Anda di halaman 1dari 15

Pendidikan Agama Islam

Modul 13
Konsep muamalah tentang kepemimpinan (imamah)
Dr. Neneng Nurhasanah, Dra. M.Hum.

inaba.ac.id
Pendidikan Agama Islam
Modul 13
Konsep muamalah tentang kepemimpinan (imamah)

Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung
jawaban atas yang di pimpinnya (H.R Al-Bukhari Muslim). Hadist ini menjelaskan
tentang sudah jelas bahwasannya setiap orang itu ialah pemimpin. Tidak memandang
dari suku, golongan maupun ras. Bahkan juga di ayat Al-quran dijelaskan bahwa
manusia diturunkan di bumi ini memiliki tugas yang salah satunya yaitu menjadi
khalifah (pemimpin), oleh karena itu manusia tidak bisa terlepas dari tugas dan
perannya sebagai pemimpin yang minimal memimpin dirinya sendiri. Dan semua itu
akan di mintai pertanggung jawabannya. Dan ketika menjadi pemimpin hendaklah pula
bertanggung jawab atas apa yang di pimpinnya, dan juga menjadi pemimpin itu harus
bisa memberikan contoh ataupun tauladan yang baik untuk yang di pimpinnya.

A. Pengertian Kepemimpinan Secara Umum dan Menurut Islam

Kepemimpinan memiliki beberapa definisi, menurut Kamus Besar Bahasa


Indonesia kepemimpinan yaitu perihal memimpin, dan cara memimpin. Menurut
Robbins dan Judge kepemimpinan yaitu kemampuan yang dimiliki oleh seseorang
untuk mempengaruhi sebuah kelompok guna mencapai visi yang telah ditetapkan,
Menurut Handoko, Kepemimpinan merupakan kemampuan yang dipunyai seseorang
untuk mempengaruhi orang lain agar bekerja mencapai tujuan dan sasaran, Kartono
mengatakan bahwa kepemimpinan merupakan kekuatan aspirasional, semangat, dan
kekuatan moral yang mampu mempengaruhi anggota untuk mengubah sikap sehingga
menjadi selaras dengan apa yang diinginkan pemimpin.

Sedangkan kepemimpinan dalam pandangan Islam kepemimpinan dikenal


dengan istilah Khilafah, Imamah, Amir, Malik, Ulil Amri dan juga ada istilah Ra’in.
Kata Khalifah berdasarkan firman Allah ta’ala yang berbunyi
ٗۖ َٰٓ
ِ ‫ل ِفي ۡٱۡل َ ۡر‬ٞ ‫َوإِ ۡذ َقا َل َربُّكَ ِل ۡل َملَئِ َك ِة إِنِي َجا ِع‬
ُ‫ض َخ ِليفَة َقالُ َٰٓواْ أَت َۡجعَ ُل ِفي َها َمن ي ُۡف ِسدُ ِفي َها َويَ ۡس ِفك‬
َٰٓ ِ‫ِس لَ ۖٗكَ َقا َل إِن‬
َ‫ي أَ ۡعلَ ُم َما ََل تَعۡ لَ ُمون‬ َ ُ‫ٱلد َما َٰٓ َء َون َۡحنُ ن‬
ُ ‫سبِ ُح بِ َح ۡمدِكَ َونُقَد‬ ِ

inaba.ac.id
Pendidikan Agama Islam
Modul 13
30. Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya
Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata:
"Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan
membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami
senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan
berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui".

Khalifah mengandung ma‘na ganda, disatu pihak khalifah diartikan sebagai


kepala negara dalam pemerintahan dan kerajaan islam dimasa lalu, yang dalam konteks
kerajaan pengertiannya sama dengan kata sulthon. Dilain pihak, cukup dikenal
pengertian khalifah sebagai ‖wakil tuhan‖ dimuka bumi, Yang dimaksud dengan wakil
tuhan itu bisa dua macam. pertama, yang diwujudkan dalam jabatan Sulthon atau kepala
negara. Kedua, fungsi manusia itu sendiri dimuka bumi, sebagai ciptaan tuhan yang
paling sempurna

Khilafah menurut makna bahasa merupakan mashdar dari fi‘il madhi khalafa,
berarti : menggantikan atau menempati tempatnya tempatnya Makna Khilafah menurut
Ibrahim Anis adalah orang yang datang setelah orang lain lalu menggantikan tempatnya
(jaa`a ba‘dahu fa-shaara makaanahu). Menurut Imam Ath-Thabari, makna bahasa
inilah yang menjadi alasan mengapa as-sulthan al-a‘zham (penguasa besar umat Islam)
disebut sebagai Khalifah, karena dia menggantikan penguasa sebelumnya, lalu
menggantikan posisinya.

Selain istilah khalifatur rasul atau khalifatun nubuwwah yaitu pengganti nabi
sebagai pembawa risalah atau syariat, memberantas kelaliman dan menegakkan
keadilan. Sayyid Rasyid Ridho dalam Al Manar memberikan batasan sebagai sosok
manusia yang dibekali dengan akal dan pikiraan serta ilmu pengetahuan yang tidak
dimiliki mahluk lain.

Istilah berikutnya adalah Imam atau Imamah sering diartikan secara spesifik
untuk meyebut pemuka agama, pemimpin keagamaan, atau pemimpin spiritual yang
diikuti dan diteladani fatwa atau nasihat-nasihatnya secara patuh oleh pengikut-
pengikutnya dalam beberapa hadis nabi,imam sering diartikan dengan pemimpin,
penguasa atau amir, yang mempunyai kekuasaan untuk mengatur masyarakat.
Berdasarkan Firman Allah Ta’ala yang berbunyi

‫ين‬ َٰٓ ‫ص ۡينَهُ ِف‬


ٖ ‫ي ِإ َم ٖام ُّم ِب‬ ُ ُ ‫ِإنَّا ن َۡح ُن نُ ۡحي ِ ۡٱل َم ۡوتَى َون َۡكت‬
َ ‫ب َما َقدَّ ُمواْ َو َءاثَ َره ُۡۚۡم َو ُك َّل ش َۡيءٍ أَ ۡح‬

inaba.ac.id
Pendidikan Agama Islam
Modul 13
12. Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami
menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka
tinggalkan. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata
(Lauh Mahfuzh).

Dan

ٖ ِ‫َفٱنتَقَ ۡمنَا ِم ۡن ُه ۡم َوإِنَّ ُه َما لَبِإِ َم ٖام ُّمب‬


‫ين‬

79. maka Kami membinasakan mereka. Dan sesungguhnya kedua kota itu
benar-benar terletak di jalan umum yang terang.

Ulil Amri ini lebih lanjut. Secara etimologi, Ulil Amri berasal dari bahasa Arab
yang terdiri dari dua unsur kata, yaitu; ‖‫ ‖ ىأل‬yang merupakan jamak dari ‖‫ ‖ ىلو‬yang berarti
menguasai, memiliki dan berarti pula mengurus atau mewakili dan memiliki otoritas
dan sedangkan kata ‖ ‫ ‖ رماَل‬yang dalam bentuk jamaknya ‖ ‫ ‖ روماَل‬dengan arti pekerjaan,
urusan dan atau diartikan dengan perkara. Dan, dalam bahasa Indonsesia dilafalkan
seperti bunyi aslinya dalam bahasa Arab, yaitu ‖Ulil Amri” atau ‖Uli al-Amr‖. Istilah
Ulil Amri adalah diangkat dan bersumber dari alQuran Surat an-Nisa‘/4, ayat 59.
Dengan demikian, arti etimologi Ulil Amri itu adalah yang mepunyai urusan atau orang
yang memiliki otoritas atas sesuatu urusan/pekerjaan..

Ulil Amri diartikan oleh Al-Maraghi sebagai pemerintah, ulama, cendekiawan


pemimpin militer atau tokoh-tokoh masyarakat. Sementara Mahmud Syalthout
mengartikannya sebagai orang-orang cerdik pandai yang dikenal oleh umat sebagai
orang yang ahli dalam berbagai bidang serta mengerti kepentingan umatnya

Sedangkan kata ra’in berarti pengembala, pengelola dan pemimpin. Dalam


suatu hadis dikatakan

ْ ‫فكلكم راعٍ وكلكم مسئو ٌل‬.


‫عن َر ِعيَّتِ ِه‬

bahwa setiap manusia adalah pemimpin dan dia akan akan diminta
pertanggung jawaban terhadap kepemimpinannya itu.

inaba.ac.id
Pendidikan Agama Islam
Modul 13
Selain kata-kata diatas ada lagi istilah-istilah lain yang berkaitaan dengan
kepemimpinan dalam Islam seperti kata wali, rais dan wakil, yang mempunyai
pengertian yang hampir sama dengan sedikit perbedaan dan spesifikasi.

Perbedaan pengertian kepemimpinan dalam Islam dan yang dikemukakan oleh


para teoritisi kepemimpinan adalah, bahwa kepemimpinan dalam Islam harus
berdasarkan atas Al Qur‘an dan Hadis. Menurut Ihsan Tanjung kepemimpinan didalam
Islam pada hakekatnya adalah berkhidmat atau menjadi pelayan umat. Kepemimpinan
yang asalnya adalah hak Allah diberikan kepada manusia sebagai Khalifatullah Fil
Ardhi, wakil Allah SWT dimuka bumi. Jika bukan karena irodahnyalah tak ada
seorangpun yang mendapatkan amanah kepemimpinan, baik kecil maupun besar. Oleh
karena itu setiap amanah kepemimpinan harus dipertanggung jawabkan dihadapan
Allah. Allah memberikan amanah kepada pemimpin untuk, mengatur urusan orang
yang dipimpinnya, mengarahkan perjalanan sekelompok manusia yang dipimpinnya
guna mencapai tujuan bersama, menjaga dan melindugi kepentingan yang dipimpinnya.
Wewenang dan kekuasaan pemimpin tidaklah ringan dimata Allah. Meskipun
seringgkali godaan setan dengan iming iming keuntungan dunia telah memalingkan
motivasi para pemimpin dari tujuan bersama..

Khilafah dan Imamah merupakaan sistem kepemimpinan negara dalam


masyarakat muslim yang dipandang relevan dengan Syariat Islam. Khilafah pada
hakekatnya adalah suatu bentuk kekuasaan yang menjalankan pemerintahaan setelah
nabi Muhamad SAW. Doktrin tentang Khilafah yang disebut dalamAl Qur‘an ialah
bahwa segala sesuatu diatas bumi ini, berupa daya dan kemampuan yang diperoleh
seorang manusia, hanyalah karuni dari Allah SWT. Dengan demkian sistem Khilafah
adalah akibat logis dari sistem Islam. Tetapi tidak dianggap sebagai salah satu dogma
yang fundamental dari Islam. Dengan demikian maka semua pemikir Islam sepakat
bahwa mengangkat kepala Negara (Khalifah) hukumnya wajib sebagaimana
diamanatkan oleh Ibnu Khaldun. Bahkan secara ekplisit Al Mawardi dengan teori
kontrak sosialnya secara tegas menyatakan jika tampa penguasa maka kehidupan akan
kacau balau.

B. Proses Pengangkatan Pemimpin dalam Islam

Sejarah Islam mencatat terjadi beberapa bentuk proses pemilihan pemimpin


berdasarkan pemilihan yang dilakukan sejak zaman Rasulullah sampai masa dinasti

inaba.ac.id
Pendidikan Agama Islam
Modul 13
Islam. Pada masa Rasulullah pemimpin dalam urusan tertentu ditentukan melalui
penunjukan atau proses Musyawarah dengan para sahabat. Sedangkan setelah masanya,
terdapat beberapa bentuk proses pemilihan diantaranya.

1. Musyawarah

Bentuk penerapan Musyawarah dalam memilih pemimpin tercermin dalam


pemilihan Abu Bakr sebegai Khalifah. Pada waktu itu para sahabat berkumpul di
Tsaqifah bani Sa‟adah untuk menentukan siapa pengganti Rasulullah saw. yang telah
wafat. Mereka sibuk membicarakan siapa yang akan diangkat menjadi khalifah
pengganti kekuasaan politik Nabi. Dalam pertemuan itu ada suku Khazraj dan suku
„Aus. Masingmasing suku bersikukuh menentukan pemimpin sebagai pengganti
Rasulullah saw. masing-masing pihak mengemukakan alasan mereka memegang
jabatan khalifah. Pihak Anshar menganggap mereka lebih berhak, karena mereka telah
menampung Rasulullah saw. dan kaum Muhajirin di saat orang-orang kafir Makkah
memusuhi dakwah Rasulullah saw. dan umat Islam. Sementara kelompok Muhajirin
juga merasa lebih berhak karena merekalah yang berjuang bersama Rasulullah saw. dan
mengalami pahit getir menegakkan agama Islam sejak di Makkah.

Akhirnya dalam suasana tegang dan tarik ulur ini, Abu Bakar terpilih menjadi
khalifah.Umarlah orang pertama yang melakukan bai’at terhadap Abu Bakar, diikuti
oleh Abu „Ubaidah dan kaum Muslimin lainnya. Sementara Sa‟ad ibn „Ubadah sampai
akhir kepemimpinan Abu Bakar tidak pernah memberikan bai’at kepada Abu Bakar.

2. Pemimpin Menunjuk Pelanjut

Menjelang akhir hayatnya, Abu Bakar memilih Umar bin Khattab menjadi
penggantinya. Namun, Abu Bakar tetap mengedepankan musyawarah bersama sahabat-
sahabat lainnya. Diantaranya, Abd. Al-Rahman ibn „Auf, Ustman bin Affan serta Asid
ibn Khudaid. Setelah bermusyawarah dengan tiga tokoh sahabat di atas, Abu Bakar
meminta Ustman bin Affan untuk menuliskan pesan tentang penunjukkan Umar ibn
Khattab sebagai penggantinya.

3. Musyawarah keterwakilan

Dalam masalah suksesi, Umar menempuh cara yang berbeda dengan Abu
Bakar. Setelah mengalami luka parah akibat tikaman seorang budak Persia bernama
Abu Lu‟luah. Para sahabat merasa khawatir jika Umar meninggal dunia dan tidak

inaba.ac.id
Pendidikan Agama Islam
Modul 13
sempat meninggalkan pesan tentang penggantinya. Mulanya Umar bin Khattab
menolak memenuhi permintaan para sahabat. Namun karena urgensinya penerus
kepemimpinannya maka Umar bin Khattab memilih 6 (enam) sahabat senior yang
terdiri dari Ustman, „Ali, Abd Al-Rahman ibn „Auf, Thalhah ibn “Ubaidillah, Zubeir
ibn „Awwam, Sa‟ad ibn Abi Waqqas, dan putranya sendiri, Abdullah. Mereka inilah
Tim Formatur yang akan menunjuk siapa diantara mereka yang akan menjadi
penggantinya.

Setelah Umar wafat mulailah Tim ini mengadakan musyawarah, jalannya


musyawarah berlangsung alot dan ketat. Masing-masing ingin menduduki jabatan
khalifah. Akhirnya Abd al-Rahmad in „Auf melobi anggota lainnya. Ia menanyakan
kepada Usman tentang siapa yang pantas menjadi khalifah, seandainya ia tidak terpilih.
Usman menjawab: „Ali. Lalu pertanyaan yang sama ditanyakan kepada Zubeir dan
Sa‟d secara terpisah. Keduanya menjawab: Usman. Ketika „Ali disodorkan pertanyaan
yang sama, jawaban yang diberikannya juga sama; Usman

Akhirnya dipilihlah antara Usman dan „Ali. Yang akhirnya dipilihlah Usman
untuk dibai’at sebagai khalifah pengganti Umar. Sebab Usman menjawab dengan tegas
pertanyaan daripada „Ali bahwa ia sanggup melaksanakan tugas berdasarkan Al-
Qur‟an dan Sunnah Rasulullah saw. serta kebijaksanaan Abu Bakar dan Ustman bin
Affan sebelumnya

4. Kesepakan Seluruh kaum Muslimin/ Ijma/ Aklamasi

Pada masa ini kepemimpinan Ustman bin Affan tidak terlalu bagus daripada
khalifah sebelumnya. Kebijakan Ustman bin Affan lebih banyak menguntungkan
keluarganya. Kemudian ditambah kontrol terhadap kepemimpinan Ustman bin Affan
berkurang sebab sahabat-sahabat senior banyak yang meninggalkan Madinah dan
kuatnya arus oposisi terhadap kepemimpinan Ustman bin Affan yang tidak adil
dibandingkan kepemimpinan Umar Hal itulah yang membuat Ustman bin Affan
dibunuh tanpa sempat menentukan siapa penggantinya, sehingga menimbulkan
kekacauan.

Pada awalnya „Ali bin Abi Thalib tidak bersedia, karena pengangkatannya tidak
didukung oleh kesepakatan penduduk Madinah dan veteran perang Badr (sahabat
senior). Menurutnya, orang yang didukung oleh komunitas inilah yang lebih berhak
menjadi khalifah. Kaum Ansar dan Muhajirin lebih menginginkan Ali bin Abi Thalib

inaba.ac.id
Pendidikan Agama Islam
Modul 13
menjadi khalifah, namun Ali menolak. Sebab ia menghendaki agar urusan itu
diselesaikan melalui musyawarah dan akhirnya mendapat persetujuan dari sahabat-
sahabat senior. Akhirnya Malik al-Asytar al-Nakha‟i melakukan bai’at dan diikuti
keesokan harinya oleh sahabat besar seperti Thalhah dan Zubeir.

C. Syarat-syarat pemimpin dalam Islam

Kepemimpinan setelah Rasulullah SAW ini, merupakan pemimpin yang harus


memiliki kualitas spiritual yang tinggi., memiliki pengetahuan yang sesuai dengan
realitas, tidak terjebak dan menjauhi kenikmatan dunia, serta harus memiliki sifat adil.
Adapun beberapa kriteria pokok di dalam Al-Qur`an dan harus dimiliki oleh seorang
pemimpin yaitu:

1. Beragama Islam

Agama merupakan sarana mengikatkan diri dengan sang Khaliq sebagai Tuhan
pemilik alam semesta. Hanya dengan agama yang benar seseorang akan mampu
mencapai kebahagiaan dan kesenangan di dunia dan akhirat. Oleh karena itu, cukup
beralasan apabila dalam suatu komunitas mayoritas, seorang pemimpin masyarakat
adalah sesuai agama yang dianut oleh komunitas tersebut. Di samping itu, umat Islam
dilarang memilih pemimpin yang tidak seagama dengan mereka. Firman Allah Swt:

“Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali


dengan meninggalkan orang-orang mukmin. barang siapa berbuat demikian,
niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali Karena (siasat) memelihara
diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. dan Allah memperingatkan kamu
terhadap diri (siksa)-Nya. dan Hanya kepada Allah kembali (mu).” (QS. Ali
Imran: 28)

2. Adil

Definisi adil bagi seorang pemimpin dalam perspektif luas yaitu taat beragama
dan tidak pernah melakukan dosa besar yang zahir dan tidak membiasakan diri dengan
dosa-dosa kecil serta tindakan-tindakan lain yang dapat meruntuhkan harga diri.

Standar keadilan menurut para ahli fiqih adalah apabila seseorang telah
melaksanakan kewajiban-kewajiban agamanya dan juga keutamaan-keutamaan dalam
agama, meninggalkan kemaksiatan, hal-hal yang hina dan semua hal yang bisa

inaba.ac.id
Pendidikan Agama Islam
Modul 13
menghilangkan kewiraan dan kehormatan. Sebagian ulama mensyaratkan sifat adil
harus muncul dari kebiasaan diri bukan karena keterpaksaan. Namun sebagian ulama
berpendapat bahwa meskipun sifat adil berawal dari keterpaksaan namun akhirnya
nanti juga akan menjadi kebiasaan pribadi seseorang berdasarkan firman Allah

ۡ َّ ‫۞إ َّن‬
ِ ‫شا َٰٓ ِء َو ۡٱل ُمنك َِر َو ۡٱل َب ۡغ ۚۡي‬
َ ‫ع ِن ۡٱلف َۡح‬
َ ‫س ِن َو ِإيتَآَٰي ِٕ ذِي ۡٱلقُ ۡر َبى َو َي ۡن َهى‬ ِ ۡ ‫ٱَّللَ َيأ ُم ُر ِب ۡٱل َع ۡد ِل َو‬
َ ‫ٱۡل ۡح‬ ِ
َ‫ظ ُك ۡم لَعَلَّ ُك ۡم تَذَ َّك ُرون‬
ُ ‫يَ ِع‬

90. Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan,
memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji,
kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu
dapat mengambil pelajaran. QS an Nahl 90

Dan juga

َّ ‫اس أَن ت َۡح ُك ُمواْ ِب ۡٱل َع ۡد ۚۡ ِل ِإ َّن‬


‫ٱَّللَ ِن ِع َّما‬ ِ َّ‫ت ِإلَ َٰٓى أَ ۡه ِل َها َو ِإذَا َحك َۡمتُم َب ۡينَ ٱلن‬ِ َ‫ٱَّللَ َي ۡأ ُم ُر ُك ۡم أَن ت ُ َؤدُّواْ ۡٱۡل َ َمن‬ َّ ‫۞ ِإ َّن‬
‫صيرا‬ ِ ‫س ِمي َۢ َعا َب‬
َ َ‫ٱَّللَ َكان‬َّ ‫ظ ُكم ِب ۗٓ ِ َٰٓهۦ ِإ َّن‬ُ ‫َي ِع‬

58. Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang


berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di
antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah
memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah
adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. QS An-nisa 58

3. Amanah

Abu Dzar al-Ghifari, suatu ketika bermaksud meminta jabatan kepada


Rasulullah Saw. “Wahai Rasulullah, tidakkah engkau menjadikanku sebagai pejabat?”,
kata Abu Dzar kepada Rsulullah. Sembari menepuk bahu Abu Dzar, Rasulullah
bersabda: “Wahai Abu Dzar, engkau ini lemah (untuk memegang jabatan) padahal
jabatan merupakan amanah. Pada hari kiamat jabatan itu akan menjadi kehinaan dan
penyesalan, kecuali bagi orang yang berhak memangkunya serta melaksanakan
tugasnya dengan benar.” Demikianlah cerita Abu Dzar seperti yang diriwayatkan oleh
Imam Muslim dalam Kitab Sahihnya. Juga berdasarkan firman Allah ta’ala

َ‫سو َل َوتَ ُخونُ َٰٓواْ أَ َمنَتِ ُك ۡم َوأَنت ُ ۡم تَعۡ لَ ُمون‬


ُ ‫ٱلر‬ َّ ْ‫يََٰٓأَيُّ َها ٱلَّذِينَ َءا َمنُواْ ََل تَ ُخونُوا‬
َّ ‫ٱَّللَ َو‬

inaba.ac.id
Pendidikan Agama Islam
Modul 13
27. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan
Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat
yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui. QS al Anfal 27

4. Kuat

Allah berfirman

ُّ ‫ٱستَ ٔ ۡٔ َج ۡرتَ ۡٱلقَ ِو‬


ُ‫ي ۡٱۡل َ ِمين‬ ۡ ‫ٱستَ ٔ ۡٔ ِج ۡر ۖٗهُ إِ َّن خ َۡي َر َم ِن‬
ۡ ‫ت‬ِ َ‫َقالَ ۡت إِ ۡحدَى ُه َما يََٰٓأَب‬

26. Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah
ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang
yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang
yang kuat lagi dapat dipercaya". QS al Qasash 26

Dan juga

َّ ‫ور َي ۡح ُك ُم بِ َها ٱلنَّبِيُّونَ ٱلَّذِينَ أَ ۡسلَ ُمواْ ِللَّذِينَ هَادُواْ َو‬


َ‫ٱلربَّنِيُّون‬ ۡۚٞ ُ‫إِنَّا َٰٓ أَنزَ ۡلنَا ٱلت َّ ۡو َرىةَ ِفي َها هُدى َون‬
ۡ ‫اس َو‬
‫ٱخش َۡو ِن َو ََل‬ َ َّ‫ش َهدَآَٰ ۚۡ َء َف ََل ت َۡخش َُواْ ٱلن‬ َ ْ‫ٱَّلل َوكَانُوا‬
ُ ‫علَ ۡي ِه‬ ِ َّ ‫ب‬ ِ َ‫ظواْ ِمن ِكت‬ ُ ‫ٱست ُ ۡح ِف‬ ُ َ‫َو ۡٱۡل َ ۡحب‬
ۡ ‫ار بِ َما‬
َٰٓ
َ‫ٱَّللُ َفأ ُ ْولَئِكَ ُه ُم ۡٱل َك ِف ُرون‬
َّ ‫يَل َو َمن لَّ ۡم يَ ۡح ُكم بِ َما َٰٓ أَنزَ َل‬ۡۚ ‫بَٔٔ ايَتِي ثَ َمنا َق ِل‬ ِ ْ‫ت َۡشت َُروا‬

44. Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab Taurat di dalamnya


(ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan Kitab itu
diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerah
diri kepada Allah, oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta
mereka, disebabkan mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab
Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya. Karena itu janganlah
kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. Dan
janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit.
Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan
Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. QS al Maidah
44

Pemimpin yang kuat adalah yang mampu menegakkan tugas dan menanggung
beban pemerintahannya. Pemimpin harus mampu menjaga dan memelihara agama,

inaba.ac.id
Pendidikan Agama Islam
Modul 13
berjuang melawan musuh, mengatur siasat umat dan mengurus kemaslahatannya
sebagaimana mestinya menurut syara’.

Pemimpin yang memiliki kriteria kuat dan amanah sekaligus sangat jarang
ditemukan. Akan tetapi jika kriteria yang dimiliki pemimpin hanya salah satu diantara
kedua kriteria tersebut, maka prioritas utama ditentukan menurut kebutuhan di wilayah
yang dipimpinnya. Dalam suasana yang tidak aman, pemimpin yang kuat dan berani
lebih bermanfaat daripada pemimpin yang jujur namun lemah.

Dasar pertimbangan permasalahan ini sebagaimana ketika Imam Ahmad bin


Hanbal ditanya tentang dua orang yang dicalonkan untuk memimpin satu pasukan, yang
pertama kuat tetapi bergelimang dalam dosa sedangkan yang kedua saleh namun lemah.
Imam Ahmad menjawab: “orang yang pertama dosanya dipikulnya sendiri sedangkan
kekuatannya mendukung kepentingan umat dan orang yang kedua kesalehannya hanya
bermanfaat untuk dirinya sendiri sedangkan kelemahannya menjadi petaka bagi yang
dipimpin.

Didalam buku Ahkam Sulthaniyah dijelaskan apabila ada dua orang yang
memenuhi syarat untuk diangkat sebagai pemimpin, jika salah satu dari keduanya lebih
pandai sementara yang satunya lebih berani, maka yang layak untuk dipilih adalah
sosok yang lebih dibutuhkan untuk periode saat itu. Jika kondisi saat itu lebih
membutuhkan sifat keberanian lantaran merebaknya usaha pemisahan wilayah dan
menjamunya pemberontakan, sosok pemimpin yang lebih layak dipilih adalah yang
lebih memiliki keberanian. Akan tetapi jika kondisi saat itu lebih membutuhkan
keilmuan lantaran meratanya sikap hidup jumud dan menyebarnya para ahli bid’ah,
sosok pemimpin yang lebih layak dipilih adalah yang lebih memiliki ilmu
(cendekiawan).

Pada kenyataannya, tidak mudah terhimpun dalam diri seseorang berbagai sifat
tersebut secara sempurna, tetapi ketika harus memilih maka pilihlah yang paling sedikit
kekurangannya. Dan lakukan pilihan setelah upaya bersungguhsungguh untuk
mendapatkan yang terbaik.

Ada beberapa kriteria lain yang tertulis di dalam hadis maupun hasil interpretasi
dari ulama dan cendikiawan diantaranya

inaba.ac.id
Pendidikan Agama Islam
Modul 13
Kafa’ah : memiliki kemampuan untuk memimpin ummat, mengetahui ilmu yang
berkaitan dengan pengaturan masyarakat, cerdas, matang secara kejiwaan dan ruhani.

Menurut Khoneini, selain persyaralan umum seperti kecerdasan dan kemampuan


mengatur (mengorganisasi), ada dua syarat mendasar Iainnya bagi. seorang fuqaha yaitu
berpetahuan akan hukum dan keadilan. Seorang fuqaha sebenamya adalah wujud dari hukum
Islam itu sendiri. Dengan itu terlihat bahwa seorang fuqaha itu tidaklah boleh untuk berbuat
salah.

D. Hak dan Kewajiban Pemimpin.

al-Mawardi menberikan keterangan akan hak dan kekuasaan seorang Pemimpin


ada sepuluh kreteria, meliputi seluruh kepentingan Negara. Adapun kesepuluh itu
dijelaskan oleh penggagasnya sebagai berikut;

Pertama, melindungi agama (hifzu al-din), yaitu seorang Pemimpin diwajibkan


untuk memelihara dasar-dasar asli agama dan ijma’ umat salaf. Jika muncul beberapa
kalangan pengusung bid’ah atau pembawa kepercayaan yang salah (shubhat), maka
Pemimpin sebagai kepala Negara harus menyadarkannya pada jalan yang benar,
sehingga agama tetap terpelihara dari bid’ah khurafat dan umat terjaga dari kesesatan.

Kekuasaan inilah yang kemudian membedakan kepala negara Islam dengan


kepala negara mana pun dari negara demokrasi di belahan dunia ini, yang sematamata
hanya memimpin masalah-masalah duniawi. Pemimpin sebagai kepala Negara
berkewajiban melindungi agama dari segala gangguan. Bukan hanya terhadap agama
Islam yang menjadi azas negara, tetapi semua agama yang dianut rakyatnya, sehingga
mendapatkan perlindungan yang sama.

Kedua, mengepalai kekuasaan pemerintahan (tanfidhu al-ahkam). Dengan


kekuasaan ini, seorang Pemimpin adalah instantsi tertinggi dan kekuasaan esekutif
yang menjalankan pemerintahan. Artinya, untuk menyelesaikan semua pertentangan di
kalangan rakyat, sehingga keadilan meliputi seluruh rakyat. Segala kedzaliman harus
berhenti dan orang-orang yang teraniaya dapat dibela.

Ketiga, melindungi berjalannya hukum dan undang-undang (Himayatu


albaida’). Al-mawardi menegaskan, untuk memberikan perlindungan seluruh hakhak
yang harus dihormati, sehingga rakyat bebas merdeka mencari penghidupannya,

inaba.ac.id
Pendidikan Agama Islam
Modul 13
bertebaran ke seluruh daerah dengan sentosa, tanpa ancaman dan gangguan pada jiwa
dan harta bendanya

Perlindungan ini dibantu oleh hakim-hakim dan badan-badan pengadilan, untuk


menangkap semua oang yang melanggar kemanan dan mengganggu ketentraman. Juga
memerlukan badan-badan keamanan sebagai penjaga kestabilitasan umum di tengah-
tengah masyarakat. Dengan demikian pemberlakuan hukum terjamin (rechts-
zekeherheid) dan terdapat perlindungan (rechtsveiligheid) dari alat-alat kekuasaan
pemerintahan. Bagian ini termasuk bidang udicial (rech-terlijk). Menurut susunan
pemerintahan Islam, Pemimpin sebagai kepala Negara adalah pelindung yang aktif bagi
kehakiman dan pengadilan.

Keempat, menetapkan undang-undang Negara (iqamatu al-hudud). Kekuasaan


ini adalah kekuasaan legesltif dalam Negara-negara demokrasi. Kepala Negara
melaksanakannya dengan bantuan dewan perwakilan rakyat (parlemen). Imam
Mawardi menyatakan, maksudnya adalah memelihara batas-batas hukum Tuhan dan
melindungi hak-hak rakyat, dan jangan sampai dihilangkan atau dirusak tanpa melalui
aturan yang sah.

Kelima, mengepalai angkatan perang (tah}sinu al-t}ugur). Dalam masalah


pertahanan dan ketentraman, seorang Pemimpin adalah panglima tertinggi yang
mengepalai seluruh angkatan perang. Imam mawardi menjelaskan, maksudnya adalah
untuk membuat persiapan yang kuat dan alat-alat penangkal. Sehingga, musuh tidak
bisa menyerbu denan sekonyong-konyong, yang akan mengganggu kehormatan Negara
dan menumpahkan darah rakyat, baik warga negara domestic maupun negara sahabat.

Keenam, menyatakan perang atau keadaan bahaya (jihadu man’anad). Jika


Negara dalam keadaan terancam bahaya dari luar karena serbuan musuh, atau dari
dalam karena perbuatan kelompok pengacau, maka kepala Negara mempunyai hak
untuk mengumumkan perang atau keadaaan bahaya (staat van beleg atau staat van
orlog).

Pada bagian ini, ternyata al-Mawardi terpengaruhi oleh situasi dan kondisi pada
zamannya. Ia membawa pengertian kekuasaan ini pada arti sempit, yang berpengaruh
di zamannya. Dan memandang masalah ini dari sudut keagamaan, sehingga pengertian
musuh di sini diartikan musuh Islam.

inaba.ac.id
Pendidikan Agama Islam
Modul 13
Agama Islam yang berpendirian luas, tidak mengungkung diri dalam arti
sempit. Kekuasaan harus memiliki interpretasi yang lebih politis daripada keagamaan.
Pendeknya, Negara dan golongan manapun yang mengancam kedaulatan Negara, baik
datang dari luar maupun timbul di dalam negeri, maka Pemimpin berkuasa untuk
menyatakan perang kalau ancaman dari luar atau keadaan bahaya di dalam negeri.
Namun demikian, pernyataan ini harus dengan persetujuan Ulil Amri sebagai dewan
perwakilan rakyat.

Ketujuh, mengawasi pemungutan iuran Negara (jibayatu al-fai wa’ashadaqah).


Al-Mawardi menyebutkan, maksudnya supaya jangan dibebankan kepada rakyat,
pembayaran-pembayaran pajak atau lainnya yang memberatkan mereka, sehingga
setiap pemungutan Negara harus bebas dari segala ketakutan dan paksaan. Termasuk
dalam pengawasan in dua macam pembayaran, yaitu kaitannya dengan dengan zakat
dan pajak.

Kedelapan, memberikan anugerah dan pangkat kehormatan (taqdiru al- ‘ataya).


Mawardi memandangnya sebagai hak luar biasa, yang hanya boleh digunakan kepala
Negara dengan sangat hati-hati, tidak boleh secara berlebihan, sesuai dengan
kemampuan keuangan negara (baitul mal).

Kesembilan, mengangkat pegawai-pegawai sipil dan militer (istikfau alumana).


Pernyataan ini ditegaskan oleh Mawardi, bahwa setiap pengangkatan harus didasarkan
pada kesanggupan (kafaah) dan mengutamakan sifat kejujuran (amanah), baik terhadap
para pegawai maupun para penasehat. Dengan kesanggupan, semua pekerjaan teratur
rapi, dan dengan kejujuran seluruh keuangan terjamin

Di sini ada juga suatu hak yang termasuk tegas, yaitu hak mengangkat
wakilwakil negara dan mengirimkannya ke luar negeri. Demikian juga menerima duta
Negara lain. Dalam artian umum, hak ini juga dalam kekuasaan mengangkat pegawai.

Kesepuluh, mencampuri pemerintahan (mubasharatu al-umuri binafsih).


Walaupun dalam pekerjaan dan kekuasaan, seorang Pemimpin dibantu oleh badan-
badan Negara, tetapi di tangannya masih tetap ada hak yang besar untuk intervensi
dalam masalah pemerintahan. Apalagi sewaktu-waktu ada bahaya mengancam dan
Negara dalam keadaan bahaya, maka secara positif hak itu dapat dijalankan oleh
seoarang Pemimpin.

inaba.ac.id
Pendidikan Agama Islam
Modul 13
Inilah sepuluh macam kekuasaan kepala negara Islam (Pemimpin). Jelas bahwa
dalam hampir semua kekuasaannya didampingi oleh badan-badan kekuasaan yang
masing-masing memiliki pembagian kerja. Ia merupakan simbol negara, tetapi bukan
symbol mati,yang hanya takluk kepada badan-badan yang mendampinginya Ia masih
tetap menjadi symbol aktif, yang sewaktu-waktu dapat bertindak untuk menyelamatkan
agama, umat dan negara.

Al-Mawardi selanjutnya juga menerangkan dalam bukunya Al-Ahkam


AlSultaniyyah , jika seandainya seorang calon Pemimpin sudah siap mengemban
jabatan dengan segala kewajibannya yang maha berat di atas, maka ada juga hak yang
menjadi kewajiban seluruh rakyat. Hak seorang Pemimpin diantraanya adalah, ditaati
segala perintahnya oleh seluruh rakyat, dibantu dengan sekuat tenaga oleh seluruh
rakyatnya, dalam mewujudkan cita-cita dan pekerjaan pemerintahannya. Dengan
demikian, tentunya akan terjadi ikatan erat antara rakyat dengan kepala negaranya.

inaba.ac.id

Anda mungkin juga menyukai