Anda di halaman 1dari 9

Studi Kitab Syarh Riyāḍh as-Ṣhāliḥīn Karya Syaikh Muhammad bin Shalih

al-Utsmain
Muhammad Rifdan Adil, Ahmad Subekti

Abstrak
Hadits merupakan salah satu dari dua sumber Islam, keduanya merupakan wahyu
dari Allah SWT tidak dapat dipisahkan, sehingga para ulama sejak zaman para
sahabat Nabi kepada generasi setelah memberikan perhatian yang besar kepada
mereka, mereka mengumpulkan hadits Nabi baik dalam bentuk tulisan maupun
hafalan atau mengajarkannya kepada generasi selanjutnya. Koleksi hadits kemudian
dikumpulkan menjadi kitab-kitab hadits dengan berbagai corak. Tulisan ini
membahas kitab Syarh Riyāḍh As-Ṣhāliḥīn karya Syaikh Abdurrahman al-Utsaimin.
Kata Kunci: Hadis, syarh

Pedahuluan
Sebagaimana diketahui hadis merupakan sumber hukum kedua setelah al-Qur'an
memanglah sudah sangat layak untuk diakui dalam membantu memberikan pesan-pesan umum
dari isi kandungan al-Qur'an itu sendiri, supaya lebih mudah untuk dipahami dan di aplikasikan
oleh manusia terkhususnya untuk umat Islam. Tetapi layaknya hadis yang dijadikan sebagai
hujjah atau sebagai dasar hukum tidak terlepas pula dari keorisinilainnya dan otoritas nya
dijadikan sebagai hujjah atau sebagai dasar hukum.
Para ulama hadis telah banyak memberikan kontribusi besar dalam rangka menjaga
kemurnian hadis dengan menetapkan kaedah-kaedah umum untuk mengetahui hadis yang
maqbul (diterima) dan hadis yang mardud (ditolak). Kaidah-kaidah dasar tersebut telah
dibukukan dan menjadi suatu cabang ilmu hadis yaitu ilmu musthalah hadis.
Syarah hadis memiliki peranan penting dalam studi hadis dan sejarah perkembangannya.
Hal trsebut muncul dari berbagai aspek yang meliputinya seperti, mengenal aspek historis. Yang
dimana syarh hadis dimaksudkan sebagai penjelasan terhadap hadis, belum muncul dikala
Rasulullah saw. masih hidup. Adapn istilahnya baru muncul setelah perkembangan masa ke
masa.
Mengingat metode syarh hadis merupakan salah satu acuan umum yang mendasar untuk
mengembangkan pemikiran dan pemahaman terhadap hadis, maka meode syarh matan hadis
yang telah dilakukan ulama masa lalu perlu ditelaah secara cermat dan kritis. Dengan demikian,
akan dapat diketahui unsur-unsur yang terdapat dalam metode tersebut dan relevansinya bagi
pengembangan pemikiran pemahaman hadis.
Mengenal Ibnu Utsaimin

1. Biografi Ibnu Utsaimin


a. Silsilah Keluarga
Beliau adalah Abu Abdillah Muhammad bin Shalih al-Utsamin al-
Wuhaibi At Tamimi. Beliau dilahirkan di kota ‘Unaizah pada tanggal 27
Ramadhan 1347H.
b. Perjalanan Menuntut Ilmu
Beliau belajar dan menghafalkan al-Qur’an kepada kakek Abdurrahman
bin Sulaiman Alu Damigh. Setelah itu beliau mulai belajar khat (menulis), ilmu
hitung, dan sebagian ilmu sastra.
Beliau belajar kepada Syaikh Abdurrahman bin Naashir As Sa’di yang
merupakan syaikh pertama beliau. Hal ini diakui sendiri oleh Syaikh Utsaimin
dalam pernyataannya “Aku banyak terkesan dan terpengaruh oleh beliau dalam
metode pengajaran, penyampaian ilmu, dan pendekatannya kepada para penuntut
ilmu dengan memberikan contoh dan makna dalam mengajar. Demikian halnya
aku terkesan kepada beliau dari sisi akhlaknya. Karena Syaikh Abdurrahman
mempunyai akhlak yang mulia dan kedudukan yang tinggi dalam hal ilmu serta
ibadah. Terkadang beliau bercanda dengan anak kecil dan tertawa bersama orang-
orang dewasa. Beliau termasuk orang yang paling baik akhlaknya yang pernah
aku lihat”.
Syaikh Abdurrahman bin Naashir As Sa’di mengangkat dua muridnya
untuk mengajar penuntut ilmu junior, yaitu Syaikh Ali as-Shalihi dan Syaikh
Muhammad bin Abdul Aziz al-Muthawi. Kemudian kepada merekalah Syaikh
Utsmainin belajar kitab Mukhtasar al-Aqidah al-Wasithiyah karya Syaikh
Abdurrahman as-Sa’di, Kitab Manhaj as-Salikin fil Fiqh karya Syaikh
Abdurrahman as-Sa’di, kitab Al-Ajrumiyah dan Alfiyah. Beliau juga belajar
ilmu faraid dan fiqh kepada Syaikh Abdurrahman bin ‘Ali bin ‘Audan.
Demikian pula sebaliknya, Syaikh Utsaimin juga memiliki kedudukan
yang spesial disisi gurunya. Suatu ketika ayah dari Syaikh Utsaimin hendak
pindah ke kota Riyadh dan menginginkan agar putranya ikut membersamainya.
Kemudian berita itu sampai ke Syaikh Abdurrahman bin Naashir As Sa’di, beliau
pun menuliskan sepucuk surat untuk sang ayah. Dalam surat itu tertulis “
Sesungguhnya (kepindahan) ini tidak mungkin. Kami ingin Muhammad tetap
tinggal disini sehingga ia bisa mengambil faedah”.
Disamping itu, beliau juga pernah belajar kepada Syaikh Abdul Aziz bin
Baz yang terhitung sebagai guru beliau yang kedua. Beliau mengawalinya dengan
belajar Shahih Bukhari, sebagian karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan
beberapa kita fiqhi. Beliau juga terkesan kepada gurunya ini, beliau berkata “
Saya sangat terkesan denga Syaikh Abdul Aziz bin Baz dalam hal perhatian
beliau terhadap hads. Aku juga terkesan dengan akhlak beliau dan kelapangan
jiwa beliau dalam menghadapi manusia”.
Waktu terus berlalu hingga tibalah saatnya untuk beliau mengajar dan
berdakwah. Pada tahun 1371 H, beliau pun mula mengajar di Masjid al-Jami’.
Ketika dibuka berbagai Ma’had ilm (lembaga-lembaga ilmiah) dikota Riyadh,
beliau pun masuk bergabung dengan Ma’had tersebut pada tahun 1372 H.
Setelah menjalani jenjang pendidikan selama 2 tahun, beliau pun lulus dan
ditunjuk sebagai pengajar di Ma’had Unaizah al-Ilmi. Bersamaan dengan itu
beliau melanjutkan studi dengan mengambil jurusan Syari'ah sekaligus
melanjutkan belajar kepada Syaikh Abdurrahman bin Naashir As Sa'di.
Ketika Syaikh Abdurrahman bin Naashir As-Sa’di wafat, maka beliau
menggantikan posisi nya sebagai imam di Masjid al-Jami’. Selain itu juga
mengajar di Perpustakaan Nasional Unaizah dan merangkap sebagai pengajar di
Ma’had Ilmi. Kemudian beliau berpindah mengajar di dua fakultas, yaitu
Fakulltas Syari’ah dan Ushuluddin di Universitas Islam Imam Muhammad bin
Su’ud cabang Qasim. Beliau juga termasuk anggota Haiatul Kibarul Ulama di
kerajaan Arab Saudi.
Perlu diketahui pula bahwa Syaikh Muhammad bin Ibrahim Rahimahullah
telah menawarkan bahkan meminta berulang kali kepada Syaikh Utsaimin untuk
menduduki jabatan Qadhi (hakim), bahkan telah mengeluarkan surat
pengangkatan sebagai ketua pengadilan agama di Al Ihsa, namun beliau menolak
secara halus. Setelah dilakukan pendekatan pribadi, Syaikh Muhammad Bin
Ibrahim pun mengabulkannya untuk menarik dirinya dari jabatan tersebut.
Kemudian beliau juga memiliki murid langsung yang berasal dari
Indonesia. Salah seorang pewaris dari Ulama Dunia ini bernama Syaikh Yazid bin
Abdul Qadir Jawas. Ustadz Yazid bin Abdul Qodir Jawas mempunyai hubungan
murid dan guru dengan Ulama Besar yang bernama Syaikh Muhammad bin
Shalih Al Utsaimin. Beliau sempat berguru kepada Syaikh Muhammad bin Shalih
Al Utsaimin, juga diizinkan mengikuti kelas khusus di majelis Syaikh Utsaimin.
Ustadz Yazid sangat beruntung bisa berguru kepada Syaikh Ibnu Utsaimin,
karena Syaikh Utsaimin adalah seorang Ulama yang terkenal. Syaikh Utsaimin
mengajar pada ma’had Ilmi di Unaizah, Fakultas Syari'ah dan Ushuluddin pada
cabang Universitas Ibnu Su’ud di Qosim, dekan Jurusan Aqidah dan aliran-aliran
kontemporer, anggota bagian pengajaran di Univeritas Ibu Su’ud Qosim, dan
bahkan merupakan anggota Hai’ah Kibaril Ulama’ (Majelis Ulama Besar
Kerajaan Saudi Arabia.
Syaikh Utsaimin memiliki semangat dan kesungguhan yang besar dalam
bidang dakwah, mengajar, menyusun buku, memberi fatwa, menulis risalah dan
memberikan ceramah umum di Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan berbagai
kota di Kerajaan Saudi Arabia, dengan gaya beliau yang khas dan penuh hikmah,
mauizah hasanah (nasehat yang baik) dan teguh diatas Manhaj Salafus Shalih.
c. Karya-karya
Kaum muslimin terutama para penuntut ilmu tentu sangat akrab dengan
berbagai tulisan beliau. Tidak ada satupun disiplin ilmu agama melainkan beliau
punya andil didalamnya. Dalam bidang Aqidah, Fiqhi, Musthalah, Nahwu, Ushul
Fiqhi, dan lainnya.
Beliau memiliki karya tulis sangat banyak yang mencapai empat puluh buku dan
makalah. Hingga saat ini karya-karya beliau sering dijadikan sebagai rujukan oleh
para penuntut ilmu di berbagai belahan dunia. Di antaranya adalah sebagai
berikut:
 Fathur Rabbil Bariyyah bitalkhishil Hamawiyah
 Majalis Syahri Ramadhan,
 Al-Manhaj li Muridil ‘Umrah wal Hajj
 Tashilul Faraidh
 Syarh Lum’atul I’tiqad
 Syarh Al-Aqidah Al-Wasithiyah
 Syarh Riyadhus Shalihin
 Ushulut Tafsir
 Asy-Syarh Al-Mumti’
 Al-Qaulul Mufid Syarhu Kitabit Tauhid
 Syarh Ushul Ats-Tsalatsah, Kitabul ‘Ilm dan yang lainnya.
Dan Alhamdulillah di negeri kita ini kitab-kitab beliau dengan mudah bisa
kita dapatkan. Bahkan banyak pula yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia.

2. Kajian Kitab Syarh Riyāḍh as-Ṣhāliḥīn


a. Penjelasan ringkas kitab Syarh Riyāḍh as-Ṣhāliḥīn (Ibnu Utsaimin)
Kitab Syarh Riyāḍh as-Ṣhāliḥīn karya Syaikh Muhammad bin Shaleh al-
Ustmain merupakan salah satu Syarah dari kitab Riyadh al-Solihin karya imam al-
Nawawi, yang merupakan kitab sekunder Hadis. Di dalam Mukodiimah Kitab
tersebut dijelaskan menegenai komentar-komentar dari Muhammad bin Soleh al
Ustmaini, mengenai Hadis-hadis yang ada pada kitab “Riyadh al-solihin”
karangan Imam al-Nawawi.
Dalam mengumpulkan Hadis Hadis dalam kitab ini, juga mengfenai
komentar-komentar dari Muhammad bin Soleh al Ustmaini setiap hari. Setelah
sholat ashar pada pengajian pengajian besar (kajian keilmuan). Cetakan pertama
kitab ini pyakni pada tahun 1415 H, oleh prof. Dr. Abdullah ibnu Muhammad bin
Ahmad al-Thiyar.
Pembuatan kitab ini bertujuan untuk menjaga kestabilan regenarasi kajian
Hadis, karena didalamnya terdapat kaidah kaidah, pemahaman, mengenai kajian
hadis. Kitab ini telah di sepakati oleh lembaga keilmuan “lajnat ilmiyah” lembaga
keilmuan untuk diterbitkan.
Didalam mukoddimah dari Muhammad Ibnu usmain, beliau hanya
menjelaskan tentang keutamaan dari kitab riyadh al-solihin yang dikarang oleh
guru besar kita yakni imam al-Nawawi. Kitab riyadh al-Sholihin banyak
memebicarakan tentang hadis hadis yang sifatnya muamalah, akidah, dan juga
akhlak. Maka kebanyakan dari setiap syarah hadis pada kitab Ibnu usmain, beliau
banyak menukil pendapat ulama’ Ulama atau ahlul Ilmu dalam
menginterpretasikan kandungan hadis.Ibnu
b. Metodologi Kitab
Metodologi yang digunakan oleh Ibnu Ustmain dalam menyusun kitab
Syarah Riyadh al-Solihin ini meggunakan metode “Tahlili” yakni
menginterpretasikan Hadis-hadis yang dimaksud secara lebar dan meluas,
menggunakan penafsiran dengan istinbath memperjelas maksud dari kalimat yang
beliau di tulis.
Muhammad bin Soleh al-usmaini menafsirkan ayat dari al-Qur’an maupun
hadis, beliau menggunakan metode yang mudah untuk dipahami masyarakat
secara umum dan juga murid-muridnya. Sehingga dalam tafsir ataupun syarahnya
beliau tidak menggunakan bahasa yang bertele-tele dan selalu di iringi dengan
untaian nasihat. Maka dari itu, tafsiran beliau selalu memiliki kejelasan kalimat
dan makna yang mendalam.
Dalam kitab ini Ibnu Usmain melakukan penjelasan mengenai Hadis
secara luas dan kompleks. Dan pada hadis-hadis tertentu dijelaskan secara luas
mengenai perihal yang dimaksud. Disamping penjelasan mengenai kandungan
setiap hadis yang ada pada kitab Syarahnya, Ibnu usmain juga menjelaskan
mengenai asbabul wurud hadis-hadis tersebut entah itu dari al-Qur’an fakta
historis maupun Hadis nabi yang lain.
Ibnu usmain juga mengambil komentar komentar Ulama pada kitab
Syarahnya. Menjelaskan mengenai kandungan dari setiap Hadis yang di telaah
oleh Ulama sebelumnya. Dan menukil pendapat dari ahlu-ilmi karena banyak
dari Hadis-Hadis yang di ambil merupakan Hadis hadis syariat akhlak, muamalah
dan akidah.
Keterangan Metode Tahlili Ibnu Usmain juga di imbangi dengan
metodologi muqorrun yakni membandingankan antara pendapat Ulama’ yang satu
dengan Ulama’ Yang lain. Pensyarahn dengan menggunakan metode ini biasanya
dimulai degan menganalisa kosa kata, urutan kata, maupun kemiripan redaksi.
Metode ini menggunakan anilisis redaksionalis, perbandingan validitas setiap
perawi, membandingkan kandungan makna dari masing masing hadis yang
dibandingkan, membandingkan bebagai hal yang dibicarakan oleh para ulama
mengenai hadis tersebut.
Pendekatan yang digunakan menggunakan historis dan telaah karya yakni
kajian mengenai fakta sejarah dan juga mengenai kajian kajian yang dilakukan
oleh para Ulama terdahulu dalam karya karyanya maupun dalam ijtihad lisannya.
‫‪c. Aplikasi pensyarahan dalam Kitab Syarh Riyāḍh as-Ṣhāliḥīn‬‬
‫‪Hadis tentang hilal ramadhan‬‬
‫حدثني عن مالك عن عبد هللا بن دينارا عن عبد هللا بن عمر ان رسول هللا صلى هللا عليه‬
‫وسلمقال الشهر تسعة و عشرون فال تصوم حتى تروا الهالل وال تفطروا حىت تروه فان غم‬
‫عليكم فاقدروا له‬
‫‪Telah bercerita kepadaku Malik dari Abdillah bin Dinar dari Abdillah bin‬‬
‫‪Umarbahwasanya Rasulullah telah bersabda “hitungan bulan itu dua puluh‬‬
‫‪sembilan hari. Maka janganlah anda berpuasa sebelum melihatnya (bulan tanggal‬‬
‫‪pertama) dan janganlah ber- iedul fitri (menutup bulan ramadhan) sebelum‬‬
‫‪melihatnya pula. Dan kalau hari dalam keadaan mendung, maka genapkanlah‬‬
‫‪jumlahnya.‬‬
‫‪Dalam kitab Syarah Riyadh al-solihin disyarahi sebagai berikut‬‬
‫َأي َحال بَ ْين ُكم َو بَينه غيم فاقدروا لَه ُ قَال َ النَّ َو ِوي ّ ْ‬
‫اخ تلف فِي َم ْعنَاه ُ فَقَال )فِإن غم َعلَ ْي ُكم(‬
‫س َحاب َو بِ َه َذا قَال َ َأ ْح مد بن َح ْنبَل َو َغيره ِم َّمن‬
‫طَاِئفَة َم ْعنَاه ُ ضيقوا لَه ُ وقدروه تَحت ال َّ‬
‫ساب ا ْلمنَازل‬ ‫ضان َو قَال َ بن ُ‬
‫س َر يج َو َج َماعَة َم ْعنَاه ُ قدروه بِ ِ‬
‫ح َ‬ ‫ص ْو ملَ ْيلَة ا ْل َغ ْيم عَن َر َم َ‬
‫يجوز َ‬
‫َو ذهب ا ْْل َِئ َّمة الثَّالَ ثَة َو ا ْل ُج ْم هُور ِإلَى َأن َم ْعنَاه ُ قد ُروا لَه ُ تَمام ا ْلعدَد ثَالَ ثِين َ يَ ْو ًما َك َما فِ ُي‬
‫ال ّر ِ َو ايَة اآلخرى قَال َ ا ْل َماز ِر ي ّ حمل ج ْم هُور ا ْلفُقَ َهاء َق ْو له فاقدروا لَه ُ عَلي ّ َأن ال ُم َر اد‬
‫اب‬
‫س ْ‬ ‫ح َ‬‫ِإ ْك َمال ا ْلعدَد ثَالَ ثِين َ َك َما فسره فِي َح ِديث آخر قَالُوا َو ال َ يجوز َأن يكون ال ُم َر اد ِ‬
‫ِْل َنَّه ُ ال َ يعرفه ُ ِإال َّ َأ ْف َر اد َو الشَّر ِْل َن النَّاس لَو كلفوا بِه ِ َ‬
‫ضاق َ َعلَ ْي ِهم المنجمينع ِإنَّ َما يعرفُ‬
‫س َر يج َأن قَ ْو له فاقدروا لَه‬
‫النَّاس بِ َما يعرفه ُ جماهيرهم ا ْنتهى َو نقل بن ا ْل َع َر بِي ّ عَن بن ُ‬
‫صه هللا بِ َه َذا ا ْلعلم َو ِإن قَ ْو له فأكملوا ا ْلعدة خطاب للعامة َو قَال َ بن ال ّ‬
‫صالح‬ ‫خطاب لمن خ ّ‬
‫معرفَة منَا ِز ل ا ْلقَ َمر هُو َ معرفَة سير ا ْْل َ ِهلّة َو أما معرفَة ا ْلحساب فَأمر َدقِيق ْ‬
‫يخ تَص‬
‫بمعرفته اْآل َحاد قَال َ فمعرفة منَا ِز ل ا ْلقَ َمر تدْرك بَِأ ْمر محسوس يُ ْد ِر كه ُ من يراقب النُّ ُجوم‬
‫صة نَفس ْه‬ ‫َو َه َذا هُو َ الَّ ِذي َأ َر ادَه ُ بن ُ‬
‫س َر يج َو قَال َ ِبه ِ فِي حق ا ْل َعا ِر ف ب َها ِفي َخا َّ‬
‫س َعة َو ِعش ُر ونَ (‬
‫ش ْهر تِ ْ‬‫س َعة َو عشْرين قَال َ بنّ ) ال َّ‬ ‫ش ْهر قد يكون تِ ْ‬ ‫قَال َ النَّ َو ِوي ّ َم ْعنَاه ُ َأن ال َّ‬
‫س َعة َو عشْرين يَ ْو ًما َو قَال َ بن ا ْل َع َر بِ َي‬ ‫حجر َو يَُؤ يِّده ُ ِر َو ايَة البُ َخا ِر ي ّ ِإن ال َّ‬
‫ش ْهر يكون تِ ْ‬
‫ج هَة أحد طَرفَ ْيه ِ َأي ِإنَّه يكون تسعا َو عشْرين َوهُو َ َأقَله َو يكون ثَالَ ثِين‬ ‫َم ْعنَاه ُ حصره من ِ‬
‫َو هُو َ َأ ْكثَره فَال َ تَْأ ُخ ُذوا َأنفس ُكمبِ َ‬
‫ص ْو م ا ْْل َ ْكثَر ْ‬
‫اح تِيَاطًا َو ال َ تقتصروا على ا ْْل َقَل ت َْخ فِيفًا‬
‫(حتَّى تروا ا ْلهالَ ل) ال ُم َر اد ُر ْؤ َية بعض‬
‫َو لَ ِكن عبادتكم مرتبطة ا ْبتِدَاء وانتهاء باستهالله َ‬
‫ا ْل ُمسلمين ال َ كل النَّاس‬
‫‪Arti syarah,‬‬
‫‪kata (Dan kalau hari dalam keadaan mendung, adapun perihal atara kalian dan‬‬
‫‪diantaranya terdapat embun, (maka genapkanlah) An-Nawawi berkata bahwa‬‬
‫‪terdapat perbedaan dalam maknanya. Golongan Fuqaha mengatakan bahwa ada‬‬
penyempitan makna serta menggenapkannya berdasarkan hisab (perhitungan).
Ahmad bin Hanbal dan lainnya mengatakan bahwa barang siapa yang ingin
berpuasa pada malam diamana saat itu awan sedang mendung yakni pada bulan
ramadhan maka dibolehkan. Menurut Ibnu Suraij dan kelompoknya memaknai
kata "genapkanlah" yaitu dengan mengadakan hisab yang jatuhnya tepat tiga
puluh hari. Sedangkan jumhur ulama memaknai kata "genapkanlah" adalah
dengan penyempurnaan bilangan tiga puluh hari sebagaimana juga diriwayatkan
oleh pihak lainnya. Almazari berpendapat bahwa pendapat jumhur ulama
berkaitan tentang penyempurnaan jumlah tiga puluh hari itu. kata (Sebulan adalah
29 hari) An-Nawani berpendapat bahwa maknanya adalah sebulan berarti dua
puluh sembilan hari. Ibnu Hajar berpendapat dan didukung oleh riwayat Bukhari
bahwa sebulan harus dua puluh sembilan hari, Ibnu 'Arabi berpendapat bahwa
maknanya adalah tidak hanya terbatas dua puluh sembilan hari saja tapi bisa juga
tiga puluh hari. Sebagai tindakan untuk menjaga-jaga maka jadikanlah ibadah
diantara kalian dimulai dan diakhiri dengan istihal. kata (Hingga terlihat hilal)
yang melihat rukyah hanya sebagian muslim saja tidak seluruh umat manusia.
Dari contoh syarah hadis diatas yakni contoh hadis pertama tentang waktu
shalat dapat diketahui bahwa dalam mensyarah hadis, Jalaluddin as-Suyuthi lebih
mengutamakan riwayat-riwayat, ketimbang pendapatnya sendiri terbukti adanya
pendapat para ulama seperti an-Nawawi, Ahmad bin Hanbal, Ibnu Suraij,
Mazariy, Ibnu Shalah. Sehingga tampaklah kitab ini menggunakan metode
munqaran yakni dengan mengutip pendapat para ulama. Menurut Ibnu Suraij dan
Syafi’i, orang yang menggunkan ilmu falak (astronomi) untuk menentukan
tanggal satu, yang menurut perhitungannya walaupun bulan tak terlihat boleh
ditetapkan (itsbat) sebagai awal atau akhir ramadhan. Adapaun kata
“genapkanlah” mengandung banyak arti menurut jumhur ulama, disempurnakan
sampai 30 hari, menurut sebagian ulama diperhitungkan dengan dasar hisab.
Perintah Nabi untuk memulai puasa dan berhari raya atas dasar melihat
tanggal satu qamariah dengan pengllihatan mata kepala (rukyah al hilal bil ain)
adalah atas pertimbangan keadaan umat islam pada waktu itu. Mereka belum
mampu melaksanakan kegiatan hisab awal bulan qamariah dan belum mungkin
memanfaatkan alat-alat yang berteknologi canggih karena alat-alat yang demikian
itu belum dikenal. Jikalau umat islam telah mampu, maka penyaksian tanggal satu
qamariah boleh dengan menempuh kegiatan hisab yang sangat teliti dan
menggunakan alat yang berteknologi canggih. Dengan demikian, perintah
berpuasa berdasarkan penyaksian tanggal satu bulan qamariah dengan mata
kepala (rukyah al hilal bi al ain) tersebut bersifat dan berlaku secara temporal
tatkala umat islam telah memiliki pengetahuan dan teknologi tinggi, maka
pengetahuan dan teknologi tersebut boleh dan bahkan harus digunakan untuk
menyaksikan bulan tanggal satu ramadhan.
Penutup

Kitab Syarh Riyāḍh as-Ṣhāliḥīn merupakan merupakan kitab syarah dari Riyāḍh as-
Ṣhāliḥīn karangan Imam al-Nawawi yang ditulis oleh muhammad bin Soleh al ustmaini sebagai
bentuk apresiasi terhadap keilmuan hadis dengan menggunakan metode tahlili dan munqaran dan
menggunakan pendekatan historis. Kitab ini disusun berdasarkan sistematika dalam kitab Riyadh
al-Solihin yakni berdasarkan bab-bab Muamalah, Akhlak, dan Akidah. Adapun analisis
pensyarahan secara umum dari kitab ini adalah mencantumkan kualitas sanad dan perawi,
dominan menggunakan pendapat ulama lain yang terkenal ketimbang pendapat sendiri,
kemudian mensyarahi hadis dengan hadis lain.
Demikian makalah ini penulis paparkan, penulis menyadari banyaknya kekurangandalam
penulisan makalah ini. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis
harapkan dari para pembaca sehingga menjadi makalah yang lebih baik lagi untuk kedepannya.

Daftar Pustaka
Syarah Riyadh al-Shalihin, cet.2 Lajjnah al Ilmiyah (Riyadh al_Shalihin
min sayyidil kalamin al-Mursalin)

Kesi iswandi dan Homaidi (The comparative Study the point of View of
muhammad bin Shaleh al-Ustmain and Yusuf al-qardhawi About Zakat Fitri.) hal.
18
Skripsi Muhammad Ridwan Ashadi. Uinsuka 2010. (Nilai-nilai keimanan
dan Pendidikan Islam dalam Surat al-Duha “Study Tafsir Ibnu Katsir dan al-
Ustman”)
Https://Muslim .or.id _biografi Muhammad bin shaleh al-Ustmaini

Anas Burhanudin (Biografi ringkas Imam al-Nawawi)

Anda mungkin juga menyukai