3. Silvi Gusmalia Sulma (12130222778)
4. Silvia Ramadhani (12130220661)

Dosen Pembimbing : Agus Firdaus Chandra,LC,MA

JURUSAN ILMU ALQURAN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
kami panjatkan puja dan puji syukur kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
Struktur dan Bentuk Hadits ini dengan baik.
Pada dasarnya makalah ini disusun untuk diajukan sebagai tugas mata kuliah Studi
Hadits di UIN SUSKA Riau. Dan makalah ini telah kami susun dengan maksimal sesuai
dengan referensi yang kami dapatkan, sehingga dapat membantu kita semua untuk dapat
memahami isi materi dari makalah ini dengan sebaik-baik. Dan taklupa pula kami ucapkan
terimakasih kepada Bapak Agus Firdaus Chandra selaku Dosen Studi Hadits yang telah
mensupport pembuatan makalah ini. Dan terlepas dari itu semua, kami menyadari
sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata
bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik
dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah yang kami buat ini. Akhir kata kami
berharap para pembaca maupun pendengar dapat dengan mudah memahami dan mengerti isi
dari makalah kami, sehingga mampu menambah pengetahuan dan wawasannya.
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Berbicara mengenai bentuk-bentuk hadis,sebagai umat islam kita seharusnya


mengetahui dan memahamitentang hadis karena hadis merupakan pedoman hidup yang
utama setelah Al-Quran.Hadist dalam fungsi yang nyatanya adalah sebagai penjelas dan
penafsir Al-Quran,bahkan juga sebagai sebagai penetap hukum untuk segala sesuatu yang ada
dalam kehidupan.Berdasarkan hal tersebut menunjukan makna yang sangat jelas bahwa
Al-Quran dan Hadis merupakan sumber hukum islam yang tidak ada dipisahkan karena
keduanya saling menopang anatara satu dengan lainnya.
Hadis dalam penghimpunannya membutuhkan waktu yang lama.Julah kitab hadis nya
juga sangat banyak.Maka perlu adanya penelitian yang cermat terhadap hadis-hadis
tersebut.Untuk melakukan penelitian dan mengetahui kuat tidaknya suatu hadis maka ilmu
dasar yang harus dikuasai adalah kajian ulumul hadis tentang bentuk dan struktur hadis.

Oleh karena itu,pada makalah ini akan dijelaskan mengenai hadis,bentuk-bentuk hadis
dan struktur hadis yang semoga dapat menjadi sumber ilmu pengetahuan bagi seuruh
pembaca.

1.2. RUMUSAN MASALAH

1. Apa pengertian hadis?


2. Bagaimana bentuk-bentuk hadis?
3. Bagaimana struktur hadis?

1.3. TUJUAN

1. Untuk mengetahui apa itu hadis.


2. Mengetahui bentuk-bentuk hadis.
3. Untuk mengetahui struktur hadis.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. PENGERTIAN HADIS

Secara Bahasa, kata hadis (al–hadis) berarti baru. Al-hadis memiliki beberapa sinonim
diantaranya al-khobar artinya berita, al-qorib artinya dekat. Secara istilah menurut ahli hadis,
hadis adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, baik
perkataan, perbuatan, persetujuan dan sifat beliau. Menurut para ahli usul, hadis adalah
semua perkataan, perbuatan dan takrir Nabi Muhammad SAW yang berkaitan dengan hukum
syara’dan ketetapannya.
2.2. STRUKTUR HADIS

Untuk memperoleh suatu kebenaran seseoarang tentu membuktikannya dengan


pengamatan indra langsung ataupun tidak langsung. Namun akan sulit jika sesuatu hal
tersebut terjadi ditempat yang jauh ataupun penerima berita atau sumber berita yiidak hidup
di satu generasi.Maka dalam kajian ilmu hadis mempelajari bagaimana cara membuktikan
sustu hadis itu shohih atau tidak. Para ulama menyebutnya kajian tentang sanad, matan dan
rawi.

A. Sanad

Sanad menurut bahasa adalah sandaran atau tempat bersandar. Sedangkan sanad menurut
istilah adalah jalan yang menyampaikan kepada jalan hadits atau jalannya matan yaitu silsilah
para perawi yang memindahkan (meriwayatkan) matan dari sumber yang pertama. Al-
Tahanawi mengemukakan definisi yang hampir sama yaitu jalan yang menyampaikan kepada
matan hadis, yaitu nama para perawi secara berurutan. Dikutip dalam buku "Memahami Ilmu
Hadits" oleh Asep Herdi, secara historis, penggunaan sanad sudah dikenal sejak sebelum
datangnya Islam. Akan tetapi mayoritas penerapan sanad digunakan dalam mengutip hadits-
hadits Nabawi, yaitu segala hal yang disandarkan (idlafah) kepada Nabi SAW.

Sebagai contoh dari sanad adalah

،‫ا‬cc‫ض َي هَّللا ُ َع ْنهُ َم‬ِ ‫ ع َْن َع ْب ِد هَّللا ِ ب ِْن َع ْم ٍرو َر‬،‫ ع َْن أَبِي الخَ ي ِْر‬،َ‫ع َْن يَ ِزيد‬،‫ْث‬ ُ ‫ َح َّدثَنَا اللَّي‬:‫ال‬
َ َ‫ ق‬،‫َح َّدثَنَا َع ْمرُو بْنُ خَالِ ٍد‬
‫الَ َم َعلَى َم ْن‬c‫الس‬ َّ ُ‫رأ‬c ْ ُ‫ ت‬:‫ال‬c
َ c‫ َوتَ ْق‬،‫ا َم‬cc‫ط ِع ُم الطَّ َع‬ َ cَ‫رٌ؟ ق‬c‫الَ ِم خَ ْي‬c‫ أَيُّ ا ِإل ْس‬:‫لَّ َم‬c‫ ِه َو َس‬c‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي‬
َ ‫ي‬ َّ ِ‫أَ َّن َر ُجاًل َسأ َ َل النَّب‬
ِ ‫َع َر ْفتَ َو َم ْن لَ ْم تَع‬
‫ْرف‬
“Umar bin Khalid telah menceritakan hadits padaku (imam Bukhari), ia berkata : Al
Laits menceritakan hadits padaku (Umar bin Khalid), dari Yazid, dari Abu Al-Khair,
dari Abdullah bin ‘Amr radhiyallaahu ‘anhuma, bahwa seorang lelaki bertanya pada Nabi
shallallaahu ‘alaihi wasallam: “Manakah islam yang paling baik?” Beliau menjawab :
“Memberikan makanan, dan membaca salam pada orang yang engkau kenal dan yang tidak
engkau kenal.”(HR. Bukhari).

Ada beberapa sanad yang disebut yaitu Abul Khair, Umar bin Khalid, Al Laits, Yazid,
Abul Khair, dan Abdullah bin Amr, sehingga sampai kepada Rasulullah SAW, dan
diriwayatkan oleh Imam Bukhari. Rangkaian tersebut memenuhi kriteria sanad yang tidak
memiliki keterputusan, sehingga haditsnya menjadi shahih dan dapat diimani. Agar lebih
jelas, berikut penjelasan dibawah ini:

Hadits dimulai dari Nabi Muhammad SAW, kemudian sahabat Nabi: Abdullah bin
Amr, Tabi’in: Abu Al Khair, Tabiut Tabi’in: Yazid, Ittiba Tabiut Tabi’in: Al Laits dan Umar
bin Khalid, Ahli Hadits: imam Bukhari. Di sana tidak ada keterangan terputusnya sanad
ataupun kurangnya perawi, bahkan ahli haditsnya adalah imam Bukhari. Perlu diketahui,
bahwa Bukhari hanya meriwayatkan hadits yang shahih saja.

Sanad berfungsi untuk mengetahui derajat kesahihan suatu hadits. Apabila ada cacat
dalam sanadnya baik itu karena kefasikannya, lemahnya hafalan, tertuduh dusta atau
selainnya maka hadits tersebut tidak dapat mencapai derajat sahih.
B. Matan

"Matan" atau "al-matn" menurut bahasa adalah mairtafa'a min al-ardi atau tanah yang
meninggi. Sedangkan menurut istilah adalah "kalimat tempat berakhirnya sanad" atau sesuatu
yang berakhir padanya (terletak sesudah) sanad yaitu sebuah perkataan.
Berkenaan dengan matan atau redaksi hadits, maka ada beberapa yang perlu
dipahami:
 Ujung sanad sebagai sumber redaksi, apakah berujung pada Nabi Muhammad
atau bukan.
 Matan hadits itu sendiri dalam hubungan dengan hadits lain yang lebih kuat
sanadnya (apakah ada yang melemahkan atau menguatkan) dan selanjutnya
dengan ayat dalam Al-Qur'an (apakah ada yang bertolak belakang).
1. Sebab-Sebab Terjadinya Perbedaan Kandungan Matan
Yang dimaksud dengan “kandungan matan” di sini adalah teks yang terdapat di dalam
matan suatu Hadits. Penyebab utama terjadinya perbedaan kandungan matan suatu Hadits
adalah karena adanya periwayatan Hadits secara makna (riwayat bi al-ma’na), yang telah
berlangsung sejak masa Sahabat, meskipun di kalangan para Sahabat sendiri terdapat
kontroversi pendapat mengenai periwayatan secara makna tersebut. 
Berikut ini akan diuraikan mengenai penyebab utama terjadinya perbedaan kandungan
matan Hadits tersebut diantaranya ialah:

 Periwayatan Hadits Secara Makna


Sering dijumpai di dalam kitab-kitab Hadits perbedaan redaksi dari matan suatu
Hadits mengenai satu masalah yang sama. Hal ini tidak lain adalah karena terjadinya
periwayatan Hadits yang dilakukan secara maknanya saja (riwayat bi al-ma’na), bukan
berdasarkan redaksi yang sama sebagaimana yang diucapkan oleh Rasulullah SAW.Jadi,
periwayatan Hadits yang dilakukan secara makna, adalah penyebab terjadinya perbedaan
kandungan atau redaksi matan dari suatu Hadits.

 Beberapa Ketentuan dalam Periwayatan Hadits Secara Makna


Para Ulama berbeda pendapat mengenai apakah selain Sahabat boleh meriwayatkan
Hadits secara makna, atau tidak boleh. Abu Bakar ibn al-‘Arabi (w. 573 H/ 1148 M)
berpendapat bahwa selain Sahabat Nabi SAW tidak diperkenankan meriwayatkan Hadits
secara makna. Alasan yang dikemukakan oleh Ibn al-‘Arabi adalah pertama, Sahabat
memiliki pengetahuan bahasa Arab yang tinggi (al-fashahah tua al-balaghah) dan kedua,
Sahabat menyaksikan langsung keadaan dan perbuatan Nabi SAW.

Akan tetapi, kebanyakan ulama hadis membolehkan periwayatan Hadis secara makna
meskipun dilakukan selain Sahabat,namun ada bebrapa ketentuan. Diantara ketentuan-
ketentuan yang disepakati oleh Ulama Hadis adalah

a. Yang boleh meriwayatkan Hadis secara makna hanyalah mereka yang benar-benar
memiliki pengetahuan bahasa arab yang mendalam. Dengan demikian, periwayatan
matan hadis akan terhindar dari kekeliruan, misalnya menghalalkan yang haram,
mengharamkan yang halal.
b. Periwayatan dengan makna dilakukan bila sangat terpaksa, misalnya karena lupa
susunan secara harfiah.
 Meringkas dan Menyederhanakan Matan Hadits

Selain perbedaan susunan kata-kata dan perbedaan dalam memilih kata-kata untuk
redaksi suatu Hadits, permasalahan yang juga diperselisihkan oleh para Ulama dan
berpengaruh terhadap redaksi matan suatu Hadits adalah mengenai tindakan meringkas atau
menyederha-nakan redaksi dari suatu Hadits. Sebagian Ulama ada yang mutlak tidak
membolehkan tindakan tersebut. Hal itu sejalan dengan pandangan mereka yang menolak
periwayatan Hadits secara makna. Sebagian lagi ada yang membolehkannya secara mutlak.
Namun, kebanyakan Ulama Hadits dan merupakan pendapat yang terkuat adalah
membolehkannya dengan persyaratan. Syarat-syarat tersebut, sebagaimana yang dirangkum
oleh syuhudi adalah sebagai berikut:
a. Yang melakukan peringkasan itu bukanlah periwayat Hadis yang bersangkutan,
b. Apabila peringkasan dilakukan oleh periwayat Hadis maka harus ada Hadis yang
dikemukakannya secara sempurna,
c. Tidak terpenggal kalimat yang mengandung kata pengecualian (al-istisna’),syarat
penghinggaan (al-ghayah), dan semacamnya.
d. Peringaksan itu tidak merusak petunjuk dan penjelasan yang terkandung dalam Hadis
yang bersangkutan.
e. Yang melakukan peringkasan haruslah orang yang benar-benar telah mengetahui
kandunagn hadis yang bersangkutan.

C. Rawi
Rawi adalah unsur pokok ketiga dari sebuah hadits. Kata "Rawi" atau "ar-Rawi"
berarti orang yang meriwayatkan atau memberitakan hadits (naqil al-Hadits). Antara sanad
dan rawi itu merupakan dua istilah yang tidak dapat dipisahkan.Sanad-sanad hadits pada tiap-
tiap tabaqahnya ( tingkatannya) juga disebut rawi. Sehigga yang dimaksud dengan rawi
adalah orang yang meriwayatkan, menerima dan memindahkan hadits.
Syarat-Syarat Rawi sebagai berikut :

1. Islam, karena itu hadis dari orang kafir tidak diterima.


2. Baligh, hadis dari anak kecil di tolak.
3. ‘Adalah (sifat adil).
4. Dhobth (teliti, cerdas dan kuat hafalannya).
Sebenarnya antara sanad dan rawi itu merupakan dua istilah yang hampir sama, Sanad-sanad
hadits pada tiap-tiap thabaqah atau tingkatannya juga disebut para rawi. Begitu juga setiap
perawi pada tiap-tiap thabaqah-nya merupakan sanad bagi tabaqah berikutnya. Akan tetapi
yang membedakan kedua istilah diatas ialah, jika dilihat dari dalam dua hal yaitu:
 Dalam hal pembukuan hadits. Orang-orang yang menerima hadits kemudian
mengumpulkannya dalam suatu kitab tadwin disebut dengan rawi. Dengan demikian
perawi dapat disebut dengan mudawwin, kemudian orang-orang yang menerima hadits
dan hanya meyampaikan kepada orang lain, tanpa membukukannya disebut sanad
hadits.
 Dalam penyebutan silsilah hadits, untuk susunan sanad, berbeda dengan peyebutan
silsilah susunan rawi. Pada silsilah sanad, yang disebut sanad pertama adalah orang
yang langsung meyampaikan hadits tersebut kepada penerimanya. Sedangkan pada
rawi yang disebut rawi pertama ialah para saha bat Rasul SAW. Dengan demikian
penyebutan silsilah antara kedua istilah ini merupakan sebaliknya. Artinya rawi
pertama sanad terakhir dan sanad pertama adalah rawi terakhir. 

2.3. BENTUK-BENTUK HADIS

Dilihat dari bentuknya, Hadis dibagi menjadi lima:

a. Hadis Qowli

Hadis qowli adalah segala sesuatu yang disandrakan kepada Nabi Muhammad SAW
berupa perkataan atau ucapan yang berisi syara’ atau pun peristiwa yang berkaitan dengan
akidah,syariah maupun akhlak.Khusus bagi para Ulama Ushul Fiqh adalah seluruh perkataan
yang dapat dijadikan dalil untuk menetapkan hukum syara’. Contohnya:

1. Hadits tentang Doa Nabi Muhammad SAW kepada Orang yang Mendengar, Menghafal,
dan Menyampaikan Ilmu.

َّ‫رُب‬cَ‫ هُ ف‬cَ‫هُ َحتَّى يُبَلِّغ‬cَ‫ ِديثًا فَ َحفِظ‬c‫ ِم َع ِمنَّا َح‬c‫ َرأً َس‬c‫ َر هَّللا ُ ا ْم‬c‫َض‬
َّ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم يَقُو ُل ن‬
َ ِ ‫ْت َرسُو َل هَّللا‬
ُ ‫ت قَا َل َس ِمع‬
ٍ ِ‫ع َْن َز ْي ِد ْب ِن ثَاب‬
َ ‫َحا ِم ِل فِ ْق ٍه إِلَى َم ْن ه َُو أَ ْفقَهُ ِم ْنهُ َورُبَّ َحا ِم ِل فِ ْق ٍه لَي‬
‫ْس بِفَقِي ٍه‬

Dari Zaid bin Tsabit ia berkata, “Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Semoga Allah
memperindah orang yang mendengar hadis dariku lalu menghafal dan menyampaikannya
kepada orang lain, berapa banyak orang menyampaikan ilmu kepada orang yang lebih
berilmu, dan berapa banyak pembawa ilmu yang tidak berilmu.” (HR. Abu Dawud)
b. Hadis Fi’li

Hadis fi’li adalah hadis fi’li adalah segala yang disandarkan kepada Nabi SAW.
Berupa perbuatannya yang sampai kepada kita.Perbuatan Rasulullah SAW tersebut adalah
yang sifatnya dapat dijadikan contoh teladan ,dalil untuk penetapan hukum syara’, atau
pelaksanaan suatu ibadah. Umpanya tata cara pelaksaan sholat, haji, dan lainnya. Tentang
cara pelaksanaan Rasul SAW bersabda:
َ ُ‫صلُّوْ ا َك َما َرأَ ْيتُ ُموْ نِ ْي ا‬
(‫صلِّ ْي (رواه البخارى ومسلم عن مالك‬ َ
“shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku shalat”. (HR. Al-Bukhary dan Muslim dari
Malik ibn Huwairits)
Salah satu tata cara yang dicontohkan Nabi SAW dalam pelaksanaan sholat adalah
cara mengangkat tangan ketika bertakbir didalam sholat.
c. Hadis Taqrir
Hadis taqrir adalah segala perkataan dan perbuatan Sahabat yang diketahui oleh
Nabi SAW, lalu disetujui atau diluruskan oleh Beliau. Contohnya:

ُ‫ض َي هَّللا ُ َع ْنه‬ ِ ‫ع َْن أَبِي هُ َر ْي َرةَ َر‬


‫صاَل ِة ْالفَجْ ِر يَا بِاَل ُل َحد ِّْثنِي بِأَرْ َجى َع َم ٍل َع ِم ْلتَهُ فِي اإْل ِ ْساَل ِم فَإِنِّي‬ َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَا َل لِبِاَل ٍل ِع ْن َد‬ َ ‫أ َّن النَّبِ َّي‬
ْ‫طهُورًا فِي َسا َع ِة لَي ٍْل أَو‬ َ ْ‫ت َع َماًل أَرْ َجى ِع ْن ِدي أَنِّي لَ ْم أَتَطَهَّر‬ ُ ‫ي فِي ْال َجنَّ ِة قَا َل َما َع ِم ْل‬ َّ ‫ك بَ ْينَ يَ َد‬ َ ‫َف نَ ْعلَ ْي‬ ُ ‫َس ِمع‬
َّ ‫ْت د‬
َ ُ‫ب لِي أَ ْن أ‬
‫صلِّ َي‬ َ ِ‫ُور َما ُكت‬ ِ ‫الطه‬ ُّ ‫ك‬ َ ِ‫ْت بِ َذل‬ ُ ‫صلَّي‬ َ ‫ار إِاَّل‬
ٍ َ‫نَه‬

Dari Abu Huroiroh rodhiallohu ‘anhu bahwa Nabi sholallohu ‘alaihi wasallam berkata,


kepada Bilal rodhiallohu ‘anhu ketika sholat Fajar (Subuh): “Wahai Bilal, ceritakan
kepadaku amal yang paling utama yang sudah kamu amalkan dalam Islam, sebab aku
mendengar di hadapanku suara sandalmu dalam surga”.
Bilal berkata;  “Tidak ada amal yang utama yang aku sudah amalkan kecuali bahwa jika aku
bersuci (berwudhu’) pada suatu kesempatan malam ataupun siang melainkan aku selalu
sholat dengan wudhu’ tersebut disamping sholat wajib”
[HR Bukhori 1081]
d. Hadis Hammi
Hadits Hammi adalah hadits yang berupa keinginan atau hasrat Nabi SAW
yang belum terealisasikan. Walaupun hal ini baru rencana dan belum dilakukan
oleh Nabi, para ulama memasukkannya pada hadis, karena Nabi tidak
merencanakan sesuatu kecuali yang benar dan dicintai dalam agama, dituntut
dalam syari’at Islam dan beliau diutus untuk menjelaskan syariat Islam.
Contohnya: ‫اس َع‬ ُ ‫لَئِ ْن ِع ْش‬
ِ َّ‫ت إلَى قَابِ ٍل الَصُو َم َّن الت‬
“Jika saya masih hidup di tahun depan, pasti akan berpuasa pada hari kesembilan.”
e. Hadis Ahwal
hadits ahwali adalah yang berupa hal ihwal Nabi SAW yang tidak temasuk
ke dalam kategori ke empat hadits di atas. Ulama hadits menerangkan bahwa
yang termasuk “hal ihwal” ialah segala pemberitaan tentang Nabi SAW, seperti
yang berkaitan dengan sifat-sifat kepribadiannya/perangainya (khuluqiyyah),
keadaan fisiknya (khalqiyah), karakteristik, sejarah kelahiran, dan kebiasaan-
kebiasaanya.
BAB III

PENUTUP

3.1. KESIMPULAN

Hadis adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, baik
perkataan, perbuatan, persetujuan dan sifat beliau. Hadis memiliki beberapa struktur
diantaranya:

1. Sanad: Sandaran atau tempat bersandar.


2. Matan: Tanah yang meninggi atau kalimat tempat berakhirnya sanad.
3. Rawi: Orang yang meriwayatkan hadis atau memberitakan hadis.

Berdasarkan bentuknya hadis terbagi menjadi lima:

1. Hadis Qauli: Perkataan Nabi SAW.


2. Hadis Fi’li: Perbuataan Nabi SAW.
3. Hadis Taqrir: Segala perkataan dan perbuatan sahabat yang di setujui oleh Nabi
SAW.
4. Hadis Hammi: Keinginan Nabi SAW.
5. Hadis Ihwal: Segala pemberitaan tentang Nabi SAW.

2.3. SARAN
Makalah ini berisikan dasar kajian untuk membuktikan kesahihan hadis. Namun
makalah ini bukan satu-satunya sumber wacana yang dapat dijadikan referensi. Maka
sebaiknya kita menggali ilmu tentang kajian ulumul hadis lebih dalam lagi.
DAFTAR PUSTAKA

DR. nawir yuslem, M. (2001). struktur dan brntuk hadis. dalam M. DR. nawir yuslem, ulumul
hadis jakarta: 2001.

https://passinggrade.co.id/pengertian-matan/

https://sahabatmuslim.id/pengertian-sanad-contoh-macam/

https://suduthukum.com/2015/01/bentuk-bentuk-hadis.html

https://www.nasehatquran.com/2019/08/pengertian-sanad-matan-dan-rawi.html

Anda mungkin juga menyukai