Ragam Lisan
Ragam Tulis
1. Ragam Lisan
2. Ragam Tulis
Istilah lain yang digunakan selain ragam bahasa baku adalah ragam
bahasa standar, semi standar dan nonstandar. Bahasa ragam standar
memiliki sifat kemantapan berupa kaidah dan aturan tetap. Akan tetapi,
kemantapan itu tidak bersifat kaku. Ragam standar tetap luwes sehingga
memungkinkan perubahan di bidang kosakata, peristilahan, serta
mengizinkan perkembangan berbagai jenis laras yang diperlukan dalam
kehidupan modem (Alwi, 1998: 14).
Penggunaan kata sapaan dan kata ganti merupakan ciri pembeda ragam
standar dan ragam nonstandar yang sangat menonjol. Kepada orang
yang kita hormati, kita akan cenderung menyapa dengan menggunakan
kata Bapak, Ibu, Saudara, Anda. Jika kita menyebut diri kita, dalam
ragam standar kita akan menggunakan kata saya atau aku. Dalam ragam
nonstandar, kita akan menggunakan kata gue.
Jadi jika kita berbahasa benar belum tentu baik untuk mencapai
sasarannya, begitu juga sebaliknya, jika kita berbahasa baik belum tentu
harus benar, kata benar dalam hal ini mengacu kepada bahasa baku.
Contohnya jika kita melarang seorang anak kecil naik ke atas meja,
“Hayo adek, nggak boleh naik meja, nanti jatuh!” Akan terdengar lucu
jika kita menggunakan bahasa baku, “Adik tidak boleh naik ke atas meja,
karena nanti engkau bisa jatuh!”
Untuk itu ada baiknya kita tetap harus selalu berbahasa Indonesia
dengan baik dan benar, yang berarti “pemakaian ragam bahasa yang
serasi dengan sasarannya dan yang di samping itu mengikuti kaidah
bahasa yang benar. Ungkapan bahasa Indonesia yang baik dan benar
sebaliknya mengacu ke ragam bahasa yang sekaligus memenuhi
persyaratan kebaikan dan kebenaran” (Tata Bahasa Baku Bahasa
Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988, halaman
20).