Anda di halaman 1dari 21

MATA KULIAH DOSEN PENGAMPUH

ULUMUL HADIST Dr. Johar Arifin, Lc., M.A.

JENIS-JENIS HADIST AHAD

(HADIST MASYHUR, HADIST AZIZ, HADIST GHARIB)

KELOMPOK 1

ALFIAH RAFIKA (11930121180)

NUR AFRINA YANI (11930120981)

SUCI AMALIA YASTI (11930120292)

PROGRAM STUDI ILMU HADITS

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU

2020/2021
KATA PENGANTAR

Segala puji milik Allah Swt, Tuhan semesta alam yang telah menganugerahkan kepada
kita semua akal dan nurani, dan selalu mencurahkan rahmat dan kasih sayang_Nya untuk
semua makhluk_Nya.

Sholawat dan salam semoga selalu tercurahkan untuk baginda Nabi Muhammad Saw,
dan untuk keluarganya, sahabat beserta tabi’in-tabi’in.

Alhamdulillah dengan segala rahmat dan kasih sayang Allah Swt, kami telah
menyelesaikan makalah ini dengan sebaik-baiknya, semoga dengan makalah ini kita semua
bisa mengetahui dan memahami tentang “Jenis-jenis Hadist Ahad (Hadist Masyhur, Hadist
Aziz, Hadist Gharib)”, baik definisi nya, pembagian Hadist nya, contoh Hadist dan
sebagainya. Dalam menyusun makalah ini kami selaku penulis banyak sekali memiliki
kesalahan, kiranya pembaca memberikan kritikan dan saran yang membangun agar
keilmuan kita semakin bertambah.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dosen bidang studi, beserta teman-
teman yang banyak membantu penulis dalam menyelesaikan makalah yang sederhana ini.

Pekanbaru, Oktober 2020

Pemakalah
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar belakang

Hadits merupakan pedoman dan sumber hukum kedua umat islam setelah kitab suci Al-
Qur’an. Sebagai salah satu pedoman terpenting dalam kehidupan, maka hadits perlu
dipelajari dengan sungguh, karena rasulullah telah wafat 14 abad yang lalu dan jumlahnya
yang ribuan, dan dari sepanjang perjalanan hadits dari sahabat sampai saat ini, maka telah
banyak sekali ahli hadits dan perawih hadits yang terlahir, maka dalam kajian ilmu hadits
untuk mengetahui status dari sebuah hadits dapat ditinjau dari segi kuantitas atau jumlah
perawih yang meriwayatkannya.

Pembahasan tentang hadits ditinjau dari segi kuantitasnya akan menyinggung seputar
hadits Mutawatir dan hadits Ahad. Namun tulisan ini kami akan menspesifikasikan pada
pembagian dari hadits Ahad, yaitu : Hadits Masyhur, Hadits Aziz, dan Hadits Gharib

2. Rumusan masalah
 Apakah yang dimaksud dengan Hadits Masyhur?
 Bagaimanakah pembagian Hadits Masyhur?
 Apakah yang dimaksud dengan Hadits Aziz?
 Apakah yang dimaksud dengan Hadits Gharib?
 Bagaimanakah pembagian Hadist Gharib?

3. Tujuan
 Mengetahui dan memahami pengertian Hadits Masyhur.
 Mengetahui contoh Hadits Masyhur dan bentuk-bentuk Hadits Masyhur.
 Mengetahui dan memahami pengertian Hadist Aziz.
 Mengetahui contoh Hadist Aziz.
 Mengetahui dan memahami pengertian Hadist Gahrib.
 Mengetahui contoh Hadist Gharib dan bentuk-bentuk Hadist Gharib.
BAB II

PEMBAHASAN

Pengertian Hadits Ahad

Menurut bahasa Ahad adalah bentuk jamak dari kata wahid yang mempunyai maka
“satu”. Sedangkan menurut istilah yang dikutip dari buku Dr. Mahmud Thohan dalam buku
“taisir fi mustalahi al-hadits” :

‫هو ما ال يحتوي علي شروط التواتر‬

“Hadits yang tidak memenuhi syarat hadits mutawatir”

Hadits Ahad terbagi menjadi 3 macam:

1. Hadits Masyhur
2. Hadits Aziz
3. Hadits Gharib

Hadits Masyhur

Masyhur menurut bahasa merupakan isim maf’ul dari kata syahara ya berarti sudah
tersebar atau popular. Dengan demikian hadits masyhur berarti hadits yang telah terkenal
meskipun tidak memiliki sanad sama sekali, yang kemudian dimaksud dengan masyhur
ghairu istilahi. Sedangkan menurut istilah :

‫ما رواه ثلثة فأكثر ولو في طبقة واحدة ولم يصل درجة التّواتر‬

“Hadits yang diriwayatkan oleh tiga perowih atau lebih pada setiap thabaqah
(tingkatan) dan belum mencapai derajat mutawatir” 1

Ibnu Hajjar mendefinisikan hadits masyhur dengan:

1
Syaikh manna’ al khattan, pengantar studi ilmu hadits (Jakarta: pustaka Al-kautsar, 2019) hal: 133
‫ماله طرق محصورة بأكثر من اثنين ولم يبلغ ح ّد التّواتر‬

“Hadits yang memiliki jalan sanad yang terbatas,lebih dari dua dan tidak mencapai
batasan mutawatir” (dikutip dari buku ulumul hadits, Ahmad Zuhri, Fatimah Zahara, Watni
Marpaung. (Medang: CV. Manhaji, 2014. Hal: 86)

Menurut ulama ushul Hadits2, Masyhur adalah

‫الصحابة ومن بعدهم‬


ّ ‫ثم تواتر بعد‬
ّ ‫ما رواه من الصحابة عدد اليبلغ ح ّد التّواتر‬

“Hadits yang tabaqah pertamanya (tingkat sahabat)diriwayatkan oleh orang banyak


tetapi belum sampai ke tingkat mutawatir, kemudian pada tabaqah-tabaqah berikutnya
diriwayatkan oleh orang banyak yang jumlahnya menyamai dengan periwayatan mutawatir”

Menurut sebagian ulama, hadits masyhur adalah hadits yang pada tabaqah pertama
dan kedua terdiri dari satu orang, kemudaian pada tabaqah setelahnya barulah tersebar luas,
yang disampaikan oleh banyak orang yang mustahil mereka sepakat untuk berdusta3

Menurut imam Ahmad, hadits masyhur adalah hadits yang popular dikalangan tabi’in
atau tabi’it-tabi’in. Hadits yang popular hanya pada tabaqat setelah tabi’it-tabi’in , tidaklah
termasuk hadits masyhur4

Dari defenisi tentang hadits masyhur diatas ternyata antara pendapat para ulama tidak
sepakat , ada yang memberikan pengertian dengan sangat ketat, ada yang sedikit longgar dan
ada yang sangat lnggar. Hal ini akan menyebabkan perbedaan pendapat dalam menempatkan
kehujjahan dan kualitas dari hadits masyhur tersebut.

Sedikitnya ada 2 alasan yang menyebabkan perbedaan dalam mendefinisikan Hadits


masyhur tersebut dikalangan ulama :

1. Golongan yang ketat dalam mendefinisikan hadits dalam memberikan persyaratan


terhadap hadits masyhur (misalnya dari ulama ushul) karena:

2
Muhammad ‘ajaj al-khatib, ushul al-hadits (Jakarta, Gaya Media Pratama, 2013) hal 272
3
M. syuhudi ismail, pengantar ilmu hadits (Bandung: penerbit Angkasa, 1985) hal: 141
4
ibid
 Mereka menempatkan hadits masyhur berada antara hadits mutawatir dan hadits Ahad.
Bahkan lebih kepada hadits mutawatir dari pada hadits ahad
 Mereka mengukur kemasyhuran suatu hadits tidak hanya dari jumlah perawihnya
tetapi juga dilihat dari thabaqahnya

2. Golongan yang tidak ketat memberikan persyaratan hadits masyhur, disebabkan:


 Mereka menempatkan hadits masyhur sebagai bagian dari hadits Ahad.
 Mereka mengukur dari segi jumlah banyak orang yang mengenalnya dengan tidak
mensyaratkan pada tabaqah tertentu.

Dari defenisi dan perbedaan syarat-syarat dari para ahli hadits dan ulama terseut, namun
yang menjadi patokan penting yang menjadi syarat hadits masyhur adalah :

 Jumlah perawih pada masing-masing tabaqah nya tidak kurang dari tiga orang;
 Jika jumlahnya lebih dari tiga orang, maka jumlah tersebut jangan mencapai batasan
(jumlah perawih) hadits mutawatir

Contoh :
Hadits ini dinamakan hadits masyhur karena diriwayatkan oleh 3 orang rijal hadits
atau lebih dan belum sampai derajat mutawatir, adapun sanadnya sebagai berikut

 Tabaqah pertama(sahabat), 3 orang : Jabir bin Abdullah, Abu Musa Al-Asy’ari dan
Abdullah bin Umar.
 Tabaqat kedua (Tabi’in Kabir) 4 orang : Abu Zubair, Abu Burdah bi Abu musa, abi
Al-Khair dan Asy-sya’by
 Tabaqah ketiga (tabi’in shoghir) 5 orang :Ibnu Juraih, Abu Burdah bin Abdullah,
Yazid bin Abi Hubaib, Ismail, dan Abi As-Safar
 Tabaqah keempat (Atba’ tabi’in kabir) 4 orang :Abu ‘Ashim, Yahya bin Sa’id, Amru
bin Harits, dan Syu’bah,
 Tabaqah kelima (Atba’ tabi’in shoghir) 5 orang : Hasan al-Hulwani, Abdullah bin
Humaid, Said bin Yahya, Abu wahab, dan Adam bin Iyas
 Tabaqah selanjutnya Abu Thahir, Muslim dan Bukhori.

Diluar definisi hadits masyhur secara istilah tersebut, ada pula yang dikenal dengan hadits
masyhur ghoiru istilahi, yaitu hadits-hadits yang masyhur dikalangan masyarakat tertentu,
tanpa harus memenuhi syarat-syarat menurut ulama hadits.

Syaikh Manna’ Al-Khattan5 dan lainnya membagi hadits Masyhur ghoiru istilahi menjadi
5 macam yang meliputi:

a. Masyhur dikalangan ahli hadits secara khusus6

‫مي عن ابي مجلز عن انس‬


ّ ّ‫قال البخاري ح ّدثنا احمد بن يونس قال ح ّدثنا زئدة عن الت‬
‫»بن ملك قال »قنت النّبي صلّي اهلل عليه وسلم شعرا يدعو علي رعل و ذموان‬

“Bahwasanya rasulullah saw. pernah melakukan qunut selama sebulan setelah berdiri dari
ruku’ berdoa untuk (kebinasaan) Ra’I dan Dzakhwan(kaliban arab)

5
Syaikh manna’ al-khattan, loc.cit
6
shohih Bukhori, no. 1003 dan shohih muslim, no, 677
b. Masyhur dikalangan Ahli Hadits, ulama dan masyarakat umum7

‫سعيداألموي قال ح ّدثنا أبو بردة بن عبد اهلل بن أبي بردة بن أبي‬
ّ ‫ح ّدثنا سعجيد بن‬

‫اي االسالم افضال قال من‬


ّ ‫موسي عن أبي بردة عن ابي موسى قال قلت يا رسول اهلل‬
‫سلم المسلموان من لسانه ويديه‬

“Muslim adalah orang yang menyelamatkan kaum muslimin dari lisan dan tangannya.”

c. Masyhur dikalangan Fuqaha’8

‫معرف بن واصل عن محارب بن دثار‬


ّ ‫ح ّدثنا كثير بن عبيد ح ّدثنا محمد بن خالد عن‬
‫بي صلى اهلل عليه وسلم قال ابغض الى اهلل تعالى الطّالق‬
ّ ّ‫عن ابن عمر عن الن‬

“Perbuatan halal yang dibenci oleh Allah swt adalah talaq”

d. Masyhur dikalangan Usuliyyin9

“Allah telah membebaskan umat-ku dari kesalahan dan lupa dan sesuatu yang dipaksakan
kepadanya”

7
shohih Bukhori, no. 10, 11, 6484 dan Shohih Muslim, no. 40, 41, 42
8
Sunan abu DAwud, no. 2178 sunan Ibnu Majah, no. 2018, sunan Baihaqi, no. 14894
9
Sunan Ibnu Majah, no. 2043, shahih Mustadrok hakim, no. 2601, Ibnu hibban 7219, Sunan Daruqutni, no. 4351
e. Masyhur dikalangan masyarakat umum 10

“Bertenang-tenang itu dari Allah dan tergesah-gesah itu datangnya dari syeitan”

Syaikh Hafidz Hasan Mas’ud11 membagi hadits masyhur manjadi 2, yaitu:

1. Masyhur Mutlaq, adalah hadits yang masyhur dikalangan ahli hadits dan ulama
lainnya, seperti

‫انّما األعمال بالنيات‬


2. Masyhur Muqayyad, adalah hadits yang masyhur dikalangan ahli hadits saja, seperti
hadits yang diriwayatkan oleh Anas:

‫قنت النّبي صلّي اهلل عليه وسلم شعرا يدعو علي رعل و ذكوان‬

Hadits Masyhur boleh dijadikan sebagai hujjah jika derajat haditsnya sahih dan hasan dan
jika derajatnya do’if maka tidak boleh dijadikan hujjah untuk memutuskan hukum halal-
haram

Hadits Masyhur juda disebut dengan nama Al-Mustafidh, namun hal ini masih berbeda
pendapat dikalangan ulama sebagai mana mereka mendefinisikan hadits mustafid adalah:

 Menurut bahasa “intisyar” berarti tersebar


 Menurut istilah ulama berbeda pendapat :
 Sama dengan Masyhur

10
Sunan turmudzi, no. 2012
11
Hafidz hasan mas’ud, Matan Minhatul Mughis fi I’lmi mushtalahal hadits
 Lebih khusus dari Masyhur : karena mustafidh diisyaratkan pada ujung kedua
sanadnya harus sama , sedangkan masyhur tidak disyaratkan12
 Lebih umum dari masyhur ; karena masyhur syaratnya harus diawal sanad (tabaqah
sahabat)

Buku-buku yang berisi tentang kumpulan hadits masyhur , antara lain:

1. Al-Maqasyid Al-Hasana fii Isytahara ‘alal Alsinah, karya As-Sakhawi


2. Kasyful Khafa wa Muzilul Ilbas fii ma Isytahara minal Hadits ‘ala alsinatin-nas,
karya AL-Ajluni
3. Tayyizut Thayyibi minal khabatsi fii ma yaduru’ ala Alsinatin-nas minal Hadits, karya
Ibnu Daiba’ As-Syaibani.

Hadist Aziz

Definisi Hadist Aziz

Dari segi Bahasa, kata Aziz adalah sifat Musyabbahah dari kata ‫عز يعز‬yang berarti =

‫قل و ندر‬sedikit dan langka. Atau dari kata ‫عز يعز‬berarti ‫ قوي و اشتد‬berarti kuat.13.

Sebagaimana firman Allah swt dalam Alquran:

o ‫فعززنابثالث فقالوا انا اليكم مورثلون‬

“Kemudian kami perkuat dengan (utusan) yang ketiga, maka ketiga utusan itu berkata :
sessungguhnya kami orang-ornag yang diutus kepadamu.” (QS.Yasin (36):14)

Hadist diberi nama ‘aziz (langka, sedikit, kuat) karena sedikit atau langka adanya, atau
terkadang posisinya menjadi kuat ketika didatangkan sanad lain.

12
https://belajarislam.com/2011/01/hadits-masyhur-hadits-mustafidl-hadits-aziz-hadits-gharib/ , dikutip pada 21
oktober 2020 :22.16
13
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadist, (Jakarta: Ed. 2. Cet. 5.Sinar Grafika Offset, Amzah, 2018), hlm. 158
Definisi Menurut Mahmud Thahan ialah :

‫ما رواه اثنان في جميع طبقا ت السند‬

“Hadist Aziz adalah Hadist yang hanya diriwayatkan oleh dua orang rijal al-
hadis disalah satu dari semua tingkatan sanadnya14”

Definisi Menurut Para Ulama, Hadist Aziz ialah :

‫ما رواه اثنان ولو كانا في طبقة واحدة ثم رواه بعد ذلك جما عة‬

“Hadist yang diriwayatkan oleh dua orang, walaupun dua orang periwayat
tersebut terdapat pada suatu thabaqat saja, kemudian setelah itu orang-orang pada
meriwayatkannya15”

Menurut Abdul Majid Khon dari segi istilah, Hadist Aziz ialah :

‫هو الذى يكون فى طبقة من طبقات سنده راويان فقط‬

“Yaitu Hadist yang satu tingkatan (thabaqat) dari beberapa tingkat sanadnya
terdapat dua orang perawi saja16”

Menurut Mudasir dari segi istilah, ialah :

‫ماجاء فى طبقة من طبقات رواته او اكثر من طبقة اثنان‬

“Hadist yang perawinya kurang dari dua orang dalam semua thabaqat sanad17”

Dari definisi menurut Mudasir ini dapat disimpulkan bahwa suatu Hadist
dikatakan Hadist Aziz bukam saja karena diriwayatkan oleh dua orang Rawi pada setiap
thabaqat, yakni dari sejak thabaqat pertama sampi thabaqat terakhir, tetapi juga bila
dalam satu thabaqat didapati dua orang perawi. Dalam masalah ini Ibnu Hibban
mengatakan bahwa Hadist Aziz yang hanya diriwayatkan dari dan kepada dua orang
14
Buku Siswa Hadist-Ilmu Hadist, (Jakarta: cetakan 1, Kementrian Agama, 2015), hlm. 45
15
Buku Siswa Hadist-Ilmu Hadist, (Jakarta: cetakan 1, Kementrian Agama, 2015), hlm. 45
16
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadist, (Jakarta: Ed. 2. Cet. 5.Sinar Grafika Offset, Amzah, 2018), hlm.
158
17
Mudasir.Ilmu Hadist, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), hlm. 132
rawi pada setiap thabaqat tidak mungkin terjadi. Secara teori memang ada
kemungkinannya, tetapi sulit untuk dibuktikan.

Contoh Hadist Aziz :

“Rasulullah Saw bersabda : (Kita adalah orang yang paling akhir (didunia), dan
yang paling dulu di hari kiamat18”.

Hadist ini dinama kan Hadist Aziz karena ditingkat sahabat hanya dua orang
Yaitu Huzaifah bin al-Yaman dan Abu Hurairah, biarpun tabaqah setelahnya
diriwayatkan oleh rijal al-hadis yang jumlahnya banyak.

18
Buku Siswa Hadist-Ilmu Hadist, (Jakarta: cetakan 1, Kementrian Agama, 2015), hlm. 45.
Artinya: “Tidaklah beriman seseorang diantara kamu, hingga aku lebih dicintai
dari pada dirinya, orangtuanya, anaknya, dan semua manusia19.” (HR. Bukhori dan
Muslim)

Dan Contoh lain :

Hukum Hadist Aziz adakalanya shahih, hasan, dan dhaif tergantung persyaratan
yang terpenuhi, apakah memenuhi seluruh kriteria persyaratan hadist shahih atau tidak.
Jika memenuhi segala persyaratannya berarti berkualitas shahih dan jika tidak
memenuhi sebagian atau keseluruhan persyaratannya maka tergolong hadist hasan dan
dhaif20.

Hadits Gharib

19
Mudasir.Ilmu Hadist, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), hlm: 133
20
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadist, (Jakarta: Ed. 2. Cet. 5.Sinar Grafika Offset, Amzah, 2018),
hlm.160.
Menurut Bahasa, kata Gharib adalah shifat musyabbahat yang berarti Al-
munfarid atau al-ba’id’an aqaribihi, yaitu “yang menyendiri” atau “jauh dari
kerabatnya”.21

Gharib Menurut istilah ilmu hadits berarti:

‫ راو واحد‬y‫هو ينفرد بروايته‬

“Yaitu Hadits yang menyendiri seorang perawi dalam periwayatannya”.22

Sedangkan menurut Ibnu Hajar Al Ashqhalani:

‫ سخص واحد في اي موضع وقع التفردبه السند‬y‫ما تفرد بروايته‬

“Hadits yang dalam sanadnya terdapat seseorang yang menyendiri dalam


meriwayatkannya, dimana saja penyendirian dalam sanad itu terjadi”.

Dari defenisi diatas dapat disimpulkan, bahwa setiap hadits yang diriwayatkan oleh
seorang perawi, baik pada setiap tingkatan sanad atau pada sebagian tingkatan sanad,
maka hukum hadits tersebut dinamakan hadits gharib.

1. Pembagian Hadist Gharib

Dilihat dari bagian Hadits Gharib aspek tempat menyendirinya perawi, hadits gharib
dibagi menjadi dua:

a) Gharib Mutlaq atau Fard Mutlaq

‫ما ينفرد بروايته شخص واحد في اصل سنده‬

“Hadits yang menyendiri seorang perawi dalam periwayatannya pada asal sanad
(tingkatan sahabat)”.

Contoh Hadits Gharib Mutlaq adalah:

21
Mahmud Thahan, Taisir Musthalah Al-Hadits, (Beirut: Dar Al- Qur’an Al-Karim,1979), hlm. 26

22
Ibid. hlm.27
‫انما االعمال باالنيات‬

“Sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung pada niatnya”.23

Hadits diatas diriwayatkan oleh banyak perawi, antara lain Al Bukhari, Muslim, Abu
Dawud, At Tirmidzi, An Nasai dan Ibn Majah. Pada tiap-tiap thabaqahnya, hadits
tersebut diriwayatkan oleh banyak perawi, akan tetapi pada thabaqah sahabat hanya
diriwayatkan oleh satu orang perawi, yaitu Umar bin Khattab. Dengan demikian,
menurut ulama yang memandang adanya ke-gharib-an sahabat, hadits diatas termasuk
hadits gharib. Namun perlu diketahui, bahwa meskipun hadits ini dikategorikan kedalam
kelompok gharib, akan tetapi sanad yang dilaluinya tergolong ashah al-asanid (sanad
hadits yang paling shahih).

b) Gharib Nisbi

‫هو ما كانت الغرابت في اثناء سنده‬

“Hadits yang terjadi Gharib di pertengahan sanadnya”.

Maksudnya, Hadits Gharib Nisbi ini pada mulanya diriwayatkan oleh beberapa
orang pada tingkat sahabat, namun pada pertengahan sanad, terdapat tingkatan yang
perawinya hanya satu orang.

Contoh Hadits Gharib Nisbi adalah:

‫ما رواه مالك عن الزهري عن انس رضي هللا عنه ان النبي صلي هللا‬
‫عليه وسلم دخل مكة وعلي راسه المغفر (اخرجه الشيحان‬

23
Nawir Yuslem, Ulumul Hadis, (Jakarta: PT Mutiara Sumber Widya, 2001), hlm. 216
“Hadits yang diriwayatkan oleh Malik, dari Al-Zuhri dari Anas r.a, bahwasanya
Nabi SAW memasuki kota Mekkah dan diatas kepalanya terdapat al-mighfar.(alat
penutup/penutup kepala).

Pada hadits diatas hanya Malik sendiri yang menerima hadits tersebut dari Al-Zuhri.24

Hadits dikatakan Gharib Nisbi dapat juga didasarkan atas beberapa hal, yaitu:

1) Hanya perawi tertentu yang menerima hadits itu dari perawi tertentu.
2) Hanya penduduk kota tertentu yang meriwayatkan hadits tersebut.
3) Hanya penduduk kota tertentu yang meriwayatkan hadits tersebut dari penduduk
kota tertentu pula.25

Hadits Gharib Nisbi ada tiga bentuk:

1) Sendiriannya seorang siqah

Yaitu hadits yang sanadnya satu atau lebih, namun di salah satu tingkatan sanad
selain tingkatan sanad yang pertama hanya ada satu rijal yang siqah.

Defenisi lain yaitu: hadits yang sanadnya banyak, namun yang siqah hanya satu.
Namun defenisi ini lemah.

Contohnya yaitu

‫ما كان يقرابه رسول هللا عليه وسلم في االضحي والفطر فقال كان يقرا‬
‫فيهما بق والقران المجيد واقتربت الساعة‬

“bahwa nabi SAW membaca Surah Qaf dan Iqtarabat As-Sa’ah pada sholat Idul Fitri
dan Idul Adha”.

Hadits ini dinamakan gharib nisbi (sendiriannya seorang siqah) karena hadits ini
sanadnya lebih dari satu, namun pada thabaqah ke-4 yang siqah hanya Imam Malik saja
sedangkan yang lain seperti Ibnu Lahi’ah tidah siqah.

24
Ibid, hlm.217
25
Khusniati Rofiah, Study Ilmu Hadis, (Ponorogo: IAIN PO Press, 2018), hlm. 129
2) Sendiriannya periwayat tertentu dari Syekh tertentu

Yaitu hadits yang sanadnya satu tau lebih dari satu, namun ada periwayat tertentu
yang hanya sendirian menerima hadits dari syekh tertentu.

Contoh:

‫ان النبي اولم علي الصفية بسق تمر‬

“Bahwa nabi SAW mengatakan walimahnya Shafiyah dengan bubur sawiq dan tamar
(kurma).

Hadits ini diriwayatkan oleh orang banyak dari Sufyan Ibnu Uyainah, dari Wa’il
bin Daud, dari Bakar bin Wa’il, dari Ibnu Syihab Az Zuhri, dari Anas bin Malik dan dari
Usman bin Affan. Tidak ada rijal satupun yang meiwayatkan hadits ini dari Wa’il bin
Daud kecuali Bakar bin Wa’il.

3) Sendiriannya periwayat suatu kota tertentu

Yaitu Hadits yang diriwayatkan oleh satu sanad atau lebih, namun hanya disuatu
kota tertentu, sedangkan dikota lain tidak ada satupun rijal al hadits yang
meriwayatkannya.

Contoh: Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud, dari Ath-Thayalisi, dari
Hammam dari Abu Qatabah, dari Abu Nadhrah dari Abu Said berkata:

‫امرنا ان نقرا بفاتحة الكتاب وما تيسر‬

“Kami diperintahkan membaca fatihah Al Qur’an dan apa yang mudah dalam Al
Qur’an”.

Al-Hakim berkata: “hanya penduduk Bashrah yang meriwayatkan hadits tersebut


dari awal sanad sampai akhirnya”. Berdasarkan kata Al Hakim ini maka hadits di atas
disebut gharib nisbi, karena ke-gharib-annya itu dibatasi pada ulama Bashrah saja yang
meriwayatkannya, ulama dari negara lain tidak ada yang meriwayatkannya.

2. Kitab-Kitab Yang Memuat Banyak Hadits Gharib


1) Musnad Al-Bazzar
2) Mu’jam Al-Ausath-nya At-Thabrani

3. Kitab-kitab Hadits Gharib Yang Populer


1) Gharaib Malik, karya Ad-Daruquthni
2) Al-Afraad, karya Ad-Daruquthni
3) As-Sunan Allati Tafarrada Bikulli Sunnatin Minha Ahlu Baldatun, karya
Abu Daud As-Sijistani26

26
Mahmud Thahan, Ilmu Hadits Praktis, (Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 2010), hlm. 34
KESIMPULAN

Masyhur Menurut bahasa merupakan Isim Maf’ul dari kata Syahara ya berarti
sudah tersebar atau popular. Dengan demikian Hadits Masyhur berarti Hadits yang telah
terkenal meskipun tidak memiliki sanad sama sekali, yang kemudian dimaksud dengan
Masyhur Ghairu Istilahi.

Diluar Definisi Hadits Masyhur secara istilah tersebut, ada pula yang dikenal dengan
Hadits Masyhur Ghoiru Istilahi, yaitu Hadits- Hadits yang Masyhur dikalangan
masyarakat tertentu, tanpa harus memenuhi syarat-syarat menurut Ulama Hadits.

Dari segi Bahasa, kata Aziz adalah sifat Musyabbahah dari kata ‫عز يعز‬yang berarti

= ‫قل و ندر‬sedikit dan langka. Atau dari kata ‫عز يعز‬berarti ‫ قوي و اشتد‬berarti kuat

Hukum Hadist Aziz adakalanya shahih, hasan, dan dhaif tergantung persyaratan
yang terpenuhi, apakah memenuhi seluruh kriteria persyaratan hadist shahih atau tidak.
Jika memenuhi segala persyaratannya berarti berkualitas shahih dan jika tidak
memenuhi sebagian atau keseluruhan persyaratannya maka tergolong hadist hasan dan
dhaif

Hadits Gharib adalah Hadits yang dalam sanadnya terdapat seorang yang
sendirian meriwayatkannya, disalah satu dari semua tingkatan sanad. Hadits gharib
dibagi menjadi dua bagian yaitu Hadits Gharib Mutlaq dan Hadis Gharib Nisbi.

Hadits Gharib Mutlaq adalah Hadis yang gharabahnya (perawi satu orang)
terletak pada pokok sanad. Pokok sanad adalah ujung sanad, yaitu seorang sahabat.
Sedangkan Hadits Gharib Nisbi adalah Hadits yang terjadi gharabah (perawi satu orang)
di tengah sanad.
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qattan, Manna’, 2004, Pengantar Studi Ilmu Hadist, Kairo: Maktabah Wahbah.

Buku Siswa Hadist-Ilmu Hadist, 2015, Jakarta: cetakan 1,Kementrian Agama.

Hakim bin Amir Abdat, Abdul, 2009, Pengantar Ilmu Musthalahul Hadist: Al-Qolam.

Hajjar, Al-Hafidz Ibnu. 773-852, Nukhbatul Fikar fi mushtalah Ahlil Atsar.

https://belajarislam.com/2011/01/hadits-masyhur-hadits-mustafidl-hadits-aziz-hadits-
gharib/ , dikutip pada 21 oktober 2020 :22.16
Ismail, M. syuhudi, 1985, Pengantar Ilmu Hadits, penerbit Angkasa, Bandung.

Khon, Abdul Majid, 2018, Ulumul Hadist, Jakarta: Ed. 2. Cet. 5.Sinar Grafika Offset ,
Amzah.

Mudasir. 1999, Ilmu Hadist, Bandung: Pustaka Setia.

Mas’ud, Hafidz Hasan, Minhatul Mughis fii ilmi Mustalahal Hadits

Rofiah, Khusniati, 2018, Study Ilmu Hadis, Ponorogo: IAIN PO Press.

Thahan, Mahmud, 1979, Taisir Musthalah Al-Hadits, Beirut: Dar Al- Qur’an Al-Karim.

Thahan, Mahmud, 2010, Ilmu Hadits Praktis, Bogor: Pustaka Thariqul Izzah.

Yuslem, Nawir, 2001, Ulumul Hadis, Jakarta: PT Mutiara Sumber Widya.

Anda mungkin juga menyukai