A. Pendahuluan
Pemimpin merupakan salah satu komponen yang sangat menentukan dalam
suatu organisasi, dan merupakan salah satu fungsi manajemen, yaitu
leading.1Bahkan dalam Islam, pemimpin merupakan suatu keharusan dalam suatu
kelompok orang. Sebagaimana sabda Nabi SAW.:
Artinya: “Tidaklah halal bagi tiga orang yang berkumpul, kecuali mereka
bermusyawarah menjadikan salah satunya sebagai pemimpin”, “jika tiga orang
keluar dalam suatu perjalanan, maka hendaklah bermusyawarah menjadikan salah
satunya sebagai pemimpin.2”
Sebagai salah satu komponen dalam organisasi, pemimpin menempati posisi
sebagai penanggungjawab perilaku organisasi. Karena itu, ia mempunyai peranan
yang sangat penting dan menentukan. Bahkan keberhasilan suatu organisasi sangat
tergantung pada pemimpin, terutama dalam manajemen sumber daya manusia.3
Efektif tidaknya usaha mencapai tujuan organisasi, tergantung bagaimana
pemimpin itu menjalankan tugas kepemimpinannya. Mengingat pentingnya
peranan pemimpin dalam suatu organisasi, maka ia harus memahami dan
menyadari posisinya tersebut. Dengan demikian, ia akan mengetahui apa yang
harus dilakukan dan bagaimana pola terbaik dalam menjalankan tugas
kepemimpinannya.
Dalam ilmu yang mempelajari dinamika kelompok (group dynamics), dikenal
ada dua tipe kelompok (organisasi), yaitu organisasi formal dan organisasi
informal4. Baik organisasi formal maupun informal , keduanya menghendaki
adanya pemimpin. Dalam hal ini, biasanya pemimpin terbagi dua golongan besar,
yaitu: Pertama, pemimpin administrative (administrative leader), yaitu golongan
pemimpin yang menentukan kebijakan umum, yaitu biasa disebut manajer puncak
1
Andrew J. Dubrin berpendapat bahwa fungsi manajemen ada lima, yaitu planning and decision
making, organizing, leading and controlling. Lihat dalam buku Esseintial of Management, Ohio:
South Westrn, 1990, hlm. 5
2
Abu Hajar Muhammad Said, Athraf al-Hadits al-Nabawi al-Syarif, (jilid 7), Bairut; Darul Kutub
al-Ilmiah, tt, hlm.308
3
Michael Amstrong, A Hand Book of Human Resource Management,(terj.), Jakarta: Gramedia,
1994
4
Ricky W. Griffin, Organizational Behaviour, Boston, Houghton Mifflin Company, 1986
3
7
(٣٠: )اﻟﺒﻘﺮه
30. ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat:
"Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi."
mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu
orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah,
Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan
5
Muchtar Effendi, Manajemen Suatu Pendekatan Berdasarkan Ajaran Islam, Jakarta: Bhranata,
1996
6
K. Permadi, Pemimpin dan Kepemimpinan dalam Manajemen, Jakarta: Rineka Cipta, 1996.
7
Anonim, Al-Qur’an dan Terjemahan, Jakarta: Departemen Agama: 1982/1983, hlm. 13
4
8
(٢٦:)ص
26. Hai Daud, Sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa)
di muka bumi, Maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil
dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu
dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat darin jalan Allah akan
mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.
165. dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan
Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa
derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu.
Sesungguhnya Tuhanmu Amat cepat siksaan-Nya dan Sesungguhnya Dia
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q. S. Al-An’am :165)9
14. kemudian Kami jadikan kamu pengganti-pengganti (mereka) di muka
bumi sesudah mereka, supaya Kami memperhatikan bagaimana kamu
berbuat.(Q.S. Yunus: 14)10
73. lalu mereka mendustakan Nuh, Maka Kami selamatkan Dia dan orang-
orang yang bersamanya di dalam bahtera, dan Kami jadikan mereka itu
pemegang kekuasaan dan Kami tenggelamkan orang-orang yang mendustakan
8
Ibid, hlm. 736
9
Ibid, hlm. 217
10
Ibid, hlm. 307
5
39. Dia-lah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di muka bumi.
Barangsiapa yang kafir, Maka (akibat) kekafirannya menimpa dirinya
sendiri.dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan
menambah kemurkaan pada sisi Tuhannya dan kekafiran orang-orang yang
kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kerugian mereka belaka.(Q.S.
Faathir: 39)12
Adapun kata khulafa’ terulang dalam al-Qur’an sebanyak tiga kali, yaitu
pada surah al-A’raf ayat 69 dan 74, serta dalam surah an-Naml ayat 62,
sebagaimana berikut:
69. Apakah kamu (tidak percaya) dan heran bahwa datang kepadamu
peringatan dari Tuhanmu yang dibawa oleh seorang laki-laki di antaramu untuk
memberi peringatan kepadamu? dan ingatlah oleh kamu sekalian di waktu
Allah menjadikan kamu sebagai pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah
lenyapnya kaum Nuh, dan Tuhan telah melebihkan kekuatan tubuh dan
perawakanmu (daripada kaum Nuh itu). Maka ingatlah nikmat-nikmat Allah
supaya kamu mendapat keberuntungan. (Q.S. Al-A’raaf: 69)13
74. dan ingatlah olehmu di waktu Tuhan menjadikam kamu pengganti-
pengganti (yang berkuasa) sesudah kaum 'Aad dan memberikan tempat bagimu
di bumi. kamu dirikan istana-istana di tanah-tanahnya yang datar dan kamu
pahat gunung-gunungnya untuk dijadikan rumah; Maka ingatlah nikmat-nikmat
Allah dan janganlah kamu merajalela di muka bumi membuat kerusakan. (Q.S.
Al-A’raaf: 74)14
11
Ibid, hlm. 318
12
Ibid, hlm.
13
Ibid, hlm.232
14
Ibid, hlm.233
6
62. atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan
apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang
menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi[1104]? Apakah
disamping Allah ada Tuhan (yang lain)? Amat sedikitlah kamu
mengingati(Nya).(Q.S. Al-Naml: 62)15
Keseluruhan kata tersebut berakar dari kata khulafa’ yang pada mulanya
berarti “ di belakang”. Dari sini, kata khalifah sering kali diartikan sebagai
“pengganti” (karena yang menggantikan selalu berada atau datang di belakang,
sesudah yang digantikan). Tidak dapat disangkal oleh para mufasir bahwa
bentuk kata tersebut (khalifah, khalaif, dan khulafa’) masing-masing
mempunyai kontek makna tersendiri, yang sedikit atau banyak berbeda dengan
yang lain. Dalam hal ini, Quraish Shihab menafsirkan bahwa kata khalifah
digunakan dalam al-Qur’an untuk siapa yang diberi”kekuasaan mengelola
wilayah”, baik luas maupun terbatas.16
Al-Tabrasyi dikutip oleh Quraish Shihab dalam “Membumikan”al-Qur’an
mengemukakan bahwa “imam” mempunyai makna yang sama dengan
“khalifah”. Hanya saja, kata “imam” digunakan untuk “keteladanan”, karena ia
terambil dari kata yang mengandung arti “depan” yang berbeda dengan kata
“khalifah” yang terambil dari kata “belakang”.17
Adapun kata “ imam”, menurut Quraish Shihab, terulang dalam al-Qur’an
sebanyak tujuh kali dengan makna yang berbeda-beda. Namun, keseluruhannya
bertumpu pada arti “sesuatu yang dituju dan atau diteladani”, yaitu: 1) “imam”
berarti pemimpin kebijakan, terdapat dalam surah al-Baqarah ayat 124, dan
surah Furqan ayat 74; 2) berarti kitab amalan manusia, pada surah al-Isra’ ayat
71; 3) berarti al-Lawh al-Mahfuzh, pada surah Yasin ayat 12; 4) berarti Taurat
pada surah Hud ayat 17 dan surah al-Ahqaf ayat 12; 5) berarti jalan yang jelas,
pada surah al-Hijr ayat 79.18
15
Ibid, hlm. 601
16
Quraish Shihab, “Membumikan” al-Qur’an. Bandung: Mizan, 1996
17
Ibid.
18
Ibid.
7
Dari makna-makna di atas, terlihat bahwa hanya dua ayat yang dapat
dijadikan rujukan dalam persoalan ini yaitu surah al-Baqarah ayat 124 dan
surah alFurqan ayat 74, yaitu:
124. dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa
kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman:
"Sesungguhnya aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia". Ibrahim
berkata: "(Dan saya mohon juga) dari keturunanku". Allah berfirman: "Janji-
Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim".19
74. dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan Kami, anugrahkanlah kepada
Kami isteri-isteri Kami dan keturunan Kami sebagai penyenang hati (Kami),
dan Jadikanlah Kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.20
19
Anonim, Op.cit., hlm.32
20
Ibid.,hlm. 569
21
Muchtar Effendi, Manajemen Suatu Pendekatan Berdasarkan Ajaran Islam, Jakarta: Bhranata,
1996
22
Adam Indra Wijaya, Perilaku Organisasi, Bandung: Sinar Baru, 1989.
8
23
Muchtar Effendi, Op.Cit.
24
Ricky W. Griffin, Organizational Behaviour, Amerika Serikat: Hougton Miflin Company, 1986.
25
Lipham, The Principalship: Fundations and Fungtions, London: Harper and Row, 1974
26
Gary Yukl, Leadership in Organizations, New York: New Jersey, 1998.
9
2. Kedudukan Kepemimpinan
Kepemimpinan dalam suatu organisasi masyarakat, memiliki kedudukan
yang berbeda-beda ditinjau dari sudut pandang tertentu.Abercrombie
berpendapat sebagaimana yang dikutip oleh M.M Billah, bahwa dalam bidang
psikologi sosial, kepemimpinan sangat sering diperlakukan dalam analisis
tentang kelompok-kelompok kecil; sedangkan dalam bidang sosiologi,
leadership didefenisikan sebagai latihan mengenai pengaruh dan kekuasaan
dalam perkumpulan sosial. Dalam bidang manajemen, leadership is the process
of influencing the activities of individual or group in efforts toward goal
achievement in agiven situation ( proses aktivitas mempengaruhi individu atau
kelompok dalam usaha mencapai tujuan.)31
Dengan demikian, proses kepemimpinan merupakan fungsi-fungsi yang
melibatkan pemimpin, pengikut, dan variable-variabel situasi lain. Hal ini
27
C. Turney, dkk, The School Manager, Australia; Allen and Unwin, 1992.
28
Altman, Organizational Behaviour: Theori and Practice,Florida, Academik Press, 1985
29
Hendiyat Soetopo, Kepemipinan dan Supervisi Pendidikan, Malang: Bina Aksara, 1982.
30
Jack Ducan, Organizational Behaviour, Boston: Hougton Company, 1981.
31
M.M Billah, dkk,Demokrasi dan Otonomi, Citra Grafika, 2000
10
seperti dikemukan oleh Hersey dan Banchard, bahwa the leadership process is
a function of a leader, the follower, and other situation variables (L=l,f,s). 32
Setiap pemimpin memiliki pandangan pemikiran yang berbeda-beda
dalam menentukan langkah-langkah kebijakan untuk mempengaruhi orang lain
yang dipimpinnya. Bagaimana pandangan pemikiran pemimpin dimaksud,
dijelaskan Everett M. Roger sebagai individu-individu yang memimpin dalam
mempengaruhi pandangan lain mengenai inovasi-inovasi. Perilaku pandangan
pemimpin adalah penting dalam menentukan ukuran seberapa besar adopsi
mengenai inovasi-inovasi dalam sebuah sistem sosial.33
3. Karakteristik Kepemimpinan
Seperti telah dikemukan bahwa keberadaan pemimpin sangat besar
peranannya dalam mempengaruhi mekanisme organisasi dalam upaya
mencapai tujuan.Tujuan organisasi dapat dicapai dengan baik dan efektif
apabila dipimpin oleh seseorang yang memiliki karakteristik yang baik dan
berkualitas. Ada beberapa karakter yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin,
antara lain dikemukan oleh Soewarno Handayaningrat sebagai berikut:
a. Syarat-syarat minimal
Watak yang baik
Intelegensia yang tinggi
Kesiapan lahir dan batin
b. Syarat-sarat lain yang perlu
Sadar akan tanggung jawab
Mempunyai sifat kepemimpinan yang menonjol
Membimbing dirinya dengan asas-asas dan prinsip-prinsip
kepemimpinan
Melaksanakan kegiatan-kegiatan dengan penuh tanggung jawab
Mengenal dan memahami bawahannya.34
32
Ibid.
33
Everett M Roger, Diffusion of Innovation,New York: The Free Press, 1983
34
Soewarno Handayaningrat, Pengantar Ilmu Administrasi dan Manajemen, Jakarta: Mas Agung,
1988
11
habis, yaitu membagi dengan adil. Menurutnya sebagian dari tanda-tanda adil
itu adalah mendahulukan yang lebih membutuhkan dan memberikan hak yang
sama terhadap orang yang memiliki hak yang sama.37
C. Teori Kepemimpinan
1. Teori Kontingensi
Teori kontingensi ini dipelopori dan dikembangkan oleh Fred Fiedler
(1967).Ia mencoba memadukan antara personalitas pemimpin dan
kompleksitas situasi. Teori ini menjelaskan bahwa efektivitas maupun
keberhasilan seorang pemimpin ditentukan oleh bagaimana ia mampu
mengaplikasikan pola kepemimpinan yang adaptif terhadap situasi.38Artinya,
dalam menjalankan kepemimpinannya seseorang pemimpin boleh jadi efektif
pada suatu situasi tertentu, tetapi tidak efektif pada situasi organisasi yang lain.
Dengan demikian, suatu pola atau gaya kepemimpinan akan efektif apabila
diterapkan pada situasi yang tepat.
Fiedler mulai melakukan penelitiannya mengenai hubungan pekerja dan
sikap pemimpin pada organisasi. Untuk mengukur sikap ini, Fiedler dan
assosiasinya mengembangkan skala yang diarahkan kepada kerja sama pekerja
yang paling sedikit (Least Preferred Coworker scale/LPC). Skala ini mengukur
tingkatan tugas dan orientasi orang terhadap pemimpin dengan menyebar
pertanyaan.Walaupun kemudian teori Fiedler ini dikritik orang karena sulit
dibuktikan dilapangan dank arena kompleknya situasi.39
Winardi menyebut teori ini dengan teori situasi. Ia berpendapat bahwa
dalam kepemimpinan harus terdapat cukup banyak fleksibilitas untuk
menyesuaikan diri dengan situasi, karena itu kepemimpinan harus bersifat
multidemensi.40Berkenaan dengan itu, Timpe berpendapat bahwa efektif
tidaknya gaya kepemimpinan tergantung pada tiga factor situasional. Pertama,
hubungan bpemimpin dengan anggota (terbuka dan percaya atau bertahan dan
bermusuhan). Kedua, susunan tugas (rutinitas pekerjaan itu sendiri versus
37
Ibid.
38
Ricky W. Griffin, Op.cit.
39
Altman, Op.cit.
40
Winardi, Kepemimpinan dalam Manajemen, Jakarta: Rineka Cipta, 1990
13
41
Timpe, Seri Ilmu dan Seni Manajemen Bisnis Kepemimpinan, Jakarta: Gramedia Asri Media,
1993
42
Ricky W. Griffin, Op.cit.
43
Ricky W. Griffin, Op.cit.
44
Turney, Op.cit.
14
45
Keith Devis, Educational, Management and Participation, Singapore: Allyn and Bacon, tt
46
Ricky W. Griffin, Loc.cit.
47
Ibid.
15
48
Abu Sujak, Kepemimpinan Manajer, Jakarta: Rajawali, 1990
16
49
Ricky W. Griffin, Loc.cit
17
50
Ricky W. Griffin, Op.cit.
51
S. P. Siagian, Filsafat Administrasi, Jakarta: Gunung Agung, 1977.
18
yang tinggi, frekuensi umpan balik, dan kepuasan diri yang bias menggoyahkan
perilaku pemimpin yang tidak relevan. Karena itu, jika tugas telah memberikan
kepuasan bagi pekerja, maka ia tidak memerlukan lagi suppor dari
pemimpinnya. Adapun karakteristik organisasi dapat berupa perencanaan dan
tujuan eksplisit, aturan dan prosedur, kelompok kerja terpadu, struktur
penghargaan yang kaku, dan jarak fisik antara supervisor dan bawahan.52
Model ini terlihat merupakan bentuk lain dari sisi kepemimpinan yang
memandang bahwa pandangan, kebijakan dan tindakan pemimpin tidak akan
mempengaruhi perilaku bawahan, tugas, dan aturan organisasi, apabila masing-
masing telah memiliki karakteristik yang mapan, seperti kepuasan,
profesionalitas, ketegasan aturan dan prosedur yang jelas.
2. Model Interaktif
Model kepemimpinan interaktif ini dikembangkan oleh Charles
Greene.Dalam studinya, Greene menemukan pemimpin yang hanya
mempertimbangkan satu sebab yaitu kepuasan bawahan.Greene melihat adanya
pengaruh yang ditimbulkan dari kepuasan bawahan terhadap perilaku
pemimpin.Di samping juga adanya umpan balik antara garis pimpinan dan
perilaku bawahan, yaitu bahwa jika kinerja bawahan rendah, maka pemimpin
cenderung untuk menempatkan dalam struktur perilaku yang lebih.Dan
sebaliknya, jika kinerja bawahan tinggi, maka pemimpin cenderung untuk
menekankan pada pertimbangan.53
3. Model Hubungan Dyad-Vertikal
Model kepemimpinan ini dikembangkan oleh George Graen yang
menekankan pada pentingnya hubungan variable antara pemimpin dan masing-
masing bawahannya.Model ini menawarkan agar pemimpin membangun
hubungan yang khusus dengan anggota kelompoknya.54
Biasanya dalam kelompok menerima kewajiban-kewajiban khusus yang
menghendaki adanya tanggungjawab dan otonomi, serta menerima adanya hak-
hak istimewa yang special.Model ini juga memperkenalkan kedudukan anggota,
yaitu anggota yang berada dalam kelompok dan anggota yang berada di luar
52
Ricky W. Griffin, Op.cit.
53
Ibid.
54
Ibid.
19
55
Ibid.
56
Ricky W. Griffin, Op.cit.
20
57
Ibid.
58
Ibid.
59
Robert J. Starratt, The Drama of Leadership, London: The Falmer Press, 1985
60
Ricky W. griffin, Op.cit.
21
61
Ibid.
22
G. Keimpulan
1. Bahwa terdapat berbagai pandangan tentang kepemimpinan, baik mengenai
ruang lingkup, teori, tipe-tipe, gaya, model kepemimpinan, maupun factor-
faktor yang mempengaruhinya.
2. Berbagai pandangan tentang kepemimpinan baik ruang lingkup, teori, tipe,
gaya maupun model kepemimpinan mempunyai cakupan yang sangat luas
dan kompleks. Luas dan kompleksitas cakupan tentang kepemimpinan
tersebut membawa konsekwensi lahirnya pemandangan yang beragam dari
berbagai kalangan.
3. Meskipun demikian, keberagaman pandangan tentang kepemimpinan
tersebut, terdapat kesamaan pemahanan mengenai maksud dari
kepemimpinan itu, yaitu kesamaan dalam mensifati akan seni dan
kemampuan untuk mempengaruhi “bawahan”.
4. Terjadinya perbedaan pandangan tersebut banyak faktor yang
mempengaruhinya. Begitupun dalam implementasinya, seorang pemimpin
dalam melaksanakan kepemimpinannya juga dipengaruhi oleh banyak
faktor, seperti faktor perseptual, personal, situasional dan objek. Sehingga
lahirnya kepemimpinan dengan berbagai tipe, gaya dan modelnya
berimplikasi terhadap organisasi dan orang-orang yang dipimpinya secara
beraneka ragam pula.
23
DAFTAR PUSTAKA