Anda di halaman 1dari 6

Nama : Al Fina Shoffatul Azizah Kelas/smt : IAT A/6

NIM : 301200002 Jenis penugasan : Essay

Kepemimpinan Perempuan dalam Al-Qur’an Tafsir Kemenag


Oleh: Al Fina Shoffatul Azizah

Menyoal kepemimpinan akan selalu menjadi topik yang sangat menarik


untuk diulas. Kepemimpinan identik dengan ketegasan, keberanian, dan kekuatan.
Sifat-sifat tersebut sering dikaitkan dengan seorang laki-laki. Kepemimpinan
bertendensi pada sosok laki-laki yang gagah, berwibawa, dan bijaksana.

Seringkali kita terlena akan definisi kepemimpinan yang dibentuk oleh


budaya. Sehingga masih banyak dari kita yang menganggap tabu jika pemimpin
yang berdiri bukan dari kaum Adam. Padahal kepemimpinan bukan soal laki-laki
atau perempuan tapi soal tanggung jawab dan amanah untuk kemaslahatan
dirinya, keluarga, dan masyarakat.

Pemimpin memiliki tanggung jawab yang besar. Pemimpin yang baik ialah
yang mampu mengorganisasi dan mengorganisir anggotanya ataupun lebih luas
lagi masyarakatnya menjadi para agen perubahan. Kemampuan ini seperti yang
dicontohkan oleh Nabi Muhammad pada masa kepemimpinannya. Beliau mampu
menggerakkan para sahabat untuk terus menuju pada optimalisasi potensi diri.
Sehingga ditemui sosok negarawan besar seperti sahabat Umar bin Khattab,
jendral perang yang gagah dan berani serta di takuti dunia seperti sahabat Khalid
bin Walid, dan masih banyak lagi sahabat yang mengukir sejarah membuat
peradaban yang gemilang pada masanya.

Kecakapan dan keterampilan dalam memimpin sangat boleh dimiliki oleh


perempuan. Tentunya perempuan juga layak menjadi pemimpin yang disegani
rakyatnya. Kebolehan perempuan menjadi pemimpin dijelaskan secara implisit
dari pidato Abu Bakar As Siddiq ketika diangkat sebagai khalifah:
Abu Bakar berkata: "… Taat (patuh) lah kalian kepadaku selama aku patuh dan
taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Jika aku bermaksiat kepada Allah dan Rasul-
Nya, maka tidak ada ketaatan dan kepatuhan bagi kalian kepadaku. Dirikanlah
salat kalian, maka Allah akan memberikan rahmat-Nya kepada kalian." (Riwayat
‘Abdurrazzaq dari Mu‘ammar)

Jika ditelaah kembali, perkataan Abu Bakar di atas perempuan boleh


menjadi pemimpin selama ia tidak bermaksiat kepada Allah, taat dan patuh pada
ajaran Islam. Maka tidak ada larangan dalam Islam dan Al-Qur'an selagi
perempuan itu mampu mengemban amanah menjadi pemimpin.

Alquran hanya memberi pengecualian beberapa golongan orang yang tidak


boleh dijadikan pemimpin diantaranya, yakni pemimpin non-Muslim, pemimpin
dari Yahudi dan Nasrani, dan pemimpin yang mempermainkan ajaran agama
Islam bukan pemimpin dari kaum perempuan.

Dalam hal ini lebih rinci penulis merangkum dari tafsir kemenag perihal
kepemimpinan perempuan. Kepemimpinan perempuan dibagi menjadi beberapa
sektor dilihat dari yang paling sempit.

1. Kepemimpinan dalam keluarga


Dalam ranah keluarga jelas perempuan adalah pemimpin bagi
keluarganya bersama dengan suami. Kepemimpinan yang bersifat kolektif,
saling melengkapi satu sama lain. Sebagaimana firman Allah dalam surah
Al Baqarah ayat 187:
‫ َّۗن ِل‬ٞ ‫اس َّلُك ۡم َأن ۡم ِل‬ ‫ِإ ِن ِئ ۚۡم ِل‬ ‫ِم‬ ‫ِح‬
‫اس ُهَّل َع َم ٱلَّلُه‬‫ َو ُت َب‬ٞ ‫ُأ َّل َلُك ۡم َلۡي َلَة ٱلِّص َيا ٱلَّرَفُث ٰىَل َس ٓا ُك ُه َّن َب‬
‫ۖۡم ۡل ِش‬
‫َأَّنُك ۡم ُك نُتۡم َتَتاُنوَن َأنُفَس ُك ۡم َفَتاَب َعَلۡي ُك ۡم َو َعَف ا َعنُك َفٱ َٰٔـَن َٰب ُروُه َّن َوٱۡب َتُغوْا َم ا َك َتَب ٱلَّلُه‬
‫َلُك ۚۡم َوُك ُلوْا َوٱۡش َرُبوْا َح ٰىَّت َيَتَبَنَّي َلُك ُم ٱۡل َخ ۡي ُط ٱۡل َأۡب َيُض ِم َن ٱۡل َخ ۡي ِط ٱۡل َأۡس َوِد ِم َن ٱۡل َف ۡج ِۖر َّمُث َأُّمِتوْا‬
‫و ٱلَّلِه َفاَل َتۡق و ۗا‬ ‫ۡل ِج ِتۡل‬ ‫ِك‬ ‫ِش‬
‫َرُب َه‬ ‫ٱلِّص َياَم ِإىَل ٱَّلۡي ِۚل َواَل ُتَٰب ُروُه َّن َوَأنُتۡم َٰع ُفوَن يِف ٱ َم َٰس ِۗد َك ُح ُد ُد‬

‫} َك َٰذ ِلَك ُيَبُنِّي ٱلَّلُه َءاَٰيِتِهۦ ِللَّناِس َلَعَّلُه ۡم َيَّتُقوَن‬


“Dihalalkan bagimu pada malam hari puasa bercampur dengan isterimu.
Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu adalah pakaian bagi mereka.
Allah mengetahui bahwa kamu tidak dapat menahan dirimu sendiri, tetapi
Dia menerima taubatmu dan memaafkan kamu. Maka sekarang
campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah bagimu.
Makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang
putih dan benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa
sampai (datang) malam. Tetapi jangan kamu campuri mereka, ketika
kamu beri’tikafdalam mesjid. Itulah ketentuan Allah, maka janganlah
kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya
kepada manusia, agar mereka bertakwa.”

Dalam memimpin keluarga sudah menjadi pokok tanggung jawab


untuk melaksanakan kewajiban, bukan lagi tentang menuntut hak apalagi
saling mencari pembenaran untuk menjunjung ego masing-masing.

Suami berkewajiban menjaga, mendidik, dan memberi nafkah


terhadap keluarganya. Sedangkan istri berkewajiban taat dan patuh pada
suami, menjaga diri dari perbuatan buruk, dan menjaga harta suami dari
kemubadziran. Dengan adanya pemenuhan kewajiban maka akan
terbangun keluarga yang kokoh, sejahtera, dan selamat dunia akhirat.

2. Kepemimpinan dalam ibadah


Perempuan pada fitrahnya memiliki perbedaan dengan laki-laki
secara biologisnya. Perbedaan tersebut bukan untuk mendiskriminasi atau
memberi batasan pada perempuan namun sebagai ciri khas sesuai dengan
fitrahnya. Perempuan dalam ibadah mahdhah memang tidak di
perbolehkan menjadi pemimpin karena terdapat beberapa perbedaan,
seperti perbedaan dalam menutup aurat dan perempuan mengalami
menstruasi dst. Maka laki-laki lebih diutamakan dijadikan imam pada
ibadah mahdhah karena sesungguhnya ia dijadikan sebagai imam untuk
diikuti sebagaimana sabda Rasulullah Saw.:

Sesungguhnya (seseorang) dijadikan sebagai imam (salat), adalah untuk


diikuti. Jika dia takbir, maka bertakbirlah kalian, dan janganlah kalian
bertakbir, sampai imam bertakbir (terlebih dahulu). Dan jika ia (imam)
ruku’, maka ruku’lah kalian, dan janganlah kalian ruku’, sehingga imam
melakukan ruku’ (terlebih dahulu). Dan jika imam mengucapkan (lafaz)
Sami‘allahu liman hamidah, maka jawablah oleh kalian: "Rabbanā
walakal hamdu. Dan jika imam sujud, maka sujudlah kalian, dan jangan
bersujud, sehingga imam bersujud (terlebih dahulu). Jika imam
mengangkat kepalanya, maka angkatlah kepala kalian; dan janganlah
kalian mengangkat kepada kalian, sehingga imam mengangkat kepalanya
(terlebih dahulu). Dan jika imam salat (dalam keadaan) duduk, maka
duduklah kalian secara berjamaah. (Riwayat Muslim dan at-Tabrani dari
Abū Hurairah)

Namun dikecualikan ketika jamaahnya perempuan semua maka


boleh seorang perempuan menjadi imam.
3. Kepemimpinan dalam masyarakat
Dalam mengemban tugas sosial kemasyarakatan laki-laki dan
perempuan diperintahkan untuk saling membantu, mendukung, dan
bersinergi satu sama lain. Oleh karenanya tidak ada larangan perempuan
menjadi pemimpin dalam ranah sosial seperti pemimpin dalam organisasi
kelompok bahkan lembaga pendidikan dsb.
4. Kepemimpinan dalam negara
Dalam sejarah mencatat ada beberapa perempuan yang menjadi
pemimpin berwibawa nan bijaksana. Salah satunya dalam sejarah
peradaban Islam ialah ratu Balqis yang berhasil memimpin dengan luar
biasa. Perempuan saat ini harus lebih hebat dalam membuat perubahan
paradigma perempuan tidak mampu mengemban amanah kepemimpinan.
Kepemimpinan merupakan seni yang semua orang berpotensi
memiliki dan mengembangkannnya. Sebagaimana firman Allah dalam
surah Al Baqarah ayat 247
‫ۡل ۡل‬ ‫ِل ۚا‬
َ‫َقاَل ُهَلۡم َنِبُّيُه ۡم ِإَّن ٱلَّلَه َقۡد َبَعَث َلُك ۡم َطاُلوَت َم كٗ َقاُلٓو ْا َأٰىَّن َيُك وُن َلُه ٱ ُم ُك َعَلۡي َنا‬
ٗ‫َوَنُن َأَح ُّق ِبٱۡل ُم ۡل ِك ِم ۡن ُه َوَل ُيۡؤ َت َسَع ٗة ِّم َن ٱۡل َم اِۚل َقاَل ِإَّن ٱلَّلَه ٱۡص َطَف ٰى ُه َعَلۡي ُك ۡم َوَزاَد ۥُه َبۡس َطة‬

ٞ‫يِف ٱۡل ِعۡل ِم َوٱۡل ِج ۡس ِۖم َوٱلَّلُه ُيۡؤ يِت ُمۡل َك ۥُه َم ن َيَش ٓاُۚء َوٱلَّلُه َٰو ِس ٌع َعِليم‬
Dan nabi mereka berkata kepada mereka, "Sesungguhnya Allah telah
mengangkat Ṭālūt menjadi rajamu." Mereka menjawab, "Bagaimana Taluṭ
memperoleh kerajaan atas kami, sedangkan kami lebih berhak atas
kerajaan itu daripadanya, dan dia tidak diberi kekayaan yang banyak?"
(Nabi) menjawab, "Allah telah memilihnya (menjadi raja) kamu dan
memberinya kelebihan ilmu dan fisik." Allah memberikan kerajaan-Nya
kepada siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Mahaluas,
Maha Mengetahui.
Pemimpin harus memiliki kompetensi dalam beberapa bidang.
Diantaranya, memiliki keluasan pengetahuan dan kesehatan jasmani untuk
menunjang keberhasilan kepemimpinannya.
Sumber:

Tafsir kemenag. Kedudukan dan Peran Perempuan dalam Al-Qur'an. Lajnah


Pentashihan Mushaf Al-Qur'an. Badan Litbang Dan Diklat

Anda mungkin juga menyukai