Anda di halaman 1dari 21

TUGAS MAKALAH

KEPEMIMPINAN DALAM ISLAM

Disusun Guna Memenuhi Tugas Makalah Mata Kuliah


Kepemimpinan Islam

Disusun Oleh :

Synaoo.com

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ONLINE


JURUSAN PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SYNAOO
JAKARTA
2018
A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Dalam
hidup, manusia selalu berinteraksi dengan sesama serta dengan lingkungan.
Manusia hidup berkelompok baik dalam kelompok besar maupun dalam
kelompok kecil. Hidup dalam kelompok tentulah tidak mudah. Untuk
menciptakan kondisi kehidupan yang harmonis anggota kelompok haruslah
saling menghormati dan menghargai. Keteraturan hidup perlu selalu dijaga.
Hidup yang teratur adalah impian setiap insan. Menciptakan dan menjaga
kehidupan yang harmonis adalah tugas manusia. Tidak hanya lingkungan yang
perlu dikelola dengan baik, kehidupan sosial manusia pun perlu dikelola dengan
baik.
Apalagi Indonesia adalah negara yang memiliki berbagai macam suku,
budaya, dan agama, sehingga sangat menjunjung tinggi pluralisme. Walaupun
mayoritas warga negara Indonesia adalah beragama Islam, namun tidak semudah
itu konsep islam dapat berkembang luas disetiap daerah di Indonesia. Pancasila
sebagai ideologi Bangsa Indonesia memang sudah merujuk pada prinsip-prinsip
islam dan sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia. Apabila konsep islam
tersebut di paksakan, besar adanya peperangan antar agama, jika terjadi
demikian maka misi islam sebagai agama yang rahmatan lil alamin bisa
dikatakan gagal.

Untuk itulah dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas. Sumber


daya yang berjiwa pemimpin, paling tidak untuk memimpin dirinya sendiri.
Dengan berjiwa pemimpin manusia akan dapat mengelola diri, kelompok dan
lingkungan dengan baik. Khususnya dalam penanggulangan masalah yang relatif
pelik dan sulit. Disinilah dituntut kearifan seorang pemimpin dalam mengambil
keputusan agar masalah dapat terselesaikan dengan baik.Seorang pemimpin
yang menanamkan syariat – syariat Islam, yakni sesuai dengan Al Quran dan
Hadits.
Dalam pandangan islam, kepemimpinan merupakan amanah dan tanggung
jawab yang tidak hanya dipertanggung jawabkan kepada para anggota yang
dipimpin, namun juga akan dipertanggungjawabkan secara langsung dihadapan
Allah SWT.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu kepemimpinan dalam Islam?
2. Bagaimana kepemimpinan dalam prespektif Al Quran dan Hadits?p
3. Bagaimana kriteria pemimpin yang ideal menurut Islam?
4. Apa saja prinsip-prinsip kepemimpinan Islam?

C. Pembahasan
1. Pengertian Kepemimpinan Islam
Dalam Islam istilah kepemimpinan dikenal dengan istilah khilafah,
imamah, dan ulil amri juga ada istilah ra’in. Kata khalifah mengandung
makna ganda. Di satu pihak khalifah diartikan diartikan sebagai kepala negara
dalam pemerintahan dan kerajaan islam di masa lalu, yang dalam konteks
kerajaan pengertiannnya sama dengan sulthan. Selain itu dikenal pula istilah
khalifatur Rasul atau khalifatun nubuwwah yaitu pengganti Nabi sebagai
pembawa risalah atau syariat, memberantas kedhaliman dan menegakkan
keadilan. Firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 30 berikut :

Artinya :

Dan (ingatlah) tatkala Tuhan engkau berkata kepada Malaikat :


Sesungguhnya Aku hendak menjadikan di bumi seorang khalifah. Berkata
mereka : Apakah Engkau hendak menjadikan padanya orang yang merusak
di dalam nya dan menumpahkan darah, padahal kami bertasbih dengan
memuji Engkau dan memuliakan Engkau ? Dia berkata : Sesungguhnya Aku
lebih mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.

Dari firman Allah SWT tersebut dijelaskan bahwasanya tidak sekedar


menunjuk pada para khalifah pengganti Rasulullah, tetapi adalah penciptaan
manusia yang diberi tugas untuk memakmurkan bumi. Tugasnya adalah
menyeru dan menyuruh orang lain berbuat amar ma’ruf nahi munkar.
Dalam surat Yunus ayat 4 dijelaskan bahwa perbuatan manusia yang
disebut kepemimpinan tidak pernah lepas dari perhatian dan penilaian Allah.
Oleh karena itu secara spiritual kepemimpinan harus diartikan sebagai
kemampuan melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan Allah baik
secara bersama-sama maupun perseorangan. Kepemimpinan dalam arti
spiritual tiada lain daripada ketaatan atau kemampuan mentaati perintah dan
larangan Allah dan RasulNya dalam semua aspek Kehidupan.
Dalam pengertian spiritual ini kita dapat menyimpulkan
bahwa kepemimpinan Islam secara mutlak adalah bersumber dari Allah yang
telah menjadikan manusia sebagi khalifah di bumi sehingga dimensi control
tidak terbatas pada interaksi antara yang memimpin dengan yang
dipimpin, tetapi baik antara pemimpin dan yang dipimpin harus sama-sama
mempertanggung jawabkan amanah yang diembannya sebagai seorang
khalifah di bumi.
Secara empiris kepemimpinan merupakan proses, yang berisi rangkaian
kegiatan yang saling mempengaruhi, berkesinambungan dan terarah pada
satu tujuan. Rangkaian kegiatan itu berwujud kemampuan mempengaruhi
dan mengarahkan perasaan dan pikiran orang lain agar bersedia melakukan
sesuatu yang diinginkan pemimpin dan teraah pada tujuan yang telah
disepakati bersama.

2. Kepemimpinan dalam Prespektif Al Quran dan Hadits


Pemimpin dan kepemimpinan merupakan persoalan keseharian dalam
kehidupan bermasyarakat, berorganisasi / berusaha, berbangsa dan bernegara.
Kemajuan dan kemunduran masyarakat, organisasi, usaha, bangsa dan
megara antara lain dipengaruhi oleh para pemimpinnya. Oleh karena itu
sejumlah teori tentang pemimpin dan kepemimpinanpun bermunculan dan
kian berkembang.
Islam sebagai rahmat bagi seluruh manusia, telah meletakkan persoalan
pemimpin dan kepemimpinan sebagai salah satu persoalan pokok dalam
ajarannya. Beberapa pedoman atau panduan telah digariskan untuk
melahirkan kepemimpinan yang diridai Allah SWT, yang membawa
kemaslahatan, menyelamatkan manusia di dunia dan akhirat kelak.
Sejarah Islam telah membuktikan pentingnya masalah kepemimpinan
ini setelah wafatnya Baginda Rasul. Para sahabat telah memberi penekanan
dan keutamaan dalam melantik pengganti beliau dalam memimpin umat
Islam. Umat Islam tidak seharusnya dibiarkan tanpa pemimpin. Sayyidina
Umar R.A pernah berkata, “Tiada Islam tanpa jamaah, tiada jamaah tanpa
kepemimpinan dan tiada kepemimpinan tanpa taat”.

a. Kepemimpinan Islam dalam Prespektif Al Quran


Pentingnya pemimpin dan kepemimpinan ini perlu dipahami dan
dihayati oleh setiap umat Islam di negeri yang mayoritas warganya
beragama Islam ini, meskipun Indonesia bukanlah negara Islam. Allah
SWT telah memberi tahu kepada manusia, tentang pentingnya
kepemimpinan dalam islam, sebagaimana dalam Al-Quran kita
menemukan banyak ayat yang berkaitan dengan masalah kepemimpinan.

ِ ُ‫ض َخ ِليفَةً قَالُوا أَتَجْ َع ُل فِي َها َم ْن يُ ْف ِس ُد فِي َها َويَ ْس ِفك‬
‫الد َما َء‬ ِ ‫َو ِإ ْذ قَا َل َربُّكَ ِل ْل َم ََلئِ َك ِة ِإنِي َجا ِع ٌل فِي األ َ ْر‬
30:‫ِس َلكَ َقا َل ِإنِي أ َ ْع َل ُم َما الَ تَ ْع َل ُمونَ (البقرة‬ ُ ‫س ِب ُح ِب َح ْمدِكَ َو ُن َقد‬
َ ُ‫َونَحْ نُ ن‬
Artinya : “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat:
“Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”.
Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi
itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan
darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui
apa yang tidak kamu ketahui”. (Al Baqarah: 30)
Ayat ini mengisyaratkan bahwa khalifah (pemimpin) adalah pemegang
mandat Allah SWT untuk mengemban amanah dan kepemimpinana langit
di muka bumi. Ingat komunitas malaikat pernah memprotes terhadap
kekhalifahan manusia dimuka bumi.

َ ‫سو َل َوأُو ِلي األ َ ْم ِر ِم ْن ُك ْم َفإِ ْن تَنَازَ ْعت ُ ْم فِي‬


ُ ‫ش ْيءٍ فَ ُردُّوه‬ ُ ‫الر‬ َّ ‫َّللا َوأَ ِطيعُوا‬ َ َّ ‫يَاأَيُّ َها الَّذِينَ َءا َمنُوا أ َ ِطيعُوا‬
59:‫سنُ ت َأ ْ ِويَلًًً (النساء‬ َ ‫اآلخ ِر ذَلِكَ َخي ٌْر َوأ َ ْح‬ ِ ‫اَّلل َو ْال َي ْو ِم‬
ِ َّ ‫سو ِل ِإ ْن ُك ْنت ُ ْم تُؤْ ِمنُونَ ِب‬
ُ ‫الر‬ ِ َّ ‫ِإلَى‬
َّ ‫َّللا َو‬
Artinya : ” Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah SWT dan
ta`atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu
berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah
SWT (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman
kepada Allah SWT dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama
(bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS An-Nisa: 59). Ayat ini
menunjukan ketaatan kepada ulil amri (pemimpin) harus dalam rangka
ketaatan kepada Allah SWT dan rasulnya.
Yahya (2004:14) mengkaji ayat ini dengan berpendapat bahwa Kata “al-
amr” dalam ayat itu artinya: urusan, persoalan, masalah, perintah. Ini
menunjukan bahwa pemimpin itu tugas utamanya dan kesibukan sehari-
harinya yaitu mengurus persoalan rakyatnya, menyelesaikan problematika
dan masalah yang terjadi ditengah tengah masyarakat serta memiliki
wewenang mengatur, memenej dan menyuruh bawahan dan rakyat.
Kata minkum menurut Yahya (2004:14) yang berarti diantara kalian,
mengisyaratkan bahwa pemimpin suatu masyarakat lahir dan muncul dari
masyarakat itu sendiri. Pemimpin merupakan cermin masyarakat yang
dipimpinnya serta ia selalu dekat dan bersama dengan masyarakatnya
dalam suka maupun duka.
ِ‫َّللا‬ َ ‫ُضلَّكَ َع ْن‬
َّ ‫سبِي ِل‬ ِ ‫ق َوال تَتَّبِعِ ْال َه َوى فَي‬
ِ ‫اس بِ ْال َح‬ ِ ‫يَا َد ُاو ُد إِنَّا َجعَ ْلنَاكَ َخ ِليفَةً فِي ْاأل َ ْر‬
ِ َّ‫ض فَاحْ ُك ْم بَيْنَ الن‬
26:‫ب (ص‬ ِ ‫سا‬َ ‫سوا يَ ْو َم ْال ِح‬ َ ٌ‫َّللا لَ ُه ْم َعذَاب‬
ُ َ‫شدِي ٌد بِ َما ن‬ ِ َّ ‫سبِي ِل‬َ ‫ضلُّونَ َع ْن‬ ِ َ‫إِ َّن الَّذِينَ ي‬
Artinya : ” Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah
(penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara
manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia
akan menyesatkan kamu dari jalan Allah SWT. Sesungguhnya orang-orang
yang sesat dari jalan Allah SWT akan mendapat azab yang berat, karena
mereka melupakan hari perhitungan.” (Qs Shad: 26)
Ayat ini mengisyaratkan bahwa: salah satu tugas dan kewajiban
utama seorang khalifah adalah menegakkan supremasi hukum secara Al-
Haq. Seorang pemimpin tidak boleh menjalankan kepemimpinannya
dengan mengikuti hawa nafsu. Karena tugas kepemimpinan adalah tugas fi
sabilillah dan kedudukannyapun sangat mulia.

74:‫اجنَا َوذُ ِريَّاتِنَا قُ َّرةَ أَ ْعي ٍُن َواجْ عَ ْلنَا ِل ْل ُمتَّقِينَ ِإ َما ًما (الفرقان‬
ِ ‫َوالَّذِينَ يَقُولُونَ َربَّنَا هَبْ لَنَا ِم ْن أ َ ْز َو‬
Artinya : “Dan orang-orang yang berkata: “Ya Tuhan kami,
anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai
penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang
bertakwa”.. (QS Al Furqan: 74)
Ayat ini mengisyaratkan bahwa: Pada prinsipnya boleh-boleh saja
seorang memohon kepada Allah SWT agar dijadikan pemimpin. Dan
karena ia memohon kepada Allah SWT maka ia harus menjalankan
kepemimpinannya sesuai keinginan Allah SWT. Yang dilarang adalah
meminta kedudukan padahal ia tidak punya kompetensi dan kemampuan
dalam bidang itu.
Yahya (2004:16) menyatakan bahwa: Kalau masyarakat suatu negri
bertaqwa, maka insya Allah yang muncul adalah pemimpin yang bertaqwa
pula. Telah menjadi kaidah bahwa pemimpin adalah cerminan dari orang-
orang yang dipimpin secara umum. Jadi kalau mau pemimpin yang baik
maka perbaiki rakyat dan masyarakat. Disinilah perlu adanya pembinaan
dengan pendidikan agama yang dimulai dari keluarga.
‫ف الَّذِينَ ِم ْن قَ ْب ِل ِه ْم‬ ِ ‫ت لَيَ ْست َْخ ِلفَنَّ ُه ْم فِي األ َ ْر‬
َ َ‫ض َك َما ا ْست َْخل‬ ِ ‫صا ِل َحا‬ َّ ‫َّللاُ الَّذِينَ َءا َمنُوا ِم ْن ُك ْم َو َع ِملُوا ال‬
َّ ‫َو َع َد‬
‫ضى لَ ُه ْم َولَيُبَ ِدلَنَّ ُه ْم ِم ْن َب ْع ِد خ َْوفِ ِه ْم أ َ ْمنًا يَ ْعبُدُونَنِي ال يُ ْش ِر ُكونَ بِي َش ْيئًا‬ ْ ‫َولَيُ َم ِكن ََّن لَ ُه ْم دِينَ ُه ُم الَّذِي‬
َ َ ‫ارت‬
55:‫َو َم ْن َكفَ َر بَ ْع َد ذَلِكَ فَأُولَئِكَ ُه ُم ْالفَا ِسقُونَ (النور‬
Artinya : ” Dan Allah SWT telah berjanji kepada orang-orang yang
beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia
sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi,
sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka
berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang
telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar
(keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman
sentausa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan
sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah
(janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (Qs An Nur: 55)s
Ayat ini mengisyaratkan bahwa: Al Khilafah atas dasar kebenaran
dan keadilan pada akhirnya akan kembali kepangkuan orang orang beriman
dan beramal shaleh. Karena salah satu sifat seorang pemimpin adalah
beriman dan beramal shaleh. Dan tugasnya utamanya ialah menciptakan
keamanan dan menghilangkan rasa takut serta mempasilitasi rakyatnya
untuk beribadah kepada Allah SWT swt secara total

َّ ‫ض أَئِلَهٌ َم َع‬
َ‫َّللاِ قَ ِليَلً َما تَذَ َّك ُرون‬ ِ ‫ف السُّو َء َو َيجْ َعلُ ُك ْم ُخلَفَا َء ْاأل َ ْر‬ ْ ‫أ َ َّم ْن ي ُِجيبُ ْال ُم‬
َ ‫ض‬
ُ ‫ط َّر ِإذَا َد َعاهُ َو َي ْك ِش‬
62:‫(النمل‬
Artinya : ” Atau siapakah yang memperkenankan (do`a) orang yang
dalam kesulitan apabila ia berdo`a kepada-Nya, dan yang menghilangkan
kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi?
Apakah di samping Allah SWT ada tuhan (yang lain)? Amat sedikitlah
kamu mengingati (Nya)” (QS An Naml: 62)

‫َّللا أَتْقَا ُك ْم‬


ِ َّ ‫ارفُوا إِ َّن أ َ ْك َر َم ُك ْم ِع ْن َد‬ ُ ‫اس إِنَّا َخلَ ْقنَا ُك ْم ِم ْن ذَك ٍَر َوأ ُ ْنث َى َو َجعَ ْلنَا ُك ْم‬
َ ‫شعُوبًا َو َقبَائِ َل ِلتَ َع‬ ُ َّ‫يَاأَيُّ َها الن‬
ٌ ِ‫ع ِلي ٌم َخب‬
‫ير‬ َ َّ ‫إِ َّن‬
َ ‫َّللا‬
Artinya : ” Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-
bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah SWT
ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah
SWT Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”. (QS Al Hujurat: 13)
Ayat ini mengisyaratkan bahwa: seorang pemimpin harus
memahami sosiologis dan antropologis rakyatnya, sehingga ia betul betul
memahami watak dan karakter rakyat yang dipimpinnya.
Jadi tugas dari pemimpin tersebut ialah mengelola perbedaan dan
keragaman rakyatnya sebagai aset dan kekuatan Negara. Tugas pemimpin
bukanlah memaksakan kebersamaan dan persamaan. Namun, untuk
mengelola perbadaan dan keragaman. Perbedaan suku, ras dan apapun di
kalangan rakyat seyogyanya menjadi ladang kompetisi untuk menjadi
mulia dan bertaqwa di sisi Allah SWT, dan yang paling berperan dalam
menciptakan kondisi yang kondusif untuk itu adalah pemimpin.

b. Kepemimpinan Islam dalam Prespektif Hadits

Islam menetapkan tujuan dan tugas utama pemimpin adalah untuk


melaksanakan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya serta melaksanakan
perintah-perintah-Nya. Ibnu Taimyah mengungkapkan bahwa kewajiban
seorang pemimpin yang telah ditunjuk dipandang dari segi agama dan dari
segi ibadah adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah. Pendekatan diri
kepada Allah adalah dengan menaati peraturan-peraturan-Nya dan Rasul-
Nya. Namun hal itu lebih sering disalah gunakan oleh orang-orang yang
ingin mencapai kedudukan dan harta.

‫سلَّ َم َيقُو ُل ُكلُّ ُك ْم َراعٍ َو ُكلُّ ُك ْم َم ْسئُو ٌل‬ َّ ‫صلَّى‬


َ ‫َّللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ ِ َّ ‫سو َل‬
َ ‫َّللا‬ ُ ‫َّللاُ َع ْن ُه َما أ َ َّن َر‬
َّ ‫ي‬َ ‫ض‬ ُ ‫َع ْن اب ِْن‬
ِ ‫ع َم َر َر‬
ُ ‫الر ُج ُل َراعٍ فِي أ َ ْه ِل ِه َوه َُو َم ْسئُو ٌل َع ْن َر ِعيَّتِ ِه َو ْال َم ْرأَة‬
َّ ‫اْل َما ُم َراعٍ َو َم ْسئُو ٌل َع ْن َر ِعيَّتِ ِه َو‬ِ ْ ‫َع ْن َر ِعيَّتِ ِه‬
َ ‫ت زَ ْو ِج َها َو َم ْسئُولَةٌ َع ْن َر ِعيَّتِ َها َو ْالخَا ِد ُم َراعٍ فِي َما ِل‬
‫سيِ ِد ِه َو َم ْسئُو ٌل َع ْن َر ِعيَّتِ ِه َو ُكلُّ ُك ْم‬ ِ ‫َرا ِعيَة ٌ فِي بَ ْي‬
‫َراعٍ َو َم ْسئُو ٌل َع ْن َر ِعيَّتِ ِه‬

Artinya : Dari Ibn Umar r.a. Sesungguhnya Rasulullah Saw. Berkata


:”Kalian adalah pemimpin, yang akan dimintai pertanggungjawaban.
Penguasa adalah pemimpin, dan akan dimintai pertanggungjawaban atas
kepemimpinannya. Suami adalah pemimpin keluarganya, dan akan
dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Istri adalah
pemimpin dirumah suaminya, dan akan dimintai pertanggungjawaban atas
kepemimpinannya. Pelayan adalah pemimpin dalam mengelolaharta
tuannya, dan akan dimintai pertanggungjawaban tentang
kepemimpinannya. Oleh karena itu kalian sebagai pemimpin akan dimintai
pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.“
Hal yang paling mendasar yang dapat diambil dari hadis diatas
adalah bahwa dalam level apapun, manusia adalah pemimpin termasuk
bagi dirinya sendiri. Setiap perbuatan dan tindakan memiliki resiko yang
harus dipertanggungjawabkan.
Setiap orang adalah pemimpin meskipun pada saat yang sama setiap
orang membutuhkan pemimpin ketika ia harus berhadapan untuk
menciptakan solusi hidup di mana kemampuan, keahlian, dan kekuatannya
dibatasi oleh sekat yang ia ciptakan sendiri dalam posisinya sebagai bagian
dari komunitas.

1) Penguasa yang adil

َّ ‫س ْبعَةٌ ي ُِظلُّ ُه ْم‬


ُ ‫َّللاُ فِي ِظ ِل ِه يَ ْو َم َال ِظ َّل إِ َّال ِظلُّه‬ َ ‫سلَّ َم قَا َل‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫َّللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ َ ِ ‫َع ْن أَبِي ه َُري َْرة َ َع ْن النَّبِي‬
َّ ‫اج ِد َو َر ُج ََل ِن ت َ َحابَّا فِي‬
ِ‫َّللا‬ ِ ‫س‬َ ‫شأ َ فِي ِعبَا َدةِ َربِ ِه َو َر ُج ٌل قَ ْلبُهُ ُم َعلَّ ٌق فِي ْال َم‬َ َ‫اْل َما ُم ْال َعا ِد ُل َوشَابٌّ ن‬ ِْ
‫َّللاَ َو َر ُج ٌل‬ ُ ‫ب َو َج َما ٍل فَقَا َل ِإنِي أَخ‬
َّ ‫َاف‬ ٍ ‫ص‬ ِ ‫طلَ َبتْهُ ا ْم َرأَة ٌ ذَاتُ َم ْن‬
َ ‫اجْ ت َ َم َعا َعلَ ْي ِه َوتَفَ َّرقَا َعلَ ْي ِه َو َر ُج ٌل‬
ْ ‫ض‬
ُ‫ت َع ْينَاه‬ َ َّ ‫صدَّقَ أ َ ْخفَى َحتَّى َال ت َ ْعلَ َم ِش َمالُهُ َما ت ُ ْن ِف ُق َي ِمينُهُ َو َر ُج ٌل ذَك ََر‬
َ ‫َّللا خَا ِليًا فَفَا‬ َ َ‫ت‬
Artinya : Dari Abu Hurairah ra., dari Nabi Saw., beliau bersabda :
“Ada tujuh golongan yang akan mendapat naungan Allah pada hari yang
tiada naungan kecuali naungan-Nya, yaitu : Pemimpin yang adil,
Pemuda yang senantiasa beribadah kepada Allah Ta’ala, Seseorang
yang hatinya senantiasa digantungkan (dipertautkan)” dengan masjid,
Dua orang saling mencintai karena Allah, yang keduanya berkumpul
dan berpisah karena-Nya. Seorang laki-laki yang ketika diajak [dirayu]
oleh seorang wanita bangsawan yang cantik lalu ia menjawab
:”Sesungguhnya saya takut kepada Allah.”Seorang yang mengeluarkan
sedekah sedang ia merahasiakanny, sampai-sampai tangan kirinya tidak
mengetahui apa yang diberikan oleh tangan kanannya dan seseorang
yang mengingat Allah di tempat yang sepi sampai meneteskan air mata.”

Setiap orang berhak mengeluarkan pendapatnya dan seorang


pemimpin berkewajiban mendengarkan. Ia wajib menjalankan hasil
musyawarah. Setiap keputusan yang telah disepakati bersama wajib
dilaksanakan karena itu merupakan amanat yang dibebankan
kepadanya. Dalam hadits diatas diungkapkan keutamaan seorang
pemimpin yang adil sehingga mendapatkan posisi pertama orang yang
mendapatkan naungan dari Allah pada hari kiamat. Hal ini menunjukkan
begitu beratnya menjadi seorang pemimpin untuk selalu adil dalam
menyelesaikan permasalahan-permasalahan.

2) Wajib menaati perintah penguasa

‫عةُ فِي َما‬ َّ ‫سلَّ َم أَنَّه ُ قَا َل َعلَى ْال َم ْر ِء ْال ُم ْس ِل ِم الس َّْم ُع َو‬
َ ‫الطا‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫َّللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ َ ِ ‫ع َم َر َع ْن النَّبِي‬
ُ ‫َع ْن اب ِْن‬
َ‫طا َعة‬ َ ‫س ْم َع َو َال‬
َ ‫صيَ ٍة فَ ََل‬ ِ ‫صيَ ٍة فَإ ِ ْن أ ُ ِم َر بِ َم ْع‬
ِ ‫أ َ َحبَّ َوك َِرهَ ِإ َّال أ َ ْن يُؤْ َم َر بِ َم ْع‬

Artinya : Dari Ibn Umar ra., dari Nabi Saw., sesungguhnya bliau
bersabda : “Seorang Muslim wajib mendengar dan taat terhadap
perintah yang disukai maupun tidak disukainya. Kecuali bila
diperintahkan mengerjakan kemaksiatan, maka ia tidak wajib
mendengar dan taat”
Secara kontekstual hadits diatas dapat diartikan dalam berbagai
dimensi. Dalam sebuah komunitas, masyarakat dan agama setiap
manusia memiliki sistem yang mengatur mereka maka wajar sebagai
bagian dari sistem tersebut untuk mematuhi aturan-aturan yang
berlaku. Namun ketaatan tersebut tidak serta merta menjadi sikap yang
selalu taklid terhadap pemimpin. Dalam Islam diajarkan tidak
diperbolehkan taat atau memetuhi pemimpin kecuali dalam batas-batas
yang telah dijelaskan Allah dalam al-Qur’an dan Hadits bahwa tidak
wajib memetuhi seorang pemimpin melainkan karena Allah.

3) Larangan Meminta Jabatan dan Mengangkat Pejabat Karena


Memintanya

‫س ُم َرة َ َال‬َ َ‫الرحْ َم ِن ْبن‬ َّ ‫س َّل َم يَا َع ْب َد‬ َّ ‫صلَّى‬


َ ‫َّللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ َ ‫ي‬ ُّ ‫س ُم َرة َ قَا َل قَا َل النَّ ِب‬ َّ ‫َح َّدثَنَا َع ْب ُد‬
َ ‫الرحْ َم ِن ْب ُن‬
‫ارة َ فَإِنَّكَ ِإ ْن أُو ِتيت َ َها َع ْن َم ْسأَلَ ٍة ُو ِك ْلتَ ِإلَ ْي َها َو ِإ ْن أُو ِتيتَ َها ِم ْن َغي ِْر َم ْسأَلَ ٍة أ ُ ِع ْنتَ َع َل ْي َها‬ ِ ْ ‫ت َ ْسأ َ ْل‬
َ ‫اْل َم‬
ِ ْ‫ين فَ َرأَيْتَ َغي َْرهَا َخي ًْرا ِم ْن َها فَ َك ِف ْر َع ْن يَ ِمينِكَ َوأ‬
‫ت الَّذِي ه َُو َخي ٌْر‬ ٍ ‫َوإِذَا َحلَ ْفتَ َعلَى يَ ِم‬

Artinya : Dari Abdurrahman ibn Smurah ra. Ia berkata : Rasulullah


bersabda :”Wahai Abdurrahman Ibn sammurah, janganlah kamu
meminta jabatan. Apabila kamu diberi dan tidak memintanya, kamu
akan mendapat pertolongan Allah dalam melaksanakannya. Dan jika
kau diberi jabatan karena memintanya, jabatan itu diserahkan
sepenuhnya. Apabila kamu bersumpah terhadap satu perbuatan,
kemudian kamu melihat ada perbuatan yang lebih baik, maka
kerjakanlah perbuatan yang lebih baik itu.“

‫سلَّ َم أَنَا َو َر ُج ََل ِن ِم ْن َب ِني َع ِمي فَقَا َل أ َ َح ُد‬


َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ُ‫سى قَا َل َدخ َْلت‬
َ ِ ‫علَى النَّ ِبي‬ َ ‫َع ْن أَ ِبي ُمو‬
‫َّللاُ َع َّز َو َج َّل َوقَا َل ْاآلخ َُر ِمثْ َل ذَلِكَ فَقَا َل إِنَّا‬
َّ َ‫ض َما َو َّالك‬ ِ ‫َّللا أ َ ِم ْرنَا َعلَى بَ ْع‬ ُ ‫الر ُجلَي ِْن يَا َر‬
ِ َّ ‫سو َل‬ َّ
‫ص َعلَ ْي ِه‬ َ ‫َّللا َال نُ َو ِلي َعلَى َهذَا ْالعَ َم ِل أ َ َحدًا‬
َ ‫سأَلَهُ َو َال أَ َحدًا َح َر‬ ِ َّ ‫َو‬
Artinya : Dari Abu Musa al-Asy’ari ra., ia berkata: bersama dua
orang saudara sepupu, saya mendatangi Nabi Saw. kemudian salah satu
diantara keduanya berkata: Wahai Rasulullah, berilah kami jabatan pada
sebagian dari yang telah Allah kuasakan terhadapmu. Dan yang lain juga
berkata begitu. Lalu beliau bersabda: Demi Allah, aku tidak akan
mengangkat pejabat karena memintanya, atau berambisi dengan jabatan
itu.
Kepemimpinan adalah sesuatu yang muncul dari dalam dan
merupakan buah dari keputusan seseorang untuk mau menjadi
pemimpin, baik bagi dirinya sendiri, bagi keluarganya, bagi lingkungan
pekerjaannya, maupun bagi lingkungan sosial dan bahkan bagi
negerinya. Berdasarkan hadits diatas dapat dipahami bahwa yang
menjadi penentu adalah masyarakat atau komunitas, bukan sikap
mengharapkan sebuah jabatan dengan meminta. Dengan meminta maka
jabatan tersebut bukan lagi sebuah pengembanan amanat masyarakat
atau komunitas yang dipimpin melainkan keinginan pribadi dengan
tujuan tertentu.

3. Kriteria Pemimpin yang Ideal Menurut Islam


Berbicara masalah pemimpin ideal menurut Islam erat kaitannya dengan
figur Rasulullah SAW. Beliau adalah pemimpin agama dan juga pemimpin
negara. Rasulullah merupakan suri tauladan bagi setiap orang, termasuk para
pemimpin karena dalam diri beliau hanya ada kebaikan, kebaikan dan
kebaikan. Hal ini sejalan dengan firman Allah dalam Al-Qur’an:

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang
baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah”. (QS Al-
Ahzab:21)
Sebagai pemimpin teladan yang menjadi model ideal pemimpin,
Rasulullah dikaruniai empat sifat utama, yaitu: Sidiq, Amanah, Tablig dan
Fathonah. Sidiq berarti jujur dalam perkataan dan perbuatan, amanah berarti
dapat dipercaya dalam menjaga tanggung jawab, Tablig berarti
menyampaikan segala macam kebaikan kepada rakyatnya dan fathonah
berarti cerdas dalam mengelola masyarakat.

a. Sidiq/Jujur

Kejujuran adalah lawan dari dusta dan iamemiliki arti kecocokan


sesuatusebagaimana dengan fakta. Di antaranya yaitu kata “rajulun shaduq
(sangatjujur)”, yang lebih mendalammaknanya daripada shadiq (jujur).Al-
mushaddiqyakni orang yang membenarkan setiapucapanmu, sedang ash-
shiddiq ialah orangyang terus menerus membenar-kan ucapan orang,
danbisa juga orang yang selalumembuktikan ucapannya dengan
perbuatan.Di dalam al-Qur’an disebutkan (tentangibu Nabi Isa), “Dan
ibunya adalah seorang”shiddiqah.” (Al-Maidah: 75).Maksudnya ialah
orang yang selalu berbuat jujur.

Kejujuran merupakan syarat utama bagi seorang pemimpin.


Masyarakat akan menaruh respek kepada pemimpin apabila dia diketahui
dan juga terbukti memiliki kwalitas kejujuran yang tinggi. Pemimpin yang
memiliki prinsip kejujuran akan menjadi tumpuan harapan para
pengikutnya. Mereka sangat sadar bahwa kualitas kepemimpinannya
ditentukan seberapa jauh dirinya memperoleh kepercayaan dari
pengikutnya. Seorang pemimpin yang sidiq atau bahasa lainnya honest
akan mudah diterima di hati masyarakat, sebaliknya pemimpin yang tidak
jujur atau khianat akan dibenci oleh rakyatnya. Kejujuran seorang
pemimpin dinilai dari perkaataan dan sikapnya. Sikap pemimpin yang jujur
adalah manifestasi dari perkaatannya, dan perkatannya merupakan
cerminan dari hatinya.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam disifati dengan ash-shadiqul amin
(jujur dan terpercaya) , dan sifat ini telah diketahui oleh orang Quraisy
sebelum beliau diutus menjadi rasul. Demikian pula Nabi Yusuf ’alaihis
salam juga disifati dengannya, sebagaimana firman Allah subhanahu
wata’ala, (Setelah pelayan itu berjumpa dengan Yusuf dia berseru),
“Yusuf, hai orang yang amat dipercaya.” (QS.Yusuf: 46)

Khalifah Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu juga mendapatkan julukan ini


(ash-shiddiq). Ini semua menunjukkan hawa kejujuran merupakan salah
satuperilaku kehidupan terpenting para rasul dan pengikut mereka.Dan
kedudukantertinggi sifat jujur adalah “ash-shiddiqiyah” Yakni tunduk
terhadap rasulsecara utuh (lahir batin) dan diiringi keikhlasan secara
sempurna kepadaPengutus Allah.

Imam Ibnu Katsir berkata, “Jujur merupakan karakter yang sangat


terpuji, oleh karena itu sebagian besar sahabat tidak pernah coba-coba
melakukan kedustaan baik pada masa jahiliyah maupun setelah masuk
Islam. Kejujuran merupakan cirrikeimanan, sebagaimana pula dusta adalah
ciri kemunafikan, maka barang siapajujur dia akan beruntung.” (Tafsir
Ibnu Katsir 3/643)

Dalam Al-Qur’an surat At-taubah ayat 119, Allah SWT


mengisyaratkan kepada muslimin untuk senantiasa bersama orang-orang
yang jujur. “Hai orang-orang yang beriman,bertaqwalah kepada Allah, dan
hendaklah kamu bersama orang-orang yangbenar.”(QS. At-Taubah:119).
Rasulullah SAW bersabda mengenai pentingnya kejujuran. “Jauhilah dusta
karena dusta akan membawa kepada dosa dan dosa membawamu ke
neraka. Biasakanlah berkata jujur karena jujur akan membawamu kepada
kebajikan dan kebajikan membawamu ke surga” (HR Bukhari dan Muslim)

b. Amanah/Terpercaya
Muhammad SAW bahkan sebelum diangkat menjadi rasul telah
menunjukkan kualitas pribadinya yang diakui oleh masyarakat Quraish.
Beliau dikenal dengan gelar Al-Amien, yang terpercaya. Oleh karena itu
ketika terjadi peristiwa sengketa antara para pemuka Quraish mengenai
siapa yang akan meletakkan kembali hajar aswad setelah renovasi Ka’bah,
meraka dengan senang hati menerima Muhammad sebagai arbitrer,
padahal waktu itu Muhammad belum termasuk pembesar.

Amanah merupakan kwalitas wajib yang harus dimiliki seorang pemimpin.


Dengan memiliki sifat amanah, pemimpin akan senantiasa menjaga
kepercayaan masyarakat yang telah diserahkan di atas pundaknya.
Kepercayaan maskarakat berupa penyerahan segala macam urusan kepada
pemimpin agar dikelola dengan baik dan untuk kemaslahatan bersama.

Terjadinya banyak kasus korupsi di negara kita, merupakan bukti nyata


bahwa bangsa Indonesia miskin pemimpin yang amanah. Para pemimpin
dari mulai tingkat desa sampai negara telah terbiasa mengkhianati
kepercayaan masyarakat dengan cara memanfaatkan jabatan sebagai jalan
pintas untuk memperkaya diri. Pemimpin semacam ini sebenarnya tidak
layak disebut sebagai pemimpin, mereka merupakan para perampok yang
berkedok.

Mengenai nilai amanah, Daniel Goleman mencatat beberapa ciri


orang yang memiliki sifat tersebut. Dia bertindak berdasarkan etika dan
tidak pernah mempermalukan orang. Membangun kepercayaan diri lewat
keandalan diri dan autentisitas (kemurnia/kejujuran)

Berani mengakui kesalahan sendiri dan berani menegur perbuatan


tidka etis orang lain. Berpegang kepada prinsip secara teguh, walaupun
resikonya tidak disukai serta memiliki komitmen dan menepati janji.
Bertangung jawab sendiri untuk memperjuangkan tujuan serta terorganisir
dan cermat dalam bekerja. (Goleman, 1998)

Amanah erat kaitanya dengan janggung jawab. Pemimpin yang


amanah adalah pemimpin yang bertangggung jawab. Dalam perspektif
Islam pemimpin bukanlah raja yang harus selalu dilayani dan diikuti segala
macam keinginannya, akan tetapi pemimpin adalah khadim. Sebagaimana
pepatah Arab mengatakan “sayyidulqaumi khodimuhum”, pemimpin
sebuah masyarakat adalah pelayan mereka.

Sebagai seorang pembantu, pemimpin harus merelakan waktu.


Tenaga dan pikiran untuk melayani rakyatnya. Pemimpin dituntut untuk
melepaskan sifat individualis yang hanya mementingkan diri sendiri.
Ketika menjadi pemimpin maka dia adalah kaki-tangan rakyat yang
senantiasa harus melakukan segala macam pekerjaan untuk kemakmuran
dan keamanan rakyatnya.

Dalam buku The 21 Indispensable Quality of Leader, John C.


Maxwell menekankan bahwa tanggung jawab bukan sekedar
melaksanakan tugas, namun pemimpin yang bertanggung jawab harus
melaksanakan tugas dengan lebih, berorienatsi kepada ketuntasan dan
kesempurnaan. “Kualitas tertinggi dari seseorang yang bertangging jawab
adalah kemampuannya untuk menyelesaikan”.

c. Tablig/Komunikatif

Kemampuan berkomunikasi merupakan kualitas ketiga yang harus


dimiliki oleh pemimpi sejati. Pemimpin bukan berhadapan dengan benda
mati yang bisa digerakkan dan dipindah-pindah sesuai dengan kemauannya
sendiri, tetapi pemimpin berhadapan dengan rakyat manusia yang memiliki
beragam kecenderungan. Oleh karena itu komunikasi merupakan kunci
terjainnya hubungan yang baik antara pemimpin dan rakyat.

Pemimpin dituntut untuk membuka diri kepada rakyatnya, sehingga


mendapat simpati dan juga rasa cinta. Keterbukaan pemimpin kepada
rakyatnya bukan berarti pemimpin harus sering curhat mengenai segala
kendala yang sedang dihadapinya, akan tetapi pemimpin harus mampu
membangun kepercayaan rakyatnya untuk melakukan komunikasi
dengannya. Sebagai contoh, Rasulullah SAW pernah didatangi oleh
seorang perempuan hamil yang mengaku telah berbuat zina. Si perempuan
menyampaikan penyesalannya kepada Rasul dan berharap diberikan sanksi
berupa hukum rajam. Hal ini terjadi karena sebagai seorang pemimpin
Rasulullah membuka diri terhadap umatnya.

Salah satu ciri kekuatan komunikasi seorang pemimpin adalah


keberaniannya menyatakan kebenaran meskipun konsekwensinya berat.
Dalam istilah Arab dikenal ungkapan, “kul al-haq walau kaana murran”,
katakanlah atau sampaikanlah kebenaran meskipun pahit rasanya.

Tablig juga dapat diartikan sebagai akuntabel, atau terbuka untuk


dinilai. Akuntabilitas berkaitan dengan sikap keterbukaan (transparansi)
dala kaitannya dengan cara kita mempertanggungkawabkan sesuatu di
hadapan orang lain. Sehingga, akuntabilitas merupakan bagian melekat
dari kredibilitas. Bertambah baik dan benar akuntabilitas yang kita miliki,
bertambah besar tabungan kredibilitas sebagai hasil dari setoran
kepercayaan orang-orang kepada kita.

d. Fathonah/Cerdas

Seorang pemimpin harus memiliki kecerdasan di atas rata-rata


masyarakatnya sehinga memiliki kepercayaan diri. Kecerdasan pemimpin
akan membantu dia dalam memecahkan segala macam persoalan yang
terjadi di masyarakat. Pemimpin yang cerdas tidak mudah frustasi
menghadapai problema, karena dengan kecerdasannya dia akan mampu
mencari solusi. Pemimpin yang cerdas tidak akan membiarkan masalah
berlangsung lama, karena dia selalu tertantang untuk menyelesaikan
masalah tepat waktu.

Contoh kecerdasan luar biasa yang dimiliki oleh khalifah kedua


Sayyidina Umar ibn Khattab adalah ketika beliau menerima kabar bahwa
pasukan Islam yang dipimpin oleh Abu Ubaidah ibnu Jarrah yang sednag
bertugas di Syria terkena wabah mematikan. Sebagai pemimpin yang
bertanggung jawab, Umar ibn Khattab segera berangkat dari Madinah
menuju Syria untuk melihat keadaan pasukan muslim yang sedang ditimpa
musibah tersebut. Ketika beliau sampai di perbatasan, ada kabar yang
menyatakan bahwa keadaan di tempat pasukan mulimin sangat gawat.
Semua orang yang masuk ke wilayah tersebut akan tertular virus yang
mematikan. Mendengar hal tersebut, Umar ibn Khattab segera mengambil
tindakan untuk mengalihkan perjalanan. Ketika ditanya tentang sikapnya
yang tidak konsisten dan dianggap telah lari dari takdir Allah, Umar bin
Khattab menjawab, “Saya berplaing dari satu takdir Allah menuju takdir
Allah yang lain”.

Kecerdasan pemimpin tentunya ditopang dengan keilmuan yang


mumpuni. Ilmu bagi pemimpin yang cerdas merupakan bahan bakar untuk
terus melaju di atas roda kepemimpinannya. Pemimpin yang cerdas selalu
haus akan ilmu, karena baginya hanya dengan keimanan dan keilmuan dia
akan memiliki derajat tinggi di mata manusia dan juga pencipta.
Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an.

“Allah akan meninggikan orang-orang beriman di antaramu dan orang-


orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat”. (QS.Al
Mujadalah:11)

4. Prinsip-Prinsip Kepemimpinan Islam


a. Prinsip Tauhid
Prinsip tauhid merupakan salah satu prinsip dasar dalam kepemimpinan
Islam. Sebab perbedaan akidah yang fundamental dapat menjadi pemicu dan
pemacu kekacauan suatu umat. Oleh sebab itu, Islam mengajak kearah satu
kesatuan akidah diatas dasar yang dapat diterima oleh semua lapisan
masyarakat, yaitu tauhid. Dalam alqur'an sendiri dapat ditemukan dalam surat
An-nisa' 48, Ali imron 64 dan surat al Ikhlas.

b. Prinsip Musyawarah (Syuro)


Musyawarah berarti mempunyai makna mengeluarkan atau mengajukan
pendapat. Dalam menetapkan keputusan yang berkaitan dengan kehidupan
berorganisasi dan bermasyarakat musyawarah dalam konteks membicarakan
persoalan-persoalan tertentu dengan anggota masyarakat, termasuk
didalamnya dalam hal berorganisasi. Hal ini sebagaimana terdapat pada surat
Ali-imran ayat 158. "bermusyawarahlah kamu (Muhammad) dengan mereka
dalam urusan tertentu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad,
bertawakkalah kepada Allah Swt. Sesungguhnya Allah Swt mencintai orang-
orang yang bertawakkal kepada-Nya".

Meskipun terdapat beberapa Al-qur'an dan As-sunnah yang


menerangkan tentang musyawarah. Hal ini bukan berarti al-Qur'an telah
menggambarkan sistem pemerintahan secara tegas dan rinci, nampaknya hal
ini memang disengaja oleh Allah untuk memberikan kebebasan sekaligus
medan kreatifitas berfikir hambanya untuk berijtihad menemukan sistem
pemerintahan yang sesuai dengan kondisi sosial-kultural. Sangat mungkin ini
salah satu sikap demokratis Tuhan terhadap hamba-hambanya.

c. Prinsip Keadilan (Al-'adalah)

Dalam memanage pemerintahan, keadilan menjadi suatau keniscayaan,


sebab pemerintah dibentuk antara lain agar tercipta masyarakat yang adil dan
makmur. Jadi, sistem pemerintahan Islam yang ideal adalah sistem yang
mencerminkan keadilan yang meliputi persamaan hak didepan umum,
keseimbangan (keproposionalan) dalam memanage kekayaan alam misalnya,
distribusi pembangunan, adanya balancing power antara pihak pemerintah
dengan rakyatnya.

d. Prinsip Kebebasan (al-Hurriyah)


Kebebasan dalam pandangan al-Qur'an sangat dijunjung tinggi termasuk
dalam menentukan pilihan agama sekaligus. Namun demikian, kebebasan
yang dituntut oleh Islam adalah kebebasan yang bertanggungjawab.
Kebebasan disini juga kebebasan yang dibatasi oleh kebebasan orang lain.
Dalam konteks kehidupan politik, setiap individu dan bangsa mempunyai hak
yang tak terpisahkan dari kebebasan dalam segala bentuk fisik, budaya,
ekonomi dan politik serta berjuang dengan segala cara asal konstitusional
untuk melawan atas semua bentuk pelanggaran.

D. Daftar Pustaka

1. (https://www.academia.edu/16909261/Kepemimpinan_Islam_di _Indonesia).
Diakses pada hari Senin 22 November 2018

2. (https://dimasyuniantoherbowo.blogspot.com/2011/05/makalah-kepemimpinan-
dalam-islam.html) Diakses pada hari Senin 22 November 2018

3. (http://muklasihaha.blogspot.com/2015/01/konsep-kepemimpinan-dalam-perspektif-
al.html) Diakses pada hari Senin 22 November 2018

4. (https://bambumoeda.wordpress.com/2012/05/29/karakteristik-pemimpin-ideal-
menurut-islam/) Diakses pada hari Senin 22 November 2018

5. (https://nazhroul.wordpress.com/2010/05/21/beberapa-hadits-tentang-
kepemimpinan-dalam-kitab-riyadhus-shalihin/) Diakses pada hari Senin 22 November
2018

Anda mungkin juga menyukai